Anda di halaman 1dari 60

CASE DAN REFERAT

Pneumonia

Pembimbing:

dr. Anthony D. Tulak, Sp.P, FCCP

Disusun Oleh:

Marhani

030.12.155

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 12 JUNI 26 AGUSTUS 2017


PENGESAHAN REFERAT

Judul:

Pneumonia

Yang disusun oleh

Marhani

030.12.155

Telah diuji dan disajikan di hadapan pembimbing:

dr. Anthony D. Tulak, Sp.P, FCCP

Pada Hari Senin, Tanggal 10 Agustus 2017

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Kota Bekasi

Periode 12 Juni 2017 26 Agustus 2017

Bekasi, Agustus 2017

Pembimbing

(dr. Anthony D. Tulak, Sp.P, FCCP)

2
KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, penyusunan makalah referat yang berjudul Pneumonia dapat
diselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada dr. Anthony D. Tulak, Sp.P, FCCP selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan kepada penulis demi terselesaikannya penulisan makalah
referat ini, serta kepada berbagai pihak yang telah membantu terlaksananya
penulisan makalah referat ini.

Penulis berharap makalah referat ini dapat menambah pengetahuan dan


memahami lebih lanjut mengenai Pneumonia serta salah satunya untuk memenuhi
tugas yang diberikan pada kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Umum Kota
Bekasi.
Penulis menyadari bahwa makalah referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis memohon maaf atas segala kekurangan
dalam penulisan makalah referat ini. Kritik dan saran yang membangun penulis
hargai demi penyempurnaan penulisan serupa di masa yang akan datang. Penulis
berharap agar makalah referat ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran

Bekasi, 10 Agustus 2017

Penulis

Marhani

3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................3
DAFTAR ISI..............................................................................................................
4
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
5
1.1 Definisi ...............................................................................................
5
BAB II ANATOMI................................................................................................
8
2.1 Anatomi paru.......................................................................................
8
2.2 Sistem Pertahanan Paru.......................................................................
10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
14
3.1 Pneumonia...........................................................................................
14
3.1.1 Etiologi..........................................................................................
15
3.1.2 Patogenensis..................................................................................
19
3.1.3 Patologi..........................................................................................
20
3.1.4 Diagnosis ......................................................................................
21
3.1.5 Penatalaksanaan.............................................................................
40
3.1.6 Penatalaksanaan lainnya yang perlu dipertimbangkan..................
50
31.7 Evaluasi pasien pneumonia yang tidak respon................................
50
3.1.8 Prognosis........................................................................................
55
3.1.9 Pencegahan.....................................................................................
56
BAB IV KESIMPULAN........................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
60

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi pernapasan akut yang menyerang parenkim

paru-paru. Salah satu bagian paru-paru yaitu terdiri dari kantung kecil yang

disebut alveoli . Bila seseorang menderita pneumonia, alveoli dipenuhi dengan

nanah dan cairan, yang bisa membuat nafas terasa sakit dan membatasi asupan

oksigen.1

Banyak yang bisa menyebabkan pneumonia. Yang paling umum adalah

bakteri, virus di udara dan mikroorganisme lainnya seperti jamur serta parasit

terkecuali Mycobacterium Tuberculosis tidak termasuk. Tubuh dapat mencegah

5
kuman ini menginfeksi ke paru-paru. Tetapi terkadang kuman ini bisa

mengalahkan sistem kekebalan tubuh. 2

Pneumonia merupakan penyebab dari 15% kematian balita, yaitu

diperkirakan sebanyak 922.000 balita di tahun 2015. Pneumonia menyerang

semua umur di semua wilayah, namun terbanyak terjadi di Asia Selatan dan

Afrika sub-Sahara. Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak

usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki

masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).3

Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas

pneumonia komunitas ( Community-Acquired Pneumonia ), Pneumonia didapat

di Rumah Sakit ( Hospital-Acquired Pneumonia ), Health Care Associated

Pneumonia dan Pneumonia akibat pemakaian ventilator.4

Pneumonia komunitas ( Community-Acquired Pneumonia ) adalah

penyebab kematian keenam yang paling umum di Amerika Serikat dan penyebab

utama kematian akibat penyakit menular. Hal ini terkait dengan morbiditas dan

mortalitas yang signifikan, dan menimbulkan beban ekonomi utama pada sistem

layanan kesehatan. Streptococcus pneumoniae adalah penyebab utama CAP.

Penyebab bakteri yang umum lainnya termasuk Haemophilus influenzae dan juga

bakteri atipikal (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, dan

Legionella). Meningkatnya resistensi terhadap berbagai agen antimikroba telah

didokumentasikan pada S pneumoniae dan juga umum terjadi pada H influenzae.5

6
7
BAB II

ANATOMI

2.1 Anatomi Paru

Paru terletak di rongga thoraks, berbentuk kerucut yang ujungnya berada

di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi

menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru kanan terbagi menjadi lobus

atas, tengah, dan bawah oleh fissura obliqus dan horizontal. Paru kiri hanya

memiliki fissura obliqus sehingga tidak ada lobus tengah. Paru-paru kanan dan

kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.

Setiap paru diselubungi oleh kantung pleura berdinding ganda yang

membrannya melapisi bagian dalam toraks dan menyelubungi permukaan luar

paru. Setiap pleura mengandung beberapa lapis jaringan ikat elastik dan

mengandung banyak kapiler. Diantara lapisan pleura tersebut terdapat cairan yang

bervolume sekitar 25-30 mL yang disebut cairan pleura. Cairan pleura tersebut

berfungsi sebagai pelumas untuk gerakan paru di dalam rongga

8
Gambar 2.1 Anatomi Paru

Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari arteri

bronkialis cabang-cabang dari aorta thoracalis descendens. Vena bronkialis, yang

juga berhubungan dengan vena pulmonalis, mengalirkan darah ke vena azigos dan

vena hemiazigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang

terminal arteri pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali melalui

cabang-cabang vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis mengalirkan darah kembali

dari tiap paru ke atrium kiri jantung.

Gambar 2.2 Alveolus

9
Tiap alveolus dilapisi oleh 2 jenis sel epitel, yaitu sel tipe 1 dan sel tipe 2.

Sel tipe 1 merupakan sel gepeng sebagai sel pelapis utama, sedangkan sel tipe 2

banyak mengandung badan inklusi lamelar dan mensekresi surfaktan. Surfaktan

merupakan zat lemak yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan

(pneumosit granuler) lebih tebal.

