Pneumothoraks
Oleh :
dr. Giovandi Sauky
Preseptor:
1. dr. I Made Sumariana Sp.B
2. dr. Swastika Kepakisan Sp.B
Pembimbing:
1. dr. Siti Suwarni
2. dr. Rini Fathiyatu Rochimin
1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura, yaitu rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan
lanjut menjadi primer (PSP) dan sekunder (SSP). Pneumotoraks traumatik dapat
terjadi akibat trauma tumpul atau cedera tembus pada dinding dada. Selain itu,
intervensi paru, penggunaan ventilasi mekanis atau trauma toraks dapat mencetuskan
pneumotoraks spontan.(3)
Pneumotoraks ditandai dengan dispnea dan nyeri dada yang berasal dari paru-
paru maupun dinding dada yang disebabkan oleh adanya udara pada rongga pleura
1.2 Epidemiologi
Angka kejadian pneumotoraks pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan
7,4/100.000 per tahun dan 1,2/100.000 per tahun pada perempuan. Insiden PSS
penelitian yang dilakukan oleh Myers, penyakit penyebab PSS yang paling sering
hasil 218 pasien PSP, 505 pasien PSS, 403 pneumotoraks traumatik, dan 73
2
pneumotoraks iatrogenik. Untuk letak lesi pneumotoraks, lesi kanan lebih banyak
ditemukan dibandingkan lesi kiri, namun penelitian oleh Sadikot menunjukkan hal
1.3 Klasifikasi
spontan dibagi lagi menjadi primer (PSP) dan sekunder (PSS). Pneumotoraks
traumatik dapat terjadi akibat trauma tumpul atau cedera tembus pada dinding dada.
Selain itu, pneumotoraks traumatik juga bisa disebabkan oleh cedera iatrogenik. (1,2)
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Pneumotoraks ini
sering kali terjadi pada laki-laki dewasa dengan bentuk tubuh astenik, tinggi, dan
kurus. Perbandingan kejadian PSP pada laki-laki dengan perempuan yaitu 6:1.
Timbul akibat ruptur bula kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian
puncak paru. Faktor resiko PSP meningkat pada perokok, yaitu resiko 100 kali
lebih tinggi pada perokok berat dibandingkan pada bukan perokok. Sebuah
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering pada pasien
dengan penyakit paru kronis (seperti PPOK, asma bronkial, fibrosis kistik), pada
3
penyakit infeksi pernapasan (seperti tuberkulosis, pneumokistis carini, abses paru),
sebagai penyebab tersering PSS diduga karena adanya degradasi serat elastis pleura
visceral pada PPOK. Insiden PSS tidak jauh berbeda dengan PSP, hanya saja lebih
trauma, baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul, yang menyebabkan robeknya
(2,4)
pleura, dinding dada maupun paru . Pada trauma non-penetrasi pneumotoraks
dapat terjadi jika pleura visceral robek akibat fraktur iga atau dislokasi. Kompresi
dada mendadak akan meningkatkan tekanan alveolar secara tiba-tiba, yang dapat
biopsi transbronkial (10%), biopsi pleural (8%), positive pressure ventilation (PPV)
yaitu:
akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut,
yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
4
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada
permukaan paru.(4)
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax). Pada tipe ini, pleura dalam keadaan
tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan
dengan dunia luar.Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun
lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.
Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga
pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
hubungan antara rongga pleura dengan dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan atmosfer, menyebabkan
terhambatnya pengembangan paru dan ventilasi alveolus. Luka terbuka pada dinding
intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di
pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga
pleura namun pada saat ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.
Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
tekanan atmosfer, dan menyebabkan paru pada sisi yang terluka menjadi kolaps, dan
5
terjadinya hipoventilasi, penurunan venous return ke jantung, syok ostruktif dan gagal
napas (2).
1.4 Etiologi
umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman
6
1.5 Patofisiologi
pleura parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi
sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif.
Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi
terdiri dari 2 tahap: fase inspirasi dan fase eksprasi. Pada fase inspirasi tekanan
intrapleura: -9 s/d -12 cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: -3
s/d -6 cmH2O. Pneumotorak adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara
pada cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk.
yang hampir sama. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus
dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah
tersebut pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum
intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan,
paru-paru kolaps, udara inspirasi ini bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan
intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura
akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal
kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal
flutter (2,4).
shock dikenal dengan pneumotoraks simpel. Berkumpulnya udara pada cavum pleura
7
dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed
pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara
maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya
bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi
menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru
dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena
cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat
timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini
kecilnya lesi pneumothoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa
pasien menunjukkan keadaan asimptomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada
Gejala utama adalah adanya rasa sakit yang tiba-tiba, umumnya bersifat akut,
terlokalisasi pada sisi yang terkena serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan
pada 80-95% kasus. Gejala ini akan nampak jelas pada saat penderita melakukan
aktivitas berat. Namun rasa sakit tidak selalu timbul, dapat menghebat atau menetap
bila telah terjadi perlengketan antara pleura parietalis dan visceralis. Pada tekanan
kuat pneumothoraks suatu saat perlengketan ini dapat sobek sehingga terjadi
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital pasien umumnya normal, namun beberapa
pasien dapat timbul takikardia. Pada inspeksi akan didapatkan sisi dada yang terkena
akan tampak lebih besar dan kurang bergerak saat bernapas. Akan ditemukan pula
8
penurunan taktil fremitus dan vokal fremitus, perkusi yang hiperresonans, serta suara
napas tidak ada atau berkurang pada sisi yang terkena. (2,4,5)
dengan ventilasi mekanik. Secara tipikal pasien biasanya akan mengalami sudden
respiratory distress dan agitasi. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan takikardia
1.7 Diagnosis
dilakukan foto dada tegak dengan posisi PA (Posteroanterior) karena dengan posisi
semi supine dan AP tidak selalu tampak pada kedua thoraks yang mana sensitivitas
Bila penderita tidak dapat tegak dilakukan foto dengan posisi lateral dekubits dengan
9
Pada pasien yang diagnosisnya belum dapat ditegakkan, pemeriksaan CT-scan
dada mungkin diperlukan karena pemeriksaan CT-scan lebih sensitif daripada foto
toraks pada pneumotoraks yang kecil walaupun gejala klinisnya masih belum jelas,
menambah biaya. Oleh karena itu dalam satu dekade terakhir ultrasonografi (USG)
toraks hadir sebagai modalitas radiologi yang lebih cepat, tepat dan praktis dalam
1.8 Penatalaksanaan
rekurensi secara efektif. Pilihan terapi meliputi, yaitu terapi oksigen, observasi,
a. Terapi oksigen
parsial nitrogen di dalam kapiler darah sekitar rongga pleura dan akan meningkatkan
gradien tekanan parsial nitrogen. Hal ini akan menyebabkan nitrogen ke dalam
kapiler pembuluh darah di sekitar rongga pleura dan diikuti oleh gas lain. Pemberian
oksigen pada konsentrasi tinggi harus diberikan pada seluruh kasus pneumotoraks.
(5,6)
Bila hubungan antara alveoli dan rongga pleura dihilangkan, maka udara di
dalam rongga pleura akan diabsorbsi secara betahap. Kecepatan absorpsi antara
10
berkisar 1,25 % dari volume hemitoraks setiap 24 jam. ACCP membagi klinis
penderita atas penderita dalam kondisi stabil, jika laju napas < 24 x/menit, denyut
jantung 60-120 x/menit, tekanan darah normal, saturasi oksigen > 90 % (tanpa
asupan oksigen). Setelah observasi penderita dapat dipulangkan dan datang kembali
ke rumah sakit bila terdapat gejala klinik yang memberat. Tindakan fisioterapi
spontan sekunder (PSS). Prosedur ini memiliki keuntungan antara lain morbidity
yang minimal dan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan sehingga penderita dapat
bekerja kembali serta relatif mudah dan murah. Kelemahan prosedur ini apabila
d. Pemasangan WSD
pertama sebelum penderita diajukan untuk tindakan yang lebih invasif seperti
terutama ditujukan pada penderita PSP yang gagal dengan tindakan aspirasi dan
11
e. Pleurodesis
risiko tinggi untuk terjadinya rekurensi. Bahan yang biasanya digunakan adalah
f. Torakoskopi
pada PSS harus dilakukan bila paru tidak mengembang setelah 48-72 jam. (5,6)
g. Torakotomi
Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal. Tindakan ini
memiliki angka rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 % bila dilakukan pleurektomi
1.9 Komplikasi
1. Tension pneumotoraks
segera melakukan dekompresi dengan jarum, kateter kecil atau pipa interkostalis
2. Hemopneumotoraks spontan
terjadi akibat robeknya pembuluh darah apikal antara pleura parietal dan visceral
3. Fistel bronkopleura
12
Adanya pneumomediastinum dapat ditentukan dengan pemeriksaan foto dada.
