Oleh:
Pembimbing:
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
satu penyebab umum nyeri perut pada anak yang dapat berujung pada sesuatu
kantong buntu yang berasal dari caecum. Peradangan akut apendiks memerlukan
1
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi umum yang lebih berbahaya.
Apendisitis dapat disebabkan oleh obstruksi lumen atau ulserasi pada mukosa
kemungkinan untuk terjadi perforasi, dan 50% di antara kasus tersebut sudah
menemui dokter sebelumnya. Risiko perforasi terbesar pada rentang usia 1 sampai
penting bagi seorang klinisi. Lebih dari setengah dari semua pasien pediatri
dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, namun pada anak sulit dilakukan. Angka
kejadian misdiagnosis berkisar 28-57% pada anak di bawah usia 12 tahun, dan
hampir 100% pada bayi di bawah usia 2 tahun. Diagnosis dini apendisitis pada
2
bayi dan anak-anak dapat mencegah perforasi, pembentukan abses, dan
Grand case ini membahas tentang apendisitis pada anak mulai dari
Tulisan ini bertujuan untuk membahas kasus apendisitis pada pasien anak-
berbagai literatur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hanya 1-8 % dari seluruh pasien anak-anak yang datang ke instalasi gawat darurat.
Angka kejadian terbesar berada pada rentang usia 6-10 tahun. Di Amerika Serikat
angka insiden berkisar 1-2 kasus per 10.000 anak pertahun pada usia 0-4 tahun, 4
kasus per 1.000 anak pertahun pada usia 6-10 tahun, dan pada usia 10-17 tahun
berkisar 25 kasus per 10.000 anak pertahun. Resiko perforasi sekitar 17-40%, dan
semakin meningkat pada anak yang berusia lebih muda yakni 50-85%. Angka
mortalitas pada anak berkisar 0,1-1%. Pada bayi, apendisitis jarang terjadi karena
4
2.2 Embriologi
Apendiks berasal dari sekum dan menjadi matur pada trimester kedua.
usus besar dan usus kecil. 9 Distal primitive intestinal loop merupakan bagian dari
midgut. Karakteristik perkembangan usus tengah berupa elongasi cepat dari usus
10
dan mesentriumnya, menghasilkan primary intestinal loop. Bagian apeks dari
duodenum, jejunum dan ileum, sementara bagian kaudal menjadi bagian bawah
dari ileum, sekum, apendiks, kolon asendens dan 2/3 bagian proksimal dari kolon
transversal. 10
yang cepat terutama di bagian kranial. Pertumbuhan yang cepat dan membesarnya
terlampau kecil untuk menampung semua usus dan gelung usus akan masuk ke
5
ke enam (Hernia umbilikalis fisiologis). Pada minggu ke sepuluh, gelung usus
dari jejunum merupakan bagian pertama yang masuk kembali ke rongga abdomen
dan terletak di sisi kiri. Bagian dari gelung usus yang masuk setelahnya akan
terletak semakain ke kanan. Tunas sekum, yang tampak pada minggu ke enam
loop, merupakan bagian yang terakhir masuk ke rongga abdomen, terletak pada
iliaka kanan dan membentuk kolon asendens dan fleksura hepatika pada bagian
kanan dari rongga abdomen. Selama proses ini, bagian ujung distal dari tunas
apendiks pada umumnya terletak posterior dari sekum atau kolon, yaitu
retrosekalis/retrokolika. 10
6
2.3 Anatomi Apendiks
Apendiks adalah suatu kantong yang terbentuk dari sekum dan terletak di
inferior ileocecal jungtion. Pada neonatus panjang apendiks sekitar 4,5 cm dan
pada dewasa sekitar 9,5 cm, dengan diameter dinding terluar 2-8 mm dan
diameter lumen 1-3 mm. Pada neonatus dan bayi bentuknya seperti kerucut,
bertambahnya usia bentuknya akan berubah menjadi seperti tabung. Ujung dari
apendiks biasanya terletak pada kuadran kanan bawah rongga pelvis, namun juga
dapat bervariasi. Pada 65% kasus apendiks terletak intra peritoneal, karena letak
lateral kolon asenden. Gejala klinis apendiks ditentukan oleh letak apendiks.4
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang berasal dari pleksus
7
mesentrika superior yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri
oleh karena itu nyeri viseral pada apendiks bermula disekitar umbilikus.
