Oleh:
Preseptor :
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
tandai dengan kelemahan yang progresif dan reflex yang hilang atau menurun. 1
SGB adalah suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi sistem saraf pusat
yang biasanya di picu oleh proses infeksi akut. 2 Pasien dengan sindrom guillain
barre (SGB) mengalami parestesi yang biasanya dimulai dari distal tubuh dan
gerak tubuh yang progresif.3 Paralisis dari tungkai dan lengan memperlihatkan
tanda-tanda LMN.4 Tidak ada penyembuhan untuk penyakit ini, tapi beberapa
di seluruh dunia dilaporkan 0,6-2,4 kasus per 100.000 per tahun. Bentuk klasik,
didapatkan.6
2
Penulisan case report ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi,
Andalas Padang
2. Menambah pengetahuan mengenai sindroma guillain barre.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
Sindrom Guillain Barre ini memiliki banyak sinonim, antara lain
kelemahan, parestesia dan hiporefleksia, yang biasanya terjadi setelah suatu febris
atau infeksi virus, bakteri. Penyakit ini digambarkan dengan kelumpuhan motorik
yang progesif dan berjalan asenden, disertai protein yang meninggi dan sel yang
2.2 Epidemiologi
di seluruh dunia dilaporkan 0,6-2,4 kasus per 100.000 per tahun. Bentuk klasik,
didapatkan.6
2.3 Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Dulu sindrom ini diduga
disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi akhir-akhir ini terungkap bahwa ternyata
virus bukan sebagai penyebab. Teori yang dianut sekarang berkembang bahwa
4
SGB ialah suatu kelainan imunobiologik baik secara primary immune rspone
influenza dan virus Varicella zoster telah ditemukan pada serum pasien setelah
onset SGB (anand 2010). Bakteri penyebab infeksi seperti Campylobacter jejuni,
5
2.5 Patogenesis
SGB adalah penyakit yang dimediasi oleh imun yang terjadi setelah infeksi.
Mekanisme imun seluler dan humoral mungkin berperan dalam
perkembangannya. Beberapa pasien mengalami penyakit infeksi dalam beberapa
minggu sebelum onset SGB. Beberapa agen infeksius yang teridentifikasi
mungkin mengaktifkan pembentukan antibodi melawan gangliosida spesifik dan
glycolipids, seperti GM1 dan GD1b, tersebar melalui myelin di sistem saraf
perifer. Kebayakan patogen yang diketahui menyebabkan SGB masuk ke dalam
tubuh melalui epitel mukosa dan usus. Respone imun bawaan menghasilkan
pengambilan patogen oleh antigen precenting cells yang immatur (APCs). Setelah
migrasi ke limfe nodi, APC yang matur dapat membentuk peptida di molekul
MHC kelas II dan mengaktivasi sel CD4 T yang mengenal antigen dari patogen
yang infeksius. Sel B dapat juga teraktifasi oleh sel TH2 yang baru teraktifasi. Hal
ini menghasilkan respone humoral yang di mediasi oleh sel terhadap patogen.2
6
Berikut ini adalah gambar 2.1 yang menjelaskan mengenai patogenesis
terjadinya Sindrom Guillain Barre.10
7
Gejala klinis berkembang dalam jam, hari, atau minggu. Kebanyakan
kasus mencapai tahap kelemahan terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala
muncul, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80%
didahului parestesi dengan atau tanpa keterlibatan otot pernapasan atau otot yang
dipersarafi nervi kranialis.7,9 Dalam kasus yang khas, gejala pertama adalah nyeri,
mati rasa, parestesia, atau kelemahan pada tungkai. 9 Saraf kranialis dapat dikenai.
Kelemahan otot wajah terjadi pada 50% kasus, dan sering terjadi bilateral. Saraf
kranialis lainnya juga dapat terkena khususnya yang mengurus lidah, otot-otot
2.7 Diagnosis
Diagnosis dari SGB ditegakkan didasarkan pada temuan klinis dan temuan
elektromiografi.8
8
Gejala Utama :
fasialis.
