Anda di halaman 1dari 26

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3

2.1 Anatomi................................................................................................................3

2.2 Fisiologi...............................................................................................................4

2.3 Definisi.................................................................................................................6

2.4 Klasifikasi............................................................................................................6

2.5 Patofisiologi.........................................................................................................8

2.6 Manifestasi Klinis..............................................................................................10

2.7 Diagnosis............................................................................................................11

2.8 Diagnosis Banding.............................................................................................20

2.9 Penatalaksanaan.................................................................................................23

BAB III KESIMPULAN.............................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................27
BAB I

PENDAHULUAN

Hidropneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat udara dan


cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Rongga
pleura yang normal hanya berisi cairan 10-20 ml sebagai pelumas diantara kedua lapisan
pleura. Namun bila rongga pleura berisikan udara dan cairan yang lebih banyak maka hal
itulah yang disebut dengan hidropneumotoraks.
Belum terdapat penelitian mengenai seberapa besarnya insiden dan prevalensi
hidropneumotoraks, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks didapatkan berkisar 2.4
– 17.8 per 100.000 penduduk per tahun. Perbandingan prevalensi insiden pneumotoraks
laki-laki dengan perempuan yaitu 5:1 dan ada pula peneliti yang mendapatkan 8:1.
Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks
kiri. Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy adalah
20% untuk kedua kali dan 50% untuk yang ketiga kali.
Tanda dan gejala yang timbul pada hidropneumotoraks tergantung pada
besarnya kerusakan yang terjadi pada sub pleura dan ada tidaknya komplikasi
penyakit paru. Gejala-gejala hidropneumotoraks yang umumnya terjadi adalah nyeri
dada, sesak, dan kadang-kadang disertai dengan batuk. Sesak yang terjadi biasanya
akan bertambah berat dan nyeri dada kadang-kadang menyebar ke arah bahu,
hipokondrium dan skapula.
Diagnosis hidropneumotoraks ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan gejala klinis, serta pemeriksaan penunjang yang dilakukan
untuk menunjang diagnosis yaitu pemeriksaan radiologi foto toraks. Penulisan referat
ini bertujuan untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai
penegakan diagnosis hidropneumotoraks dengan gambaran radiologi.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Pleura merupakan suatu membran yang melapisi paru-paru yang terdiri dari
jaringan ikat fibrosa yang memiliki sejumlah kapiler, baik limfa maupun darah.
Jaringan ikat tersebut terdiri dari sel fibroblast primer yang dilapisi oleh lapisan
sel skuamosa/lapisan mesotel sehingga terbentuk membran serosa/membran
pleura. Selain itu, pleura memiliki permukaan yang halus, licin, dan tipis serta
membungkus dinding anterior toraks dan diafragma superior.

Anatomi paru dan pleura

2
Rongga pleura dibatasi oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial yaitu pleura
parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis melapisi otot-otot dinding dada,
tulang dan kartilago, diafragma dan mediastinum yang sangat sensitif terhadap
nyeri. Pleura visceralis melapisi paru dan menyusup ke dalam semua fisura dan
tidak sensitif terhadap nyeri.

Pleura parietal dan visceral (potongan aksial)

2.2 Fisiologi
Di dalam rongga pleura terdapat cairan pleura seperti lapisan film karena
jumlahnya sangat sedikit (10-20 mL) yang berfungsi memisahkan pleura parietal
dan viseral. Cairan pleura masuk ke dalam rongga pleura dari dinding dada yaitu
bagian pleura parietalis dan mengalir meninggalkan rongga pleura menembus
pleura visceralis untuk masuk ke dalam aliran limfa dan melumasi permukaan
pleura sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut pada saat
pernapasan. Arah aliran cairan pleura tersebut ditentukan oleh tekanan hidrostatik
dan tekanan osmotik di
kapiler sistemik.

3
Proses inspirasi terjadi saat tekanan paru lebih kecil dari tekanan atmosfer.
Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume
paru diakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi
akibat 2 faktor, yaitu faktor thoracal dan abdominal. Faktor thoracal (gerakan
otot-otot pernafasan pada dinding dada) akan memperbesar rongga dada ke arah
transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal (kontraksi diafragma)
akan memperbesar diameter vertikal rongga dada. Akibat membesarnya rongga
dada dan tekanan negatif pada kavum pleura, paru menjadi terhisap sehingga
mengembang dan volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun menurun.
Oleh karena itu, udara yang kaya O2 bergerak dari lingkungan luar ke alveolus. Di
alveolus, O2 berdifusi masuk ke kapiler sementara CO2 berdifusi dari kapiler ke
alveolus.
Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar
dari tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma
mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada
kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan
intrapulmoner meningkat sehingga udara yang kaya CO2 akan keluar dari paru ke
atmosfer.