2.2. Sistem Pertahanan Paru

Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan terjadinya

infeksi saluran napas. paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk

mencegah bakteri agar tidak masuk kedalam paru. mekanisme pembersihan

tersebut adalah :

1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, meliputi :

- Reepitelisasi saluran napas

- Aliran lendir pada permukaan epitel

- Bakteri alamiah atau "ephitelial cell binding site analog"

- Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)

- Komponen mikroba setempat

- Sistem transpor mukosilier

- Reflek bersin dan batuk

10
Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan mekanisme

pertahanan melalui barier anatomi dan mekanisme terhadap masuknya

mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong mikroorganisme

keluar dengan cara dibatukkan atau ditelan.

Bila terjadi disfungsi silia seperti pada Sindrome Kartagener's, pemakaian

pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat mengganggu aliran sekret

yang telah terkontaminasi dengan baktri patogen. Dalam keadaan ini dapat terjadi

infeksi nosokomial atau "Hospital Acquired Pneumonia".

2. Mekanisme pembersihan di "Respiratory exchange airway", meliputi :

- Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan

- Sistem kekebalan humoral lokal (IgG) Makrofag alveolar dan mediator

inflamasi

- Penarikan netrofil

Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan

paru (saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret hidung (10

% dari total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA memiliki resiko untuk

terjadi infeksi saluran napas atas yan berulang. Bakteri yang sering mengadakan

kolonisasi pada saluran napas atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan

merusak IgA. Bakteri gram negatif (P.aeroginosa, E.colli, Serratia spp, Proteus

spp, dan K.penumoniae) mempunyai kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi

11
dan kerusakan setiap komponen pertahan saluran napas atas menyebabkan

kolonisasi bakteri patogen sebagai fasiliti terjadinya infeksi saluran napas bawah.

3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik

Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik,

mekanik, humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan

refleks batuk dari glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari

orofaring. Bila terjadi gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi

saluran napas bagian bawah yang dalam keadaan normal steril. Tindakan

pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi memudahkan masuknya

bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah. Gangguan fungsi

mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke saluran napas

bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae, H.Influenzae dan virus

dapat merusak gerakan silia.

4. Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway"

Bronkiolus dan alveol mempunyai mekanisme pertahanan sebagai berikut

a. Surfaktan

Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen

SP-A, SP-B, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat fagositosis dan

killing terhadap bakteri oleh makrofag.

b. Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding protein.

- IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)

12
- Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan

pertama

- Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus (ada infeksi

GNB, P. aeruginosa)

- Mediator biologi yaitu kemampuan untuk menarik PMN ke saluran

napas termasuk C5a, produksi dari makrofag alveolar, sitokin,

leukotriene.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pneumonia

13
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus respiratorius, dan alveoli,

serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas

setempat. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,

parasit ). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak

termasuk. Peradngan paru yang disebabkan oleh nonmikrooganisme (bahan kima,

radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonia.

Berdasar klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia

kounitas (Community-Acquired Pneumonia = CAP), pneumonia didapat diRumah

Sakit (Hospital - Acquired Pneumonia = HAP), Healt Care Associated

Pneumonia = HCAP dan pneumonia akibat pemakaina veltilator (Ventilator

Associated Pneumonia = VAP).

Pneumonia komunitas adalah peradangan akut pada parenknin paru yang

didapat di masyarakat. Pneumonia komunitas merupakan penyakit yang sering

terjadi dan bersifat serius, berhubungan dengan angka kesakitan dan angka

kematian, khususnya umur lanjut dan pasien dengan komorbid. Pneumonia

komunitas merupakan salah satu penyakit infeksi yang terbanyak terjadi dan juga

penyebab kematian dan kesakitan terbanyak didunia.

3.1.1 Etiologi

14
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam kuman, yaitu bakteri,

virus, jamur dan protozoa. Penelitian di beberapa negara melaporkan bahwa

bakteri Gram positif penyebab utama pneumonia komunitas.

Tabel 3.1 . Penyebab pneumonia komunitas menurut ATS/IDSA 2007

Tipe pasien Etiologi


Streptococus pneumonia
Rawa jalan Mycoplasma pneumonia
Heamophilus influenza
Chlamidophila pneumoniae
Virus Respirasi
Rawat inap (non ICU) S Pneumoniae
M pneumoniae
C penumonia
H Influenza
Legionella spp
Aspirasi
Virus respirasi
S Pneumoniae
Rawat ICU Legionella spp
Streptococus aureus
Basil Gram negatif
H influenza

Data dari beberapa rumah sakit di indonesia 2012 menunnjukan bahwa

penyebab terbanyak pneumonia komunitas di ruang rawat inap dari bahan sputum

adalah kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter

baumanii, Pseudomonas aeruginosa sedangkan gram positif seperti Streptococus

pneumonia

Streptococus viridans, Streptococus aureus ditemukan dalam jumlah sedikit. Hal

ini menunjukan bahwa dalam 10 tahun terkahir terjadi perubahan pola kuman

pada pneumonia komunitas di Indonesia sehingga perlu penelitina lebih lanjut.

15
Data Survelans Sentinel SARI (Severe Acute Respiratory Infection) 2010

yang dilakukan oleh badan Penelitian Kesehatan RI mendapatkan hasil biakan

sputum yaitu Klebsiella pneumonia (29%), Acinobacter baumanii (27%),

Streptococus aureus(16%), Streptococus pneumonia (12%), Acinobacter

Calcoaticus (8%), Pseudomonas aeruginosa (6%) dan Escherichia coli (2%).

(Level III).

Pada pasien penyakit paru kronik seperti bronkiektasis, fibrosis kistik dan

PPOK bial terdapat infeksi biasanya berhubungan dengan kuman Gram negatif

seperti Pseudomonas aeruginosa. Penelitian pada tahun 2006 sampai 2008 di

beberapa Negara Asia yaitu Indomesia, Philipina, Korea, Thailand, Malaysia,

Taiwan dan Hong Kong terhadapa pasien PPOK eksaserbasi mendapat pola

kuman sebagai berikut Klebsiella pneumonia 25,6%, Haemophilus Influenzae

17.44%, Pseudomonas aeruginosa 15,47%, Streptococus pneumonia 7.86%,

Acinobacter baumanii 5,40% dan Moraxella catarrhallis 5,15% (Level III).