5. Disfungsi otonom
6. Nyeri
7. Konsentrasi protein yang tinggi dalam CSS
8. Gambaran khas pada elektodiagnostik
onset
3.
Disfungsi bladder dan bowel saat onset
4.
Demam saat onset
5.
Progresifitas yang lambat pada kelemahan anggota gerak tanpa
keterlibatan pernapasan.
6.
Ditandai dengan kelemahan yang asimetris
7.
Disfungsi blader dan bowel yang menetap
8.
Peningkatan MN pada CSS (>50x 106/L)
9.
Terdapat PMN pada CSS8,9
9
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan
pada fase awal tidak normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.
2. Myositis Akut
Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal,
serebrospinal normal.
3. Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan
adanya kekambuhan kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada
perbaikan.
5. Posterior fossa structural lesion
2.9. Tatalaksana
Belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan yang diberikan
masih simptomatik. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit
untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat
pengobatan,dan fisioterpi.
Di negara maju sekitar 5% pasien meninggal karena SGB dari komplikasi
medis seperti sepsis, terjadinya emboli paru, atau gagal jantung yang dikaitkan
10
Banyak penelitian mengatakan penggunaan kortikosteroid tidak
2.10 Prognosis
11
Prognosis akan lebih baik jika penderita berusia lebih muda, perjalanan
penyakit yang lebih lambat, selama perawatan tidak memerlukan bantuan alat
pernafasan, dan tidak terjadi kelumpuhan total. Sekitar 85% pasien dengan SGB
memiliki gejala neurologist sisa yang menetap termasuk bilateral footdrop. Otot
tangan instrinsik kebas, sensori ataxia, dan disestesia. Angka kematian <5% pada
12
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. F
Umur : 18 tahun
Alamat : padang
Pekerjaan : Mahasiswi
Agama : Islam
ANAMNESA
Keluhan Utama :
- Lemah pada keempat anggota gerak sejak 2 hari yang lalu, terjadi perlahan-
lahan. Awalnya lemah mulai terasa dari ujung-ujung jari kaki kemudian
13
- Rasa kebas pada kedua ujung kaki dan tangan dirasakan sejak 5 hari yang lalu
- Pasien sebelumnya pernah demam 7 hari yang lalu, tidak tinggi dan tidak
menggigil.
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Suhu : 37,50C
Berat Badan : 60 kg
14
Status Internus
Thorax
Paru :
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung :
15
Abdomen : Inspeksi : Perut tidak membuncit
Perkusi : Timpani
Status Neurologikus :
Brudzinsky I : - Kernig :-
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Baik Baik
N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Strabismus - -
16
Nistagmus - -
Ekso/endotalmus - -
Pupil
Bentuk Isokor Isokor
Refleks cahaya + +
Refleks akomodasi + +
+ +
Refleks konvergensi
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah + +
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -
N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral + +
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
Membuka mulut + +
Menggerakkan rahang + +
Menggigit + +
+ +
Mengunyah
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea + +
- Sensibilitas + +
Divisi maksila
- Refleks masetter - -
- Sensibilitas + +
Divisi mandibula
- Sensibilitas + +
N. VII (Fasialis)
17
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris Simetris
Sekresi air mata + +
Fissura palpebra + +
Menggerakkan dahi + +
Menutup mata + +
Mencibir/ bersiul + +
Memperlihatkan gigi + +
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik + +
Detik arloji + +
N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang + +
Refleks muntah + +
N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Uvula Simetris Simetris
Menelan + +
Artikulasi Jelas Jelas
Suara + +
Nadi Regular Regular
18