4
2.3 Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara di dalam rongga
pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Hidropneumotoraks adalah
suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam rongga pleura yang
mengakibatkan pula kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa disertai dengan
nanah (empiema), yang dinamakan dengan piopneumotoraks.

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi pneumotoraks dapat dikelompokkan berdasarkan penyebab,
tingkat kolaps jaringan paru, dan jenis fistula. Berdasarkan penyebabnya,
pneumotoraks dibagi menjadi:
1. Pneumotoraks spontan, terjadi secara tiba-tiba, dibagi menjadi:
a. Pneumotoraks spontan primer
Pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang
mendasari sebelumnya. Umumnya terjadi pada dewasa muda dengan fisik
yang sehat dengan penyebab yang masih idiopatik.
b. Pneumotoraks spontan sekunder
Pneumotoraks yang terjadi disebabkan karena penyakit paru yang
mendasarinya, seperti pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, PPOK,
asma, kistafibrosis, ca bronkus, dan lain-lain.
2. Pneumotoraks traumatik, terjadi akibat adanya suatu trauma yang
menyebabkan robeknya pleura, dinding dada, maupun paru. Dibagi menjadi:
a. Non-iatrogenik
Pneumotoraks yang disebabkan oleh adanya jejas kecelakaan,
misalnya jejas dinding dada.
b. Iatrogenik

5
Pneumotoraks yang disebabkan komplikasi dari tindakan medis
(biopsi pleura, transbronkial, kanulasi vena sentral), dapat dibedakan
menjadi:
 Aksidental: terjadi karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
medis, misalnya pada parasintesis dada dan biopsi pleura.
 Artifisial: sengaja dilakukan dengan mengisi udara ke dalam
rongga pleura untuk tujuan pengobatan, misalnya pada
tuberculosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.

Berdasarkan tingkat kolaps jaringan paru, pneumotoraks dibagi menjadi:

1. Pneumotoraks parsialis: mengenai sebagian kecil paru (<50% volume paru)

2. Pneumotoraks totalis: mengenai sebagian besar paru (>50% volume paru)

6
Berdasarkan jenis fistulanya, pneumotoraks dibagi menjadi:

1. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)


Pneumotoraks yang terjadi akibat luka terbuka pada dinding dada
sehingga pleura mempunyai hubungan dengan bronkus atau dunia luar. Pada
keadaan ini, tekanan intrapleural sama dengan tekanan udara bebas. Keadaan
ini dapat terjadi akibat tusukan, terkena ledakan, dan lain-lain.
Pada saat inspirasi, tekanan menjadi negatif dan mediastinum dalam
keadaan normal, sedangkan saat ekspirasi, tekanan menjadi positif
mediastinum bergeser ke dinding dada yang terluka (sucking wound).
2. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada keadaan ini, tidak ada jejas terbuka pada dinding dada sehingga
tidak ada hubungan dengan luar tubuh. Tekanan udara di dalam rongga pleura
sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan udara pleura pada sisi hemitoraks
kontralateral, tetapi tekanannya masih lebih rendah dibanding dengan tekanan
atmosfer.
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumotoraks yang terjadi karena mekanisme ventil yaitu udara dapat
masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke luar kembali. Akibatnya

7
tekanan udara di dalam rongga pleura semakin meningkat dan melebihi
tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura dapat menekan
paru sehingga sering menimbulkan gagal napas dan dapat mendorong
mediastinum ke arah kontralateral.

2.5 Patofisiologi
Pada saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan dinding dada sehingga
udara dari luar terhisap masuk melalui bronkus hingga mencapai alveol. Pada saat
ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura lebih
tinggi daripada tekanan udara alveol atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan
keluar melalui bronkus. Tekanan intrabronkial meningkat apabila ada tahanan
pada saluran pernapasan dan akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk, bersin,
dan mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau alveol ada bagian yang
lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan bronki atau alveol akan sangat
mudah.
Dengan demikian, dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskan yaitu jika
ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pleura yang
pecah. Bagian yang robek tersebut berhubungan dengan bronkus. Pelebaran
alveoli dan septa-septa alveol yang pecah kemudian membentuk suatu bula yang
berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses non spesifik atau fibrosis
granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering dari
pneumotoraks. Pada kasus pneumotoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam
pleuranya, cairan biasanya bersifat serosa atau kemerahan (berdarah). Hidrotoraks
timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumotoraks pada kasus
trauma/perdarahan intrapleural.

