Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

PNEUMOTORAKS

PEMBIMBING:
dr. Taufik, Sp. P

Penyusun:

Muta Alfinta Jayanti (030.13.130)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


RUMAH SAKIT UMUM KOTA BEKASI
KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PERIODE 12 Juni 2017 26 Agustus 2017

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha
Kuasa, atas segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul Pneumotoraks dengan baik dan tepat
waktu.

Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu


Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum
Daerah Bekasi periode 12 Juni 2017 26 agustus 2017. Di samping itu, laporan
kasus ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang
Pneumotoraks

Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar


besarnya kepada dr. Taufik, Sp.P selaku pembimbing dalam penyusunan laporan
kasus ini, serta kepada dokter dokter pembimbing lain yang telah membimbing
penulis selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Daerah Bekasi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan rekan
anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah
Bekasi serta berbagai pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada
penulis.

Penulis menyadari referat ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik
maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesar besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi
kita semua.

Jakarta, 29 Juli 2017

Penulis

ii
PENGESAHAN REFERAT

Judul :

PNEUMOTHORAKS

MUTIA ALFINTA JAYANTI

030.13.130

Telah diuji dan disajikan di hadapan Pembimbing

RSUD KOTA BEKASI

Pada Hari Rabu, Tanggal 2 Agustus 2017

Bekasi, 29 Juli 2017

Pembimbing

dr. Taufik, Sp.P

iii
DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................................................................ ii
Pengesahan referat ..........................................................................................iii
Daftar isi ..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2
3.1 Anatomi .............................................................................. 2
3.2 Fisiologi .............................................................................. 4
3.3 Definisi ............................................................................... 4
3.4 Epidemiologi....................................................................... 5
3.5 Etiologi dan Klasifikasi ...................................................... 5
3.6 Patogenesis ......................................................................... 8
3.7 Gejala ................................................................................. 10
3.8 Diagnosis ........................................................................... 11
3.9 Diagnosis Banding ............................................................. 16
3.10 Tatalaksana ........................................................................ 16
3.11 Komplikasi ......................................................................... 18
3.12 Prognosis............................................................................ 18
BAB IV KESIMPULAN ........................................................................... 19
Daftar pustaka ................................................................................................ 20

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara di dalam rongga


pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Pleura dibentuk oleh
jaringan yang berasal dari mesodermal. Selaput ini terdiri atasi pleura viseral yang
secara langsung melapisi parenkim paru dan pleura parietal yang melekat pada
dinding dalam hemithorax. Diantara kedua lapisan pleura tadi terdapat suatu
ruang yang disebut rongga pleura. Normalnya, rongga ini berisi sedikit cairan
lurikan yang memisahkan pleura parietal dan pleura viseral. Cairan tersebut
dibutuhkan untuk membentuk adanya tekanan negatif sehingga paru tidak kolaps.
Penyakit penyakit yang berhubungan dengan rongga pleura seperti efusi pleura
dan pneumotoraks. Bila terdapat udara disertai cairan di dalan rongga pleura
disebut hidropneumotoraks.(1.2)

Pada kurang lebih 25 % penderita pneumothorax ditemukan juga sedikit


cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinesa atau
kemerahan (berdarah). Hidrotorax dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya
pneumothorax pada kasus-kasus trauma/ perdarahan intrapleura atau perforasi
esofagus (cairan lambung yang masuk ke dalam rongga pleura).(3)

Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di
namakan dengan piopneumotoraks. Piopneumotoraks diakibatkan oleh infeksi,
yang mana infeksinya ini berasal dari mikroorganisme yang membentuk gas atau
dari robekan septik jaringan paru atau esofagus ke arah rongga pleura.
Kebanyakan adalah dari robekan abses subpleura dan sering membuat fistula
bronkopleura. Jenis kuman yang sering terdapat adalah Stafilokokus aureus,
Klebsiela, mikobakterium tuberkulosis dan lain-lain.(1,2)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI
Paru paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak
disamping mediastinum. Oleh karena itu, masing masing paru paru satu sama
lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh pembuluh besar serta struktur lain
dalam mediatinum. Masing masing paru berbentuk konus dan diliputi oleh
pleura viceralis. Paru paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri,
hanya diletakkan ke mediastinum oleh radix pulmonis.4

