Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan


sehingga pasien bergantung pada orang lain pada kelompok usia 45 tahun ke
atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1

Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 – 15% dari seluruh stroke


dan memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark cerebral. Literature lain
menyatakan 8 – 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun,
pengkajian retrospektif terbaru menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke
adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan
presentase mungkin dikarenakan peningkatan kualitas pemeriksaan seperti
ketersediaan CT scan, taupun peningkatan penggunaan terapeutik agen platelet
dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan. 2

Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama,


secara keseluruhan stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan
urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan
mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik
dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya. 2

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk mempelajari kasus stroke
hemoragik yang berlandaskan teori guna memahami bagaimana cara mengenali,
mengobati dan mencegah stroke, sehingga dapat mengoptimalisasi kemampuan
dan pelayanan dalam merawat pasien yang menderita stroke hemoragik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pembuluh Darah Otak


Secara anatomis, pembuluh darah serebral terdiri dari dua sistem yaitu
sistem karotis dan sistem vertebrobasiler. Jatah darah ke otak 1/3 disalurkan
melalui lintasan vaskuler vertebrobasiler dan 2/3 melalui arteri karotis interna.

Pembagian daerah otak yang diperdarahi pembuluh darah serebral :

Anterior circulation (sistem karotis)

Anterior choroidal Hippocampus, globus pallidus, lower internal


capsule

Anterior cerebral Medial frontal dan parietal cortex cerebri and


subjacent white matter, anterior corpus
callosum

Middle cerebral Lateral frontal, parietal, occipital, and temporal


cortex and subjacent white matter

Lenticulostriate Caudate nucleus, putamen, upper internal


branches capsule

Posterior circulation (sistem vertebrobasiler)

Posterior inferior Medulla, lower cerebellum


cerebellar basilar

Anterior inferior Lower and mid pons, mid cerebellum


cerebellar

Superior cerebellar Upper pons, lower midbrain, upper cerebellum

Posterior cerebellar Medial occipital and temporal cortex and


subjacent white matter, posterior corpus
callosum, upper midbrain

Thalamoperforate Thalamus
branches

Thalamogeniculate Thalamus
branches

2.2 Fisiologi Otak


Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
Wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil
yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan
tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ
2.3 Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik

Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke
hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau
langsung ke dalam jaringan otak 3

2.4 Epidemiologi Stroke


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama

kecacatan.2 Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang

sepertiganyaakan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan

hidup dengan kekacauan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti

semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab

kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta)dari total kematian per tahunnya. 4


Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena

serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang meninggal, dan sisanya cacat

ringan maupun berat. Secara umum, dapat dikatakan angka kejadian stroke adalah

200 per 100.000 penduduk. Dalam satu tahun, di antara 100.000 penduduk, maka

200 orang akan menderita stroke (Yayasan Stroke Indonesia, 2012). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan

dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun

berjumlah 54,7% dan diatas usia 65 tahun sebanyak 33,5%

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007,

prevalensi nasional stroke adalah 0,8% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan

dan gejala). Sebanyak 11 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia memiliki

prevalensi di atas prevalensi nasional, termasuk provinsi Sumatera Barat dengan

prevalensi 6,9% pada posisi ke-10 tertinggi di Indonesia. Di Sumatera Barat dari

data yang ada pada Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi sebanyak

30% - 40% penderita stroke iskemik yang dirawat di ruang neurologi berusia 30 –

50 tahun.2

2.5 Etiologi Stroke Hemoragik

Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:5


 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda pasca trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP,
gangguan fungsi hati, komlikasi obat trombolitik atau anti
koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis,
d i s e k s i a r t e r i veretbral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis

2.6 Faktor Resiko Stroke Hemoragik


Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam table berikut : 6
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi
pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali
ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal
ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk
resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar,
menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik
kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa diobati, faktor
risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih
tinggi sebelum usia 65.
Riwayat Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
keluarga kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik
untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada
laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu yang
mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya berperan
dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
Diabetes Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
mellitus diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
jantung lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan
jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok
mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti bukan
perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika
hematokrit hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah
keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibat trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
tingkat stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah
fibrinogen dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta
dan kelainan protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
sistem
pembekuan
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah dilaporkan
setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan
stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul
untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis karotis,
khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya usia.
Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebral atau
perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali.
Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang lebih
dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat koagulasi,
karena stimulasi estrogen tentang produksi protein liver, atau
jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada
orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-rata kontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral
melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis
dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi
faktor musim dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa
perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin
relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim musiman
dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam
arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu lingkungan
rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan kejadian
cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah
berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