Hal ini tidak berbeda dengan yang dilaporkan ATS/IDSA 2007.

Faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi pseudomonas menurut

ATS/IDSA 2007 adalah pemakaian kortikosteroid 10 mg perhari, riwayat

pengguna antibiotik spektrum luas 7 hari pada bulan sebelumnya dan malnutrisi.

Faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi Gram Negatif lainya adalah

keganasan, penyakit kardiovaskular dan merokok.

Pemberian antibiotik yang ideal adalah berdasarkan kuman penyebab

sehingga diperlukan pemeriksaan spesimen untuk mendapatkan etiologi. Cara

pengambilan dan pengiriman spesimen harus benar agar didaptkan hasil yang

16
representatif. Cara pengambilan dan pengiriman spesimen yang baik dapat

mengikuti Pedoman Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik.

Cara Pnegambilan dan Pengiriman Spesimen

Spesimen dahak langsung

Pengambilan spesimen dahak dilakukan sebelum pemberian terapi

antibiotika.

Pasien diharapkan batuk sekuat dan sedalam mungkin untuk

mengeluarkan dahak. Dahak ditampung pada pot lebar steril

(volume minimal 25 ml) bertutup ulir sehingga segera ditutup

rapat.

Apabila jumlah spesimen dahak kurang dari 1-2 ml. Maka prosedur

batuk dapat diulang, sebaiknya lebih dari 1 jam. Pastikan bahwa

dahak berkualitas baik (mukopurulen atau purulen)

Spesimen aspirat trakeostomi dan pipa endotrakeal

Metode ini digunakan pada pasien dengan pipa endotrakel atau

trakeostomi.

Perlatan yang dibutuhkan adalah sarung tangan steril, penampung

dahak, cairan pelicin, pipa suction steril dan pompa suction.

Dokter/analis laboratorium/perawat mengenakan sarung tangan

steril serta memasang penampung daha diantara pipa suction dan

sumber/pompa suction .

Cairan pelicin dioleskan pada sisi distal pipa suction lalu masukan

ujung pipa suction kelubang pipa endotrakeal atau lubang

17
trakeostomi hingga ke saluran napas (pada pasien dewasa sekitar

25-30 cm).

Lubang suction ditutup dengan jari secara berulang selama 5-10

detik untuk menhisap sputum yang ada dulimen trakea, suction

dapat diulang setelah 1 menit untuk memberi waktu bernapas

pasien.

Jika sebagian aspirat/sputum tertaham didalam pipa suction, dapat

dilakukan pembilasan dengan suction air steril secukupnya.

Pengambilana spesimen Bronchoalveolar Lavage (BAL)

Pengambilan acairan BAL dilakukan oleh dokter spesialis paru

yang terlatih.

Masukan bronkoskopi melalui mulut atau hidung atau melalui pipa

endotrakeal. Suntikan cairan NaCl 0.9% steril sejumlah 5-20 ml

melalui saluran bronkoskopi secara berulang 5-6 kali dan

kumpulkan cairan BAL.

Cara pengiriman spesimen

Pot diberi label bertuliskan tanggal pengambilan spesimen, nama

pasien, jenis kelamin, umur, nomor rekam medis/nomor register,

asal ruangan/ rumah sakit dan diagnosi kerja/ diagnosis banding.

Pot yangbsudah ditutup dengan rapat , selanjutnya harus segera

dikirim ke laboratorium pada suhu ruang.

18
Apabaila proses pengiriman membutuhkan waktu lebih dari 1 jam

maka pengiriman harus dilakukan menggunakan cool box bersuhu

2-8o C.

Penyimpanan spesimen dahak dapat dilakukan pada lemari

pendingin bersuhu 2-8o C.

Kriteria umum sputum tidak akurat :

Spesimen sputum ulang dengan interval kurang dari 48 jam

Spesimen sputum yang dikirim lebih dari 24 jam

Spesimen silva

Spesimen yang dikirim ke laboratorium lebih dari 2 jam tanpa

menggunakan cool box dengan 2-8oC

3.1.2 Patogenesis

Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.

Keadaan inidi sebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidak

seimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan

menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada

kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran

napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

19
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara

Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,

mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui

udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses

infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring)

kemudian terjadi

aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini

merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari

sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga

pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat

(drug abuse).

Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml,

sehingga aspirasi dari

sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri

yang tinggi dan terjadi pneumonia.

Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau

aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas

sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian

tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.

3.1.3 Patologi

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan

reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN

20
dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum

terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan

dengan bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi

bakteri tersebut kemudian dimakan. Pada waktu terjadi peperangan antara host

dan bakteri maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik terset yaitu :

1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.

2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi

sel darah merah.

3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang

aktif dengan jumlah PMN yang banyak.

4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri

yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.

Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan

'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang luas.

3.1.4 Diagnosis

Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisis, foto

toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika

pada foto toraks terdapat infiltrat / air bronchogram ditambah dengan beberapa

gejala di bawah ini :

Batuk-batuk

Perubahan karakteristik sputum / purulen

21
Suhu tubuh >/= 38oC (axilla) riwayat demam

Nyeri dada

Sesak

Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas

bronkial dan ronki

Leukosit > 10.000 atau < 4500

Pemeriksaan biakan diprlukan untuk menetukan kuman penyebab

menggunakan bahan sputum, darah, atau aspirat endotrakeal, aspirat jaringan paru

dan bilasan bronkus. Pemeriksaan invasif hanya dilakukan pada pneumonia berat

dan pneumonia yang tidak respon dengan pemberian antibiotik. Penyenbab

pneumonia sulit ditemukan dan mememrlukan waktu beberapa hari untuk

mendapatkan hasilnya sedangkan pneumonia bisa menyababkan kematian jika

tidak segera diobati, maka pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotik secara

empiris. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya

ditemukan 50%.