Masing masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang menjorok ke


atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cm dia atas clavicula, facues costalis yang
konveks, yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis yang
konkaf yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur strutktur
mediastinum lain. Sekitar pertengahan permukaan kiri, terdapat hilus pulmonalis,
suatu lekukan dimana bronkus, pembuluh darah dan saraf masuk ke paru paru
untuk membentuk radix pulmonalis.4

Paru paru kanan sedikit lebih besar dibanding paru paru kiri dan dibagi
oleh fissura oblique dan fisura horizontal menjadi 3 lobus, lobus superior, medius
dan inferior. Paru paru kiri dibagi fisura obliqua menjadi 2 lobus, lobus superior
dan inferior.4

Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang
embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat
memungkinkan organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi
atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan fisiologis suatu
organisme. Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk
fisura interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang
tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur
servikal. Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan
vaskularisasi. Pleura viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran
darah dari sirkulasi pulmoner, sementara pleura parietal diinervasi sarafsaraf

2
interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura
viseral dan pleura parietal terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah
tertentu cairan pleura5,6

Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua


pleura tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan
selama proses respirasi. Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler
pleura, ruang interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah
intratoraks dan rongga peritoneum. Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh kapiler pleura dengan rongga
pleura sesuai hukum Starling serta kemampuan eliminasi cairan oleh sistem
penyaliran limfatik pleura parietal. Tekanan pleura merupakan cermin tekanan di
dalam rongga toraks. Perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh pleura berperan
penting dalam proses respirasi. Karakteristik pleura seperti ketebalan, komponen
selular serta faktor-faktor fi sika dan kimiawi penting diketahui sebagai dasar
pemahaman patofi siologi kelainan pleura dan gangguan proses respirasi7,8

3
3.2 Fisiologi
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal
terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan
mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada berada di bawah tekanan atmosfer. Paru-paru teregang dan berkembang pada waktu
bayi baru lahir
Paruparu mengapung dalam rongga dada dan dikelilingi lapisan tipis berisi cairan
pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru dalam rongga dada. Ketika
melakukan pengembangan dan berkontraksi maka paru-paru dapat bergeser secara bebas
karena terlumas dengan rata9.
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu :
1. Inspirasi (menarik napas)
2. Ekspirasi (menghembus napas)
Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal
(intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini
berkisar antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra
alveoli dapat mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu
inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat kontraksi otot-otot
inspirasi. Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra
pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru.
Meningkatnya tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil
akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis jaringan paru. Universitas
Sumatera Utara Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada
proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan +3
mmHg10

3.3 DEFINISI

Pneumotoraks adalah kumpulan dari udara atau gas dalam rongga pleura
yang terletak di antara parenkim paru dan dinding dada. Adanya udara di dalam
rongga pleura akan merubah tekanan intrapleura yang normalnya adalah negatif
sehingga akan menyebabkan paru-paru kolaps11

4
3.4 Epidemiologi

Hingga saat ini pneumotoraks masih sering ditemukan, terumata


Pneumotoraks spontan adalah yang paling sering ditemukan dengan kecendrungan
semakin meningkat dan merupakan kegawatdaruratan penyakit paru. Angka
kejadian primary spontaneous pneumothorax (PSP) di Inggris adalah 24 per
100.000 penduduk untuk laki-laki dan 9,8 per 100.000 penduduk per tahun untuk
perempuan. 8 Kasus pneumotoraks lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan.8-10 Pada penelitian di Pakistan didapatkan kasus
pneumotoraks pada laki-laki sebanyak 63,58% dan perempuan sebanyak 36,42%,
sesuai penelitian dapatkan kasus pneumotoraks laki-laki 64,10% dan perempuan
35,90% dengan rerata umur 49,13 tahun pada penelitian12

