Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

EFUSI PLEURA

Disusun oleh:
Diani Adita
030.10.081
Pembimbing:
dr. Syaifun Niam, Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG
PERIODE OKTOBER 2014 - JANUARI 2015

LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul Efusi Pleura disusun dalam rangka memenuhi tugas
kepanitraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang periode 27 Oktober 2014 3 Januari 2015, oleh :
Nama

: Diani Adita

NIM

: 030.10.081

Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh :


Pembimbing : dr. Syaifun Niam, Sp.PD

Semarang, Desember 2014

Pembimbing

dr. Syaifun Niam, Sp.PD

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena
atas rahmat dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Efusi
Pleura tepat pada waktunya. Referat ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Syaifun
Niam, Sp.PD yang telah membimbing penulis dalam menyusun referat ini. Ucapan
terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam referat ini. Akhir
kata, penulis mengharapkan semoga referat ini dapat memberikan manfaat.

Semarang, Desember 2014


Diani Adita

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................1
KATA PENGANTAR..........................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................5
2.1 Anatomi dan fisiologi....................................................................... 5
2.2 Definisi efusi pleura..........................................................................6
2.2 Epidemiologi.....................................................................................7
2.3 Etiologi..............................................................................................7
2.4 Patofisiologi.....................................................................................10
2.5 Manifestasi klinis.............................................................................12
2.6 Diagnosis ........................................................................................12
2.7 Diagnosis banding...........................................................................19
2.8 Penatalaksanaan...............................................................................21
2. 9 Komplikasi.....................................................................................21
2.10 Prognosis.......................................................................................22
BAB III. KESIMPULAN..................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................24

BAB I
PENDAHULUAN

Rongga pleura terletak di antara paru-paru dan dinding dada dan biasanya
mengandung lapisan cairan sangat tipis, yang berfungsi sebagai coupling system.
Efusi pleura terjadi bila terdapat kelebihan jumlah cairan dalam rongga pleura. 1 Efusi
pleura merupakan manifestasi paling umum dari penyakit pleura, dengan etiologi
mulai dari gangguan kardiopulmoner, penyakit inflamasi atau keganasan yang
memerlukan evaluasi dan pengobatan segera.2
Terdapat banyak diagnosis banding untuk efusi pleura baru. Penyebab utama
efusi pleura di AS adalah gagal jantung kongestif dengan kejadian tahunan
diperkirakan 500.000. Pneumonia merupakan penyebab kedua dengan angka kejadian
300.000.3 Di negara-negara berkembang seperti India dan Indonesia, tuberkulosis
(TB) adalah penyebab paling umum.4
Diagnosis efusi pleura dimulai dengan mendapatkan riwayat klinis pasien dan
melakukan pemeriksaan fisik, diikuti oleh radiografi dada dan analisis cairan pleura.
Jika perlu, dilakukan investigasi lebih lanjut, seperti dengan menggunakan computed
tomography (CT) thorax, biopsi pleura, thoracoscopy, dan, kadang-kadang,
bronkoskopi.5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi pleura

Gambar 1. Anatomi paru dan pleura

Paru-paru dilapisi oleh lapisan pembungkus yang disebut pleura,yang tersusun


oleh jaringan ikat fibrosa yang di dalamnya banyak terdapat kapiler limfa dan kapiler
darah. Pleura juga disusun oleh sel terutama fibroblast, dilapisi oleh mesotel. Pleura
merupakan membran halus, licin, tipis yang membungkus dinding anterior thoraks
dan superior diafragma.6
Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan visceral. Pleura parietal
menutupi permukaan dalam dari rongga dada, termasuk mediastinum, diafragma, dan
tulang rusuk. Pleura visceral menyelubungi seluruh permukaan paru-paru, termasuk
celah interlobar. Ruang pleura kanan dan kiri dipisahkan oleh mediastinum.2
Rongga pleura memainkan peran penting dalam respirasi dengan berperan
sebagai kopling pergerakan dinding dada dengan paru-paru dalam 2 cara. Pertama,
vakum relatif dalam rongga menjaga pleura visceral dan parietal dalam jarak yang

dekat. Kedua, volume kecil cairan pleura, yang pada keadaan normal 0,13 mL / kg
berat badan, berfungsi sebagai pelumas untuk memudahkan pergerakan permukaan
pleura terhadap satu sama lain saat respirasi. Volume cairan ini dipertahankan melalui
keseimbangan tekanan hidrostatik, onkotik dan drainase limfatik.2