2.7 Patogenesis dan Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain
atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi
sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid)
melemahkan arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.6
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat
lahir, luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan,
dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan
gangguan dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari
perdarahan intraserebral.6
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran
dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah
tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan
gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini
adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga
menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.7
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.7
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika
korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik
kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan
apatis karena kerusakan dari sistem limbik.7
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia
kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan
terjadi kehilangan memori.7
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis),
dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.7
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua
eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri
basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:7
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).

2.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Untuk mendiagnosis stroke, konsensus nasional pengolahan stroke di
Indonesia, 1999, antara lain mengemukakan hal berikut :
1. Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis
2. CT-Scan tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk
menentukan jenis patologi stroke, lokasi dan ekstensi lesi serta
menyingkirkan lesi non vaskuler.
3. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus
4. MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke secara lebih tajam.
5. Neurosonografi dilakukan untuk mendeteksi adanya stenosis pembuluh
darah ekstrakranial dan intrakranial dalam membantu evaluasi diagnostik,
etiologik, terapi dan prognostik.
1. Anamnesis

Lemah atau semutan atau baal separuh badan

Sulit bicara atau tidak mengerti pembicaraan orang lain

Gangguan penglihatan (buta satu mata atau dua mata)

Nyeri kepala berat atau nyeri kepala yg tidak seperti biasa


dirasakan

Pusing atau vertigo

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah


badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan
baik. Keadaan ini timbul dengan sangat mendadak, sedang bekerja atau sewaktu
istirahat. Selain itu perlu ditanyakan faktor-faktor resiko yang menyertai stroke.
Ditanyakan pula riwayat keluarga dan adanya penyakit lain.

2. Pemeriksaan Fisik
Langkah pertama lakukan pemeriksaan fungsi vital, seperti tekanan darah,
nadi, pernapasan, suhu. Juga tentukan kesadaran yang ditentukan menurut skor
dengan Skala Glasgow Coma Scale. Manifestasi klinik stroke sangat tergantung
pada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak tang
menderita iskemia. Pemeriksaan neurologis, pada stroke hemisferik saraf otak
yang sering terkena adalah N. VII dan N.XII, pasien akan bicara pelo dan adanya
deviasi lidah. Pada stroke vetebrobasiler akan ditemukan kombinasi berbagai sara
otak yang terganggu diserati vertigo, diplopia,dan gangguan bulbar.Pemeriksaan
motorik, hampir selalu terjadi hemiperesis. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan
sensorik, refleks fisiologis dan patologis, dan kelainan fungsi luhur.
Mengenal manifestasi stroke yang sangat ringan adalah lebih penting
daripada mengenal hemiparesis yang sudah jelas. Manifestasi stroke yang paling
ringan sering berupa gangguan ketangkasan gerak maka dari itu urutan
pemeriksaan susunan motorik sebagai berikut :
 Pemeriksaan ketangkasan gerak
 Penilaian tenaga otot-otot
 Penilaian refleks tendon
 Penilaian refleks patologis
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
 Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, lekosit, hitung jenis, trombosit, masa
perdarahan dan pembekuan, laju endap darah
 Ureum, kreatinin, fungsi hati, urin lengkap
 Gula darah sewaktu, puasa, 2 jam setelah makan, kolesterol total, HDL,
LDL, trigliserid, asam urat.
 Bila perlu, elektrolit (natrium, kalium) dan gas darah
 Elektrokardiografi
Pemeriksaan radiologi.

 CT-Scan otak. Segera memperlihatkan perdarahan intra serebral.