Pneumotoraks di Indonesia sulit diketahui karena episodenya banyak yang


tidak diketahui, terjadi spontan dan tiba-tiba. Pria mempunyai risiko lebih besar
terkena pneumotoraks spontan daripada wanita dengan perbandingan kurang lebih
5:1. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Nugroho tahun 2007, di RS dr.
Karyadi Semarang ditemukan 79 kasus pneumotoraks spontan tipe primer dan 59
kasus pneumotoraks spontan tipe sekunder13

3.5 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan


penyebabnya:
pneumotoraks spontan primer ( tanpa adanya penyakit paru yang
mendasari) dan sekunder (adanya penyakit paru yang mendasari)
pneumotoraks traumatik, akibat luka tajam (luka tusuk, peluru) atau
tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor),
pneumotoraks juga bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis
tertentu (misalnya torakosentesis),
pneumotoraks karena tekanan.
Pneumotoraks dapat terjadi setiap kali permukaan paru-paru yang pecah,
memungkinkan udara keluar dari paru-paru ke ruang pleura. Hal ini dapat terjadi
apabila terdapat tusukan pada dinding dada menembus sampai ke pleura parietalis

5
sehingga udara dari luar dapat masuk ke ruang pleura. Pneumotoraks spontan
biasanya terjadi tanpa adanya trauma. Biasanya disebabkan karena adanya kista-
kista kecil yang pecah.

Pneumotoraks Spontan

Pnemumotoraks spontan dibagi menjadi 2 jenis :

Primer, yang terjadi tanpa adanya penyakit paru-paru diketahui


Sekunder, yang terjadi pada seseorang dengan penyakit paru-paru yang
mendasari

Penyebab pasti dari Pneumotoraks spontan primer tidak diketahui, tetapi


faktor risiko yang dibuat termasuk jenis kelamin laki-laki, merokok, dan riwayat
keluarga pneumotoraks berbagai mekanisme yang mendasari. Pneumotoraks
sekunder terjadi pada pengaturan dari berbagai penyakit paru-paru. Yang paling
umum adalah Penyakit paru obstruktif kronik yang menyumbang sekitar 70%
kasus. Penyakit berikut-berikut ini didapatkan dapat meningkatkan risiko untuk
kejadian pneumotoraks :

Infeksi paru : pneumonia, Tuberkulosis


Penyakit saluran udara : penyakit paru obstruktif kronik (terutama
ketika terdapat emfisema dan bula paru)
Kanker : kanker paru-paru

Pneumotoraks Traumatik

Pneumotoraks traumatik dapat dihasilkan dari kedua trauma tumpul dan


luka tembus sampai ke dinding dada. Ini dapat diamati pada mereka yang terkena
ledakan eksplosif, bahkan jika tidak ada cedera langsung ke dada. Mekanisme
paling umum adalah tertusuknya pleura oleh tulang rusuk yang patah.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,
yaitu :

Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi


karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

6
Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih
dibedakan menjadi dua, yaitu :
o Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada
parasentesis dada, biopsi pleura. Pengambilan sampel biopsi dari
jaringan paru-paru, memasukkan kateter vena sentral pada salah satu
pembuluh darah dada dapat menyebabkan cedera pada paru-paru dan
menyebabkan pneumotoraks
Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan
paru.

Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan


ke dalam tiga jenis, yaitu simple pneumotoraks, tension pneumotoraks, dan open
pneumotoraks.
1. Simple peumotoraks adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan
tekanan intratoraks yang progresif. Adapun Manifestasi klinis yang
dijumpai :
a. Paru pada sisi yang terkena akan kolaps, parsial atau total
b. Tidak dijumpai mediastinal shift
c. Dijumpai hipersonorpada daerah yang terkena,
d. Dijumpai suara napas yang melemah sampai menghilang pada
daerah yang terkena.
e. Dijumpai kolaps paru pada daerah yang terkena.
f. Pada pemeriksaan foto toraks dijumpai adanya gambaran
radiolusen atau gambaran lebih hitam pada daerah yang terkena,
biasanya dijumpai gambaran pleura line.
2. Tension pneumotoraks

7
adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang
semakin lama semakin bertambah atau progresif. Pada tension
pneumotoraks ditemukan mekanisme ventil atau udara dapat masuk
dengan mudah melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu
ekspirasi, udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar 3. Akibatnya
tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas14,15.

