Anda di halaman 1dari 18

Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

REFERAT

Guillain Barre syndrome

Pembimbing :

dr. Dyah Nuraini, Sp. S

Penyusun :

Esterlita Dessy Djuliana


406162112

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD KRMT WONGSONEGORO
PERIODE 9 JULI 2018 – 12 AGUSTUS 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA

HALAMAN PENGESAHAN

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 1
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

Nama / NIM : Esterlita Dessy Djuliana (406171056)


Universitas : Universitas Tarumanagara Jakarta
Fakultas : Kedokteran
Tingkat : Program Studi Profesi Dokter
Diajukan : Juli 2018
Bagian : Ilmu Penyakit Saraf
Judul : Guillain Barre Syndrome

Bagian Ilmu Penyakti Saraf


RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui,

Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf Pembimbing

dr. Dyah Nuraini, Sp. S dr. Dyah Nuraini, Sp. S

BAB I
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 2
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

PENDAHULUAN

Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai
adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. ( Bosch, 1998 ).
Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi
paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat
terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis
ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit
akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur.
Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. SGB
sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum
gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.
Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh
gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala
pertama kali timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun.
Tiga persen pasien dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun
setelah onset pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu
IV maka termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP).
Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan
perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.
Belum diketahui angka kejadian penyakit ini di Indonesia. Insidens Sindrom ini
termasuk jarang kira-kira 1 orang dalam 100.000. SGB jarang terjadi pada anak-anak,
khususnya selama 2 tahun pertama kehidupan dan setelah umur tersebut frekuensinya
cenderung meningkat. Frekuensi puncak pada usia dewasa muda. SGB tampil sebagai salah
satu penyebab kelumpuhan yang utama di negara maju atau berkembang seperti Indonesia.

BAB II

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 3
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH
Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali
menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan
oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi akut.
Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas
berupa peninggian protein cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel.
Keadaan ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh
Draganescu dan Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk
menegakkan diagnosa SGB selain berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan CSS, juga adanya
kelainan pada pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat
perlambatan kecepatan hantar saraf pada EMG.

2.2 DEFINISI
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengankarekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnyaprogresif. Kelainan ini
kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB
merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3
minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
 SGB merupakan Polineuropati pasca infeksi yang menyebabkan terjadinya demielinisasi
saraf motorik kadang juga mengenai saraf sensorik.
 SGB adalah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut,
mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi

SGB mempunyai banyak sinonim, antara lain :


 Polineuritis akut pasca infeksi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 4
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

 Polineuritis akut toksik


 Polineuritis febril
 Poliradikulopati,dan
 Acute Ascending Paralysis

2.3 EPIDEMIOLOGI
Sepuluh studi melaporkan kejadian pada anak-anak (0-15tahun), dan menemukan
kejadian tahunan menjadi antara 0,34, dan 1.34/100 000. Kebanyakan penelitian menyelidiki
populasi di Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan angka kejadian serupa tahunan , yaitu
antara 0,84 dan 1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih
sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1
untuk semua usia. Penurunan insiden selama waktu antara tahun 1980-an dan 1990-an
ditemukan. Sampai dengan70% dari kasus Sindroma Guillain Barre disebabkan oleh infeksi
anteseden. Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling
umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus. Kondisi ini terjadi
pada semua umur, meskipun jarang pada masa bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan
adalah, masing masing 2 bulan dan 95 tahun. Usia rata onset adalah sekitar 40 tahun,
dengan kemungkinan dominasi laki-laki.

Sindroma Guillain Barre adalah penyebab paling umum dari acute flaccid paralysis
pada anak - anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering didapatkan di daerah Jepang
dan Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas,
sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruh 10% sampai 20% pasien dengan Sindroma
Guillain Barre .

2.4 KLASIFIKASI
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C
jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan
motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.

2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 5
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik
dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris.
AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati
motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik.
Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.

3. Miller Fisher Syndrome


Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma
ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada
batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena.
Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan

4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)


CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan
kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.

5. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari
sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural,
retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salvias dan lakrimasi dan
abnormalitas dari pupil.

6. Ensefalitis batang otak Bickerstaff (BBE)


Ditandai oleh onset akut oftalmoplegia , ataksia, gangguan kesadaran ,hiperrefelksia
atau refleks babinski. Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan
relaps. Lesi luas dan irregular terutama pada batang otak seperti pons, midbrain, dan medulla
spinalis. Meskipun gejalanya berat namun prognosis BBE cukup baik.

2.5 ETIOLOGI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 6
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan merupakan
penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini merupakan proses
autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau
bakteri seperti dibawah ini :
 Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,
Human Immunodefficiency Virus (HIV).
 Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
 Pascah pembedahan dan Vaksinasi.
 50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.

