Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

SINDROM GUILLAIN BARRE

Oleh:
Ayu Azlina

1110312059

Preseptor :
dr. Syarif Indra, Sp. S
dr. Hendra Permana, Sp.S, M.Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Guillain-Barre (SGB) termasuk dalam kelainan neuropati yang di
tandai dengan kelemahan yang progresif dan reflex yang hilang atau menurun. 1
SGB adalah suatu penyakit autoimun yang mempengaruhi sistem saraf pusat
yang biasanya di picu oleh proses infeksi akut. 2 Pasien dengan sindrom guillain
barre (SGB) mengalami parestesi yang biasanya dimulai dari distal tubuh dan
simetris. Gangguan sensorik yang dialami diikuti dengan kelemahan anggota
gerak tubuh yang progresif.3 Paralisis dari tungkai dan lengan memperlihatkan
tanda-tanda LMN.4 Tidak ada penyembuhan untuk penyakit ini, tapi beberapa
terapi dapat meringankan gejala dan mengurangi durasi penyakit. 2
Insidensi Sindrom Guillan-Barre (SGB) yang dilaporkan adalah sekitar 1
2 per 100.000 populasi.3 Kejadian tahunan penderita SGB di Amerika Serikat
diperkirakan 1,65-1,79 per 100.000 orang. Laki-laki lebih sering terkena
penyakit ini dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3 : 2.1 Insiden SGB
di seluruh dunia dilaporkan 0,6-2,4 kasus per 100.000 per tahun. Bentuk klasik,
demielinasi polyradiculoneuropathy inflamasi akut ( AIDP ) adalah subtipe yang
paling sering di Eropa, yang menyumbang 90 % dari kasus SGB. 5 Data
epidemiologis mengenai Sindroma Guillain Barre di Indonesia belum
didapatkan.6

1.2 Batasan Masalah


2

Penulisan case report ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi,


klasifikasi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,
talaksana, dan prognosis sindroma guillain barre.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini antara lain sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian
neurologi RSUP. Dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas
2.

Andalas Padang
Menambah pengetahuan mengenai sindroma guillain barre.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan case report ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom Guillain Barre ini memiliki banyak sinonim, antara lain


polinuritis aku pasca infeksi, polineuritis akut toksik, polineuritis febril,
poliradikulopati dan acute ascending paralysis.6 Sindrom Guillain Barre adalah
suatu jenis poliradikuloneuropati yang progesif dan akut dengan gejala
kelemahan, parestesia dan hiporefleksia, yang biasanya terjadi setelah suatu febris
atau infeksi virus, bakteri. Penyakit ini digambarkan dengan kelumpuhan motorik
yang progesif dan berjalan asenden, disertai protein yang meninggi dan sel yang
normal (disosiasi sitoalbuminik) pada likuor serebrospinalis. 8,9
2.2 Epidemiologi
Insidensi Sindrom Guillan-Barre (SGB) yang dilaporkan adalah sekitar 1
2 per 100.000 populasi.3 Kejadian tahunan penderita SGB di Amerika Serikat
diperkirakan 1,65-1,79 per 100.000 orang. Laki-laki lebih sering terkena
penyakit ini dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3 : 2.1 Insiden SGB
di seluruh dunia dilaporkan 0,6-2,4 kasus per 100.000 per tahun. Bentuk klasik,
demielinasi polyradiculoneuropathy inflamasi akut ( AIDP ) adalah subtipe yang
paling sering di Eropa, yang menyumbang 90 % dari kasus SGB. 5 Data
epidemiologis mengenai Sindroma Guillain Barre di Indonesia belum
didapatkan.6
2.3 Etiologi
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Dulu sindrom ini diduga
disebabkan oleh infeksi virus. Tetapi akhir-akhir ini terungkap bahwa ternyata
virus bukan sebagai penyebab. Teori yang dianut sekarang berkembang bahwa