Rekomendasi uji diagnostik untuk mencari etiologi

Penyebab spesifik pneumonia harus dicari karen dapat mengubah

penatalaksanaan standara yang bersifat empiris. Pemeriksaan lanjutan tersebut

berdasarkan kecurigaan patogen penyebab sesuai data klinis dan epidemiologi

22
spektrum antibiotik dapat diperluas, dipersempit, atau berubah berdasarkan hasil

pemeriksaan diagnostik lanjutan tersebut.

Kelemahan utama dari pemeriksaan ujidiagnostik lebih lanjut pada pasien

pneumonia komunitas adalah biaya , rendahnya kwalitas sebagian besar sampel

mikrobilogi sputum dan hasil kepositifan biakan yang rendah. Indikasi klinis

unruk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.2. Indikasi klinis untuk pemeriksaan diagnostik lebih lanjut

Indikasi Kultur Kultur Legionella Pneuomo Lain


Darah Sputum UAT KokkalUAT

PerawatanICU X X X X Xa

Pasienrawatjalangagal X X X

Terapiantibiotik

Kavitas X X Xb

Lekopeni X X

Peminumalkoholaktif X X X X

Penyakitliverkronik X X

Penyakitparuobstruktif/ X
strukturankronik

Asplenia X X
Barusajaberpergianjauh
X XC
(dalam2minggu)

HasillegionellaUATPositif Xd N/A

HasilPneumokokatUATpositif X X N/A

EfusiPleura X X X X XC

Catatan : N/A : not aplicabel

23
UAT : Urinary antigen test
a
Aspirat endotrakeal bila diintubasi
b
Kultur tuberkulosis dan jamur
c
Media khusus untuk Legionella
d
Kukltur cairan pleura dan torakosintessis

Pemeriksaaan diagnostik pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan

berdasarkan 2 pertimbangan :

1. Apabila hasil biakan yang didapatkan kemungkinan mempengaruhi

pemberian antibiotik secara perorangan.

2. Apabila hasil biakan yang didapat kemungkinana mempengeruhi hasil

yang tinggi.

Pemeriksaan biakan darah dan apusan sputus erta kultur sputum harus

dilakukan pada pasien rawat inap dengan iindikasi klinis untuk pemeriksaan

diagnostik lebih lanjut yang dapat di lihat pada tabel diatas.

Pemeriksaann apusan sputum Gram, biakan darah dan sputum dapat

dilakukan sesuai indikasi yang dapat dilihat tabel diatas. Pemeriksaan apusan

Gram dan biakan sputum hanya dapat dilakukan jika hasil sputum yang

dikeluarkan kualitas nya baik termasuk cara pengumpulan, transportasi dan

proses pemeriksaan dilaboratorium. Pasien dengan pneumonia berat harus

diperiksa minimal biakan darah dan pemeriksaan uji antigenurin untuk

Legionella Pneumophilla dan S Pneumoniae . Hasil kultur darah positif pada

pneumonia yang dirawat hanya 5-14% sehingga pemeriksaan kultur darah

harus dilakukan secara selektif sesuai tabel diatas.

24
Keuntungan dari apusa Gram adalah :

1. Pemeberian pengobatan antibiotika akan lebih terarah, hal ini dapat

mengurangi penggunaan antibiotika awal yang kurang tepat.

2. Dapat memvalidasi hasil biakan sputum berikutnya

Peranan petanda infeksi pada penumonia

Procalciltonim (PCT)

PCT pada infeksi dan inflamasi akan meningkat terutama pada infeksi

bakterial berat, sepsis. Syok septik dan sindrom disfungsi multiorgan (MODS).

Pada pneumonia komunitas pemeriksaan PCT dapat mendukung diagnosis dan

menjadi prediktor komplikasi dan peningkatan angka kematian. Pemerikasaan

PCT disertai CRP dapat meningkatkan ketepatan diagnosis pneumonia. Kadar

PCT > 2 ng/Ml menjadi prediktor bakteremia, sepsis, syok septik dan MODS.

Penelitian lain juga menunjukan pengguna PCT sebagai panduan pemberian

antibiotik intensif (PCT 0.25 atau 0.5 ng/L) dan menghentikan antibitoki bila

kadar PCT menurun tajam memberikan manfaat penggunaan antibiotik lebih

singkat dan menurun kan efek samping dan resistensi sehingga pada akhirnya

menurunkan biaya pengobatan. Manfaat hasil PCT dapat menilai waktu memulai

antibiotika dan waktu penghentian antibiotika, sehingga tidak terjadi pemberian

antibiotika secara berlebihan. Procalcitonim pada infeksi yang terlokalisir tidak

begitu membantu diagnosis, misal pada empiema.

25
C- Reactive Pretein (CRP)

Nilai normal CRP adalah 3 mg/L dan kadar 10 mg/L merupakan indikasi

imflamasi yang signifikan. Meski demikina CRP mempunyai spesifitas yang

rendah, karena kadar CRP 3 mg/L dan 10 mg/L terdapat pada keadaan lain seperti

obesitas, merokok, diabetes melitus, uremia, hipertensi, kurang aktifitas, terapi

pengganti hormon, gangguan tidur, kelelahan kronik, konsumsi alkohol, depresi

dan penuan. Kadar CRP diatas 100mg/L dapat digunakan untuk menentukan

prognosi dan kebutuhan ventilasi mekanik pada paseian pneumonia.

Pneumonia atipik

Pada pneumonia selain ditemukan bajteri penyebab yang tipik sering pual

dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpaia adalah Mycoplasma

pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Leginella spp. Penyebab lain Chlamydia

psittasi, Coxiella burnetti, virus influenza tipa A dan B, Adenovirus dan

Respiratory Synticial Virus.

a. Gejalanya adalah infeksi saluran nafas yaitu demam, batuk

nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia.

Gejala klinis pada tabel 4 di bawah ini dapat membantu menegakkan

diagnosis pneumonia atipik.

b. Pada pemeriksaan fisis terdapat ronki basah tersebar

26
c. Gambaran radiologis berupa infiltrat interstitial, jarang terjadi

konsolidasi

d. Laboratorium menujukan leukositosis ringan, sedian apusan Gram,

biakan sputum atau darah tidak ditemukan bakteri.

e. Laboratorium untuk menemukan bakteri atipik.

