Pneumothoraks
Oleh :
dr. Giovandi Sauky
Preseptor:
1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga
pleura, terjadi karena adanya hubungan terbuka antara rongga dada dan dunia luar.
Hubungan mungkin melalui luka di dinding dada yang menembus pleura parietalis atau
melalui luka di jalan nafas yang sampai ke pleura visceralis Pada kondisi normal,
rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap
rongga dada.(1) Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura
yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.(3) Tersering disebabkan oleh ruptur
1.2 Epidemiologi
Diperkirakan terdapat 20.000 kasus pneumotoraks spontan setiap tahunnya di
Amerika serikat. Di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Persahabatan Jakarta pada tahun
1999 didapat 253 penderita pneumotoraks dan angka ini merupakan 5,5 % kunjungan
dari seluruh kasus respirasi yang datang. Peningkatan angka kejadian kasus
pasti. Peningkatan angka kejadian ini mungkin berhubungan dengan polusi udara
perubahan tekanan atmosfir, rokok dan belakangan ini dikatakan juga dipengaruhi oleh
genetik.
umur, dan penyakit penyerta. Pneumotoraks Spontan lebih banyak terjadi pada laki-laki
2
kecenderungan pneumotoraks pada usia 20-30an dengan pneumotoraks spontan primer
dan 50-60an dengan pneumotoraks spontan sekunder. Walaupun angka kejadian PSP
pada perempuan lebih kecil daripada laki-laki namun angka rekurensinya lebih besar
1.3 Klasifikasi
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa
diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Sebuah penelitian
torakotomi. Terjadi lebih sering pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita.
Timbul akibat ruptur bula kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak paru.
spontan primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan,
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering pada pasien
bronkitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bula.
Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru, fibrosis kistik,
penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
3
2. Pneumotoraks traumatik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
(2,4)
dinding dada maupun paru . Pneumotoraks terjadi karena jejas kecelakaan,
misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma. Trauma tumpul atau kontusio pada
tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut,
permukaan paru.(2,5)
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax). Pada tipe ini, pleura dalam keadaan
tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan
dengan dunia luar.Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun
lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.
Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga
pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
4
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax), Yaitu pneumotoraks dimana terdapat
hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar
(terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.
Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan
(8)
pernapasan . Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif (8). Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan
normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang
intrapleura yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di
pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka(8). Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar .Akibatnya
tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan
atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga
1.4 Etiologi
yang umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh
tikaman dan tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera pada
tempat lain misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera
majemuk. Kelainan yang sering timbul secara umum pada setiap trauma thoraks baik
tajam maupun tumpul yaitu luka, memar, dan emfisema subkutis (kulit dan jaringan
5
hemothoraks, hemopneumothoraks, kilothoraks, serothoraks (pleura), traumatic wet
1.5 Patofisiologi
pleura parietalis danvisceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi
sedikit cairan serous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif.
Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi
terdiri dari 2 tahap: fase inspirasi dan fase eksprasi. Pada fase inspirasi tekanan
intrapleura: -9 s/d -12 cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: -3
s/d -6 cmH2O. Pneumotorak adalah adanya udara pada cavum pleura. Adanya udara
pada cavum pleura menyebabkan tekanan negatif pada intrapleura tidak terbentuk.
yang hampir sama, baik itu Pneumotorak spontan, closed pneumotorak, simple
terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding
alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang
menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi
udara luar masuk. Pada pneumotorak spontan,paru-paru kolpas, udara inspirasi ini
bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat
6
sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses
shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum pleura
dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed
pneumotorak. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal
karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana
proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan
mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum
pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava,
shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas.Akibatnya dapat timbulah
gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal
inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan
masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena
tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura
yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser
komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak
mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura
dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan
vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya
7
dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian
kecilnya lesi pneumothoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa
pasien menunjukkan keadaan asimptomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada
pemeriksaan foto dada rutin. Pada beberapa kasus, pneumothoraks terluput dari
pengamatan.
