Anda di halaman 1dari 32

Round Table Discussion (RTD)

PNEUMOTHORAK SEKUNDER ec TB PARU

Oleh:
dr. Yenny Mayang Sari
dr. Resti Fadya
dr. Ayu Azlina
dr. Duilla Husaina
dr. Nurfazlina
dr. Sintia Mardhasafitri

Pembimbing:
dr. Yulia Riza, Sp.Rad

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LUBUK BASUNG
APRIL 2018
BAB 1

PENDAHULUAN

Pnemothoraks adalah terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura akibat

robeknya pleura atau suatu keadaan dimana udara terkumpul didalam cavum pleura

sehingga memisahkan pleura visceral dari pleura parietal.1,2,3Pneumothoraks terjadi karna

ada hubungan terbuka antara rongga dada dan lingkungan luar melalui luka di dinding

dada yang menembus pleura parietalis atau melalui luka dijalan nafas yang sampai ke

pleura visceralis. Jika luka penyebab tetap terbuka maka paru-paru akan menguncup

karena jaringan paru bersifat elastis dan karena tidak ada tekanan negatif yang menariknya,

sehingga paru mengalami kollaps.4

Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak

diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa

pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun.

Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.1 Pneumothorak spontan

primer terjadi pada usia muda (seringnya pada usia < 35 tahun) sementara itu

pneumothorak spontan sekunder terjadi pada usia lebih tua (seringnya usia >45 tahun).5

Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki adalah 7,4

kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita insidensnya adalah 1,2 kasus

per 100.000 orang. Sedangkan insidens pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki

adalah 6,3 kasus per 100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks

traumatik lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan frekuensi yang

semakin meningkat.6

1
Kematian disebabkan pneumothoraks ± 12 %. Di RSUD Dr. Sutomo terbanyak
disebabkan oleh penyakit dasarnya ± 55 % TB paru aktif, fibrosis, emfisema lokal,
bronkhitis kronik, emfisema, terutama pada orang tua.Seaton dan kawan-kawan
melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi penumothoraks sekitar
1,4 % dan jika ada kavitas paru komplikasi pneumothoraks meningkat lebih dari 90 %.7

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi Pneumothorak

Pnemothoraks didefinisikan dengan terdapatnya udara atau gas dalam

rongga pleura akibat robeknya pleura atau suatu keadaan dimana udara terkumpul

didalam cavum pleura sehingga memisahkan pleura visceral dari pleura

parietal.1,2,3

Pneumothorak juga disebut dengan suatu keadaan terdapatnya udara atau

gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.8

Gambar 1. Pneumothorak8

3
1.2. Klasifikasi dan Etiologi Pneumothorak

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu 1,9

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini

dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara

tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan

didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya,

misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker

paru-paru, asma, dan infeksi paru.1,9

2. Pneumotoraks traumatik

Pneumotorak traumatik merupakan pneumotoraks yang terjadi akibat adanya

suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan

robeknya pleura, dinding dada maupun paru.

Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,

yaitu;

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi

karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi

akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih

dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

4
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis

karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya

pada parasentesis dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara

mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini

dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan

tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai

permukaan paru.1,9

Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke

dalam tiga jenis, yaitu7

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada

dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di

dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah

menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada

kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada

rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada

waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap

negatif.7

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax)

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura

dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka

terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan

tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar

5
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang

disebabkan oleh gerakan pernapasan.7

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi

tekanan menjadi positif.7Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam

keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah

sisi dinding dada yang terluka (sucking wound).1

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin

lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang

bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus

serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel

yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat

keluar.7 Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin

tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga

pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.1

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks

dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu7

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian

kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar

paru (> 50% volume paru).

6
a. b.

Gambar 2.a. Pneumotorak sebagian, b. Pneumothorak totalis.7

Derajat kolaps paru pada pneumothorak totalis dapat dinyatakan dalam persen

dengan rumus Kircher & Swartel sebagai berikut:

𝐴. 𝐵 − 𝑎. 𝑏
𝑥100% = Luas Pneumothorak
𝐴. 𝐵

Gambar 3. Rumus Volume Pneumothorak bersadarkan Kircher & Swartel

1.3. Patofisiologi Pneumothorak

Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar

patofisiologi yang hampir sama, baik itu Pneumotorak spontan, closed

pneumotorak, simple pneumotorak, tension pneumotorak, dan open pneumotorak.

Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura

visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah,

7
maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura.

Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai

pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut

mengembang, seperti balon yang dihisap.Pengembangan paru menyebabkan

tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada

pneumotorak spontan,paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum

pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi

hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat.

Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi

ini dikenal dengan mediastinal flutter.1,7,9

Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau

shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum

pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan

closed pneumotorak. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara

maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna.

Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura

pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara

terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup

terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi

jalan napas.Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena

penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.7,9

Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan

lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat

inkomplit (sebatas pleura parietalis)atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).

Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan

8
masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena

tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura

yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal

bergeser kemediastinal yang sehat.Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open

pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura

mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak

pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup.

Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava,shunting udara ke paru yang sehat,

dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock

oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension

pneumotorak.7,9

1.4. Manifestasi Klinis Pneumothorak

1. Anamnesis

Gejala klinis pneumothorak bervariasi dan bisa terjadi tanpa gejala hingga

dispneu yang parah dengan adanya takikardi dan hipotensi. Pada pasien yang

memiliki tension pneumothorax dapat ditemukan peningkatan JVP dan deviasi

trakea, henti jantung dan pada kasus berat bisa terjadi kematian.5

Beberapa pengelompokan dapat dibuat untuk membandingkan perbedaan gejala

klinis pneumothorak spontan primer dan pneumothorak spontan sekunder (PSS):5

a. Spontan primer : nyeri dada pleuritik sering terjadi, dispneu ringan

hingga sedang.

b. Spontan sekunder: nyeri dada pleuritik jarang termadi, dispneu biasanya

lebih berat.

9
Sebanyak 95% pasien dengan pneumothorax spontan mengeluhkan ngerti

dada akut dan tiba-tiba yang diikuti oleh dispneu. Nyeri ini lebih berat dirasakan

saat inhalasi dan terlokalisir pada lokasi terbentuknya pneumothorax. Keparahan

gejala seperti dispneu sesuai dengan ukuran pneumothorax, tapi 50% pasien bisa

saja asimtomatik; beberapa pasien sering memiliki kondisi sistemik yang buruk.

Pneumothorax spontan biasanya terjadi saat istirahat dan hanya 10% kasus yang

terjadi saat aktifitas. Pada pasien yaang menderita PSP, nyeri dada dan dispneu

biasanya hilang dalam 24 jam , tapi pasien dengan PSS memiliki gejala yang lebih

berat. Ketika rongga udara pleura yang terbentuk oleh PSP kurang 25% dari

seluruh rongga pleura, tidak akan mudah terjadi hipoksemia. Namun pada pasien

yang didiagnosa dengan emfisema paru ,hanya dengan sedikit tambahan udara di

rongga pleura dapat menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia yang serius.10

Awitan biasanya tiba-tiba dan berat ringannya gejala bergantung pada

luasnya jaringan paru yang mengalami kolaps serta penyakit dasar yang telah ada

sebelumnya. Pneumotoraks dapat menyebabkan gejala nyeri, sesak napas dan

sianosis. Pada bayi, gejala dan tanda klinis mungkin sulit dikenali. Pneumotoraks

yang cukup luas mungkin dapat menyebabkan sedikit pendorongan organ

intratorakal atau mungkin tidak bergejala sama sekali. Derajat rasa nyeri tidak

berhubungan dengan luasnya pneumotoraks. Biasanya didapatkan distres

pernapasan, retraksi dan menurunnya suara napas. Laring, trakea dan jantung

mungkin bergeser ke arah berlawanan.Awitan biasanya tiba-tiba dan berat

ringannya gejala bergantung pada luasnya jaringan paru yang mengalami kolaps

serta penyakit dasar yang telah ada sebelumnya. Pneumotoraks dapat

menyebabkan gejala nyeri, sesak napas dan sianosis. Pada bayi, gejala dan tanda

klinis mungkin sulit dikenali. Pneumotoraks yang cukup luas mungkin dapat

10
menyebabkan sedikit pendorongan organ intratorakal atau mungkin tidak bergejala

sama sekali. Derajat rasa nyeri tidak berhubungan dengan luasnya pneumotoraks.

Biasanya didapatkan distres pernapasan, retraksi dan menurunnya suara napas.

Laring, trakea dan jantung mungkin bergeser ke arah berlawanan.11

Berdasarkan anamnesis, gejala gejala yang sering muncul adalah:1

a. Sesak nafas yang didapatkan pada 80-100%

b. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien.

c. Batuk-batuk yang didapatkan pada 25-35% pasien

d. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% dan

biasanya pada PSP.

Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan menurut

Mills dan Luce derajat gangguannya bisa dimulai dari asimtomatik atau

menimbulkan gangguan ringan sampai berat.1

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan 7,9

a. Inspeksi :

1) Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi

dinding dada)

2) Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

3) Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

b. Palpasi :

1) Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

2) Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

3) Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

c. Perkusi :

11
1) Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak

menggetar

2) Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan

intrapleura tinggi

d. Auskultasi :

1) Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

2) Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni

negatif.7,9

1.5. Pemeriksaan Radiologi pada Pneumothorak

1. Foto Thoraks

Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan

dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :

a. Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami

pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang mengalami

pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan gambaran radiopak.

Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks dipisahkan

oleh batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura

visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white line.12

12
Gambar 4.Tanda panah menunjukkan pleura white line
dan gambaran paru kolaps. 12

b. Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa

maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.12 Normalnya, sudut

kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke

bawah hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada

rongga pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada

biasanya. Oleh karena itu, seorang klinisi harus lebih berhati-hati saat

menemukan sudut kostofrenikus yang lebih dalam daripada biasanya atau

jika menemukan sudut kostofrenikus menjadi semakin dalam dan lancip

pada foto dada seri. Jika hal ini terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang

dengan posisi tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain

pneumotoraks berupa tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini

biasanya terjadi pada posisi supine di mana udara berkumpul di daerah

anterior tubuh utamanya daerah medial.13

13
Gambar 5. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri.12

c. Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus

atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke

arah kontralateral. Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong

jantung yang dapat menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat

ditangani akan menyebabkan kematian pada penderita pneumotoraks

tersebut. Selain itu, sela iga menjadi lebih lebar.9,13

14
Gambar 6. Simple Pneumotoraks (kiri) tanpa pendesakan trakea dan jantung,

Pneumotoraks Luas (kanan) disertai pendesakan trakea dan jantung ke kontralateral.12

Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat

masuk ke dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura

(menempelnya pleura parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi

inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal yang

sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus di mana paru menjadi

kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit. Pada kedua pasien

ini perlu diwaspadai terjadinya loculated pneumothoraxatau encysted

pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas

akibat adanya adhesif pleura. Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah

adanya daerah hiperlusen di daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang

telur.14

15
Gambar 7. Loculated Pneumotoraks.14

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi

tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi supinasi.

Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.13

Gambar 8. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi (kiri)

dan dalam keadaan ekspirasi (kanan).13

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif

menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan

sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya yang

16
berukuran lebih kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi pada

keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran

sebenarnya.13,14

Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan foto

lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat tertinggi pada

hemitoraks (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah terlihat dibandingkan

pada posisi tegak. 13,14

Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan

berikut ini7,12

a. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung

mulai dari basis sampai ke apeks. Tampak gambaran continious diafragma

pada rontgen thorak pasien.

Gambar 9. A. Continuous Diafragma Sign pada Pneumomediastinum,

B. CT Scan gambaran Pneumomediastinum. 12

17
b. Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah kulit.

Gambar 10. Emfisema subkutan. Tampak udara pada jaringan subkutan daerah
leher, dada dan dinding abdominal dari mediastinum.12

2. CT-scan thorak

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema

bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan

ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer

dan sekunder. 12

18
Gambar 11. CT-Scan pneumothoraks. Tampak Pneumotorak pada panah dan
emfisema subkutis pada tanda bintang12
1.6. Diagnosis Banding Radiologi Pneumothorak

1. Penyakit paru Bullosa

Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang sulit dibedakan

dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla.12,15

Dalam radiologi, bulla digambarkan sebagai area yang hiperlusen, dengan

dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa kasus, dimana

bleb atau bulla menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan gambaran

radiologi yang mirip dengan pneumotoraks. Untuk membedakannya, dapat

dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada daerah tersebut terdapat

gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada pneumotoraks daerah hiperlusen-

nya tidak terdapat vaskular sehingga biasa disebut hiperlusen avaskular,

sedangkan pada bleb atau bulla terdapat garis-garis trabekula pada daerah

paru yang mengalami bleb atau bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang

besar, jaringan paru di sekitar bulla akan mengalami pemadatan yang

diakibatkan oleh pendesakan bulla tersebut kepada jaringan paru.15

A B

Gambar 12. a. Penyakit paru Bullosa, pada lobus kanan atas paru.
Tampak garis tipis pada panah putih tanpa disertai gambaran pinggir paru. Garis putih berada pada
parenkim paru dan tidak membentuk gambaran kurva paralel dengan dinding dada seperti pada

19
pneumotorak.b. CT Scan thorak, penyakit paru bullosa pada paru kanan dan pneumothorak pada
paru kiri, juga terdapat gambaran emfisema subkutan pada dinding dada kiri (panah hitam) 12

2. Lipatan kulit yang menyerupai gambaran pneumothorak

Gambar 13. Lipatan kulit yang menyerupai pneumothorak.


