Oleh:
Ayu Azlina
1110312059
Preseptor :
dr. Syarif Indra, Sp. S
dr. Hendra Permana, Sp.S, M.Biomed
BAB 1
PENDAHULUAN
Andalas Padang
Menambah pengetahuan mengenai sindroma guillain barre.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
SGB ialah suatu kelainan imunobiologik baik secara primary immune rspone
maupun immune mediated processs.7
Sebanyak 2/3 dari kasus SGB berhubungan dengan infeksi akut
sebelumnya oleh beberapa spesies bakteri dan virus. Campylobacter jejuni,
cytomegalovirus, Epstein-Barr virus, Mycoplasma pneumoniae, Haemophilus
influenza dan virus Varicella zoster telah ditemukan pada serum pasien setelah
onset SGB (anand 2010). Bakteri penyebab infeksi seperti Campylobacter jejuni,
mengekspresikan lipooligosakarida di dinding bakteri serupa dengan gangliosida.
Mimikri molekuler ini yang membuat Antibodi antigangliosida menyerang saraf.1
2.4 Klasifikasi
Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan menurut AAFP 2013 sesuai yang
tertera pada tabel 2.1 berikut. 1
2.5 Patogenesis
SGB adalah penyakit yang dimediasi oleh imun yang terjadi setelah infeksi.
Mekanisme
imun
seluler
dan
humoral
mungkin
berperan
dalam
2.7 Diagnosis
Diagnosis dari SGB ditegakkan didasarkan pada temuan klinis dan temuan
CSS
serta
investigasi
laboratorium
termasuk
pemeriksan
darah
dan
elektromiografi.8
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National
Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), dan
bebrapa panel yaitu: 8,9
Gejala Utama :
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas
dengan atau tanpa disertai ataxia
2. Arefleks (atau penurunan refleks tendon)
Gejala Tambahan yang menguatkan diagnosis:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
fasialis.
Disfungsi otonom
Nyeri
Konsentrasi protein yang tinggi dalam CSS
Gambaran khas pada elektodiagnostik
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
2.8.
Diagnosis Banding
SGB perlu dibedakan denga neuropati atau kelainan saraf lainnya, berikur
Tatalaksana
Belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan yang diberikan
masih simptomatik. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit
untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat
harus segera di rawat di rumah sakit untuk mendapatkan bantuan pernapasan,
pengobatan,dan fisioterpi.
Di negara maju sekitar 5% pasien meninggal karena SGB dari komplikasi
medis seperti sepsis, terjadinya emboli paru, atau gagal jantung yang dikaitkan
dengan dysautonomia. Dengan demikian managemen yang baik diperlukan untuk
deteksi dini komplikasi tersebut.1
Penatalaksaan yang dapat dilakukan:
1. Imunoglobulin IV
IVIG dapat menetralisasi autoantibodi patologis dan
menekan
10
2.10
Prognosis
11
Prognosis akan lebih baik jika penderita berusia lebih muda, perjalanan
penyakit yang lebih lambat, selama perawatan tidak memerlukan bantuan alat
pernafasan, dan tidak terjadi kelumpuhan total. Sekitar 85% pasien dengan SGB
berhasil sembuh dengan penyembuhan fungsi dalam 6-12 bulan. Penyembuhan
maksimal dalam 18 bulan setelah onset, walaupun beberapa pasien memiliki
kelemahan yang menetap, arefleksia, dan parestesia. Sekitar 7-15% pasien
memiliki gejala neurologist sisa yang menetap termasuk bilateral footdrop. Otot
tangan instrinsik kebas, sensori ataxia, dan disestesia. Angka kematian <5% pada
pengobatan yang professional. Penyebab kematian biasanya berupa sindrom
distress pernafasan, sepsis, emboli paru, dan henti jantung.8,9
12
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. F
Umur
: 18 tahun
: padang
Pekerjaan
: Mahasiswi
Agama
: Islam
ANAMNESA
Seorang pasien perempuan usia 18 tahun masuk bangsal Neurologi RSUP Dr M
Djamil padang dengan:
Keluhan Utama :
Lemah pada keempat anggota gerak
Riwayat Penyakit Sekarang :
-
Lemah pada keempat anggota gerak sejak 2 hari yang lalu, terjadi perlahanlahan. Awalnya lemah mulai terasa dari ujung-ujung jari kaki kemudian
menjalar ke tungkai atas, lalu ke ujung-ujung jari kedua tangan hingga
pergelangan tangan. Keluhan dirasakan semakin berat sehingga pasien susah
untuk mengangkat kaki dan tangannya. Kelemahan dirasakan lebih berat di
ujung-ujung anggota gerak kaki dan tangan.