Gejala utama adalah adanya rasa sakit yang tiba-tiba, umumnya bersifat akut,
terlokalisasi pada sisi yang terkena serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan
pada 80-95% kasus. Gejala ini akan nampak jelas pada saat penderita melakukan
aktivitas berat. Namun rasa sakit tidak selalu timbul, dapat menghebat atau menetap
bila telah terjadi perlengketan antara pleura parietalis dan visceralis. Pada tekanan kuat
pneumothoraks suatu saat perlengketan ini dapat sobek sehingga terjadi perdarahan
(hemopneumothoraks).
Pada pemeriksaan fisik, tanda vital pasien umumnya normal, namun beberapa
pasien dapat timbul takikardia. Pada inspeksi akan didapatkan sisi dada yang terkena
akan tampak lebih besar dan kurang bergerak saat bernapas. Akan ditemukan pula
penurunan taktil fremitus dan vokal fremitus, perkusi yang hiperresonans, serta suara
dengan ventilasi mekanik. Secara tipikal pasien biasanya akan mengalami sudden
respiratory distress dan agitasi. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan takikardia
8
1.7 Diagnosis
dilakukan foto dada tegak dengan posisi PA (Posteroanterior) karena dengan posisi
semi supine dan AP tidak selalu tampak pada kedua thoraks. Bila penderita tidak dapat
tegak dilakukan foto dengan posisi lateral dekubits dengan sisi yang tekena di bagian
atas.
Dapat terjadi pengumpulan cairan pada pneumothoraks yang terjadi lebih dari
24 jam. Cairan ini biasanya jernih dan tidak perlu dilakukan analisa cairan. Kejadian
efusi pleura pada penderita pneumothoraks spontan berkisar antara 15-20 %. Efusi
yang luas dengan cairan > 200 cc sering kemerahan akibat robeknya pembuluh darah.
Pasien dengan emfisema bulosa dapat memiliki gambaran radiografi bula yang
pneumotoraks adalah dengan garis pleura viseral yang tampak lurus atau cembung
9
terhadap dinding dada, sementara pada bula memiliki gambaran konkaf. Pada pasien
diperlukan untuk membedakan dua keadaan ini karena hanya pneumotoraks yang bisa
paru, udara di rongga pleura, dan deviasi dari struktur mediastinum. Pemeriksaan CT-
scan lebih sensitif daripada foto toraks pada pneumotoraks yang kecil walaupun gejala
1.8 Penatalaksanaan
rekurensi secara efektif. Pilihan terapi meliputi, yaitu terapi oksigen, observasi,
a. Terapi oksigen
parsial nitrogen di dalam kapiler darah sekitar rongga pleura dan akan meningkatkan
gradien tekanan parsial nitrogen. Hal ini akan menyebabkan nitrogen ke dalam kapiler
pembuluh darah di sekitar rongga pleura dan diikuti oleh gas lain. Pemberian oksigen
10
b. Observasi (tanpa tindakan invasif)
Bila hubungan antara alveoli dan rongga pleura dihilangkan, maka udara di
dalam rongga pleura akan diabsorbsi secara betahap. Kecepatan absorpsi antara
berkisar 1,25 % dari volume hemitoraks setiap 24 jam. ACCP membagi klinis
penderita atas penderita dalam kondisi stabil, jika laju napas < 24 x/menit, denyut
jantung 60-120 x/menit, tekanan darah normal, saturasi oksigen > 90 % (tanpa asupan
oksigen). Setelah observasi penderita dapat dipulangkan dan datang kembali ke rumah
sakit bila terdapat gejala klinik yang memberat. Tindakan fisioterapi dengan
observasi saja.