2.2 Definisi efusi pleura


Efusi pleura adalah keadaan dimana terdapat kelebihan jumlah cairan dalam
rongga pleura,1 yang dihasilkan dari produksi cairan yang berlebihan atau penurunan
penyerapan atau keduanya.2

Gambar 2. Individu dengan efusi pleura7

2.2 Epidemiologi
Prevalensi efusi pleura diperkirakan adalah 320 kasus per 100.000 orang di
negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit
yang mendasari.2
Secara umum, kejadian efusi pleura sama antara kedua jenis kelamin. Namun,
penyebab tertentu memiliki kecenderungan gender. Sekitar dua pertiga dari efusi
pleura ganas terjadi pada wanita, dimana mereka berhubungan dengan keganasan
payudara dan ginekologi. Efusi pleura berhubungan dengan lupus eritematosus
sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Efusi pleura yang
berhubungan dengan pankreatitis kronis lebih sering terjadi pada laki-laki, dengan
mayoritas kasus laki-laki memiliki alkoholisme sebagai etiologi.2
Karena efusi pleura merupakan manifestasi dari penyakit yang mendasari,
perbedaan ras kemungkinan besar akan mencerminkan variasi rasial pada penyebab
gangguan.2
Efusi pleura biasanya terjadi pada orang dewasa. Namun, tampaknya
meningkat pada anak-anak yang sering disebabkan pneumonia.2
Di Indonesia, penderita efusi pleura dengan jenis kelamin laki-laki sebesar
57,42% dan wanita 42,75%. Menurut Departemen kesehatan Republik Indonesia
(Depkes RI) pada tahun 2006, kasus efusi pleura mencapai 2,7% dengan kasus
terbanyak adalah pleuritis TB.

2.4 Etiologi
Rongga pleura yang normal mengandung sekitar 10-20cc cairan, yang
mewakili keseimbangan antara (1) tekanan hidrostatik dan onkotik dalam pembuluh
pleura viseral dan parietal dan (2) drainase limfatik yang luas. Efusi pleura akibat dari
gangguan keseimbangan ini.2
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu proses penyakit yang mendasari
yang mungkin berasal dari paru atau bukan dari paru dan dapat bersifat akut atau

kronis. Meskipun etiologi efusi pleura luas, efusi pleura paling sering disebabkan oleh
gagal jantung kongestif, pneumonia, keganasan, atau emboli paru.2
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan sebagai transudat atau eksudat,
berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan karakteristik kimia cairan pleura.
Dalam beberapa kasus, cairan pleura mungkin memiliki kombinasi karakteristik
transudatif dan eksudatif.2

Transudat
Efusi pleura transudatif terjadi ketika faktor-faktor sistemik (tekanan
hidrostatik dan onkotik) yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan pleura berubah.1 Efusi berbentuk transudat dapat terjadi karena penyakit
lain, bukan primer berasal dari paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati,
sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbunemia oleh berbagai keadaan,
perikarditis konstriktiva.8

Eksudat
Efusi pleura eksudatif terjadi ketika faktor-faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura berubah. Penyebab utama efusi
pleura eksudatif adalah pneumonia bakteri, keganasan, infeksi virus, dan
emboli paru.1

Beberapa penyakit dengan efusi pleura

Efusi karena gagal jantung


Penyebab paling sering dari efusi pleura adalah gagal jantung kiri. Hal
ini terjadi oleh karena peningkatan cairan pada jaringan interstisial paru keluar
menuju pleura viseral menyebabkan beban berlebih limfatik di pleura parietal
untuk mengeluarkan cairan. Pada pasien dengan gagal janung, torakosintesis
diagnostik harus dilakukan jika efusi tidak bilateral dan sama jumlahnya, jika
pasien demam, atau jika pasien mengalami nyeri dada untuk memastikan
apakah pasien memiliki efusi transudatif.8