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangren. Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe
2.5 Patofisiologi
Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum
sepenuhnya dipahami. Salah satu yang dikatakan pentik adalah terjadi produksi
IgA. GALT ini sama dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena
menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke
apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat
obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks,
lumen sekitar 0,1 ml jika sekresi sekitar 0,5 % dapat meningkatkan tekanan
8
terjadi ulserasi mukosa, dan terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan
apendiks bertambah dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh dara
intramural. Pada saat ini terjasi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. 1
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekana akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
Bila sekresi teleh menymbat arteri, akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini dikenal dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang rapuh tersebut pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
proses yang telah dijelaskan sebelumnya berjalan lambat, omentum dan usus akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
menghilang. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja
pada pasien apendisits. Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut
tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan
komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah
9
2.6 Gejala Klinis
yang diikuti mual, nyeri perut kanan bawah, dan muntah disertai demam pada tahap
lanjut. Namun gejala ini hanya ditemukan pada 50% pasien dewasa dan sangat sedikit
gejala klinis tersebut akan lebih menunjang akurasi diagnosa. Untuk kasus neonatus,
gejala klinis umunya tidak spesifik seperti letargi, distensi abdomen, muntah, tidak
nafsu makan yang hal tersebut mirip dengan kelainan abdomen lain pada neonatus.
Pada anak usia sekolah, penemuan apendisitis meningkat yang didukung dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik yang lebih reliabel. Anak dapat mendeskripsikan
onset dari nyeri serta perpindahan nyeri kuadran kanan bawah. 2,3,4,7
Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan
karena nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang
cukup jelas.
Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut
merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium
atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah
menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya
berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina
iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih
tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan
10
bahwa neyri perut yang berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik
merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis. 2,3
retrosekal menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena
apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat
Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan
Gejala Gastrointestinal
Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam
bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan
adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena
apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit penyerta
Keadaan Umum
radang atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan.
Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 38,5C. Demam yang terus
11
memberat dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya
perforasi. 2,3
Keadaan Lokal
pada perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi
dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai
Rovsing sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan
penekanan pada titik McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada
perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada titik McBurney. 2,3
muncul akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan
Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan
ekstensi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah dengan
fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini
sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan
maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat berjalan,
12
2.7 Diagnosis
tanda-tanda yang khas pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut
sedang merupakan tanda-tanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan
mulut, sering ditemukana adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada
pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari auskultasi sering
ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi, dapat
ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan
palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan
yaitu titik McBurney, uji Rovsig, dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator
juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara
retrosekal. 1,12
leukositosis.
13
Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan
suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan
memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat
Periksaan Laboratorium2,7
bukan untuk diagnosis pasti. Pada pemeriksaan darah rutin jumlah leukosit
meningkat 70-90% kasus apendisitis, namun juga dapat meningkat pada kondisi
yang dapat ditemukan seperti gambaran psos line kanan yang kabur, air fluid level
pada perut kanan bawah, dan gambaran udara pada apendiks. USG merupakan
14
salahsatu pilihan untuk mengevaluasi apendisitis pada anak. Beberapa tanda yang
dijumpai pada USG adalah dilatasi apendiks, pada perforasi ditemukan formasi
abses, terdapat cairan di lumen apendiks dan diameter transversum apendiks > 6
mm.
2.8 Penatalaksanaan
keberhasilan operasi.
Medikamentosa
analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien
apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat
cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum
apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi
15
Apendektomi
menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri
dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12
Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan
1. Insisi gridiron, insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus
insisi transversal pada garis mid klavikula sampai mid inguinal. Insisi
gridiron.
16
4. Insisi suprainguinal, insis perluasan dari insisi di titik Mc Burney,
walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil
karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini
ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan infeksi luka tidak terlalu
berpengaruh karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan
dan abses inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan
2.9 Komplikasi
usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat diremisi oleh tubuh
setelah inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko terjadinya abses dan
17
Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis
karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin
hebat seluruh perut, demam tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bisis usus
dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus
yang menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang paling umum dijumpai
pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan pada kondisi
berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada.
2.10 Prognosis
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang akan sering
18
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : An. MR
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar
No. MR : 942937
3.2 Anamnesis
a. Keluhan utama
19
PEMERIKSAAN FISIK
a Keadaan umum : tampak sakit sedang
b Kesadaran : composmentis GCS 15 (E4M6V5)
c Vital sign
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 98 x/ menit
- Pernafasan : 20 x/ menit
- Suhu : 38,2 oC
d Status Generalisata
Kepala :Tidak ada kelainan (normocephal, deformitas tidak ada).
Mata :Konjungtiva anemis dan sklera tidak ikterik. Pupil bulat
isokor, 3mm/3mm, reflek cahaya (+/+).
Kulit :Tidak ada kelainan (Turgor kulit baik).
Hidung :Tidak ada kelainan (Deviasi septum tidak ada, pernapasan
cuping hidung tidak ada, mukosa tidak hiperemis, sekret
tidak ada).
Telinga :Tidak ada kelainan (otore tidak ada).
Mulut :Tidak ada kelainan (bibir tidak sianosis, gusi tidak ada
perdarahan, lidah kotor tidak ada, faring tidak hiperemis).