lebih tinggi (70%) dibandingkan bila dilakukan pada penderita pneumotoraks spontan
sekunder (PSS). Prosedur ini memiliki keuntungan antara lain morbidity yang
minimal dan dapat dilakukan pada pasien rawat jalan sehingga penderita dapat bekerja
kembali serta relatif mudah dan murah. Kelemahan prosedur ini apabila gagal maka
d. Pemasangan WSD
sebelum penderita diajukan untuk tindakan yang lebih invasif seperti torakoskopi atau
11
pada penderita PSP yang gagal dengan tindakan aspirasi dan penderita PSS, sebelum
e. Pleurodesis
risiko tinggi untuk terjadinya rekurensi. Bahan yang biasanya digunakan adalah
f. Torakoskopi
pada PSS harus dilakukan bila paru tidak mengembang setelah 48-72 jam.
g. Torakotomi
Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal. Tindakan ini
memiliki angka rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 % bila dilakukan pleurektomi
1.9 Komplikasi
1. Tension pneumotoraks
segera melakukan dekompresi dengan jarum, kateter kecil atau pipa interkostalis
2. Pyo-pneumotoraks
sisi paru. Infeksi berasal dari mikroorganisme yang membentuk gas atau dari
robekan jaringan paru atau esophagus ke arah rongga pleura. Kebanyakan dari
abses subpleura dan sering membuat fistula bonko-pleura. Jenis kuman yang sering
12
3. Hidropneumotoraks / hemopneumotoraks
Pada 25% penderita penumotoraks ditemukan sedikit cairan dalam rongga pleura.
pneumotoraks baru saja terjadi, hendaknya segera ditentukan apakah terjadi juga
Pneumotoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak terdapat pada 2 % dari
interstitial paru. Sebab lain bisa juga dari emfisema mediastinal yang berasal dari
perforasi esophagus.
6. Pneumotoraks kronik
Dinyatakan kronik bila tetap ada selama waktu > 3 bulan. Pneumotoraks kronik ini
13
BAB 2
LAPORAN KASUS
Telah datang seorang pasien laki-laki usia 52 tahun ke Unit Gawat Darurat RSUD
Nama : Tn. N
Usia : 52 tahun
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
- Tertusuk gunting ± 30 menit sebelum masuk rumah sakit di punggung sebelah kiri.
- Awalnya sesak dirasakan sedikit, namun makin lama sesak yang dirasakan semakin
berat.
- Riwayat penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas tidak ada.
14
Riwayat Penyakit Dahulu
- Tidak ada riwayat trauma dada, infeksi paru, penyakit keganasan pada pasien
- Tidak ada keluarga yang menderita hal yang sama dengan pasien
Status Generalis
Kulit : Sianosis (-), pucat (-), purpura (-), turgor baik
KGB : tidak ada pembesaran KGB
Kepala : Normochepal, rambut hitam, tidak rontok dan tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter
3mm/3mm.
Telinga : Pendengaran baik, sekret dari lumen (-)
Hidung : Sekret (-), sumbatan (-), deviasi septum (-)
Mulut : Bibir sumbing (-), carries (-), atrofi papil lidah (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thoraks
Cor
Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS
Perkusi : atas : RIC 2 , kanan : 2 jari medial LMCD, kiri : LMCS RIC IV
Au skultasi: bunyi jantung reguler, bising tidak ada
15
Pulmo
Inspeksi : asimetris, dada kiri tertinggal
Palpasi : fremitus kiri < kanan, krepitasi (+)
Perkusi : paru kiri hipersonor, paru kanan sonor
Au skultasi: vesikuler +/-, suara napas melemah -/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, NT (-), NL(-)
Perkusi : timpani
Au skultasi: bising usus (+) normal
Punggung : kifosis (-), skoliosis (-), nyeri tekan CVA (-), nyeri ketok CVA (-)
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-,
edema -/-
Tension pneumothorax
Diseksi aorta
2.5 LABORATORIUM
12 April 2019
Hb : 13,3 gr/dl
Leukosit : 13.800