5. Pneumotoraks kronik
Dinyatakan kronik bila tetap ada selama waktu > 3 bulan. Pneumotoraks kronik
13
BAB 2
LAPORAN KASUS
Telah datang seorang pasien laki-laki usia 52 tahun ke Unit Gawat Darurat RSUD
Nama : Tn. N
Usia : 52 tahun
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
- Tertusuk gunting ± 30 menit sebelum masuk rumah sakit di punggung sebelah kiri.
- Awalnya sesak dirasakan sedikit, namun makin lama sesak yang dirasakan semakin
berat.
- Riwayat penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas tidak ada.
14
Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak ada riwayat trauma dada, infeksi paru, penyakit keganasan pada pasien
- Tidak ada keluarga yang menderita hal yang sama dengan pasien
B. Secondary Survey
GCS : E4V5M6
Kulit : Sianosis (-), pucat (-), purpura (-), turgor baik
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kepala : Normochepal, rambut hitam, tidak rontok dan tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter
3mm/3mm.
Telinga : Pendengaran baik, sekret dari lumen (-)
Hidung : Sekret (-), sumbatan (-), deviasi septum (-)
Mulut : Bibir sumbing (-), carries (-), atrofi papil lidah (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thoraks
15
Cor
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS
Perkusi : atas : RIC 2 , kanan : 2 jari medial LMCD, kiri : LMCS RIC IV
Au skultasi: bunyi jantung reguler, bising tidak ada
Pulmo
Inspeksi : asimetris, dada kiri tertinggal
Palpasi : fremitus kiri < kanan, krepitasi (+)
Perkusi : paru kiri hipersonor, paru kanan sonor
Au skultasi: vesikuler +/+, suara napas melemah -/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, NT (-), NL(-)
Perkusi : timpani
Au skultasi: bising usus (+) normal
Punggung : kifosis (-), skoliosis (-), nyeri tekan CVA (-), nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-,
edema -/-
2.5 LABORATORIUM
12 April 2019
Hb : 13,3 gr/dl
Leukosit : 13.800
Trombosit : 310.000/mm3
Ht : 40%
Kesan : Leukositosis
16
2.6 RONTGEN THORAKS
Rontgen thoraks AP tanggal 12 April 2019 sebelum pemasangan WSD:
2.7 DIAGNOSIS
Open pneumothorax sinistra
Emfisema subkutis regio colli sinistra
2.8 TATALAKSANA
1. Sungkup nasal kanul 3L NRM 10L
2. Infus RL 8 jam/kolf
3. Tindakan pemasangan Water Sealed Drainage + Thorax Tube dalam lokal anastesi
pada tanggal 12 April 2019
4. Hecting opened wound
17
5. Inj Ceftriakson 2x1 gr IV bolus
6. Inj Ketorolac 2x1 amp
BAB 3
18
DISKUSI
Telah datang seorang pasien laki-laki usia 52 tahun ke Unit Gawat Darurat RSUD
Dompu pada tanggal 12 April 2019 dengan diagnosis open pneumothorax dan emfisema
subkutis. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien berupa tertusuk gunting sejak 30
menit sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas ada, dirasakan semakin lama semakin berat
dan tidak berkurang dengan istirahat. Sesak tidak tidak disertai bunyi nafas menciut/mengi.