Hepatic hydrothorax

Efusi pleura terjadi pada sekitar 5% pasien dengan sirosis dan asites.
Mekanisme yang mendasari adalah perpindahan cairan secara langsung
melalui celah kecil di diafragma menuju rongga pleura. Efusi biasanya berada
di sebelah kanan dan seringkali cukup besar untuk menyebabkan sesak nafas

berat.8
Parapneumonic Effusion
Efusi parapneumonik berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses
paru, atau bronkiektasis, dan mungkin penyebab paling umum dari efusi
pleura eksudatif di Amerika Serikat. Empiema mengacu pada efusi purulen.
Pasien dengan pneumonia bakteri aerobik dan efusi pleura mengalami demam
akut, nyeri dada, produksi sputum, dan leukositosis. Sedangkan pasien dengan
infeksi anaerob mengalami penurunan berat badan, leukositosis cepat, anemia

ringan, dan riwayat beberapa faktor yang memengaruhi aspirasi.8


Efusi pleura neoplasma
Efusi pleura maligna sekunder adalah jenis yang paling umum kedua
dari efusi pleura eksudatif. Tiga tumor yang menyebabkan ~ 75% dari semua
efusi pleura ganas adalah karsinoma paru, kanker payudara, dan limfoma.
Kebanyakan pasien mengeluhkan dispnea, yang sering tidak sesuai dengan

ukuran efusi.8
Mesothelioma
Mesotelioma ganas adalah tumor primer yang muncul dari sel-sel
mesothelial yang melapisi rongga pleura; sebagian besar terkait dengan
paparan asbes. Pasien dengan mesothelioma mengalami nyeri dada dan sesak
napas. Radiografi dada mengungkapkan efusi pleura, penebalan pleura umum,

dan hemithorax menyusut.8


Efusi karena emboli paru
Diagnosis yang paling sering diabaikan dalam diagnosis diferensial
dari pasien dengan efusi pleura yang tidak terdiagnosis adalah emboli paru.
Dyspnea adalah gejala yang paling umum. Cairan pleura hampir selalu
eksudat. Diagnosis ditegakkan dengan spiral CT scan atau arteriografi paru.8

Tuberkulosis Pleuritis
Di banyak bagian dunia, penyebab paling umum dari efusi pleura
eksudatif adalah tuberkulosis (TB). Efusi pleura TB biasanya berhubungan

dengan TB primer dan dianggap terutama disebabkan reaksi hipersensitivitas


terhadap protein TB di rongga pleura. Pasien dengan pleuritis TB
menunjukkan gejala demam, penurunan berat badan, dyspnea, dan / atau nyeri

dada pleuritik. Cairan pleura merupakan eksudat dengan limfosit kecil.8


Efusi pleura karena infeksi virus
Infeksi virus memiliki persentase yang cukup besar dari efusi pleura
eksudatif yang tidak terdiagnosis. Efusi ini sembuh secara spontan tanpa

residua jangka panjang.8


Hemothorax
Ketika thoracentesis diagnostik menunjukkan adanya cairan pleura
dengan darah, hematokrit harus diperoleh pada cairan pleura. Jika hematokrit
lebih dari satu-setengah dari itu dalam darah perifer, pasien dianggap memiliki
hemothorax. Kebanyakan hemothorax diakibatkan trauma. Penyebab lain
termasuk pecahnya pembuluh darah atau tumor.8

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk
secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena
perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura.8
Cairan pleura terakumulasi saat pembentukannya melebihi penyerapannya.
Biasanya, cairan memasuki rongga pleura dari kapiler pada pleura parietal dan dibuang
melalui sistem limfatik pada pleura parietal. Cairan juga dapat masuk rongga pleura
dari ruang interstitial paru melalui pleura visceral atau dari rongga peritoneum melalui
lubang-lubang kecil di diafragma. Limfatik memiliki kapasitas untuk menyerap cairan
20 kali lebih daripada yang terbentuk secara normal. Oleh karena itu, efusi pleura
dapat berkembang bila ada formasi cairan pleura berlebihan (dari ruang interstitial
paru-paru, pleura parietal, atau rongga peritoneum) atau bila terjadi penurunan
pembuangan cairan oleh limfatik.1
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah,