Trombosit : 310.000/mm3
Ht : 40%
Kesan : Leukositosis
16
Gambar 1. Rontgen Sebelum pemasangan WSD
Kesan: Tampak area hiperlusen avaskular di hemithorak kiri, tampak pendesakan
2.7 DIAGNOSIS
Open pneumothorax sinistra
Emfisema subkutis regio colli sinistra
2.8 TATALAKSANA
1. Sungkup nasal kanul 3L NRM 10L
2. Infus RL 8 jam/kolf
3. Tindakan pemasangan Water Sealed Drainage + Thorax Tube dalam lokal anastesi
pada tanggal 12 April 2019
4. Hecting opened wound
5. Inj Ceftriakson 2x1 gr IV bolus
6. Inj Ketorolac 2x1 amp
17
BAB 3
DISKUSI
Telah datang seorang pasien laki-laki usia 52 tahun ke Unit Gawat Darurat RSUD
Dompu pada tanggal 12 April 2019 dengan diagnosis open pneumothorax dan emfisema
subkutis. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien berupa tertusuk gunting sejak 30
menit sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas ada, dirasakan semakin lama semakin berat dan
tidak berkurang dengan istirahat. Sesak tidak tidak disertai bunyi nafas menciut/mengi. Pasien
mengatakan bahwa keluhannya disertai dengan batuk, tidak berdahak. Pasien tidak demam,
tidak ada riwayat batuk lama sebelumnya, tidak ada riwayat keringat malam hari, tidak ada
riwayat penurunan berat badan. Tidak ada riwayat trauma dada sebelumnya, tidak ada riwayat
Dari hasil pemeriksaan fisik vital sign menunjukkan takipnea (napas 30x/i) dan
takikardia (nadi 104x/i). Pemeriksaan thoraks, inspeksi dada kiri tertinggal saat bernafas.
Palpasi dada fremitus kiri berkurang sedangkan kanan normal dan terdapat krepitasi. Perkusi
pada dada kiri hipersonor sedangkan kanan sonor. Suara napas kiri melemah. Pada regio colli
sinistra tampak adanya dua buah luka terbuka, dengan soft tissue swelling dan terdapat
krepitasi pada saat palpasi. Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan
kesan leukositosis. Dari hasil pemeriksaan foto rontgen thorak AP didapatkan gambaran
tension pneumothorax dan suspek ruptur aorta. Diagnosis tension pnuemothorax pada pasien
ketidakstabilan hemodinamik seperti takikardia berat (>140 x/menit), hipotensi, sianosis atau
deviasi trakea. Diagnosis diseksi aorta disingkirkan pertama dari anamnesis yaitu nyeri yang
18
dirasakan pasien tidak khas, sedangkan pada diseksi aorta akan terasa sangat nyeri dan sifatnya
khas seperti dirobek. Faktor resiko utama pada diseksi aorta adalah hipertensi dan aneurisma
aorta yang mana hal tersebut tidak dimiliki pasien. Sangat sedikit kasus diseksi aorta yang
Pasien juga didiagnosis dengan emfisema subkutis regio colli sinistra yang ditegakkan
dari pemeriksaan fisik terdapat krepitasi dan pemeriksaan rontgen thoraks yang
memperlihatkan adanya soft tissue swelling dan sebaran udara pada subkutan regio colli
sinistra pasien.
oksigen akan mempercepat absorbsi udara di rongga toraks sebanyak 4x dibandingkan dengan
tanpa oksigen. Oksigen akan mengurangi tekanan parsial nitrogen di dalam kapiler darah
sekitar rongga pleura dan akan meningkatkan gradien tekanan parsial nitrogen. Hal ini akan
menyebabkan nitrogen ke dalam kapiler pembuluh darah di sekitar rongga pleura dan diikuti
oleh gas lain. Pemberian oksigen pada konsentrasi tinggi harus diberikan pada seluruh kasus
rongga pleura, pada RIC 5-6 anterior axilla line thoraks sinistra. Dilakukan hecting pada luka
tersebut untuk memutus hubungan pleura dengan udara luar. Selain itu, selama perawatan
pasien diberikan antibiotik ceftriakson untuk pencegahan infeksi pada luka dan juga
pencegahan terjadinya infeksi paru karena bakteri yang masuk melalui celah luka. Pasien juga
19
DAFTAR PUSTAKA
20