- Isolasi biakan sensitifitasnya sangat rendah

- Deteksi antigen enzyme immunoassays (EIA)

- Polymerase Chain Reaction (PCR)

- Uji serologi

Cold agglutinin

Uji fiksasi komplemen merupakan standar untuk diagnosis

M.Pneumonia

Micro immunoflourescence (MIF), merupakan standar

diagnosis serologi untuk C.Pneumonia

Antigen dari urin untuk standard pemeriksaan diagnosis

Legionella

Untuk membantu secara klinis gambaran perbedaan gejala klinis atipik dan

tipik dapat dilihat pada tabel dibawah ini, walaupun tidak selalau dijumpai gejala-

gejala tersebut.

27
Tabel 3.3 Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan tipik

Tandadangejala P.Atipik P.Tipik

Onset Gradual Akut

Suhu Kurangtinggi Tinggimengigil

Batuk Nonproduktif Produktif

Sputum Mukoid Purulen

GejalaLain Nyerikepala,miagia, jarang

sakittenggorokan,suara

parau,nyeritelinga

Gejaladiluarparu Sering Lebihjarang

ApusanGram Floranormalatau KokusGram(+)atau

spesifik ()

Rdiologis Patchyataunormal Konsolidasilobar

Laboratorium Leukositnormatkadang Lebihtinggi

rendah

GangguanFungsiHati Sering Jarang

Kuman atipik yangs ering menjadi penyebab CAP adalah Mycoplasma

pneumoniae,Chlamdya pneumoniae dan Leginonella pneumophilla. Mycoplasma

pneumoniae sering bersamaan dengan infeksi Strepcocus piogenes dan Neisseria

meningitides.untuk menegakkan diagnosis pada kuman atipik dapat dilakukan

pemeriksaan PCR dengan bahan darah, cairan sinovial, cairan serebrospinal,

cairan perikardial, dan lesi di kulit sedangkan untuk Leginonella pneumophilla

dapat diperiksa dari urin.

28
Pneumonia virus

Virus yangs sering menyebabkan pneumonia adalah :

- Virus influenza (H5N1, H1N1, H7N9, H3N2, dan lain lain).

- Virus Para Influenza

- Respiratory Synctitial Virus (RSV)

- Virus Corona :

Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS CoV), Severa

Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Virus yang jarang ditemukan pada manusia tapi dapat meneybabkan

pneumonia berat yaitu virus corona (SARS, MERS CoV). Virus corona diketahui

dapat menimbulakan kesakitan pada manusia mulai dari yang ringan sampai berat

untuk itu kenali manifestasi Savere Acute Respiratory Infection (SARI). Salah satu

strain terbaru dari virus corona adalah MERS CoV yang banayak ditemukan pada

orang yang tinggal atau berkunjung ke daerah Timur Tengah.

Kelainan yang mungkin ditemukan adalah sebagai berikut :

- Demam suhu 38o C, batuk dan sesak, ditanyakan juga riwat bepergian

dari Timur Tengah 14 hari sebelum onset

- Pemeriksaan fisis sesuai dengan gambaran pneumonia

- Pada foto toraks dapat ditemukan infiltrat, konsolidasi sampai gambaran

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

29
- Laboratorium : ditentukan dari pemeriksaan PCR dari swab tenggorok dan

sputum.

Tidak ada pengobatan spesifik untuk MERS CoV, penatalaksanaan

disesuaikan dengan klinis pasien. Diagnosis banding pneumonia virus disesuaikan

dengan tanda dan gejala yang ditemukan. Penyakit dengan gejala hampir serupa

yang sering ditemukan antara lain :

- Demam berdaraha

- Infeksi virus yang disebakan oleh virus lain, bakteri atau jamur

- Demam tifoid

- HIV dengan infeksi sekunder

- Tuberkulosis paru

Penilaian derajat keparahan penyakit

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat

dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut Pneumonia Severity Index

(PSI) atau CURB-65. Sistem skor ini dapat mengidentifikasi apakaha pasien dapr

berobat jawla atau rawat inap, dirawat diruangan biasa atau intensif (Level I). PSI

menggunakan 20 variabel , ada riwata oenyakit dasarnya serta umur mendapat

nilai yang tinggi. CURB-65 lebih mudah cara menghitungnya karena yang dinilai

hanya 5 variabel tetapi tidak dapat langsung mengetahui penyakit dasarnya.

30
Gunakan Skor CURB 65. Bagi RS yang memiliki fasilitas yang lebih lengkap
dapat menggunakan PSI

Skor CURB-65 adalaha penilaian setiap faktor resiko yang diukur. Sistem

skor pada CURB-65 lebih ideal digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan

tingkat angka kematian tinggi. Setiap nilai faktor resiko dinilai satu. Faktor-faktor

resiko tersbut adalah :

C : Confusion yaitu tingkat kesdaran ditentukan berdasarkan uji mental

U : Urea

R : Respiratory rate atau frekuensi napas

B : Blood pressure atau tekanan darah

65 : umur 65 tahun

Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan abbereviation Mental Test (Uji

mental) yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 3.4 Tingkat kesadaran berdasarkan uji mental

Respon Nilai

Umur
Tanggallahir

31
Waktu(unyukjamterdekat)

Tahunsekarang

Namarumahsakit

Dapat mengindetifikasi dua orang (misalnya

dokter,perawat)

Alamatrumah

Tanggalkemerdekaan

Namaraja/presiden

Hitungmundur(mulaidari20kebelakang

Catatan :

Ada 10 pertanyaan
Tiap pertanyaan di jawab benar dapat nilai 1

Jawaban yang benar nila 8 confusion skor 1

Jawaban yang benar nila > 8 confusion skor 0

Setelah didapatkan skor untuk confusion maka kemudian dinilai skor

lainya yaitu urea, frekuensi nafas, tekanan darah dan umur. Mengingat

keterbatasan pemeriksaan BUN (Blood Urea Nitrogen) maka digunakan

pemeriksaan ureum tetapi dengan mengkonversikan nilai ureum dengan membagi

2,14. Bila nilai urea yang dihitung > 19, mg/Dl maka diberi skor 1 dan nilai urea

19 mg/Dl diberi skor 0. Total skor yang didapat digunakan untuk menentukan

apakah pasien yang dapat berobat jalan atau rawat inap, dirawat diruangan biasa

atau ruangan perawatn intesif.