Adapun manifestasi klinis yang dijumpai :


a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi
kolaps total paru, mediastinal shift atau pendorongan mediastinum ke
kontralateral, deviasi trachea, hipotensi &respiratory distressberat.
b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,
takipneu, hipotensi, tekanan vena jugularis meningkat, pergerakan
dinding dada yang asimetris.
Tension pneumotoraks merupakan keadaan life-threatening, maka tidak
perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks.

3. Open pneumothorax
terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada toraks sehingga udara
dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra
toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai
sucking-wound
.
3.6 PATOGENESIS

Dalam keadaan normal, udara tidak masuk ke dalam rongga pleura


karena tidak terdapat hubungan antara rongga tersebut dengan atmosfer atau
alveolus. Namun jika dinding dada dilubangi (misalnya, akibat tulang iga yang
patah atau luka tusuk), udara akan masuk ke dalam ronga pleura dari tekanan
atmosfer yang lebih tinggi mengikuti penurunan gradien tekanan udara. Tekanan

8
intrapleura dan intraalveolus sekarang seimbang dengan tekanan atmosfer,
sehingga gradien tekanan transmural tidak lagi ada, baik di dinding dada maupun
dinding paru. Tanpa adanya gaya yang meregangkan paru, paru akan kolaps dan
menyebabkan keadaan yang disebut sebagai atelektasis.

Alveoli dibentuk oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan


mudah robek, Apabila alveol tersebut melebar dan tekanan di dalam alveol
meningkat maka udara dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskular.
Gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan
beberapa faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan. Selanjutnya
udara yang terbebas dari alveol dapat mengoyak jaringan fibrotik
peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang berlawanan dengan hilus akan
menimbulkan pneumotorak sedangkan robekan yang mengarah ke hilus dapat
menimbulkan pneumomediastinum. Dari mediastinum udara mencari jalan
menuju ke atas, ke jaringan ikat yang longgar sehingga mudah ditembus oleh
udara. Dari leher udara menyebar merata ke bawah kulit leher dan dada yang
akhirnya menimbulkan emfisema subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas ke
arah perut hingga mencapai skrotum.

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran


pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin
dan mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat
sebelum batuk, bersin, mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup. Apabila di
bagian perifer bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan
terjadi robekan bronki atau alveol akan sangat mudah16.

Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan


kemampuan dilatasi alveoli menurun, dan lama-kelamaan mengakibatkan
atelektasis (layuhnya paru-paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan
masih mampu bertahan, udara yang berlebihan dapat diserap hingga tekanan
udara di dalam rongga pleura akan kembali normal.

9
Karena adanya luka terbuka, atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman dapat
terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi infeksi pleuritis. Jenis
kuman penyebab radang yang terbanyak adalah F. nechrophorum, Corinebacteriu
spp., dan Streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudet yang bersifat
mukopurulent, purulrnt atau serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-
jonjot fibrin

3.7 GEJALA KLINIS

Keluhan utama pneumotoraks adalah sesak nafas, bernafas terasa berat,


nyeri dada dan batuk. Sesak sering mendadak dan makin lama makin berat. Nyeri
dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa tajam dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernafasan. Gejala lain biasanya ada batuk, denyut nadi menjadi cepat, pernafasan
cepat, dan merasa lelah. Kulit dapat tampak biru (sianosis) karena penurunan
kadar oksigen

Pneumotoraks spontan primer cenderung terjadi pada orang muda tanpa


masalah paru-paru yang mendasari. Nyeri dada dirasa dan sesak napas adalah
gehjala yang dominan. Biasanya penderita akan menunggu beberapa hari baru
akan mencari bantuan medis. Sering terjadi pada laki-laki tinggi, terutama
perokok.