Myelinated nerve Damaged (demyelinated) nerve


in healthy individual in individual
with Guillain-Barré syndrome

Myelin sheath

Damage to
myelin sheath
(demyelination)

Nerve axon

Tabel 1. Jenis-Jenis Infeksi yang Sering menjadi Penyebab SGB

Infeksi Definite Probable Possible

Virus CMV HIV Influenza

EBV Varicella – Zooster Measles

Vaccinia/ smallpox Rubella

Hepatitis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 7
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

Coxsackie

Bakteri Campylobacter jejuni Typhoid Borrella B

Mycoplasma Paratyphoid
pneumonia
Brucellosis

Chlamydia

Legionella

Listeria

2.6 PATOLOGI
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi.
Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema
yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas
selubung mielin pada hari kelima, terlihat beberapa limfosit pada hari kesembilan dan
makrofag pada hari kesebelas, poliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada
mielin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari
keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan mielin disebabkan
makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung mielin dari sel schwan
dan akson.

2.7 PATOGENESIS
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini
adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan
mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity)
terhadap agen infeksius pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh
darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 8
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan
imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Pada SGB, gangliosid
merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi
terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini
menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga
sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari
adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia.
Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung
protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh
Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada
akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk
merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi
imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf
perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses
demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 9
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 10
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

2.8 GEJALA KLINIS


1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara
natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-
otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot
pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin
ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu.
Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan
ventilasi.

2. Keterlibatan saraf kranial


Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-
VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai
berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia,
Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya
muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik
karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.

3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau
perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia
umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya
tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran,
proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.

4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan
nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah
dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan
dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 11
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi
shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas.
Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya
yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri
visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf,
ulkus dekubitus).

5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup
sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi
ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan
dismotilitas usus dapat ditemukan.

6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau
orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat
aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang
memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa
waktu selama perjalanan penyakit mereka.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP
serial;
- jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS
setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi saraf
bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf
RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 12
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

1. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g/dl ) tanpa
diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961) disebut sebagai disosiasi
albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak
memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu
pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan
jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic dissociation).

2. Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada
minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga
mulai menunjukkan adanya perbaikan.

3. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira pada
hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina
yang bertambah besar.

2.10 TERAPI
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama
secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati
komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada
stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital.
Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan
bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan yang dapat
dilakukan adalah :

1. Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB. Pengobatan
lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan tindakan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 13
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator) bila vital capacity turun dibawah
50%.

2. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.
Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah
penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan
meningkatkan kekuatan otot.

3. Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.

a. Plasma exchange therapy (PE)


Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang
baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih
sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan
PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per
exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali
exchange.

b. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi
autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. Pengobatan
dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena
efek samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah
gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 14
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

c. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2.11 DIAGNOSIS BANDING


 Poliomielitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan gangguan
sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada fase awal tidak
normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.
 Myositis Akut
Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan kenaikan
kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.
 Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan tidak bersifat
ascending)
 CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan
progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan
kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.
 Rabies ada demam dan gangguan sensoris biasanya unilateral. Otot kaki lemas tetapi
asimetris. Refleks pada tangan normal. Paresis bulbar tipe spasme, asimetris dan terjadi
hydrophobia. Sering terjadi gangguan pernafasan dengan tipe pernafasan periodic,
irregular. Pada LCS ditemukan pleositosis

2.12 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke
dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam,
paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi.

2.13 PROGNOSIS
Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil
penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh
sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural
(25-36%). Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 15
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

BAB III
KESIMPULAN

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 16
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengankarekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnyaprogresif. Kelainan ini
kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB
merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3
minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi
paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat
terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis
ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit
akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.
Gejala klinis SGB berupa kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan sensorik, nyeri,
perubahan otonom, gangguan pernafasan. Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik
untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah
mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki
prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di
rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi
Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan LCS, EMG
dan MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian adalah gagal nafas dan aritmia.

DAFTAR PUSTAKA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 17
Referat Sindrom Guillain-Barre Esterlita D Djuliana (406171056)

1. Guillain-Barré Syndrome. Available


from:http://www.medicinenet.com/guillainbarre_syndrome/article.htm.

2. Overview of Guillain-Barre Syndrome. http:// www.mayoclinic.com /health/guillain-barre-


syndrome /DS00413/ DSECTION.

3. Munandar A. Laporan Kasus Sindroma Guillan-Barre dan Tifus abdominalis.Unit


Neurologi RS Husada Jakarta. Available from : URL :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14SindormGuillainBarre93.pdf/14SindromGuillainB
arre93.html.

4. Newswanger Dana L., Warren Charles R., Guillain-Barre Syndrome,


http://www.americanfamilyphysician.com.

5. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. FK USU Bagian Bedah. Available from : URL :


http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi46.pdf.

6. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi Klinis Dasar,


Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf


RSUD KRMT Wongsonegoro Semarang
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 9 Juli – 12 Agustus 2018 18

Anda mungkin juga menyukai