Merupakan pemeriksaan baku emas untuk menentukan jenis patologi
stroke, lokasi dan ekstensi lesi.
 MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke secara lebih tajam.
 Rontgen toraks.
Stroke Berdasarkan Siriraj Score

Nilai
Kesadaran : sadar 0
Delirium, stupor 1
Semikoma dan koma 2
Muntah/sakit kepala dalam dua jam : tidak 0
ada 1
Aterom/riwayat diabetes : tidak ada 0
1 atau lebih 1
SSS = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (9,11 x tekanan
darah diastol) – (3 x ateroma) – 12.

>1 Perdarahan serebral


< -1 Infark serebral
- 1 sampai 1 diagnosa tidak pasti gunakan kurva kemungkinan/ CT-Scan

Stroke menurut Gadjah Mada

Penderita stroke
akut

 Penurunan
kesadaran
 Nyeri kepala
 Refleks babinski

Ketiganya atau 2 Stroke perdarahan


Ya
dari ketiganya ada intraserebral
(+)

Tidak

 Penurunan kesadaran
Stroke perdarahan
(+) Ya
 Nyeri kepala (-) intraserebral
 Refleks babinski (-)

Tidak

 Penurunan kesadaran
Stroke iskemik
(-) Ya
 Nyeri kepala (-) akut atau stroke
 Refleks babinski (-) infark
Stroke menurut PROF. DR. DJOENAEDI W

Tia sebelum serangan 1


2. Permulaan serangan - Sangat mendadak (1-2 menit) 6,5
- Mendadak ( menit – 1 jam) 6,5
- Pelan-pelan (beberapa jam) 1
3. Waktu serangan - Bekerja (aktivitas) 6,5
- Istirahat/duduk/tidur 1
- Bangun tidur 1
4. Sakit kepala waktu - Sangat hebat 10
serangan - Hebat 7,5
- Ringan 1
- Tidak ada 0
5. Muntah - Langsung sehabis serangan 10
- Mendadak (beberapa menit-jam) 7,5
- Pelan-pelan (1 hari/ >) 1
- Tidak ada 0
6. Kesadaran - Menurun langsung waktu serangan 10
- Menurun mendadak (menit-jam) 10
- Menurun pelan-pelan (1 hari/ >) 1
- Menurun sementara lalu sadar lagi 1
- Tidak ada gangguan 0
7. Tekanan darah sistolik - Waktu serangan sangat tinggi 7,5
(> 200/110)
- Waktu MRS sangat tinggi (> 200/110) 7,5
- Waktu serangan tinggi (> 140/100) 1
- Waktu MRS tinggi (> 140/100) 1

8. Tanda serangan - Kaku kuduk hebat 10


selaput otak - Kaku kuduk ringan 5
- Kaku kuduk tidak didapatkan 0
9. Pupil - Isokor 5
- Anisor 10
- Pinpoint kanan/kiri 10
- Midriasis kanan/kiri 10
- Midriasis dan reaksi lambat 10
- Kecil dan reaktif 10
10. Pupil - Perdarahan subhialoid 10
- Perdarahan retina (flame shped) 7,5
- Normal 0
Total score : ≥ 20 stroke hemoragik

: ≤20 : stroke non hemoragik


Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif,
hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2

2.9 Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten
terhadap pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk
penderita dengan fungsi koagulasi yang normal.
 Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
 Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah
lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih
cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga
aman untuk jantung dan ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight
heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia
atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal
Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Tidak dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
 Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life
saving.
Dioperasi bila: 1
 Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
 PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
 Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
 Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk
upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-
kelainan neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang
gawat darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan
antihipertensi saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan
ulang setelah terjadi PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam
pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada
operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1
a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang
setelah PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan
hasil akhir tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang
segera dianjurkan pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi
aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang
segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi klinik
khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi
untuk perdarahan ulang.
4. Tatalaksana pencegahan vasospasme 1
a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3
atau secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin
oral terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H
yaitu hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan
mempertahankan “cerebral perfusion pressure” sehingga dapat
mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat vasospasme. Hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien yang tidak
dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge
pressure 12-14 mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang
sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan
TDD lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2
mg/menit sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse
dosisnya 50-200 mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan
karena menyebabkan vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma
arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV.
Initial dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400
mg/oral/hari dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk
menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada
penderita yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada
penderita yang mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya,
hematom, infark, atau aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi
(atau drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya
dapat terjadi perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau
pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