Pasien mengatakan bahwa keluhannya disertai dengan batuk, tidak berdahak. Pasien tidak
demam, tidak ada riwayat batuk lama sebelumnya, tidak ada riwayat keringat malam hari,
tidak ada riwayat penurunan berat badan. Tidak ada riwayat trauma dada sebelumnya, tidak
Dari hasil pemeriksaan fisik vital sign menunjukkan takipnea (napas 30x/i) dan
takikardia (nadi 104x/i). Pemeriksaan thoraks, inspeksi dada kiri tertinggal saat bernafas.
Palpasi dada fremitus kiri berkurang sedangkan kanan normal dan terdapat krepitasi. Perkusi
pada dada kiri hipersonor sedangkan kanan sonor. Suara napas kiri melemah. Pada regio colli
sinistra tampak adanya dua buah luka terbuka, dengan soft tissue swelling dan terdapat
krepitasi pada saat palpasi. Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan
kesan leukositosis. Dari hasil pemeriksaan foto rontgen thorak AP didapatkan gambaran
tension pneumothorax dan suspek ruptur aorta. Diagnosis tension pnuemothorax pada pasien
ketidakstabilan hemodinamik seperti takikardia berat (>140 x/menit), hipotensi, sianosis atau
deviasi trakea. Diagnosis diseksi aorta disingkirkan pertama dari anamnesis yaitu nyeri yang
dirasakan pasien tidak khas, sedangkan pada diseksi aorta akan terasa sangat nyeri dan
19
sifatnya khas seperti dirobek. Faktor resiko utama pada diseksi aorta adalah hipertensi dan
aneurisma aorta yang mana hal tersebut tidak dimiliki pasien. Sangat sedikit kasus diseksi
Pasien juga didiagnosis dengan emfisema subkutis regio colli sinistra yang ditegakkan
dari pemeriksaan fisik terdapat krepitasi dan pemeriksaan rontgen thoraks yang
memperlihatkan adanya soft tissue swelling dan sebaran udara pada subkutan regio colli
sinistra pasien.
dengan tanpa oksigen. Oksigen akan mengurangi tekanan parsial nitrogen di dalam kapiler
darah sekitar rongga pleura dan akan meningkatkan gradien tekanan parsial nitrogen. Hal ini
akan menyebabkan nitrogen ke dalam kapiler pembuluh darah di sekitar rongga pleura dan
diikuti oleh gas lain. Pemberian oksigen pada konsentrasi tinggi harus diberikan pada seluruh
terperangkap di rongga pleura, pada RIC 5-6 anterior axilla line thoraks sinistra. Dilakukan
hecting pada luka tersebut untuk memutus hubungan pleura dengan udara luar. Selain itu,
selama perawatan pasien diberikan antibiotik ceftriakson untuk pencegahan infeksi pada luka
dan juga pencegahan terjadinya infeksi paru karena bakteri yang masuk melalui celah luka.
DAFTAR PUSTAKA
20
1. Windy DP, Elvie L, Vonny T. Profil hasil pemeriksaan foto toraks pada pasien
pneumotoraks di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode Januari 2015–Agustus 2016. Jurnal e-Clinic. 2016;4(2): 1-5.
2. Milisavljevic S, Spasic M, Milosevic B. Pneumothorax – Diagnosis and Treatment. S
Anamed. 2015;10(3):221-228.
3. Mia E, Budhi A, Dianiati K. Peran Ultrasonografi dalam Diagnosis Pneumotoraks. J
Respir Indo. 2018;38: 239-43.
4. Brian JD. Pneumothorax. 2018. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/424547-overview#a1 accessed on 17 May 2019.
5. Michael AG, Jack AE, Jay AF, Robert MK, Allan IP, Robert MS, et al. 2015. Fishman’s
Pulmonary Disease and Disorfers Fifth edition, Part 9 Chapter 78: Pneumothorax
[Online]. Accessed on 17 May 2019.
6. Haynes D, Baumann MH. Management of Pneumothorax. Semin Respir Crit Care Med.
2010;31(6):769-80.
21