A. Gambaran skinfold sering muncul pada pemeriksaan rontgrn thorak dengan posisi
supine, maka perbandingan marking paru antara bayangan putih harus diperhatikan.
B. Gambaran pneumothorak dengan white solid line pleura viseral yang paralel dengan
lengkung dinding dada.12

3. Post Mastectomy

Ronteng wanita usia 56 tahun yang telah melakukan mastaktomi Ca


mamae kanan. Rontgen menunjukan hiperlusen paru-paru kanan. Bayangan
normal mamae kanan tidak ada. Hiperlusesn paru bisa diakibatkan kelainan

20
parenkim paru. Intensitas rontgen paru dipengaruhi oleh air, udara, darah
dan jaringan intestinal. Udara dan volume darah adalah parameter yang
penting dalam menilai paru hiperlusen dimana keadaan hiperlusen
disebabkan peningkatan udara dalam paru atau penurunan suplai darah
paru.20

1.7. Penatalaksanaan Pneumothorak

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan

udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada

prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

a. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah

menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan

diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan

O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap

12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk

pneumotoraks tertutup dan terbuka.9

b. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang

luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi

tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan

udara luar dengan cara :1,9

1) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,

dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan

21
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum

tersebut. 1,9

2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :

a) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,

kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan

tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem

penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari

ujung infus set yang berada di dalam botol.9,1

b) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum

dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di

dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut

dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan

dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan

ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan

tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang

berada di dalam botol. 9,1

c) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura

dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.

Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat

dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris

22
atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela

iga ke-2 di garis mid klavikula. 9,1

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke

rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter

toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung

kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan

melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di

botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya

gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan

tekanan tersebut. 1

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura

tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan

negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat

mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan

tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut

dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit

atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura

kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan

WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi

maksimal.9

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks

dengan alat bantu torakoskop.9

4. Torakotomi

23
5. Tindakan bedah

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari

lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang

menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan

dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami

robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,

kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.1

Terapi Tambahan1

a. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan

terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,

terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan

bronkodilator.

b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.1

Rehabilitasi

1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan

pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.

2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin

terlalu keras.

3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah

laksan ringan.

24
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan

batuk, sesak napas. 1

1.8. Prognosis dan Komplikasi Pneumothorak

Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami

kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube

thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang

dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik,

umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder

tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan

PPOK harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.1,9

25
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Hisyam B dan Budiono E. Pneumothorax spontan. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi VI jilid II. Jakarta: Internal Publishing 2014.1640-50

2. Wilson L M. Penyakit Pernafasan Restriktif dalam Fisiologi Proses-Proses Penyakit,


Edisi ke 7, Buku II, Editor Price SA, Wilson LM, Alih Bahasa Anugrah P, EGC,
Jakarta, 2007.
3. Adnan M. Radiologi Thoraks dalam Radiologi II, Cetakan Ke 2, Bagian Radiologi
FKUH, Ujung Pandang, 1995.
4. Karnadihardja W. Dinding Thoraks, Pleura, dan Payu Dara dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah, Edisi Revisi, Editor Sjamsuhidajat R, Jong WD, EGC, Jakarta, 2011.
5. Radiopedia. Pneumothorak. Cite: 13 April 2018. Available
onhttps://radiopedia.org/articles/pn.
6. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [13April 2018]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
7. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-Dasar Ilmu
Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. 2009. p. 162-179
8. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung). Cited
: [13 April 2018]. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
9. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [12 April 2018]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
10. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3982243/
11. Winnie GB. Pneumothorax. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF. Nelson textbook of pediatric. Edisi ke-18. Philadelphia: Saunders elsevier;
2007.1835-37
12. Herring, W. Learning Radiology Recognizing The Basic 3E. Elsevier. 2016. Pg 76-86

13. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology Second Edition.
China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-177.
14. Sutton, David. Pneumothorax. In : A Textbook of Radiology and Imaging. Vol. 1. 7th
edition. London : Churchill Livingstone. 2002. P. 371-374.
15. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and bullae. Cited on
[12April 2018]. Available from
http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg01326-0101.pdf