2.10 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang
paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi
serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah
berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi.
Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume
hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat
buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga
memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. N

No. RM : 05.79.48

Umur : 74 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Koto Tuo Mungka

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Agama : Islam

Masuk Tanggal : 5 Desember 2016

ANAMNESA

Seorang pasien laki-laki berusia 74 tahun masuk bangsal Neurologi RSUD Adnan

WD Payakumbuh dengan

Keluhan Utama :

Gelisah sejak ±5 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Pasien tampak gelisah sejak ±5 hari sebelum masuk rumah sakit dan tampak

semakin gelisah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien masih dapat

membuka mata saat dipanggil keluarga, namun kadang pasien sulit untuk

diajak berkomunikasi.
- Tampak anggota gerak kiri kurang aktif dibandingkan anggota gerak kanan.

- Keluhan disertai dengan wajah mencong ke sebelah kiri dan bicara pelo.

- Riwayat kejang 4 hari sebelum masuk rumah sakit, kejang seluruh tubuh,

mata melihat ke atas, frekuensi 6 kali perhari dengan durasi ±1 menit, pasien

sadar setelah setelah kejang, riwayat lidah tergigit tidak ada, riwayat mulut

berbusa saat kejang tidak ada dan riwayat mengompol saat kejang, setiap

episeode kajang tidak diobati oleh keluarga pasien.

- Riwayat nyeri kepala saat onset tidak ada

- Riwayat muntah tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien sudah 3 tahun terakhir berjalan menggunakan tongkat karena keluhan

asam urat, pasien rutin berobat ke spesialis penyakit dalam, diberikan 5

macam obat, namun jenis obat tidak diketahui keluarga pasien

- Riwayat hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung tidak diketahui oleh

keluarga pasien.

- Riwayat stroke sebelumnya tidak ada

- Riwayat kejang sebelumnya tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga

Nenek pasien menderita diabetes mellitus, dan tidak ada anggota keluarga

pasien yang menderita hipertensi, penyakit jatung dan stroke.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tidak bekerja, aktivitas ringan sedang

Riwayat merokok disangkal keluarga pasien


PEMERIKSAAN FISIK

Vital Sign

Keadaan Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Somnolen GCS (E3 V4 M2)

Tekanan darah : 90 / 60 mmHg

Frekuensi nadi : 132x/menit, teratur

Frekuensi nafas : 28x/menit

Suhu : 36,70C

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 78 kg

Status Internus

Kulit : Tidak ada kelainan

Rambut : Tidak mudah rontok

Kepala : Tidak ditemukan kelainan

KGB : Tidak ada pembesaran KGB

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : Tidak ada kelainan

Hidung : Tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tidak hiperemis

Thorax

Paru :

Inspeksi : Simetris kiri dan kanan

Palpasi : Fremitus sulit dinilai

Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak

ada

Jantung :

Inspeksi : Iktus tidak terlihat

Palpasi : Iktus teraba pada 2 jari medial LMCS RIC VI

Perkusi : Batas jantung kanan : linea parasternalis dextra

Batas jantung kiri : 2 jari medial linea LMCS RIC VI

Batas jantung atas : Linea parasternalis RIC II

Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada,

takikardi

Abdomen : Inspeksi : Perut tidak membuncit

Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba, nyeri

tekan epigastrium (+)

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Punggung : deformitas tidak ada, gibus tidak ada

Status Neurologikus :

 Tanda rangsangan selaput otak

Kaku kuduk :- Brudzinsky II : -

Brudzinsky I : - Kernig :-

 Tanda peningkatan Tekanan Intra Kranial

Pupil isokor Ø ukuran 3 mm/3mm, refleks cahaya +/+


N. I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri


Subjektif Sulit dinilai Sulit dinilai
Objektif (dengan bahan) Tidak dapat Tidak dapat
dilakukan dilakukan

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Sulit dinilai Sulit dinilai
Lapangan pandang Sulit dinilai Sulit dinilai
Melihat warna Sulit dinilai Sulit dinilai
Funduskopi Tidak dilakukan pemeriksaan