8
Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu katup bola yang
bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum.
Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran
tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberapa minggu,
jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara
keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura
dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.
Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB
paru dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan
nekrotik perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga
pleura dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat
keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga
pleura akan meningkat melebihi tekanan atmosfer, udara yang terkumpul dalam
rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala yang biasanya timbul pada hidropneumotoraks sangat bervariasi
tergantung pada jumlah cairan dan udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan
luas paru yang kolaps. Gejalanya biasanya berupa:

9
 Nyeri dada yang tajam dan timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri bila
penderita menarik napas atau batuk kuat
 Sesak napas
 Dada terasa sempit
 Batuk iritatif yang disebabkan perangsangan ujung-ujung saraf baik di
permukaan pleura maupun di dinding bronkus yang kolaps
 Denyut jantung meningkat
 Kulit tampak sianosis akibat kekurangan oksigen

2.7 Diagnosis
Diagnosis hidropneumotoraks harus ditegakkan sedini mungkin untuk
mencegah perburukan keadaan pasien. Untuk menegakkan diagnosa perlu
dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
2.7.1 Anamnesis
Biasanya terdapat anamnesis yang khas, yaitu nyeri dada seperti
ditusuk, sesak nafas dan terkadang disertai batuk. Nyeri dada dan sesak
nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat
ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan
paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita
COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun dapat menimbulkan sesak
nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-
tusuk pada sisi paru yang terkena, kadang menyebar ke arah bahu,
hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan
batuk. Sakit dada biasanya berangsur-angsur hilang dalam waktu satu
sampai empat hari.
Batuk merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru
lain, tidak berlangsung lama dan tidak produktif. Pada pneumotoraks
spontan primer biasanya tidak menunjukkan gejala. Pada penderita

10
pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin
hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena
gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah di
mediastinum.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


1. Inspeksi: dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit akibat
hiperekspansi dinding dada, pada saat respirasi terasa nyeri dan
gerakan dada tertinggal, sianosis, trakea dan jantung terdorong ke sisi
yang sehat.
2. Palpasi: fremitus melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit,
spatium intercostalis melebar, iktus kordis tidak teraba atau terdorong
ke arah yang sehat.
3. Perkusi: hipersonor sampai timpani, tidak menggetar. Batas jantung
terdorong ke arah yang sehat apabila tekanan intrapleural tinggi.
4. Auskultasi: suara napas melemah sampai menghilang pada sisi sakit.

2.7.3 Gambaran Radiologi


2.7.3.1 Foto Toraks
Pada pneumotoraks, ada gambaran radiolusen tanpa struktur jaringan paru
(avascular pattern). Batas paru yang kolaps dan pneumotoraks dipisahkan
oleh garis radioopak yang tipis yang berasal dari pleura visceralis (pleural
white line). Pada hidropneumotoraks, tampak perselubungan homogen
pada bagian basal paru yang menutupi sinus, diafragma dan batas jantung,
disertai hiperlusen avaskular, cor sulit dinilai dan tampak juga gambaran
garis datar yang merupakan batas udara dan cairan (air fluid level). Foto
toraks memiliki sensitivitas 52% dan spesifisitas 92% dalam mendiagnosis
pneumotoraks.

11
Pneumotoraks. Tampak adanya pleural white line.

Air fluid level pada Foto Lateral Hidropneumotoraks


Hidropneumotoraks paru kanan

12
Lung entrapment pada Hidropneumotoraks paru kiri
hidropneumotoraks paru (panah putih) dengan kolaps
bawah kanan paru kiri (panah hitam)

2.7.3.2 Ultrasonografi
Pada USG toraks normal didapatkan (a) gambaran transversal
melewati sela iga. Toraks terlihat sebagai tumpukan garis yang
merupakan lapisan otot dan fascia. Pleura visceralis dan parietalis
tampak sebagai garis gema yang bergerak berlawanan satu sama lain
pada saat inspirasi dan ekspirasi (sliding sign). Garis reverberation
dibawah garis pleura menandakan adanya jaringan paru yang terisi udara
dibawahnya. (b) Gambar longitudinal melewati sela iga. Iga normal
terlihat sebagai garis hyperechoic yang bersekat (anak panah) dengan
acoustic shadow di bawah iga. (c) Contoh sebuah comettail artefact
pada orang normal.