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu ke + +
kanan
Mengangkat bahu ke kiri + +
N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Deviasi - Deviasi -
Kedudukan lidah dijulurkan Deviasi - Deviasi -
Tremor - -
Fasikulasi - -
Atropi - -
1. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Normogait Normogait
Romberg tes Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Ataksia Tidak diperiksa Tidak diperiksa
3. Pemeriksaan sensibilitas
19
Stocking and gloves phenomenon (+)
4. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring KPR ++ ++
Masetter APR ++ ++
Dinding perut Bulbokvernosus
Atas Cremaster
Tengah Sfingter
Bawah
5. Fungsi otonom
- Miksi : unhibited bladder -
- Defekasi : baik
- Sekresi keringat : baik
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 13,2 gr/dl
20
Ht : 39%
Leukosit : 9.720/mm3
Trombosit : 317.000/mm3
DIAGNOSA
Diagnosis Sekunder : -
PENATALAKSANAAN
Fisioterapi
1. Lumbal Punksi
2. Elektromyografi (EMG)
21
PROGNOSIS
Follow Up
Selasa, 22 November 2016
S/ - Lemah keempat anggota gerak (+)
- Kebas pada ujung kaki dan tangan (+)
- Rasa panas dan nyeri pada telapak
- Rasa panas dan nyeri pada telapak kaki sampai lutut, terparah di lutut
O/ KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 110/70 89 20 37,1
SI: dalam batas normal
SN:
GCS: E4M6V5
TRM (-), peningkatan TIK (-)
Pupil isokor, 3 mm/3 mm, RC +/+, RK +/+, Gerak bola mata bebas ke
segala arah, plikas nasolabialis simetris kiri dan kanan
Motorik 444 444 R.Fis ++ ++ R.pat - -
333 333 ++ ++ - -
22
Sensorik: Baik
Otonom: baik
A/ Sindrom Guillain Barre
P/
Dexamethason 4x10 mg (iv) tapp off
O/ KU Kes TD Nd Nf T
Sdg CMC 110/80 80 20 36,8
23
BAB IV
DISKUSI
Guillain Barre, diagnosis topik di radiks anterior dan posterior dan diagnosis
etiologi autoimun.
pada kedua tungkai dan lengan sejak 2 hari yang lalu. Kelemahan bersifat
ascendens dimana kelemahan dirasakan lebih dulu pada kedua tungkai kemudian
tangan dan kaki dirasakan lebih lemah dibandingkan lengan maupun tungkai.
24
Kelemahan didahului rasa baal dan kesemutan di ujung tangan dan kaki. Sebelum
medial 3 dan distal 3 dan tungkai kiri dari proksimal 4, medial 3 dan distal 3.
Kekuatan kedua lengan kanan dari proximal 4, media 3 dan distal 3 dan lengan
kiri dari proksimal 4, medial 3 dan distal 3 yang eutonus dan eutrofi. Sedangkan
untuk gangguan sensorik ditemukan pola stocking and gloves phenomenon (+)
dan otonom tidak ada kelainan pada pasien ini. Pada pasien ini direncanakan
dilakukan Lumbal Punksi untuk melihat adanya peningkatan jumlah protein yang
sesuai teori pada SGB terdapat disosiasi sitoalbuminik pada cairan serebrospinal.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
7. Harsono, 2011. Sindroma Gullian Barre. Dalam Buku Ajar Neurologi Klinis.
Jogjakarta: Gadjah Mada University Presss. 2011. Hal 307-310
8. Yuki N. GuillainBarre Syndrome. N Engl J Med 2012;366 :2294-304.
Diakses melalui http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1114525 pada
23 November 2016.
9. Doorn Pieter. Clinical features, pathogenesis, and treatment of Guillain-Barr
syndrome. 2008. Diakses melalui
https://www.med.unc.edu/pedclerk/schedules/clerkship-at-moses-
cone/readings-and-resources/clinical-problem-solving-conferences-
readings/14.%20Guillain-Barre%20syndrome.pdf pada 23 November 2016.
10. Nobuhiro Yuki, M.D., Ph.D., and Hans-Peter Hartung, M.D,2012 .Guillain
Barr Syndrome. The new engl and journal of medicine.
11. Michael T Andary, Robert H Meier III,2014. Sindrom Guillain Barre. Diakses
di http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview pada 23
November 2016
12. Hughes RA. Guillain-Barr syndrome. 2005. Diakses melalui
http://www.ahsjbx.com/uploads/1339588715.pdf pada 22 November 2016.
27