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan bulbus Doll’s eye movement (+)
Strabismus - -
Nistagmus - -
Ekso/endotalmus - -
Pupil
Bentuk Isokor Isokor
Refleks cahaya + +
Refleks akomodasi + +
Refleks konvergensi + +

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Sulit dinilai Sulit dinilai
Sikap bulbus Sulit dinilai Sulit dinilai
Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Sulit dinilai Sulit dinilai
Sikap bulbus Doll’s eye movement (+)
Diplopia Sulit dinilai Sulit dinilai
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggerakkan rahang Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggigit Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengunyah Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensorik
Divisi oftalmika
Refleks kornea + +
Sensibilitas + +
Divisi maksila
Refleks masetter + +
Sensibilitas + +
Divisi mandibula
Sensibilitas + +

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Plika nasolabialis kiri lebih datar
Sekresi air mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Fissura palpebra Sulit dinilai Sulit dinilai
Menggerakkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai
Mencibir/ bersiul Sulit dinilai Sulit dinilai
Memperlihatkan gigi Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VIII (Vestibularis) Refleks oculoauditorik (+)


Kanan Kiri
Suara berbisik Sulit dinilai Sulit dinilai
Detik arloji Sulit dinilai Sulit dinilai
Rinne tes Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Weber tes Tidak diperiksa
Schwabach tes Tidak diperiksa
Memanjang
Memendek
Nistagmus Sulit dinilai Sulit dinilai
Pendular
Vertikal
Siklikal
Pengaruh posisi kepala - -
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Sulit dinilai Sulit dinilai
Refleks muntah + +

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Sulit dinilai Sulit dinilai
Uvula Sulit dinilai Sulit dinilai
Menelan + +
Artikulasi Kurang Jelas Kurang Jelas
Suara + +
Nadi Regular Regular

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Sulit dinilai Sulit dinilai
Menoleh ke kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu ke Sulit dinilai Sulit dinilai
kanan
Mengangkat bahu ke kiri Sulit dinilai Sulit dinilai

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Sulit dinilai
Kedudukan lidah dijulurkan Sulit dinilai
Tremor - -
Fasikulasi - -
Atropi - -

1. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Normogait Normogait
Romberg tes Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Ataksia Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Rebound Tidak diperiksa Tidak diperiksa
phenomen
Test tumit lutut Tidak diperiksa Tidak diperiksa
2. Pemeriksaan fungsi motorik

Badan Respirasi Spontan


Duduk
Berdiri dan Gerakan spontan Sulit dinilai
berjalan Tremor -
Atetosis -
Mioklonik -
Khorea -
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Aktif Pasif Aktif Pasif
Kekuatan Lateralisasi sulit dinilai, anggota gerak kanan lebih aktif
Tropi Eutropi Euttrofi Eutropi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

3. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibilitas rangsangan nyeri (+)

4. Sistem refleks
Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring KPR ++ ++
Masetter APR ++ ++
Dinding perut Bulbokvernosus
Atas Cremaster
Tengah Sfingter
Bawah

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)
5. Fungsi otonom
- Miksi : unhibited bladder -
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat : baik

6. Fungsi luhur : Baik


Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Sulit dinilai Reflek glabella -
Fungsi intelek Sulit dinilai Reflek Snout -
Reaksi emosi Sulit dinilai Reflek menghisap -
Reflek memegang -
Reflek -
palmomental

Pemeriksaan Laboratorium

Hb : 14,2 gr/dl

Ht : 43%

Leukosit : 9.300/mm3

Trombosit : 85.000/mm3

GD Puasa : 369 mg/dl

Ur/ Cr :160/2,3 mg/dl

DIAGNOSA

Diagnosis Klinik : Penurunan Kesadaran + Hemiparese sinistra + parese N

VII sinistra tipe sentral

Diagnosis Topik : areteri serebri media

Diagnosis Etiologi : perdarahan intraserebri

Diagnosis Sekunder : diabetes mellitus tipe II baru dikenal

Artithis gout

SVT
DIAGNOSIS BANDING

 Stroke Iskemik

 Koma hiperosmolar non ketotik

PENATALAKSANAAN

Umum : Elevasi kepala 300

O2 Nasal kanul 3L/i

NGT dan kateter

Khusus: Injeksi citicoline 2x250 mg

Injeksi phenitoin 3x100 mg

Injeksi paracetamol 3x500 mg

Asam folat 1x 1 mq

RENCANA PEMERIKSAAN SELANJUTNYA

1. EKG

2. Brain CT Scan

PROGNOSIS

Quo Ad Sanam : dubia at malam

Quo Ad Vitam : dubia at malam

Quo Ad Functionam : dunia at malam


Follow Up
Rabu, 7 Desember 2016
S/ - Penurunan Kesadaran
- Gelisah (-)
- Batuk (+)
- Mual (-) Muntah (-)
O/ KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 80/40 146 32 36,7