13
USG Paru Normal. Tampak garis pleura (solid arrow)
dan comet-tail (open arrow)

USG Pneumotoraks. Tampak barcode


sign dan lung point.

USG Hidropneumotoraks. Tampak


air fluid level.

14
2.7.3.3 CT Scan
Pemeriksaan CT Scan toraks dapat dilakukan apabila tidak ditemukan
gambaran pneumotoraks yang jelas dari foto toraks, dan dapat
dipertimbangankan sebagai standar referensi untuk mendeteksi adanya
trauma toraks. CT scan toraks memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas
93% dalam mendeteksi cairan pada rongga pleura. Untuk
hidropneumotoraks, pemeriksaan ini berguna untuk membedakan
diagnosis hidropneumotoraks dan abses paru, karena pemeriksaan ini
dapat lebih jelas dalam menentukan daerah penumpukan cairan.

CT Scan Pneumotoraks kiri dengan chest tube in situ

CT Scan Toraks (lung window)


menunjukkan adanya kavitas
15
pada kanan bawah dengan
hidropneumotoraks kanan dan
chest tube in situ
2.7.3.4 MRI

Hidropneumotoraks
kanan. Tampak gambaran
air fluid level.

16
2.8 Diagnosis Banding
2.8.1 Piopneumotoraks
Piopneumotoraks dikenal sebagai hidropneumotoraks yang terinfeksi
atau empiemik hidropneumotoraks, merupakan kumpulan pus dan udara pada
rongga pleura. Perbedaan gambaran hidropneumotoraks adalah pada
piopneumotoraks tampak gambaran pleural thickening.

Penebalan Pleura

2.8.2 Hidropneumotoraks Piopneumotoraks

Hemotoraks
Hemotoraks
yaitu adanya darah di
dalam rongga dada, istilah
tersebut biasanya digunakan
untuk
menggambarkan efusi pleura
akibat akumulasi darah. Jika
hemotoraks terjadi bersamaan dengan pneumotoraks maka disebut

17
hemopneumotoraks. Gambaran foto toraks dan CT scan dari hemotoraks
umumnya serupa dengan efusi pleura.

18
X-Ray X-Ray
Hidropneumotoraks Hemotoraks

19
CT Scan Hemotoraks
CT Scan Hidropneumtoraks

2.8.3 Abses Paru


Abses paru adalah kumpulan pus yang berada di sebuah kavitas
berbatas tegas, dan berpotensi mengancam jiwa. Gambaran khas abses paru
adalah kavitas yang mengandung air fluid level. Secara umum, abses
berbentuk bulat dan tampak serupa pada proyeksi frontal dan lateral. Pada
pemeriksaan CT toraks, penumpukkan cairan pada hidropneumotoraks terjadi
pada cavum pleura, sedangkan abses paru terjadi pada parenkim paru.

X-Ray Hidropneumotoraks X-Ray Abses Paru

20
1) Memakai infus set
Jarum dimasukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan
tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus
set dalam botol.
2) Jarum Abbocath
Merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula.
Setelah jarum dimasukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal. Kemudian kanula dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Setelah klem penyumbat dibuka akan tampak gelembung udara
yang keluar dari ujung infus set dalam botol.

3) Pipa Water Seal Drainage (WSD)


Pipa khusus (kateter toraks) steril dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukkan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau linea
aksilaris posterior, dapat juga melalui sela iga ke-2 di garis mid
klavikula.
Setelah troakar masuk, kateter toraks segera dimasukkan ke
rongga pleura kemudian dicabut sehingga hanya kateter toraks yang
ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca di botol sebaiknya berada 2 cm
dibawah permukaan air supaya gelembung udara dapat keluar dengan
mudah melalui perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan dilakukan terus-menerus bila tekanan intrapleura
tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan

21
negatif sebesar 10-20 cm H2O agar paru cepat mengembang. Jika
paru telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah
negatif kembali, dapat dilakukan uji coba terlebih dahulu dengan
menjepit/menekuk pipa selama 24 jam. Bila tekanan intrapleura
kembali menjadi positif, maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan
WSD dilakukan saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal.
3. Tindakan bedah
 Membuka dinding toraks melalui operasi, kemudian jahit lubang yang
menyebabkan pneumotoraks.
 Dapat dilakukan dekortikasi bila ditemukan penebalan pleura yang
membuat paru tidak bisa mengembang.
 Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru mengalami robekan atau
terdapat fistula dari paru yang rusak.
 Pleurodesis, yaitu tindakan membuat lapisan pleura yang tebal pada
masing-masing paru kemudian dilekatkan satu sama lain pada posisi
yang terdapat fistula.