10

sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar
pleura dapat menyebabkan hemotoraks.8
Efusi transudat dapat ditemukan pada peningkatan tekanan kapiler sistemik,
tekanan kapiler pulmonal, atau penurunan tekanan onkotik. Misalnya pada
decompensatio cordis, terjadi peningkatan tekanan diastol yang dialirkan secara
retrograde yang menimbulkan tekanan yang meningkat pada vena pulmonalis
sehingga tekanan hidrostatik juga meningkat. Hal tersebut menyebabkan pengeluaran
cairan dari pembuluh darah ke rongga pleura dengan hasil cairan adalah cairan
transudat.9

Sedangkan

pada

sindroma

nefrotik

terjadi

hipoalbuminemia.

Hipoalbuminemia pada sindroma nefrotik terjadi karena celah podosit menjadi lebih
lebar sehingga memungkinkan albumin keluar sedangkan albumin berfungsi untuk
menjaga tekanan onkotik sehingga tekanan onkotik plasma akan turun. 10 Pada sirosis
hepatis terjadi hipoalbuminemia dan hiponatremia yang menyebabkan efusi pleura
transudat. Mekanisme terjadinya hipoalbuminemia pada sirosis hepatis terjadi karena
kegagalan hepar untuk membentuk albumin yang disebabkan karena sudah terjadi
fibrosis pada hepar. Hal tersebut akan menyebabkan tekanan onkotik menurun
sehingga cairan keluar dari intravaskular berupa transudat.11 Hiponatremia pada
sirosis hepatis disebabkan karena pada sirosis hepatis terjadi vasodilatasi arteri splanik
yang menyebabkan penurunan volume vaskuler. Penurunan volume vaskuler akan
merangsang baroreseptor untuk mengaktifkan saraf simpatis sehingga terjadi
vasokonstriksi vaskuler dan hal tersebut menyebabkan vasokonstriksi arteri renalis
yang lama kelamaan akan menyebabkan gagal ginjal. Pada gagal ginjal akan terjadi
retensi air sehingga volume plasma meningkat dan menyebabkan hiponatremi
delusional.12
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan, di mana terjadi pengeluaran
mediator inflamasi seperti histamine dan kinin. Histamin dan kinin akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran protein dan
cairan ke dalam rongga pleura.8,13

11

2.5 Manifestasi klinik


Pasien dengan efusi pleura biasanya memiliki dyspnea, batuk, dan kadangkadang nyeri dada pleuritik bersifat tajam yang tidak menjalar.5,7 Sesak nafas pada
efusi pleura disebabkan karena terdapat cairan pada cavum pleura. Cairan tersebut
akan menekan paru-paru sehingga pada saat bernafas, paru-paru tidak bisa
mengembang secara sempurna. Hal tersebut akan mengakibatkan rasa sesak saat
bernafas. Batuk merupakan respon tubuh untuk mengeluarkan sekret ataupun partikel
asing dari saluran pernafasan. Sedangkan nyeri dada pada efusi pleura terjadi apabila
terjadi peradangan pada pleura yang terjadi pada efusi pleura eksudat.
Demam pada efusi pleura disebabkan tergantung dari etiologinya, apabila
etiologinya adalah infeksi maka akan terjadi pengeluaran mediator proinflamasi
seperti IL-1, IL-6 yang akan memicu terjadinya demam.

2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang baik dan
pemeriksaan fisis yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan,
biopsi, dan analisa cairan pleura.8
Anamnesis
Anamnesis riwayat penyakit memberikan informasi tentang kemungkinan
etiologi efusi pleura dan pedoman untuk investigasi yang diperlukan.14 Riwayat
jantung, ginjal, atau gangguan hati dapat mengarahkan pada efusi transudatif. Riwayat
keganasan memungkinkan terjadinya efusi pleura maligna. Pembengkakan kaki atau
trombosis vena yang baru terjadi dapat menyebabkan efusi terkait dengan emboli paru.
Riwayat pneumonia baru atau saat ini menunjukkan efusi parapneumonik, baik dengan
komplikasi (empiema) atau tanpa komplikasi. Trauma dapat mengakibatkan
hemothorax atau chylothorax. Riwayat terpapar asbes umum pada pasien yang
memiliki efusi jinak terkait paparan asbes tersebut atau mesothelioma. Rheumatoid
arthritis dan kondisi autoimun lainnya bisa juga mengakibatkan efusi.5
Pemeriksaan fisik