SGB ialah suatu kelainan imunobiologik baik secara primary immune rspone
maupun immune mediated processs.7
Sebanyak 2/3 dari kasus SGB berhubungan dengan infeksi akut
sebelumnya oleh beberapa spesies bakteri dan virus. Campylobacter jejuni,
cytomegalovirus, Epstein-Barr virus, Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus
influenza dan virus Varicella zoster telah ditemukan pada serum pasien setelah
onset SGB (anand 2010). Bakteri penyebab infeksi seperti Campylobacter jejuni,
mengekspresikan lipooligosakarida di dinding bakteri serupa dengan gangliosida.
Mimikri molekuler ini yang membuat Antibodi antigangliosida menyerang saraf.1
2.4 Klasifikasi
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan menurut AAFP 2013 sesuai yang
tertera pada tabel 2.1 berikut. 1

Tabel 2.1 Suptipe Sindrom Guillian Barre1

2.5 Patogenesis
SGB adalah penyakit yang dimediasi oleh imun yang terjadi setelah infeksi.
Mekanisme

imun

seluler

dan

humoral

mungkin

berperan

dalam

perkembangannya. Beberapa pasien mengalami penyakit infeksi dalam beberapa


minggu sebelum onset SGB. Beberapa agen infeksius yang teridentifikasi
mungkin mengaktifkan pembentukan antibodi melawan gangliosida spesifik dan
glycolipids, seperti GM1 dan GD1b, tersebar melalui myelin di sistem saraf
perifer. Kebayakan patogen yang diketahui menyebabkan SGB masuk ke dalam
tubuh melalui epitel mukosa dan usus. Respone imun bawaan menghasilkan
pengambilan patogen oleh antigen precenting cells yang immatur (APCs). Setelah
migrasi ke limfe nodi, APC yang matur dapat membentuk peptida di molekul
MHC kelas II dan mengaktivasi sel CD4 T yang mengenal antigen dari patogen
yang infeksius. Sel B dapat juga teraktifasi oleh sel TH2 yang baru teraktifasi. Hal
ini menghasilkan respone humoral yang di mediasi oleh sel terhadap patogen.2
6

Berikut ini adalah gambar 2.1 yang menjelaskan mengenai patogenesis


terjadinya Sindrom Guillain Barre.10

Gambar 2.1 : Imunopatogenesis Sindrom Guillan Barre 10


2.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinis berkembang dalam jam, hari, atau minggu. Kebanyakan


kasus mencapai tahap kelemahan terbesar dalam 2 minggu pertama setelah gejala
muncul, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80%
dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.3,9
Gambaran utama dari SGB adalah kelemahan progresif, relatif simetris
yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon (arefleksi atau hipofleksia) dan
didahului parestesi dengan atau tanpa keterlibatan otot pernapasan atau otot yang
dipersarafi nervi kranialis.7,9 Dalam kasus yang khas, gejala pertama adalah nyeri,
mati rasa, parestesia, atau kelemahan pada tungkai. 9 Saraf kranialis dapat dikenai.
Terlibatnya nervi kraniales dapat merupakan awal sindrom Guillain-Barre.
Kelemahan otot wajah terjadi pada 50% kasus, dan sering terjadi bilateral. Saraf
kranialis lainnya juga dapat terkena khususnya yang mengurus lidah, otot-otot
menelan, dan otot-otot motorik ekstra okular.7
Fungsi saraf otonom dapat pula terganggu, terjadinya takikardia, aritmia
jantung, hipotensi postural, hipertensi, atau gejala gangguan vasomotor dapat
melengkapi gejala dan tanda klinik sindrom ini.7

2.7 Diagnosis
Diagnosis dari SGB ditegakkan didasarkan pada temuan klinis dan temuan
CSS

serta

investigasi

laboratorium

termasuk

pemeriksan

darah

dan

elektromiografi.8
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National
Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), dan
bebrapa panel yaitu: 8,9

Gejala Utama :
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas
dengan atau tanpa disertai ataxia
2. Arefleks (atau penurunan refleks tendon)
Gejala Tambahan yang menguatkan diagnosis:
1.
2.
3.
4.