13
Rasa kebas pada kedua ujung kaki dan tangan dirasakan sejak 5 hari yang lalu
dengan pola yang sama dengan kelemahan anggota gerak.
Pasien sebelumnya pernah demam 7 hari yang lalu, tidak tinggi dan tidak
menggigil.
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan darah
: 120 / 80 mmHg
Frekuensi nadi
: 80x/menit, teratur
Frekuensi nafas
: 22x/menit
Suhu
: 37,50C
Tinggi Badan
: 166 cm
Berat Badan
: 60 kg
14
Status Internus
Kulit
Rambut
Kepala
KGB
Mata
Leher
Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
15
Abdomen :
Punggung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Status Neurologikus :
:-
Brudzinsky II : -
Brudzinsky I :
Kernig
:-
Kanan
Kiri
Baik
Baik
Tidak
dapat Tidak
dapat
dilakukan
dilakukan
N. II (Optikus)
Penglihatan
Tajam penglihatan
Kanan
Baik
Kiri
Baik
Lapangan pandang
Normal
Normal
Melihat warna
Funduskopi
Baik
Normal
Baik
Normal
N. III (Okulomotorius)
Bola mata
Ptosis
Gerakan bulbus
Kanan
Bulat
Bebas ke segala arah
Kiri
Bulat
Bebas ke segala arah
Strabismus
16
Nistagmus
Ekso/endotalmus
Pupil
Bentuk
Refleks cahaya
Refleks akomodasi
Refleks konvergensi
Isokor
+
+
+
Isokor
+
+
+
N. IV (Trochlearis)
Gerakan mata ke bawah
Sikap bulbus
Kanan
+
Ortho
Kiri
+
Ortho
Diplopia
Kanan
+
Ortho
Kiri
+
Ortho
Diplopia
Kanan
Kiri
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
N. VI (Abdusen)
N. V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut
Menggerakkan rahang
Menggigit
Mengunyah
Sensorik
Divisi oftalmika
- Refleks kornea
- Sensibilitas
Divisi maksila
- Refleks masetter
- Sensibilitas
Divisi mandibula
- Sensibilitas
N. VII (Fasialis)
17
Raut wajah
Sekresi air mata
Fissura palpebra
Kanan
Simetris
+
+
Kiri
Simetris
+
+
Menggerakkan dahi
Menutup mata
+
+
+
+
Mencibir/ bersiul
Memperlihatkan gigi
N. VIII (Vestibularis)
Suara berbisik
Kanan
+
Kiri
+
Detik arloji
Rinne tes
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Weber tes
Tidak diperiksa
Schwabach tes
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Tidak diperiksa
Kanan
+
+
Kiri
+
+
Kanan
Simetris
Simetris
+
Jelas
+
Regular
Kiri
Simetris
Simetris
+
Jelas
+
Regular
N. IX (Glossopharyngeus)
Sensasi lidah 1/3 belakang
Refleks muntah
N. X (Vagus)
Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi
18
N. XI (Asesorius)
Kanan
+
+
ke +
Menoleh ke kanan
Menoleh ke kiri
Mengangkat
bahu
kanan
Mengangkat bahu ke kiri
Kiri
+
+
+
N. XII (Hipoglosus)
1.
2.
Kanan
Deviasi Deviasi -
Cara berjalan
Romberg tes
Ataksia
Normogait
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Normogait
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Rebound
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
phenomen
Test tumit lutut
Tidak diperiksa
Tidak diperiksa
Respirasi
Duduk
b. Berdiri
dan Gerakan spontan
berjalan
Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea
c. Ekstremitas
Superior
3.
Kiri
Deviasi Deviasi -
Spontan
Baik
Inferior
Kanan
Kiri
Kanan
Kiri
Gerakan
Aktif
Aktif
Aktif
Aktif
Kekuatan
444
444
333
333
Tropi
Eutrofi
Eutropi
Euttrofi
Eutropi
Tonus
Eutonus
Eutonus
Eutonus
Eutonus
Pemeriksaan sensibilitas
19
Sistem refleks
a. Fisiologis
Kornea
Berbangkis
Laring
Masetter
Dinding perut
Atas
Tengah
Kanan
(+)
Kiri
(+)
Kanan
Kiri
Kanan
++
++
++
++
Kiri
++
++
++
++
Babinski
Chaddocks
Kanan
(-)
(-)
Kiri
(-)
(-)
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus paha
Klonus kaki
Tungkai
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Biseps
Triseps
KPR
APR
Bulbokvernosus
Cremaster
Sfingter
Bawah
b.Patologis
Lengan
HoffmannTromner
5.
