Oleh :
Ririn Esterina
Pembimbing:
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam cavum pleura,
sehingga terjadi penekanan pada paru dan mengganggu pengembangan paru secara optimal
bahkan bisa terjadi kolaps1
Gambar 1. Pneumotorak
Udara keluar melalui lubang pada jaringan paru menuju ruangan di luar saluran napas.
Normalnya, tekanan di dalam rongga pleura lebih rendah dibanding tekanan dalam paru. Jika
udara memasuki rongga pleura, tekanan akan meningkat dibanding tekanan di dalam paru
sehingga menyebabkan terjadinya kolaps paru sebagian atau seluruhnya2. Pada pasien anak,
puncak insidensi pneumotorak terjadi pada usia di atas 15 tahun, dengan angka mortalitas
0,09% dan 0,06% masing-masing pada pria dan wanita3.
B. Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu1,4,:
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini
dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya
fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma,
dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi karena
jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis
karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada
parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan
paru.
D. Gejala klinis
Pneumotorak spontan pada anak lebih sering berkembang saat istirahat daripada
saat beraktifitas, namun dapat dipicu oleh manuver apapun yang meningkatkan tekanan
intratoraks (Valsava), seperti mengangkat atau mengejan. Gejala-gejala yang sering
timbul adalaht nyeri dada dan / atau sesak napas, dapat disertai pula dengan gejala batuk
yang kurang umum atau gangguan pernapasan nonspesifik5.
Pada pneumotorak spontan sekunder, dyspnea cenderung menjadi gejala yang
paling menonjol. Awalnya, timbul rasa sakit yang cenderung bersifat 'pleuritik' (tajam,
nyeri bertambah dengan inspirasi yang dalam) tetapi dapat berkembang dari waktu ke
waktu menjadi rasa sakit yang bersifat tumpul dan menetap. Bahkan tanpa pengobatan,
gejala biasanya hilang satu sampai tiga hari pada pneumotorak spontan primer,
walaupun pneumotorak sendiri masih ada pada kebanyakan pasien5.
Sehingga berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul dapat
dirinci sebagai berikut2:
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan
mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek,
dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi
yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada
jenis pneumotoraks spontan primer.
Luasnya temuan pemeriksaan fisik umumnya terkait dengan ukuran
pneumotoraks: suara nafas berkurang, dyspnea, sinus tachycardia, perkusi hyperresonant,
dan penurunan fremitus vokal, namun pada pneumotoraks kecil mungkin tidak memiliki
kelainan pemeriksaan yang dapat diidentifikasi. Dapat ditemukan juga walaupun jarang,
pembesaran sesisi dari hemitoraks atau pergeseran ke inferior dari limpa atau hati pada
pneumotorak yang luas7.
Pada sebagian kecil pasien (6,6% dari semua kasus pneumotorak spontan), gejala
yang timbul berupa tension pneumotorak, dan harus ditatalaksana sebagai darurat medis.
Tanda-tanda yang ada mirip dengan tension pneumotorak yang timbul dari etiologi
traumatik atau iatrogenik, berupa: asfiksia dan penurunan curah jantung yang
menyebabkan takikardia, gangguan pernapasan berat, dan hipoksemia, dengan hipotensi
serta deviasi trakea sebagai temuan akhir dan pertanda perjalanan penyakit menjadi lebih
buruk. Terlepas dari etiologinya, tension pneumothorax adalah diagnosis klinis, dan
intervensi yang tepat tidak boleh ditunda untuk mendapatkan konfirmasi radiografi7.
Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut6,7:
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta ada
tidaknya gangguan jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila
penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan
pengisian yang kurang.
Pada kasus, gejala yang timbul nyeri dada, yang kemudian diikuti dengan sesak
napas, dan menurunnya kesadaran yang bisa disebabkan oleh kondisi hipoksia yang
dialami pasien. Pemeriksaan tanda vital saat pasien tiba di IGD menunjukkan kondisi
hipoperfusi dengan tekanan darah 75/42 (MAP 53), frekuensi jantung 90x/menit,
respiratory rate 40x/menit dan saturasi oksigen 60%.
E. Diagnosis
Diagnosis pneumotorak spontan sering dicurigai secara klinis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dikonfirmasi dengan radiografi dada
posterioranterior (PA)2.
1. Foto Röntgen
Pengambilan lateral atau lateral dekubitus dilakukan apabila pneumotoraks tidak
terlihat atau hanya terlihat sedikit sekali pada posisi PA.
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara
lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan sebagai
berikut:
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung,
mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel
mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan terjebak di
mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah kulit.
Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara
yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat
banyak jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila
jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan
ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana masing-
masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter kubus rata
rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus
adalah :
83 512
______ ________
= = ± 50 %
103 1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah dengan
jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan jarak terdekat
antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan
sepuluh.
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm)
__________________
= x 10
3
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks.
(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB
3. Tindakan bedah 9
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang
yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
4. Penatalaksanaa lain5
a. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap
bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.
b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
c. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat
dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema
5. Rehabilitasi6
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan
secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu
keras.
c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, dilakukan
pemberian laksan ringan.
d. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak
napas.
Gambar 9. Alogaritma diagnosa pneumothoraks8
DAFTAR PUSTAKA