Progresifitas gejala berlangsung maksimal 4 minggu


Relative simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf cranial, khusunya pada kelumpuhan bilateral nervus

5.
6.
7.
8.

fasialis.
Disfungsi otonom
Nyeri
Konsentrasi protein yang tinggi dalam CSS
Gambaran khas pada elektodiagnostik

Gejala yang menimbulakn keraguan dalam diagnosis:


1.

2.

3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.

Disfungsi berat pulmonal dengan kelemahan anggota gerak yang


terjadi saat onset
Gejala sensori yang berat dengan kelemahan yang terbatas saat
onset
Disfungsi bladder dan bowel saat onset
Demam saat onset
Progresifitas yang lambat pada kelemahan anggota gerak tanpa
keterlibatan pernapasan.
Ditandai dengan kelemahan yang asimetris
Disfungsi blader dan bowel yang menetap
Peningkatan MN pada CSS (>50x 106/L)
Terdapat PMN pada CSS8,9

2.8.

Diagnosis Banding
SGB perlu dibedakan denga neuropati atau kelainan saraf lainnya, berikur

diagnosis banding dari SGB : 11


1. Poliomielitis

Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan


gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal
pada fase awal tidak normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.
2. Myositis Akut
Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal,
didapatkan kenaikan kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan
serebrospinal normal.
3. Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan
tidak bersifat ascending)
4. CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy)
didapatkan progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan
adanya kekambuhan kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada
perbaikan.
5. Posterior fossa structural lesion
2.9.

Tatalaksana
Belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan yang diberikan

masih simptomatik. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit
untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat
harus segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernapasan,
pengobatan,dan fisioterpi.
Di negara maju sekitar 5% pasien meninggal karena SGB dari komplikasi
medis seperti sepsis, terjadinya emboli paru, atau gagal jantung yang dikaitkan
dengan dysautonomia. Dengan demikian managemen yang baik diperlukan untuk
deteksi dini komplikasi tersebut.1
Penatalaksaan yang dapat dilakukan:
1. Imunoglobulin IV
IVIG dapat menetralisasi autoantibodi patologis dan

menekan

produksi autoantibodi tersebut.


2. Kortikosteroid

10

Banyak penelitian mengatakan penggunaan kortikosteroid tidak


mempunyai nilai atau tidak memberikan manfaat pada terapi SGB.
Oral steroid atau metilprednisolone intravena (500 mg/hr selama 5
hari berturut-turut) tidak memberikan manfaat yang besar.4 kombinasi
IVIG dan metilprednisolone intravena tidak memberikan hasil lebih
baik dibandingkan IVIG saja.1,9,12
Tabel : Management Sindroma Gullian Barre 1
1. Monitori disfungsi kardia dan pulmonal
- Elekrokardoigrafi, teknan darah, pulse oxymetri, kapasitas vital, dan
reflkes menelan harus dimonitor secara teratur pada pasien dengan
gejala berat dengan penegcekan setiap 2-4 jam jika penyakit
-

progressif dan setiap 6-12 jam jika stabil.


Penggunaan alat pacu jantung sementra,penggunaan ventilator
mekanis dan penempatan tabung nasogastrik harus dilakukan

berdasarkan hasil pemantauan.


2. Pencegahan emboli paru
- Sebagai profilaksis digunakan heparin subkutan dan stoking
kompresi direkomendasikan pada pasien dewasa yang tidak bisa
berjalan.
3. Immunoterapi
- Intravenous immunoglobulin atau plasma exchange harus diberikan
-

pada pasien yang tidak mampu berjalan.


Pasien dengan perburukan setelah perbaikan awal atau stabil.
Retreatment dengan immunoterapi dapat kembali digunakan. Namun
penggunaan plasma exchange pada pasien telah diterapi dengan
IVIG tidak dilakukan karena akan membersihkan imunoglobulin
yang masiih terdapat dalam darah. Begitu juga penggunaan IVIG
tidak sehrusnya diberikan pada menggunakan terapi plasma
exchange karena hasil nya tidak lebih signifikan dibandingkan
dengan penggunaan plasma exchange saja.