Pneumotoraks spontan sekunder biasa terjadi pada mereka yang memiliki


riwayat penyakit paru sebelumnya. Gejala kurang lebih sama seperti PSP, hanya
saja bisa lebih parah akibat dari adanya riwayat penyakit paru yang ada. perlu
ditelaah apakah ada gejala penyakit paru lainnya seperti napas cuping hidung, atau
batuk berkepanjangan dan lainnya

Pasien dengan pneumotoraks traumatik biasa datang dengan keluhan sesak


mendadak setelah mengalami suatu trauma. Telah ditemukan bahwa biasanya
mereka datang dengan adanya cedera pada dada dan pneumotorak disebabkan
karena trauma mengenai pleura parietalis yang menyebabkan kebocoran sehingga

10
udara dari luar dapat memasuki rongga pleura. Biasanya disebabkan karena
adanya tulang iga yang fraktur dan menusuk paru17

3.8 DIAGNOSIS

1. Tampak sesak ringan sampai berat tergantung kecepatan udara yang


masuk serta ada tidaknya klep. Penderita bernafas tersengal, pendek-
pendek dengan mulut terbuka.
2. sesak nafas dengan atau tanpa sianosis
3. penderita tampak sakit mulai ringan sampai berat. Badan tampak lemah
dan dapat disertai syok. Bila pneumotoraks baru terjadi penderita
berkeringat dingin.

Pneumotoraks spontan primer didiagnosa dengan karakteristik serangan


akut nyeri dada dan dipsnea dan gambaran radiografi pneumotoraks. Radiografi
dada menampilkan udara pleura dan 1 mm garis putih halus yang menggambarkan
pleura viseral berpindah dari dinding dada. Walaupun tidak direkomendasikan,
pada praktis rutin, radiografi dada yang dibuat selama ekspirasi dapat membantu
mendeteksi pneumotoraks

Pneumotoraks spontan sekunder lebih sukar didiagnosa karena gejala


pernafasan kadang salah diartikan sebagai penyakit paru. Gambaran radiografi
pasien dengan penyakit paru interstisial biasanya tampak bersih dari tanda
pneumotoraks karena lingkaran udara dalam ruang pleura kontras dengan
peningkatan densitas pada penyakit paru. Pneumotoraks spontan sekunder dapat
lebih sukar didiagnosa dengan gambaran radiografi penyakit paru obstruksi kronik
karena densitas hiperlusen, paru empisematus seperti udara pleura. Lebih lagi,
bullae subpleura yang besar menyerupai pneumotoraks pada pasien ini. CT dada
dapat membantu membedakan antara bullae yang besar dan pneumotoraks.

11
Pada pemeriksaan fisik toraks ditemukan:

1. Inspeksi :
dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit
pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannnya tertinggal
trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
2. Palpasi
pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat.
Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
3. Perkusi
Perkusi pada sisi sakit terdengar hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar
batas jantung bergeser ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi
Pada bagian yang sakit, suara nafas melemah sampai menghilang18

Rontgen Toraks

Biasanya dilakukan dalam inspirasi (menahan nafas). Pada tension


pneumotoraks biasanya akan ditemukan pergeseran trakea dan jantung ke sisi
yang sehat. Akan terlihat lapang paru yang hiperlusent dan sela iga melebar yang
menandakan bahwa paru mengalami hiperinflasi. Untuk memastikan apakah paru
mengalami hiperinflasi itu dapat diukur dengan cara menghitung luas
pneumotoraks yang berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah
bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam
menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :

1. Menghitung rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks,
dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume
kubus.19

12
Contoh :

diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10 cm dan diameter kubus rata-rata


paru-paru yang kolaps adalah 9 cm, maka rasio diameter kubus adalah :

93 729

______ ________
= = 50 %

103 1000

2. Menghitung rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps
dengan luas hemitoraks.

(L) hemitorak (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)
_______________ x 100 %
AxB

Pada hasil foto rontgen dapat kita temukan adanya gambaran hiperlusen
avaskular pada hemitoraks yang mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular
menunjukkan bagian yang mengalami pneumothoraks dan paru yang kolaps akan
memberikan gambaran radiopak. Untuk mengetahui batas paru kolaps dan
bagian yang mengalami pneumotoraks, dapat dilihat ada sebuah garis radioopak
yang disebut sebagai pleural white line. Garis ini berasal dari pleura viseralis.