Leher :Tidak ada kelainan (deviasi trakea tidak ada, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid dan getah bening, JVP tidak
meningkat).
KGB :Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening.
Pemeriksaan Thorax
Paru-paru :
Inspeksi : bentuk dinding dada normal, pergerakan dinding dada
simetris kanan kiri.
Palpasi : Fremitus simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba pada 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Irama teratur, Bunyi jantung I-II murni, murmur (-)
Pemeriksaan Abdomen (Satus Lokalis)
Inspeksi : distensi tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
Palpasi : Supel, nyeri tekan dan nyeri lepas ada, defans
muskular (+)
Rovsing sign (-)
20
Psoas sign sulit dinilai
Obturator sign tidak dilakukan
Ekstremitas : Edema tidak ada. Refilling kapiler <2 detik, akral hangat,
perfusi baik.
DIAGNOSIS KERJA
Peritonitis difus ec susp apenditisis perforasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 10,2 gr%
Leukosit : 18.100 /mm3
Trombosit : 319.000/mm3
Hematokrit : 32 %
PT : 10,8 detik
APTT : 34,3 detik
Ureum : 16 mg/dl
Gula Darah Sewaktu : 94 mg/dl
Kreatinin : 0,5 mg/dl
Natrium : 132 mmol/L
Kalium : 4,3 mmol/L
Klorida : 105 mmol/L
Pemeriksaan Radiologi
21
Rontgen LLD
DIAGNOSIS
Peritonitis difus ec apenditisis perforasi
TINDAKAN
Laparotomy Apendektomy
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanam : bonam
BAB IV
DISKUSI
Pasien seorang laki-laki usia 8 tahun datang dengan keluhan nyeri seluruh
perut sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis didapatkan nyeri
dirasakan di sekitar pusat kemudian berpindah ke perut kanan bawah sejak 5 hari
SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus, dan nyeri meningkat saat bergerak. Pasien
22
sudah berobat ke puskesmas dan 5 hari SMRS, lalu diberikan obat dalam bentuk
sirup, diminum 3x1, namun pasien tidak mengetahui nama obat, namun nyeri
tidak berkurang.
Dari pemeriksaan fisik didaptkan nyeri tekan dan nyeri lepas seluruh
abdomen dan juga didapatkan defans muskular. Dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik dapat disimpulkan pasien tengah mengalami kegawatdaruratan abdomen
yakni peritonisis, diduga akibat perforasi dari pendisitis, karena dari anamnesis
didaptkan adanya gejala khas dari apendisitis. Pemeriksaan penunjang juga
menunjukkan adanya tanda infeksi berupa leukositosis (18.100/mm 3). Pasien ini
langsung direncanakan untuk operasi laparotomy apendektomy dengan diagnosis
post operasi adalah peritonitis difus ec apendisitis perforasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamami, AH, dkk. Usus Halus Apendiks, kolon, dan anorektum dalam
Sjamsuhidrajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC :
Jakarta. 2010. 755-762.
2. Tucker Jeffry. 2004. Appendicitis.
http://www.emedicine.com/ped/topic127 [Diakses 11 April 2016].
23
3. Sadovsky, Richard. 2005. Diagnosis of acute appendicitis in children.
http://www.aafp.org/afp/20010115/tips8 [Diakses 11 April 2016].
4. Richard E et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17 Edition. Philadelphia :
Saunders. 2004. Chapter 324.
5. Sola JE, Mc Bride W, Rachadell J. Current Diagnosis and Management og
Appendicitis in Children. Miami : University of Miami. 2000. Volume 15.
6. Stephen et al. The diagnosis of Acute Appendicitis in a Pediatric
Population : to CT or not to CT. Massacussetts : Departement of Pediatric
surgery Massacussetts General Hospital. 2003. Volume 38.
7. Rothrock SG, Pagame J. Acute Appendicitis in Children : Emergency
Departement diagnosis and management. Orlando : Departement of
Emergency Medicine, Orlando Regional Medical Centre. 2004. 39-47.
8. Zinner MJ, Ashley SW. Maingots Abdominal operation 11th edition. The
McGraw-Hills Companies : 2007. Chapter 21.
9. Fenoglio-Preiser CM, Noffsinger AE, Stammermann GN, et al.
Gastrointestinal pathology: an atlas an text. Edisi 3. Philadelphia:
Lippincott Raven Publishers. 2008. 497-523.
10. Sadler TW. Langmans Medical Embriology. Edisi ke 10. EGC : Jakarta.
2009. 239-267.
11. Williams, Norman S, Bulstrode, Christoper JK, OConnel, P. Ronan. The
vermiform appendix. In: Bailey and Loves Short Paractice of surgery 26
Edition. Boca Raton: CRC Press. 2013. 1204-1218
12. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed.
Blackwell Publishing; 2006. H. 123-127.
13. Morris PJ, Wood WC. Oxfords Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford.
eBook.
24