2.10

Prognosis

11

Prognosis akan lebih baik jika penderita berusia lebih muda, perjalanan
penyakit yang lebih lambat, selama perawatan tidak memerlukan bantuan alat
pernafasan, dan tidak terjadi kelumpuhan total. Sekitar 85% pasien dengan SGB
berhasil sembuh dengan penyembuhan fungsi dalam 6-12 bulan. Penyembuhan
maksimal dalam 18 bulan setelah onset, walaupun beberapa pasien memiliki
kelemahan yang menetap, arefleksia, dan parestesia. Sekitar 7-15% pasien
memiliki gejala neurologist sisa yang menetap termasuk bilateral footdrop. Otot
tangan instrinsik kebas, sensori ataxia, dan disestesia. Angka kematian <5% pada
pengobatan yang professional. Penyebab kematian biasanya berupa sindrom
distress pernafasan, sepsis, emboli paru, dan henti jantung.8,9

12

BAB 3
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Nn. F

Umur

: 18 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat

: padang

Pekerjaan

: Mahasiswi

Agama

: Islam

ANAMNESA
Seorang pasien perempuan usia 18 tahun masuk bangsal Neurologi RSUP Dr M
Djamil padang dengan:
Keluhan Utama :
Lemah pada keempat anggota gerak
Riwayat Penyakit Sekarang :
-

Lemah pada keempat anggota gerak sejak 2 hari yang lalu, terjadi perlahanlahan. Awalnya lemah mulai terasa dari ujung-ujung jari kaki kemudian
menjalar ke tungkai atas, lalu ke ujung-ujung jari kedua tangan hingga
pergelangan tangan. Keluhan dirasakan semakin berat sehingga pasien susah
untuk mengangkat kaki dan tangannya. Kelemahan dirasakan lebih berat di
ujung-ujung anggota gerak kaki dan tangan.

13

Rasa kebas pada kedua ujung kaki dan tangan dirasakan sejak 5 hari yang lalu
dengan pola yang sama dengan kelemahan anggota gerak.

Keluhan kelopak mata jatuh atau susah diangkat (-)

Keluhan sesak nafas atau susah bernafas (-)

Riwayat Penyakit Dahulu :


-

Pasien sebelumnya pernah demam 7 hari yang lalu, tidak tinggi dan tidak
menggigil.

Pasien belum pernah menderita kelemahan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien seorang mahasiswa dengan aktivitas fisik sedang.

PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis Cooperative GCS15 (E 4V 6M5)

Tekanan darah

: 120 / 80 mmHg

Frekuensi nadi

: 80x/menit, teratur

Frekuensi nafas

: 22x/menit

Suhu

: 37,50C

Tinggi Badan

: 166 cm

Berat Badan

: 60 kg

14

Status Internus
Kulit

: Tidak ada kelainan

Rambut

: Hitam, tidak mudah rontok

Kepala

: Tidak ditemukan kelainan

KGB

: Tidak ada pembesaran KGB

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga: Tidak ada kelainan


Hidung

: Tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tidak hiperemis


Mulut

: Karies tidak ada

Leher

: Jugular Venous Pressure 5-2 cmH2O

Thorax
Paru

Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan

Palpasi

: Fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi

: Sonor

Auskultasi

: Suara nafas vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung :
Inspeksi

: Iktus tidak terlihat

Palpasi

: Iktus teraba pada 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi

: Batas jantung kanan : linea sternalis dextra

Auskultasi

Batas jantung kiri

: 1 jari medial linea LMCS RIC V

Batas jantung atas

: Linea parasternalis RIC II

: Bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada

15

Abdomen :

Punggung :

Inspeksi

: Perut tidak membuncit

Palpasi

: Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

deformitas tidak ada, gibus tidak ada

Status Neurologikus :

Tanda rangsangan selaput otak


Kaku kuduk

:-

Brudzinsky II : -

Brudzinsky I :

Kernig

:-

Tanda peningkatan Tekanan Intra Kranial

Pupil isokor ukuran 3 mm/3mm, Cushing sign (-)