26
BAB III

LAPORAN KASUS

Dilaporkan seorang pasien laki-lakiberusia 46 tahun datang ke IGD RSUD Lubuk


Basung pada tanggal 5 april 2018 pukul 15.15 WIB, dengan keluhan utama Sesak nafas
sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. Epi
Usia : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tiku
MR : 18 84 69
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak nafas meningkat sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sesak nafas meningkat sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit.
- Awalnya sesak sudah dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
namun makin lama sesak yang dirasakan semakin berat.
- Sesak tidak disertai dengan bunyi nafas menciut/mengi.
- Sesak tidak dipengaruhi oleh aktifitas, sesak tetap dirasakan walapun dalam
keadaan istirahat.
- Sesak tidak disetrai dengan adanya keluhan nyeri dada.
- Sesak disertai dengan batuk berdahak, dahak berwarna kehijauan. Batuk berdahak
dirasakan sudah lebih dari 4 bulan ini.
- Riwayat berkeringat malam ada.
- Nafsu makan menurun sejak 1 bulan terakhir.
- Riwayat penurunan berat badan ada, Pasien post colostomy 4 bulan yang lalu di
RSUP Dr. M. Djamil, Padang karena terdapat TB Intestinal.
- Pasien sekarang dalam pengobatan TB paru fase intensif bulan pertama
- Batuk bercampur darah tidak ada.
- Demam tidak ada.
- Riwayat trauma dada tidak ada.

27
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat memiliki penyakit immunocompromise dan sedang dalam pengobatan
immunocompromise tidak ada
- Riwayat penyakit asma tidak ada
- Riwayat hipertensi tidak ada.
- Riwayat diabetes mellitus tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


- tidak ada keluarga yang menderita hal yang sama dengan pasien

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan


- Riwayat merokok ada

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : sakit berat


Kesadaran : composmentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 130x/menit
Nafas : 32x/menit
Suhu : 37ºC
TB : 160 cm
BB : 45 kg
Status gizi : underweight

Status Generalis
Kulit : Sianosis (-), pucat (-), purpura (-), turgor baik
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kepala : Normochepal, rambut putih, tidak rontok dan tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter
3mm/3mm.
Telinga : Pendengaran baik, sekret dari lumen (-)
Hidung : Sekret (-), sumbatan (-), deviasi septum (-)
Mulut : Mukosa mulut kering (+), carries (-), atrofi papil lidah (-), candidiasis oral
(-)

28
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax
Cor
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : atas : RIC 2 LMCS ,
kanan : parasternalis dextra
kiri : LMCS RIC V
Au skultasi: bunyi jantung reguler, bising tidak ada

Pulmo
Inspeksi : asimetris, paru kanan sedikit tertinggal dibandingkan paru kiri
Palpasi : fremitus menurun di paru sebelah kanan, dibandingkan paru
sebelah kiri
Perkusi : paru kanan hipersonor, paru kiri sonor
Au skultasi: paru kanan suara napas berkurang, paru kiri bronkovesikular, ronki
+
Abdomen
Inspeksi : perut tampak cekung dengan stoma di regio lumbar kanan yang
tertutup stoma bag
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, NT (-), NL(-)
Perkusi : timpani
Au skultasi: bising usus (+) normal
Punggung : kifosis (-), skoliosis (-), nyeri tekan CVA (-), nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas: akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-,
edema (-)

2.4 DIAGNOSA KERJA


Pneumothorak spontan dextra ec TB Paru
Post colostomy ec TB intestinal
TB paru dalam terapi (fase intensif 1 bulan)
Bronkopneumoni (CAP)

29
2.5 LABORATORIUM
29 Februari 2016
Hb : 11,8 gr/dl
Leukosit : 9.000/mm3 Ht : 37%
Trombosit : 255.000/mm3 Gula darah puasa : 168 mg/dl
SGOT/SGPT : 21/15 u/L
Ureum/kreatinin: 18/0,6 mg/dl

2.6 RONTGEN THORAX


Rontgen tanggal 5 April 2018 di IGD :

Gambar 2.6.1 Rontgen Thorak IGD

30
Rontgen tanggal 10 April 2018 di Ruangan Paru

Gambar 2.6.2. Rontgen Thorak Ruangan

2.7 TATALAKSANA

 O2 nasal kanul 3L/i


 Diet MB TKTP
 Infus Levofloxacin 750 mg / 24 jam
 IVFD NaCl 0,9% : Dextrosa 5% 1:1 12 jam/kolf
 Inj Ranitidine 2x1 amp
 Curcuma 3x1 tab
 Terapi OAT dilanjutkan
 Nebu Combivent/8 jam

31

Anda mungkin juga menyukai