SI: monitor  EKG supraventrikular takikardi


Pernafasan  Cheyne-Stokes
Ekstremetas  tampak varises pada kedua tungkai
SN:
 GCS: E1M1V1
 TRM (-), peningkatan TIK (-)
 Pupil isokor, Ɵ3 mm/3 mm, RC +/+, RK +/+,
 Doll’s eyes movement (+), refleks korena (+)
 Refleks oculocepalic movement tidak dilakukan
 Refleks muntah (+)
 Plika nasolabialis kiri lebih datar

 Motorik : lateralisasi sulit dinilai

 R.Fis ++ ++ R.pat - -
++ ++ + -
 Sensorik: rangsangan nyeri (-)

A/ Penurunan Kesadaran + Hemiparese sinistra + parese N VII sinistra tipe sentral

diabetes mellitus tipe II baru dikenal + Artithis gout + SVT

P/ Umum : Elevasi kepala 300

O2 NRM 7L/i
NGT dan kateter

Khusus: Injeksi citicoline 2x250 mg

Injeksi phenitoin 3x100 mg

Injeksi paracetamol 3x500 mg

Asam folat 1x 1 mq

Pindah ICU
BAB IV

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki - laki umur 74 tahun yang dirawat di

bangsal neurologi RSUD Adnan WD dengan diagnosis klinik : Penurunan

Kesadaran + Hemiparese sinistra + parese N VII sinistra tipe sentral, diagnosis

topik : arteri medialis media, diagnosis etiologi : perdarahan intraserebri,

diagnosis sekunder : diabetes mellitus tipe II baru dikenal, artrithis gout, dan SVT

Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien tampak gelisah seak 5 hari sebelum

masuk rumah sakit diikuti lemah anggota gerak kiri, lengan dan tungkai kiri.

Keluhan ini disertai juga dengan bicara pelo dan mulut mencong. Pasien kejang 4

hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit dahulu seperti diabetes, hipertensi dan penyakit jantung

kurang diketahui oleh keluarga pasien. Pasien rutin berobat ke spesialis penyakit

dalam karena keluhan artrithis gout yang diderita pasien. Diketahui juga bahwa

nenek pasien menderita diabetes.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yang berat, tingkat

kesadaran somnolen, tanda rangsangan meningeal dan tanda peningkatan tekanan

intra kranial tidak ditemukan, pada pasien ditemukan gangguan N VII yaitu plika

naso labialis kiri lebih datar dari yang kiri. Kekuatan motorik lateralisasi tidak

jelas. Pada monitor tampak adanya supraventrikular takikardi.


Penatalaksanaan pasien ini secara umum adalah Elevasi kepala 300 O2

NRM 7L/i, NGT dan kateter dan secara khusus Injeksi citicoline 2x250 mg,

Injeksi phenitoin 3x100 mg, Injeksi paracetamol 3x500 mg, Asam folat 1x 1 mq

Untuk memastikan diagnosa, perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya

seperti CT-Scan. Hari ke 3 rawatan pasien dipindahkan ke ICU karena

perburukan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview.
Access on : September 29, 2012.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6.EGC, Jakarta. 2006
4. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
5. Ropper AH, Brown RH. Adams dan Victor’s Principles of Neurology.
Edisi 8. BAB 4. Major Categories of Neurological Disease:
Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York.2005
6. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000.
7. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.

8. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Available at:


http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html.
9. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.
Diunduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakit
PeredaranDarahOtak021.pdf/13PerjalananPenyakitPeredaranDarah
Otak021.html
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM,
2007. Diunduh dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@u
uzQoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik
%20M.doc?nmid=88307927
11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/.

Anda mungkin juga menyukai