N. I (Olfaktorius)
Penciuman
Subjektif
Objektif (dengan bahan)

Kanan
Kiri
Baik
Baik
Tidak
dapat Tidak
dapat
dilakukan
dilakukan

N. II (Optikus)
Penglihatan
Tajam penglihatan

Kanan
Baik

Kiri
Baik

Lapangan pandang

Normal

Normal

Melihat warna
Funduskopi

Baik
Normal

Baik
Normal

N. III (Okulomotorius)
Bola mata
Ptosis
Gerakan bulbus

Kanan
Bulat
Bebas ke segala arah

Kiri
Bulat
Bebas ke segala arah

Strabismus

16

Nistagmus

Ekso/endotalmus

Pupil
Bentuk
Refleks cahaya
Refleks akomodasi
Refleks konvergensi

Isokor
+
+
+

Isokor
+
+
+

N. IV (Trochlearis)
Gerakan mata ke bawah
Sikap bulbus

Kanan
+
Ortho

Kiri
+
Ortho

Diplopia

Gerakan mata ke lateral


Sikap bulbus

Kanan
+
Ortho

Kiri
+
Ortho

Diplopia

Kanan

Kiri

+
+
+
+

+
+
+
+

+
+

+
+

N. VI (Abdusen)

N. V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea
- Sensibilitas
Divisi maksila
- Refleks masetter
- Sensibilitas
Divisi mandibula
- Sensibilitas
N. VII (Fasialis)
17

Raut wajah
Sekresi air mata
Fissura palpebra

Kanan
Simetris
+
+

Kiri
Simetris
+
+

Menggerakkan dahi
Menutup mata

+
+

+
+

Mencibir/ bersiul

Memperlihatkan gigi

Sensasi lidah 2/3 depan

N. VIII (Vestibularis)
Suara berbisik

Kanan
+

Kiri
+

Detik arloji

Rinne tes

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Weber tes

Tidak diperiksa

Schwabach tes
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal

Tidak diperiksa

Pengaruh posisi kepala

Kanan
+
+

Kiri
+
+

Kanan
Simetris
Simetris
+
Jelas
+
Regular

Kiri
Simetris
Simetris
+
Jelas
+
Regular

N. IX (Glossopharyngeus)
Sensasi lidah 1/3 belakang
Refleks muntah
N. X (Vagus)
Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi

18

N. XI (Asesorius)
Kanan
+
+
ke +

Menoleh ke kanan
Menoleh ke kiri
Mengangkat
bahu

kanan
Mengangkat bahu ke kiri

Kiri
+
+
+

N. XII (Hipoglosus)

1.

2.

Kedudukan lidah dalam


Kedudukan lidah dijulurkan
Tremor
Fasikulasi
Atropi
Pemeriksaan koordinasi

Kanan
Deviasi Deviasi -

Cara berjalan
Romberg tes
Ataksia

Normogait
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa

Normogait
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa

Rebound

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

phenomen
Test tumit lutut

Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan

Respirasi
Duduk
b. Berdiri
dan Gerakan spontan
berjalan
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
c. Ekstremitas
Superior

3.

Kiri
Deviasi Deviasi -

Spontan
Baik
Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Gerakan

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Kekuatan

444

444

333

333

Tropi

Eutrofi

Eutropi

Euttrofi

Eutropi

Tonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Eutonus

Pemeriksaan sensibilitas
19

Stocking and gloves phenomenon (+)


4.

Sistem refleks
a. Fisiologis
Kornea
Berbangkis
Laring
Masetter
Dinding perut
Atas
Tengah

Kanan
(+)

Kiri
(+)

Kanan

Kiri

Kanan
++
++
++
++

Kiri
++
++
++
++

Babinski
Chaddocks

Kanan
(-)
(-)

Kiri
(-)
(-)

Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus paha
Klonus kaki
Tungkai

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Biseps
Triseps
KPR
APR
Bulbokvernosus
Cremaster
Sfingter

Bawah

b.Patologis
Lengan
HoffmannTromner

5.
6.