12

Temuan fisik pada efusi pleura bervariasi dan tergantung pada volume efusi.
Secara umum, tidak ada temuan fisik untuk efusi lebih kecil dari 300 mL. Dengan
efusi lebih besar dari 300 mL,2 dapat ditemukan beberapa hal sebagai berikut:

Inspeksi : ekspansi dada asimetris (bagian dada yang sakit tertinggal saat
bernafas)
Penumpukan cairan didalam cavum pleura, sehingga pada saat bernafas paru-

paru tidak bisa mengembang sempurna.


Palpasi : vocal fremitus melemah pada sisi yang sakit.
Cairan pada rongga pleura bukan penghantar getaran yang baik sehingga
didapatkan vocal fremitus melemah pada sisi yang sakit.
Perkusi: redup pada sisi yang sakit
Auskultasi : suara napas melemah pada sisi yang sakit, pleural friction rub
Egophony (perubahan "i" ke "e")
Pada pemeriksaan leher didapatkan trakea terdorong ke kontralateral

Pemeriksaan penunjang

Foto thoraks
Pemeriksaan X-ray dada dengan pasien dalam posisi tegak dan dalam

dekubitus lateral (berbaring) posisi di sisi mana efusi terletak untuk mendapatkan
perkiraan visual dari jumlah cairan saat ini.7 Permukaan cairan yang terdapat dalam
rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan daerah lateral lebih
tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial,
pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam
paru-paru sendiri. Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva, karena
terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paruparu yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan efusi
subpulmonik.8
Hal lain yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan dengan cairan. Di
samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula terjadinya efusi
pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya masa tumor adanya densitas
parenkim yang lebih keras pada pneumonia atau abses paru.8

13

Gambar 4. Efusi pleura kanan masif, ganas.2

Gambar 5. Efusi pleura kiri. 2

USG
Ultrasound dapat mendeteksi efusi pleura kecil dengan mengukur perbedaan

dalam gelombang suara saat melalui udara di paru-paru dibandingkan dengan cairan
yang dibuat oleh efusi.7

CT scan

Computed tomografi (CT) scan dada memungkinkan pencitraan parenkim paru atau
mediastinum.3 Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan ini tidak banyak
dilakukan karena biayanya mahal.8

14

Gambar 6. Foto thoraks dan CT scan thoraks yang menunjukkan efusi pleura kanan

Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk

diagnostik maupun terapeutik.8


Torakosintesis diagnostik harus dilakukan jika etiologi efusi tidak jelas atau
jika penyebab efusi diduga tidak merespon terapi seperti yang diharapkan. Efusi
pleura tidak memerlukan thoracentesis jika terlalu sedikit untuk diaspirasi secara
aman atau, pada pasien yang secara klinis stabil, jika penyebab yang mendasari gagal
jantung kongestif (efusi terutama bilateral) atau karena operasi toraks atau perut barubaru ini.2
Jika cairan memisahkan paru-paru dengan dinding dada >10mm, maka
torakosintesis terapeutik harus dilakukan.1 Indikasi cairan bertambah dengan cepat
(profuse), efusi pleura masif, menimbulkan keluhan sesak yang bertambah berat, dan
mendesak mediastinum.
Ketika seorang pasien ditemukan memiliki efusi pleura, upaya harus
dilakukan untuk menentukan penyebab (Gambar 3). Langkah pertama adalah untuk
menentukan apakah efusi adalah transudat atau eksudat. Alasan utama untuk membuat
diferensiasi ini adalah prosedur diagnostik tambahan diperlukan pada efusi eksudatif
untuk menentukan penyebab penyakit lokal.1
Efusi Pleura
15