32
Tabel 3.5 Skor CURB-65

Confusion

Uji mental nilai 8 skor 1

Uji mental > nilai 8 skor 0


Urea

Urea > 19 mg/dL skor 1

Urea 19 mg/dL skor 0


Respiratory rate (RR)

RR > 30x/menit skor 1

RR 30x/menit skor 0
Blood Pressure (BP)

BP < 90/60 mmHg skor 1

BP 90/60 mmHg skor 0


Umur

Umur 65 tahun skor 1

Umur < 65 tahun skor 0

Penilaian berat pneumonia dengan menggunakan sistem skor CURB-65

adalah sebagai berikut :

Skor 0-1 : resiko kematian rendah, pasien dapat berobat jalan

Skor 2 : resiko kematian sedang, dapat dipertimbangkan untuk dirawat

Skor < : resiko kematian tinggi dan dirawat harus ditatalaksanakan


sebagai pneumonia berat

Skor 4 atau 5 : harus dipertimbangkan aperawatn intensif.

33
Gambar 3.1 Algoritme penetuan derajat ini dapat dilihat pada gambar 1

Confusion
Ureum > 40 mg/Dl
Frekuensi napas 30/m
Tekanan darah : sistolik < 90 mmHg dan diastolik 60mmHg
Umur 65 tahun

Skor 0 - 1 Skor 2 Skor > 2

Rawat Jalan Pertimbangan rawat inap Rawat inap

Penilaian berat pneumonia dengan menggunakan sistem skor CURB-65

Penilaian beratnya pneumonia menggunakan PSI dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 3.6 Pneumoni Severity Index (PSI)

KarakteristikpasienNilai

34
Faktor demografik

Umur
- Laki laki Umur (tahun)
- Perempuan Umur (tahun)-10
Penghuni panti werda +10

Penyakit Komorbid
Keganasan +30
Penyakit hati +20
Penyakit jantung kongestif +10
Penyakit serebrovaskular +10
Penyakit ginjal +10

Pemeriksaan Fisis

Gangguan kesadaran +20


Frekuensi napas > 30 x/menit +20

Tekanan darah sistolik < 90 mmHg +20

Suhu tubuh > 35 0 C atau 40 0 C +15

Frekuensi nadi > 125x/ menit +10


Hasil Laboratorium

pH < 7.35 +30


Bun > 10.7 mmol/l +20

Natrium < 130 meq/l +20

Glukosa >13.9 mmol/l +10

Hematokrit < 30 % +10

Tekanan o2 darah arteri < 60 mmhg +10

Efusi pleura +10

35
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) merekomendasikan jika

menggunakan PSI kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia

komunitas adalah :

1. Skor PSI lebih dari 70

2. Bila skor PSI kuarng dari 70 pasien tetap perlu dirawat inap bila dijumpai

salah satu kriteria dari dibawah :

- Frekuensi napas > 30 kali / menit

- PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHG

- Foto torak menunjukan infiltrat multilobus

- Tekanan sistolik < 90 mmHg

- Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada gangguan NAPZA

Total poin yang didapatkan dari PSI dapat digunakan untuk menentukan

resiko, kelas resiko, angka kematian dan jenis perawatan sperti gterlihat

pada tabel .

Tabel 3.7 Derajat skor resiko PSI

36
Totalpoin Risiko Kelasrisiko Angka Perawatan

kemtaian

Tidakdiprediksi Rendah I 0.1% RawatJalan

70 II 0.6% RawatJalan

7190 III 2.8% Rawatinap/Jalan

91131 Sedang IV 8.2% Rawatinap

>130 Berat V 29.2% Rawatinap

Menurut IDSA/ATS 2007 kriteria pneumonia berat bila dijumpai salah

satu atau lebih kriteria dibawah ini.

Kriteria minor

a. Frekuensi napas 3 kali / menit

b. PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg

c. Foto torak menunjukan infiltrat multilobus

d. Kesadaran menurun /diseorientasi

e. Uremia (BUN 20 mg/dl)

f. Leukopenia (leukosit < 4000 sel / mm3

g. Trombositopenia (trombosit < 100.000 sel / mm3

h. Hipotermia (suhu < 360C)

i. Hipotensi yang memerlukan resusitsi cairan agresif

37
Kriteria Mayor adalah sebagai berikut :

a. Membutuhkan ventilasi mekanis

b. Syok septik yang membutuhkan vasopresor.

Catatan :
a
Kriteria lain untuk dipertimbangkan adalah hipoglekimia (pada pasien
bukan diabetes) alkoholisme akut atau gejala putus alkohol, hiponatremia,
asidosis metabolik dengan penyebab tidak jelas atau peningkatan kadara
laktat, siroris dan pengangkatan limpa.
b
Membutuhkan noninvasive vntilation (NIV) dapat digantikan untuk
pasien dengan RR > 30 x / menit PaO2/FiO2 < 250
c
Sebagai hasil dari infeksi saja.

Kriteria perawatan intensif

Pasien yang memerlukan perawatan langsung diRuang Rawat Intensif (ICU)


Adalah :

Pasien syok septik yang membutuhkan vesopresor atau ARDS yang


membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanis

Pasien dengan 3 gejalan minor pneumonia berat

Alur diagnosis dan tatalaksana pneumonia komunitas

Gambar 3.2 Alur diagnosis dan tatalaksana pneumonia komunitas

38
Gambar Alur diagnosis dan tatalaksana penumonia komunitas

3.1.5 Penatalaksanaan

Dalam mengobati pasien pneumonia sesuai dengan ATS/AIDSA 2007

perlu diperhatikan

- Pasien tanpa riwata pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya


- Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3
bulan sbebelumnya

39
Pemeilihan antibiotik secara empiris berdasarkan beberapa faktor,

termasuk

Jenis kuman yang kemungkinana besar sebagai penyebab

berdasakan pola kuman stempat

Telah terbukti dalam penelitian sebelumnya bahwa obat tersebut

efektif

Faktor resiko resisten antibiotik. Pemilihan antibiotik harus

mempertimbangkan kemungkinan resisten terhadap Streptococus

pneumoniae yang merupakan penyebab utama pada CAP yeng

memerlukan perawatan

Faktor komorbid dapat mempengaruhi kecenderungan terhadap

jenis kuman tertentu dan menjadi faktor penyebab kegagalan

pengobatan.