(-)

(-)

Fungsi otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat

: unhibited bladder : baik


: baik

Fungsi luhur : Baik


Kesadaran
Reaksi bicara
Fungsi intelek
Reaksi emosi

Baik
Baik
Baik

Tanda Dementia
Reflek glabella
Reflek Snout
Reflek menghisap
Reflek memegang
Reflek
palmomental

Pemeriksaan Laboratorium
Hb

: 13,2 gr/dl

20

Ht

: 39%

Leukosit

: 9.720/mm3

Trombosit

: 317.000/mm3

Na/K/Cl

: 145/3,9/96 mmol/L

Klorida serum : 112 mmol/L


Kesan

: klorida meningkat

DIAGNOSA
Diagnosis Klinik

: Sindroma Guillain-Barre

Diagnosis Topik

: Radiks anterior dan posterior

Diagnosis Etiologi

: Autoimun

Diagnosis Sekunder : -

PENATALAKSANAAN
Umum :

IVFD Asering 12 jam/ kolf


Diet Makanan Biasa 1800 Kkal
Fisioterapi

Khusus:

Dexamethason 4x10 mg (iv) tapp off


Ranitidin 2x50 mg (iv)
Metylcobalamin 1x1 amp (iv)

RENCANA PEMERIKSAAN SELANJUTNYA


1. Lumbal Punksi
2. Elektromyografi (EMG)

21

PROGNOSIS
Quo Ad Sanam

: dubia at malam

Quo Ad Vitam

: dubia at malam

Quo Ad Functionam : dunia at malam

Follow Up
Selasa, 22 November 2016
S/ - Lemah keempat anggota gerak (+)
-

Kebas pada ujung kaki dan tangan (+)


Rasa panas dan nyeri pada telapak
Rasa panas dan nyeri pada telapak kaki sampai lutut, terparah di lutut

O/ KU
Kes TD
Sdg
CMC 110/70
SI: dalam batas normal
SN:

Nd
89

Nf
20

T
37,1

GCS: E4M6V5
TRM (-), peningkatan TIK (-)
Pupil isokor, 3 mm/3 mm, RC +/+, RK +/+, Gerak bola mata bebas ke

segala arah, plikas nasolabialis simetris kiri dan kanan


Motorik
444
444
R.Fis ++
++
R.pat 333
333
++
++
-

22

A/

Sensorik: Baik
Otonom: baik
Sindrom Guillain Barre

P/
Dexamethason 4x10 mg (iv) tapp off
Ranitidin 2x50 mg (iv)
Metylcobalamin 1x1 amp (iv)

Rabu, 23 November 2016


S/ - Lemah keempat anggota gerak (+)
-

Kebas pada ujung kaki dan tangan (+) berkurang


Rasa panas dan nyeri pada telapak kaki sampai lutut, terparah di lutut

O/ KU
Sdg

Kes TD
CMC 110/80

Nd
80

Nf
20

T
36,8

SI: dalam batas normal


SN:

A/

GCS: E4M6V5
TRM (-), peningkatan TIK (-)
Pupil isokor, 3 mm/3 mm, RC +/+, RK +/+, Gerak bola mata bebas ke
segala arah, plikas nasolabialis simetris kiri dan kanan
Motorik
444
444
R.Fis ++
++
R.pat 333
333
+
++
Sensorik: Baik
Otonom: baik

Sindrom Guillain Barre

P/
Dexamethason 4x10 mg (iv) tapp off
Ranitidin 2x50 mg (iv)
Metylcobalamin 1x1 amp (iv)

23

BAB IV
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berusia 18 tahun dirawat di


bangsal Saraf RSUP Dr.M.Djamil Padang dengan diagnosis klinik Sindroma
Guillain Barre, diagnosis topik di radiks anterior dan posterior dan diagnosis
etiologi autoimun.
Diagnosis Sindroma Guillain Barre ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis diketahui pasien merasakan kelemahan
pada kedua tungkai dan lengan sejak 2 hari yang lalu. Kelemahan bersifat
ascendens dimana kelemahan dirasakan lebih dulu pada kedua tungkai kemudian
dalam 48 jam berikutnya kelemahan dirasakan di kedua lengan. Bagian ujung
tangan dan kaki dirasakan lebih lemah dibandingkan lengan maupun tungkai.