Lakukan torakosintesis diagnostik


Terdapat
salah
satupleura
kriteria
berikut
Ukur
protein
cairan
dan
LDH
No

Yes

PF/Protein serum >0.5


PF/LDH serum >0.6
PF LDH >2/3 batas atas normal serum
Transudat
Eksudat

Tatalaksana
CHF, sirosis,
Prosedur diagnostik lebih lanjut
Ukur glukosa, amilase
PF
Sitologi PF
Hitung jumlah sel differensial
Peningkatan amylase

Kultur, stain PF

Glukosa <60 mg/dl

Pertimbangkan:

Pemeriksaan
penanda TB Pertimbangkan:
Tidak
ada diagnosis
Yes
Ruptur esophagus
Keganasan
Pertimbangkan emboli paru
Pancreatic pleural effusion
Infeksi bakterial Tatalaksana
(spiral CT atau scan paru) Pleuritis rheumatoid PE
Keganasan
No

Yes

Tatalaksana TB

Pemeriksaan PF untuk TB
Yes

No

Gejala bertambah

Observasi

No
Pertimbangkan
thoracoscopy atau biopsi
pleura terbuka

Gambar 3. Algoritma Diagnosis Efusi Pleura1


CHF, Congestive Heart Failure; LDH, Laktat dehydrogenase; PF, cairan pleura; TB,
tuberculosis; PE, emboli paru
Transudatif dan efusi pleura eksudatif dibedakan dengan mengukur laktat
dehidrogenase (LDH) dan tingkat protein dalam cairan pleura. Efusi pleura eksudatif
memenuhi paling tidak satu dari kriteria berikut, sedangkan efusi pleura transudatif
tidak memenuhi satu pun dari kriteria berikut:1

Protein cairan pleura/ serumprotein > 0,5


16

LDH cairan pleura / serum LDH> 0,6


LDH cairan pleura lebih dari dua pertiga batas atas normal untuk serum
Kriteria ini salah mengidentifikasi ~ 25% dari transudat sebagai eksudat. Jika

satu atau lebih kriteria eksudatif terpenuhi dan pasien secara klinis diduga memiliki
kondisi menghasilkan efusi transudatif, perbedaan antara tingkat protein dalam serum
dan cairan pleura harus diukur. Jika gradien ini> 31 g / L (3,1 g / dL), kategorisasi
eksudatif dengan kriteria tersebut dapat diabaikan karena hampir semua pasien
tersebut memiliki efusi pleura transudatif. Jika pasien memiliki efusi pleura eksudatif,
tes berikut pada cairan pleura harus diperoleh: deskripsi penampilan cairan, kadar
glukosa, jumlah sel diferensial, studi mikrobiologi, dan sitologi.1
Laktat dehidrogenase dalam cairan pleura berhubungan dengan tingkat
peradangan pleura dan harus diukur setiap kali cairan pleura diambil dari efusi pleura
yang penyebabnya belum telah ditentukan. Laktat dehidrogenase yang meningkat
dengan thorakosintesis berulang menunjukkan bahwa tingkat peradangan meningkat,
dan penegakkan diagnosis harus dilakukan dengan agresif. Sebaliknya, jika tingkat
laktat dehidrogenase dalam cairan pleura menurun dengan thorakosintesis berulang,
penegakkan diagnosis kurang agresif dapat dipertimbangkan.3
Konsentrasi glukosa cairan pleura yang rendah (kurang dari 60 mg per
desiliter) menunjukkan bahwa pasien mungkin memiliki parapneumonik rumit atau
efusi ganas. Penyebab lain yang kurang umum adalah hemothorax, TBC, pleuritis
arthritis, dan lupus pleuritis.3

PARAMETER

TRANSUDAT

EKSUDAT

Warna

Jernih

Keruh

BJ

<1,016

>1,016

Jenis sel
Hitung jenis
Rivalta

PMN<50%
Leukosit <1000 mm3
Negatif

PMN >50%
Leukosit <1000 mm3
Positif

Glukosa

60mg/dl

Bervariasi

17

Protein

<2,5g/dl

>2,5g/dl

Ratio protein/plasma

<0,5

>0,5

LDH

<200IU/dl

>200 IU/dl

Rasio LDH/plasma

<0,6

>0,6

Tabel 1. Perbedaan transudat dan eksudat


Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi duduk,
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan
memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan
berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura
shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru
mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi
diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.8

Sitologi

Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk diagnostik penyakit
pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.8
-

Sel neutrofil: menunujukkan adanya infeksi akut


Se limfosit: menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa

atau limfoma maligna


Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat, menunjukkan adanya infark paru.

Biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.


Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
Sel-sel besar dan banyak: pada artritis rheumatoid
Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
Sel maligna: pada paru/metastase

2.7 Diagnosis Banding


Tabel 2. Diagnosis banding efusi pleura1
Transudative Pleural Effusions

18

1. Congestive heart failure

5. Peritoneal dialysis

2. Cirrhosis

6. Superior vena cava obstruction

3. Pulmonary embolization

7. Myxedema

4. Nephrotic syndrome

8. Urinothorax

Exudative Pleural Effusions


1. Neoplastic diseases

6. Post-coronary artery bypass


surgery

a. Metastatic disease
7. Asbestos exposure
b. Mesothelioma
8. Sarcoidosis
2. Infectious diseases
9. Uremia
a. Bacterial infections
10. Meigs' syndrome
b. Tuberculosis
11. Yellow nail syndrome
c. Fungal infections
12. Drug-induced pleural disease
d. Viral infections
a. Nitrofurantoin
e. Parasitic infections
b. Dantrolene
3. Pulmonary embolization
c. Methysergide
4. Gastrointestinal disease
d. Bromocriptine
a. Esophageal perforation
e. Procarbazine
b. Pancreatic disease
f. Amiodarone
c. Intraabdominal abscesses
g. Dasatinib
d. Diaphragmatic hernia
13. Trapped lung
e. After abdominal surgery
14. Radiation therapy
f. Endoscopic variceal sclerotherapy
15. Post-cardiac injury syndrome

19

g. After liver transplant


5. Collagen vascular diseases
a. Rheumatoid pleuritis

16. Hemothorax
17. Iatrogenic injury
18. Ovarian hyperstimulation
syndrome

b. Systemic lupus erythematosus


19. Pericardial disease
c. Drug-induced lupus
20. Chylothorax
d. Immunoblastic lymphadenopathy
e. Sjgren's syndrome
f. Granulomatosis with polyangiitis
(Wegener's)
g. Churg-Strauss syndrome

2.8 Tatalaksana
Pengobatan sesuai dengan penyebab spesifik, drainase cairan, pleurodesis, dan
operasi adalah pilihan terapi untuk efusi pleura.14
Pada pasien sesak dan hipoksemia diberikan oksigen kanul untuk
memperbaiki keadaan umum dan saturasi oksigen pasien tersebut.
Pengobatan penyebab yang mendasari membantu menyelesaikan sebagian
besar efusi transudatif. Efusi terkait dengan gangguan jaringan ikat seperti rheumatoid
arthritis dan lupus eritematosus sistemik diobati dengan steroid, dan resolusi dapat
terjadi dalam waktu 2 minggu. Efusi pleura TB diobati dengan terapi jangka pendek
antituberkulosis, yaitu 2 bulan isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol,
diikuti oleh 4 bulan isoniazid dan rifampicin. Uji coba terkontrol telah menunjukkan
tidak ada manfaat dari penggunaan steroid bersama dengan terapi antituberkulosis.
Efusi terkait dengan decompensatio cordisbiasanya membaik cukup cepat ketika
terapi diuretik dimulai. Thoracocentesis diagnostik diperlukan hanya jika pasien
memiliki efusi bilateral yang tidak sama dalam ukuran, memiliki efusi yang tidak
merespon terapi, dengan nyeri dada pleuritik, atau demam. hydrothorax hepatik

20

membutuhkan pembatasan natrium dan diuresis. Thoracocentesis berulang akan


menghasilkan volume dan deplesi protein. Oleh karena itu, cairan yang diambiil tidak
lebih dari 1,5 L cairan pada satu waktu untuk menghindari reperfusi edema paru. 14