a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

Umur lebih dari 65 tahun

Memakai obat obatan golongan laktam selama tiga bulan

terakhir

Pecandu alkohol

40
Penyakit gangguan kekebalan

Penyakit penyerta yang multipel

b. Bakteri enterik Gram negatif

Penghuni rumah jompo

Mempunyai dasar penyakit kelainan jantung dan paru

Mempunyai kelainan penyakit yanhg multipel

Riwayat pengobatan antibiotik

c. Pseudomonas aeruginosa

Bronkiektasis

Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan

terakhir

Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumonia komunitas dibagi menjadi :

a. Pasien rawat jalan

Pengobatan suportif/simptomatik

- Istirahat ditempat tidur

41
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

- Bila panas tinggiperlu dikompres atau minum obat penurun

panas

- Bila perlu dapat diberika mukolitik dan ekspektoran

Pemberian antibiotik harus diberikan sesegra mungkin.

b. Pasien rawat inap diruangan rawat biasa

Pengobatan suportif/simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan

elektrolit

- Pemberian simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik diberikan segera mungkin

c. Pasien rawta inap diruangan rawat intensif

Pengobatan suportif/simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan

elektrolit

- Pemberian simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

42
Pengobatan antibiotik diberikan segera mungkin

Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis

Jika diagnosi pneumonia telah ditegakkan harus secepatnya diberikan


Antibiotika, setelah sebelumnya diambil spesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologi

Pemberian antibiotik dievaluasi secara klinis dalam 72 jam pertama.

Jika didapatkan perbaikan klinis terapi dapat dilanjutkan

Jika perburukan maka antibiotik harus diganti sesuai hasil biakan

atau pedoman empiris.


Pasein pneumonia yang di rawat melalui IGD pemberian antibiotik segera
diberikan sejak di IGD dalam waktu 8 jam sejak masuk rumah sakit (<4 jam
akan menurunkan angka kematian)

Pasien Pneumonia berat yang datang ke IGD diobservasi tingkat

kegawatannya, bila dapat distabilkan maka pasien dirawat inap di ruang rawat

biasa bila terajadi Respiratory distres maka pasien dirawat di ruangan rawat

intensif. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat petunjuk terapi empiris untuk

komunitas menurut PDPI

Tabel 3.8 Petunjuk terapi empiris untuk pneumonia komunitas menurut PDPI

43
Catatan :

Pola dasar kuman setempat menjadi dasar pemilihan antibiotik


Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan /meburuk maka pengobatan
disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensivitas

Bila pengobatan sesuai secara empiris memberikan respons yang baik walaupun hasil uji
sensivitas tidak sesuai maka terapi antibiotik dilanjutkan dengan evaluasi klinis.

Pengobatan pneumonia atipik

Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia

termasuk pneumonia atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipikyang

disebabka oleh M. Pneumoniae, C pneumonia, dsn Legionella adalah golongan :

44
Makrolid baru : azitromisin, klaritomisin, roksitromisisn

Flourokuinolon respirasi : levofloksasin, maksifloksasin

Pengobatan pneumonia virus

Untuk pasien terinfeksi virus Influenza (H5N1, H1N1, H7N9, H3N2) antiviral

diberikan secepat mungkin (48 jam pertama)

Dewasa atau anak 13 tahun oseltamivir 2x75 mg per hari selama 5 hari.

Anak 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kg BB, 2 kali sehari selama 5 hari

Dosis oseltramivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.9 Dosis Oseitramivir

Berat badan Dosis

> 40 kg 75 mg 2x / hari

>23-40 kg 60 mg 2x / hari

>15-23 kg 45 mg 2x / hari

15 kg 30 mg 2x / hari

Terapi Sulih (switch therapy)

45
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan

obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi

biaya perawatan dan pencegah infeksi nosokomial.

Pasien dengan indeksi H5N1 (suspek, probabel, konfirmasi) harus diberikan


oseltrimivir
Pada H5N1 tersebut antibiotika diberikan jika terjadi pneumonia bakteri
sekunder, yang banyak disebabkan oleh S. Pneumonia, S aureus

Sulih terapi (Switch Therapy)

Perubahan suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik

yang diberikan secara iv dan antibiotik yang efektifitasnya mampu mengimbangi

efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. Perubahan ini dapat diberikan secara

sequintial (obat sam, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama)

dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah)

- Contoh terapi sequintial : levofloksasin, moksifloksasin

- Contoh switch over : seftasidim IV ke seprofloksasin oral

- Contoh step down : amoksilin, sefuroksim, sefotaksim IV ke

cefiksim oral.

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada

hari ke-4 diganti obat oral dan pasien dapat berobat jalan. (Level II). Pada pasien

yang dirawat diruangan pemebrian intravena dapat disulih terapi ke oral setala 3

hari dan pasien di ICU dapat diberikan sulih terapi ke oral setelah 7 hari.

46
Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komunitas

a. Hemodinsmik stabil

b. Gejala klinis membaik

c. Dapat minum obat oral

d. Fungsi gastrointestinal normal

Kriteria klinis stabil :

a. Suhu 37.80C

b. Frekuensi nadi 100 x / menit

c. Frekuensi napas 24 x / menit

d. Tekanan darah sistolik 90 mmHg

e. Saturasi oksigen arteri 90% atau PO2 6o mmHg

Pasien harus dipulangkan secepatnya jika klinis stabil, tidak ada lagi masalah medis
dan keadaan lingkungan nya aman untuk melanjutkan perawatan di rumah.

Tabel 3.10 Pemilihan antibiotik untuk sulih terapi pada pneumonia komunitas

47
Lama pengobatan

Lama pemberian antibiotik (iv/oral) minimal 5 hari dan tidak demam 48-

72 jam. Sebelum terapi dihentikan pasien dalam keadaan sebagai berikut :

Tidak mememrlukan suplemen oksigen (kecuali untuk penyakit dasarnya)

Tidak lebih dari satu tanda-tanda ketidakstabilan klinis seperti :

48
- Frekuensi nadi > 100 x/menit

- Frekuensi napas > 24x / menit

- Tekanan darah sistolik 90mmHg

Lama pengobatan pada umumnya 7-10 hari pada pasien yang menunjukan

respon dalam 72 jam pertama. Lama pemberian antibiotik dapat di perpanjang

bila.