22
BAB III

KESIMPULAN

Hidropneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat udara dan


cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.
Diagnosis hidropneumotoraks harus ditegakkan sedini mungkin untuk mencegah
terjadinya perburukan, dapat dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang berupa foto toraks, ultrasonografi, CT Scan, dan MRI.

Pada foto toraks, tampak gambaran avascular pattern dan pleural white line
pada pneumotoraks, sedangkan pada hidropneumotoraks tampak gambaran air fluid
level yang merupakan batas udara dan cairan. Pada USG pneumotoraks, tampak
adanya barcode sign dan lung point, sedangkan pada hidropneumotoraks, tampak air
fluid level dan tidak tampak comet-tail sign. Pada pemeriksaan CT toraks juga tampak
gambaran air fluid level. Pemeriksaan CT dapat digunakan untuk membedakan
diagnosis hidropneumotoraks dan abses paru, karena dapat lebih jelas menentukan
daerah penumpukkan cairan. Pada hidropneumotoraks, penumpukkan cairan terjadi
pada cavum pleura, sedangkan abses paru terjadi pada parenkim paru.

Dalam menegakkan diagnosis pneumotoraks, USG memiliki sensitivitas dan


spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan foto toraks. USG memiliki
sensitivitas 93% dan spesifisitas 96%, sedangkan foto toraks memiliki sensitivitas
52% dan spesifisitas 92%, namun sensitivitas USG dapat hilang bila paru kolaps.
Pemeriksaan CT Scan memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 93% dalam
mendeteksi cairan dalam rongga pleura.

Penatalaksanaan hidropneumotoraks prinsipnya yaitu untuk mengeluarkan


udara dari rongga pleura, sehingga paru-paru bisa kembali mengembang.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Halim H, Sudoyo AW. Penyakit-penyakit Pleura. In:Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Jakarta; 2007.
2. Hisyam, B., & Budiono, E. 2006. Pneumotoraks Spontan. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Indonesia.
3. Alsagaff, H., & Mukty, A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University Press.
4. Crofton and Douglas’ Respiratory Diseases, Fifth Edition. Blackwell Science,
2008.
5. Rasad S. 2011. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Hal 116-120. Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
6. Chowdhury R, Wilson I, Rofe C et-al. Radiology at a Glance. Wiley-Blackwell.
(2010) ISBN: 1405192208.
7. Ho ML, Gutierrez FR. Chest radiography in thoracic polytrauma. AJR Am J
Roentgenol. 2009;192 (3): 599-612.
8. Collins J, Stern EJ. Chest radiology, the essentials. Lippincott Williams &
Wilkins. (2007) ISBN: 0781763142.
9. Reuter, S., Lindgaard, D., Laursen, C., Fischer, B. M., Clementsen, P. F., &
Bodtger, U. (2019). Computed tomography of the chest in unilateral pleural
effusions: outcome of the British Thoracic Society guideline. Journal of Thoracic
Disease, 11(4), 1336–1346. 
10. Koegelenberg CF, Bollinger CT, Diacon A. Pleural Ultrasound. In Light RW, Lee
YG, editors. Textbook of pleural diseases. 2nd ed. London: Hodder Arnold; 2008.
p. 271-284.
11. Grimberg A, Shigueoka DC, Atallah AN, Azjen S, Lared W. Diagnostic accuracy
of sonography of pleural effusion: systematic review. Sao Paulo Med J. 2010;
128(2): p. 90-5.

24
12. Daley B. 2017. Pneumothorax http://emedicine.medscape.com/article/424547-
overview
13. Tatco V., Weerakody Y. 2017. Hydropneumothorax
https://radiopaedia.org/articles/hydropneumothorax
14. Datir A. 2017. Lung abscess. https://radiopaedia.org/articles/lung-abscess
15. Jones J., Weerakody Y. 2017. Haemothorax.
https://radiopaedia.org/articles/haemothorax

25

Anda mungkin juga menyukai