2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat torakosintesis yaitu pleura shock,
pneumotoraks (ini yang paling sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks
(karena trauma pada pembuluh darah interkostalis) dan emboli udara yang agak
jarang terjadi. Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya akan sembuh
sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam maka dapat menyebabkan udara
dari alveoli masuk ke vena pulmonalis sehingga terjadi emboli udara. Untuk
mencegah emboli udara ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien
dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah, posisi kepala lebih rendah daripada leher
sehingga udara tersebut dapat terperangkap di atrium kanan.8

2.10 Prognosis
Prognosis efusi pleura bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari
kondisi ini. Namun, pasien yang mencari perawatan medis lebih cepat dalam
perjalanan penyakit mereka dan orang-orang yang didiagnosis dan mendapatkan
pengobatan memiliki tingkat komplikasi jauh lebih rendah dibandingkan pasien yang
tidak.2
Morbiditas dan mortalitas dari efusi pleura berhubungan langsung dengan
penyebab dan tahap penyakit yang mendasari pada saat presentasi, dan temuan
biokimia dalam cairan pleura.2

21

BAB III
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah keadaan dimana terdapat kelebihan jumlah cairan dalam
rongga pleura, yang dihasilkan dari produksi cairan yang berlebihan atau penurunan
penyerapan atau keduanya. Efusi pleura merupakan indikator dari suatu proses
penyakit yang mendasari yang mungkin berasal dari paru atau bukan dari paru dan
dapat bersifat akut atau kronis. Efusi pleura umumnya diklasifikasikan sebagai
transudat atau eksudat, berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan karakteristik
kimia cairan pleura.
Kunci untuk mendeteksi efusi pleura adalah anamnesis rinci dan pemeriksaan
fisik. Dyspnea dan batuk adalah gejala yang paling umum. Nyeri dada pleuritik juga
dapat hadir pada efusi inflamasi. Temuan yang khas pada pemeriksaan fisik dengan
efusi pleura termasuk absen suara nafas, redup pada perkusi, penurunan vocal
fremitus, dan penurunan transmisi suara pada dasar paru-paru.
Pengobatan sesuai dengan penyebab spesifik, drainase cairan, pleurodesis, dan
manajemen operasi adalah pilihan terapi untuk efusi pleura. Prognosis efusi pleura
bervariasi sesuai dengan etiologi yang mendasari kondisi ini.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J.
Disorders of pleura. Harrisons Principles of Internal Medicine. 18th ed.
Amerika: The McGraw-Hill Companies;2011.
2. Rubins J. Pleural effusion [Updated September 5 2014, accessed December
2014]. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview.
3. Light RW. Pleural effusion. N Engl J Med. 2002;346(25):1971-77.
4. Degryse A, Light RW. Pleural Effusions.[accessed December 2014]. Available
at: http://www.antimicrobe.org/new/e29.asp#r36.
5. McGrath EE, Anderson PB. Diagnosis of Pleural Effusion: A Systematic
Approach. Am J Crit Care. 2011;20(2):119-28. doi: 10.4037/ajcc2011685
6. Price SA, Wilson LM. Penyakit aterosklerotik koroner. In: Brown CT,editor.
Anatomi Paru. Jakarta: EGC;2006.p.576-80.
7. Hildreth CJ, Lynm C, Glass RM. Pleural effusion. JAMA. 2009;301(3):344.
doi:10.1001/jama.301.3.344.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Penyakit-penyakit
pleura.
Buku
Ajar
Ilmu
Penyakit
Dalam.
5th
ed.
Jakarta:InternaPublishing.2009.p:2329-36.
9. Richard W. Pleural effusion. N Eng J Med.2005;25:1971-8.
10. Gobbel U. Pericardial effusion in nephrotic syndrome. Aafp.2002;20:1-10.
11. Schuppan D. Liver cirrhosis. Aafp.2008;35:45-50.
12. Duger L, Moore K. Hepatorenal syndrome. Gut.2001;49:729-37.
13. Joseph J, Badrinath P, Basran GS, Sahn SA. Is the pleura exudates or
transudates? A revisites of diagnostic criteria. Thorax.2001;56: 867-70.
14. Karkhanis VS, Joshi JM. Pleural effusion: diagnosis, treatment, and
management.OAEM.2012:31-52.doi:
http://dx.doi.org/10.2147/OAEM.S29942.

23

Anda mungkin juga menyukai