6.
(-)
(-)
Fungsi otonom
Miksi
Defekasi
Sekresi keringat
Baik
Baik
Baik
Tanda Dementia
Reflek glabella
Reflek Snout
Reflek menghisap
Reflek memegang
Reflek
palmomental
Pemeriksaan Laboratorium
Hb
: 13,2 gr/dl
20
Ht
: 39%
Leukosit
: 9.720/mm3
Trombosit
: 317.000/mm3
Na/K/Cl
: 145/3,9/96 mmol/L
: klorida meningkat
DIAGNOSA
Diagnosis Klinik
: Sindroma Guillain-Barre
Diagnosis Topik
Diagnosis Etiologi
: Autoimun
Diagnosis Sekunder : -
PENATALAKSANAAN
Umum :
Khusus:
21
PROGNOSIS
Quo Ad Sanam
: dubia at malam
Quo Ad Vitam
: dubia at malam
Follow Up
Selasa, 22 November 2016
S/ - Lemah keempat anggota gerak (+)
-
O/ KU
Kes TD
Sdg
CMC 110/70
SI: dalam batas normal
SN:
Nd
89
Nf
20
T
37,1
GCS: E4M6V5
TRM (-), peningkatan TIK (-)
Pupil isokor, 3 mm/3 mm, RC +/+, RK +/+, Gerak bola mata bebas ke
22
A/
Sensorik: Baik
Otonom: baik
Sindrom Guillain Barre
P/
Dexamethason 4x10 mg (iv) tapp off
Ranitidin 2x50 mg (iv)
Metylcobalamin 1x1 amp (iv)
O/ KU
Sdg
Kes TD
CMC 110/80
Nd
80
Nf
20
T
36,8
A/
GCS: E4M6V5
TRM (-), peningkatan TIK (-)
Pupil isokor, 3 mm/3 mm, RC +/+, RK +/+, Gerak bola mata bebas ke
segala arah, plikas nasolabialis simetris kiri dan kanan
Motorik
444
444
R.Fis ++
++
R.pat 333
333
+
++
Sensorik: Baik
Otonom: baik
P/
Dexamethason 4x10 mg (iv) tapp off
Ranitidin 2x50 mg (iv)
Metylcobalamin 1x1 amp (iv)
23
BAB IV
DISKUSI
24
Kelemahan didahului rasa baal dan kesemutan di ujung tangan dan kaki. Sebelum
kelemahan terjadi, pasien mengalami demam 7 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kekuatan tungkai kanan proksimal 4,
medial 3 dan distal 3 dan tungkai kiri dari proksimal 4, medial 3 dan distal 3.
Kekuatan kedua lengan kanan dari proximal 4, media 3 dan distal 3 dan lengan
kiri dari proksimal 4, medial 3 dan distal 3 yang eutonus dan eutrofi. Sedangkan
untuk gangguan sensorik ditemukan pola stocking and gloves phenomenon (+)
dan otonom tidak ada kelainan pada pasien ini. Pada pasien ini direncanakan
dilakukan Lumbal Punksi untuk melihat adanya peningkatan jumlah protein yang
sesuai teori pada SGB terdapat disosiasi sitoalbuminik pada cairan serebrospinal.
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah fisioterapi untuk
memperbaiki activities daily living (ADL). Penatalaksanaan secara khusus adalah
dengan pemberian kortikosteroid untuk mendapatkan efek anti inflamasi pada
mielin. Kemudian pemberian AH-2 bloker untuk mengurangi efek samping
gastrointestinal
pada
pemberian
kortikosteroid.
Obat
berikutnya
adalah
25
DAFTAR PUSTAKA
Care
Unit
Hospital
Malang.
Masdar
Muid.Lab/SMF. Ilmu Kesehatan Anak FK. Unibraw / RSU dr. Saiful Anwar
Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXI, No.2, Agustus 2005.
26
7. Harsono, 2011. Sindroma Gullian Barre. Dalam Buku Ajar Neurologi Klinis.
Jogjakarta: Gadjah Mada University Presss. 2011. Hal 307-310
8. Yuki N. GuillainBarre Syndrome. N Engl J Med 2012;366 :2294-304.
Diakses melalui http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1114525 pada
23 November 2016.
9. Doorn Pieter. Clinical features, pathogenesis, and treatment of Guillain-Barr
syndrome.
2008.
Diakses
melalui
http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview
November 2016
12. Hughes RA. Guillain-Barr
syndrome.
2005.
pada
Diakses
23
melalui
27