24

Kelemahan didahului rasa baal dan kesemutan di ujung tangan dan kaki. Sebelum
kelemahan terjadi, pasien mengalami demam 7 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kekuatan tungkai kanan proksimal 4,
medial 3 dan distal 3 dan tungkai kiri dari proksimal 4, medial 3 dan distal 3.
Kekuatan kedua lengan kanan dari proximal 4, media 3 dan distal 3 dan lengan
kiri dari proksimal 4, medial 3 dan distal 3 yang eutonus dan eutrofi. Sedangkan
untuk gangguan sensorik ditemukan pola stocking and gloves phenomenon (+)
dan otonom tidak ada kelainan pada pasien ini. Pada pasien ini direncanakan
dilakukan Lumbal Punksi untuk melihat adanya peningkatan jumlah protein yang
sesuai teori pada SGB terdapat disosiasi sitoalbuminik pada cairan serebrospinal.
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah fisioterapi untuk
memperbaiki activities daily living (ADL). Penatalaksanaan secara khusus adalah
dengan pemberian kortikosteroid untuk mendapatkan efek anti inflamasi pada
mielin. Kemudian pemberian AH-2 bloker untuk mengurangi efek samping
gastrointestinal

pada

pemberian

kortikosteroid.

Obat

berikutnya

adalah

neurotropik untuk nutrisi dan pertumbuhan jaringan saraf seperti mecobalamin.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Anne D. Walling Gretchen Dickson .Guillain-Barr Syndrome. University of


Kansas School of Medicine, Wichita, Kansas 2013 American Academy of
Family Physicians http://www.aafp.org/afp/2013/0201/p191.pdf
2. Pithadia Anand B, Kakadia Nimisha. Review Guillain Barre syndrome
(GBS). Pharmakological reports 2010; 62: 220-32. Diakses melalui
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20508277 pada 24 November 2016.
3. Ted M. Burns, M.D ,2008. Guillain-Barre Syndrome. Semin
Neurol;28(2):152-167) www.thieme.com
4. Mahar Marjdono, Priguna Sidharta, 2010. Neurologi klinis dasar. Jakarta :
Dian Rakyat
5. Gonzlez-Surez, Irene Sanz-Gallego, Francisco Javier Rodrguez de Rivera
and Javier Arpa, 2013. Guillain-Barr Syndrome: Natural history and
prognostic factors: a retrospective review of 106 cases. Gonzlez-Surez et al.
BMC Neurology 2013, 13:95
6. Clinical Manifestation And Laboratories Guillain Barre Syndrome Patiens In
Children

Care

Unit

Dr. Saiful Anwar

Hospital

Malang.

Masdar

Muid.Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak FK. Unibraw / RSU dr. Saiful Anwar
Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXI, No.2, Agustus 2005.

26

7. Harsono, 2011. Sindroma Gullian Barre. Dalam Buku Ajar Neurologi Klinis.
Jogjakarta: Gadjah Mada University Presss. 2011. Hal 307-310
8. Yuki N. GuillainBarre Syndrome. N Engl J Med 2012;366 :2294-304.
Diakses melalui http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1114525 pada
23 November 2016.
9. Doorn Pieter. Clinical features, pathogenesis, and treatment of Guillain-Barr
syndrome.

2008.

Diakses

melalui

https://www.med.unc.edu/pedclerk/schedules/clerkship-at-mosescone/readings-and-resources/clinical-problem-solving-conferencesreadings/14.%20Guillain-Barre%20syndrome.pdf pada 23 November 2016.


10. Nobuhiro Yuki, M.D., Ph.D., and Hans-Peter Hartung, M.D,2012 .Guillain
Barr Syndrome. The new engl and journal of medicine.
11. Michael T Andary, Robert H Meier III,2014. Sindrom Guillain Barre. Diakses
di

http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview

November 2016
12. Hughes RA. Guillain-Barr

syndrome.

2005.

pada

Diakses

23

melalui

http://www.ahsjbx.com/uploads/1339588715.pdf pada 22 November 2016.

27

Anda mungkin juga menyukai