13
bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang
kolaps.

Normalnya, sudut kostofrenikus terlihat lancip dan rongga pleura


menembus jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat
udara pada rongga pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam
daripada biasanya. Ini adalah yang disebut sebagai deep sulcus sign

Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai deviasi
mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).

Bila pneumotoraks yang dialami berat, semakin lama akan semakin


menekan paru ke arah hilus atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan pada

14
akhirnya mendorong mediastinum ke arah kontralateral dan menyebabkan
mediastinal shift.

Pneumotoraks kanan

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi


tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi supinasi.
Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif


menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan sehingga
lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya yang berukuran
lebih kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi
penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran sebenarnya.

CT SCAN

Computed tomography Scan dapat berguna pada situasi tertentu. Pada beberapa
penyakit seperti emfisema biasanya terdapat bleb atau lesi kistik. Kelainan
tersebut dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan CT Scan20

15
3.9 DIAGNOSIS BANDING

Gejala pada pneumotoraks terkadang terasa seperti gejala penyakit


jantung koroner dimana penderita biasanya mengalami sesak dan nyeri dada.
Hanya saja, pada pneumotoraks biasanya nyeri dada terasa tajam, sedangkan
pada penyakit jantung koromer terasa berat seperti tertekan benda berat. Nyeri
dada yang dialami pada pneumotoraks biasanya mendadak, semakin lama
semakin berat, dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas seperti pada penyakit jantung
koroner.

Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika setelah difoto
diketahui ada pneumotoraks maka diagnosis umumnya menjurus ke
pneumothoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang
sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu bleb atau
bulla.20

3.10 PENATALAKSAAN

Pada pasien dengan pneumotoraks, sangat penting untuk diberikan


Oksigen. Saat fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi.
Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2.
Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24
jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks
tertutup dan terbuka.

Selanjutnya bisa dilakukan tindakan dekompresi. Hal ini sebaiknya


dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada
intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan
membuat hubungan antara rongga pleura

Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan


perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat

16
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga
ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat
pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap


positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-
20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka
sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa
dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD
dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal .

Adapun indikasi tindakan water seal drainage adalah20:

Pneumotoraks : akumulasi udara di rongga pleura


Efusi pleura : akumulasi cairan di rongga pleura
Chylotoraks : akumulasi cairan limfatik di rongga pleura
Empiema : infeksi piogenik dari ruang pleura
Hemotoraks : akumulasi darah di rongga pleura
Hidrotoraks : akumulasi cairan serosa di rongga pleura

Setelah dilakukan tindakan ini, bisa saja terjadi beberapa komplikasi


seperti perdarahan dan infeksi. Setelah tindakan ini, perlu dilakukan rontgen post
tindakan untuk melihat apakah jumlah udara yang dikeluarkan sudah tuntas dan
untuk melihat apakah terjadi reekspansion paru

17
Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks


dengan alat bantu torakoskop.

1. Torakotomi Tindakan bedah

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari


lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan
atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

3.11 Komplikasi
1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema,
hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika.
3. Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat
tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak "
output " , sehingga dengan demikian dapat menimbulkan syok
kardiogenik.
4. Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.

3.12 Prognosis

Prognosis pneumotoraks tergantung pada tingkat dan jenis pneumotoraks.


Pada pneumotoraks spontan kecil umumnya akan hilang dengan sendirinya tanpa
pengobatan. Untuk pneumotoraks sekunder yang terkait dengan penyakit yang
mendasarinya, bahkan ketika, bisa menjadi lebih serius dan menyebabkan
kematian. Tingkat kekambuhan untuk kedua pneumotraks primer dan sekunder
adalah sekitar 40% dan paling sering terjadi dalam waktu 1,5 sampai dua tahun

18
BAB IV

KESIMPULAN

Pneumotoraks adalah keadaan dimana rongga pleura terisi oleh gas atau
udara yang menyebabkan perubahan tekanan pada intrapleura sehingga paru akan
cenderung untuk kolaps dan menyebabkan sesak.

Pneumotoraks merupakan suatu kegawatdaruratan paru yang sering


ditemukan terutama Pneumotoraks spontan primer. Pneumotoraks primer sering
tidak diketahui penyebabnya, namun pada banyak kasus ditemukan disebabkan
oleh adanya bula atau bleb pada lapisan pleura. Selain pneumotoraks primer,
terdapat jenis lain seperti pneumotoraks spontan sekunder yang biasanya
disebabkan oleh penyakit paru lain seperti PPOK, dan ada pneumotoraks
traumatik yang disebabkan karena adanya trauma yang menyebabkan adanya luka
pada lapisan pleura.

Untuk mendiagnosis pneumotoraks, perlu dilakukan Foto Rontgen dan


akan ditemukan adanya hiperlunsensi avaskular pada paru yang terkena dan dapat
dilihat adanya garis pleura sebagai batas antara bagian paru yang mengalami
kolaps dan rongga yang terisi udara.

Pada prinsipnya, penanganan pneumotoraks berupa observasi dan


pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi. Untuk pneumotoraks yang
berat dapat dilakukan tindakan pembedahan. Sedangkan untuk proses medikasi
disesuaikan dengan penyakit yang mendasarinya

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumawidjaja, Kahar. Pleura dan Mediastinum. Dalam: Rasad, Sjahriar.


Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010. Hal.116-122.
2. Reed, Aaron. Hydropnemothorax verses Simple Pneumothorax. [Online].
2010 August [cited 2017 July 24]. Available from: URL:
http://rad.usuhs.mil/amsus.html.
3. Daley, M. Pneumothorax. July 2017 Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/424547-overview
4. Wibisono MJ, Winariani, Hariadi s. Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya, 2010: 37-51
5. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR eds. Clinically Oriented Anatomy, 6th ed.
Ch. 1, Thorax. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 72180
6. Light RW ed. Pleural Diseases, 5th ed. Ch. 1, Anatomy of the pleura.
Tennessee: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 27
7. Miserocchi G. Mechanisms controlling the volume of pleural fl uid and
extravascular lung water. Eur Respir Rev. 2009;114(18):24452.
8. De Troyer A, Leduc D. Role of pleural pressure in the coupling between the
intercostal muscles and the ribs. J Appl Physiol. 2007;102:23327.
9. Ganong
10. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : EGC; 2008. p. 598
11. Noppen M, Keukeleire TD. Thematic Review Series: Pneumothorax.
Respiration. 2008;76:121-7
12. Khan N, Jadoon H, Zaman M, Subhani A, Khan AR, Ihsanullah M.
Frequency and management outcome of pneumothorax patients. J Ayub Med
Coll Abbottabad. 2009; 21(1):122-424.
13. Nugroho APA. Pengelolaan penderita pneumotoraks spontan yang dirawat
inap di rumah sakit di Semarang selama periode 2000-2006. Artikel Karya
Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2007.
14. American College of surgeons committee on trauma. 2008. Trauma toraks.
Dalam ATLS Student Course Manual 8th edition. USA

20
15. (Daley, M. Pneumothorax. July 2017 Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/424547-overview)
16. Hood Alsagaff, M. Jusuf Wibisono, Winariani, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru
2010, LAB/SMF Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Nafas FK UNAIR-RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya, 2010
17. (Wolf SJ, Bebarta VS, Bonnett CJ, Pons PT, Cantrill SV. Blast Injuries.
Lancet. Agustus 2009;374:405-15)
18. Marx, John. 2010. Emergency medicine: Concepts and Clinical Practice 7th
edition. Philadelphia
19. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated:
2013 feb 2; cited 2017 July 25. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
20. Buku IPD

21

Anda mungkin juga menyukai