Terapi awal tidak efektif terhadap kuman penyebab

Terdapat infeksi ektraparu (meningitis atau edokarditis)

Kuman penyebab P.aeruginosa, S. Aureus, Legionella spp atau disebabkan

kuman yang tidak umum seperti Burkhodelria pseudomallei, jamur

Necrotizing pneumonia, empiema atau abses

Lama pengobatan pasien seperti ini sebaiknya bersifat ndividual

berdasarkan respon pengobatan dan komorbid. Pada pneumonia yang disebabkan

oleh MRSA tanpa infeksi di organ lainnya lama pengobatan bervariasi antara 7-21

hari tergantung luasnya infeksi.

Pasien sering diberikan antibiotik lebih lama darimpada seharus nya,

sehingga diperlukan paduan (antimicrobial stewardshhip) untuk dapat membantu

memperpendek lama pengobatan dan mempersempit spektrum antibiotik.

3.1.6 Penatalaksaan lainnya yang perlu dipertimbangkan

49
Hipotensi

Pemberian kortikosteroid pada kondisi hipotensi diseratai pemantauan

ketat kadar gula darah

Hipoksemia atau distres pernapasan

Dianjurkan pengguna Noninvansive Ventilation (NIV). Pada pasien PPOK

akan lebih cenderung bermanfaat. Penggunaan NIV tidak bermanfaat pada

pasien dengan ARDS dan pneumonia bilateral. Serta pneumonia dengan

hiposekmia berat (PaO2/FiO2 ratio < 150).

Pemakaian ventilasi mekanis

Sebaiknya diberikan volume tidal rendah (low-tidal-volume ventilation :6

cm3/kg BB ideal) yaitu pada pneumonia bilateral atau ARDS (level I)3.

3.1.7 Evaluasi pasien pneumonia yang tidak respon

Sebagian besar pasien pneumonia menunjukan perbaikan klinis dalam 71

jam pertama setelah pemberian antibiotik awal. Meskipun demikina diperkirakan

6-15% pasien pneumonia komunitas yang dirawat tidak menunjukan respon

dalam jangka waktu tersebut. Dan tingkat kegagaglan mencapai 40% pada pasien

yang lasgsung dirawat di ICU. Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris

selama 24 - 72 jam tidak ada perbaikan, harus ditinjau kembali diagnosisnya,

faktor-faktor pasien, obat obatan yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya,

seperti dapat dilihat pada gambar 3.

50
Gambar 3.3 Pasien yng tidak respon dengan pengobatan empiris yang telah diberikan.

Pasien yang tidak respon dengan pengobatan empiris yang telah diberikan dapat

disebabkan :

1. Salah diagnosis (bukan infeksi atau tidak ada komponen infeksi pada

penyakit dasarnya) misalnya gagal jantung, emboli, keganasan,

sarkoidosisa, pneumonitis radiasi reaksi obat pada paru, vaskulitis, ARDS,

perdarahan pulmonal, penyakit paru imflamasi.

2. Diagnosis suadah benar, tetapi pasien tidak respon pada pengobatan, hal

ini dapat disebabkan :

a. Faktor pasien

51
Lesi lokal misal obstruksi lokal akibat benda asing atau keganasan.

Empiema jarang terjadi tetapi sangat pentig sebagai penyebab tidak

responnya pengobatan. Penyebab lainya yaitupemberian cairan yang

berlebihan, superinfeksi pulmonal atau sepsis akibat pemakaian alat alat

intravena atau komplikasi medis pasien akibat perawatan.

b. Faktor obat

Jika penyebab pasien sudah ditemukan tapi pasien tidak respon terhadap

penhgobatan, maka klinis harus menmpertimbangkan kemungkinan

kesalahana pada faktor obat ;ketidaktepatan regimen, dosis, malabsorbsi,

interaksi obat yang akan menurunkan level antibiotik atau faktor-faktor

yang memungkin kan perubahan transfor antibiotik ke tempat infeksi.

Demam akibat obat atau efek samping lain yang mungkin akan

mengaburkan respon kesuksesan terapi.

c. Faktor patogen

Kuman penyebab mungkin dapat diidentifikasi dengan tepat tapi terdapat

kemungkinana resisten terhadap antibiotika yang diberikan. Contohnya

pneumokokus resisten pensilin, MRSA, Gram negatif multiresisten.

Banyaknya variasi dari kuman patogen (M. Tb, jamur, virus dan lain lain)

mungkin tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan respon terhadap

pengguna an paduan antibiotik empirik yang direkomendasikan. Pada

beberapa kasus patogen ini atau kuman lain mungkin merupakan patogen

penyerta.

52
Dua kelompok penyebab pasien pneumonia komunitas yang tidak respon

- Pneumonia progresif atau mengalami perburukan klinis yang

mmbutuhkan ventilasi mekanis atau syok yang terjadi dalam 72 jam

pertam. Perburukan setelah 72 jam pertama sering disebabkan oleh

komplikasi. Progresif dari penyakit dasar atau superinfeksi dengan

infeksi nosokomial. Banyak pasien yang akhirnya membutuhkan

perawatan di ICU setelah perburukan diruang rawat non ICU

- Pneumonia persisten adalah bila tidak terdapat perbaikan klinis atau

keterlambatan perbaikan klinis dalam 72 jam pertama setalah

pemebrian antibiotik.

Penyebab tersering kegagalan pengobatan adalaha faktor pemicu, bukan

ketidak tepatan pemilihan antibiotik. Faktor pasein ini meliputi beratnya penyakit,

keganasan, pneumonia aspirasi dan penyakit syaraf, sementara kuramg respons

terhadap antibiotik awal mungkin disebakna oleh kuman yang resisten, kuman

yang jarang ditemukan (legionella, virus , jamur termasuk pneumonia jeroveci, M

tuberkulosis) atau komplikasi pneumonia seperti obstruksi pasca pneumonia,

abses emoiema atau superinfeksi nosokomial. Berbagai keadaan spesifik yang

mungkin menyebabkan tidak responnya pasien terhadap pengobatan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini. Klasifikasi ini dapat membantu klinis untuk mendiagnosis

secara sistematis penyebab pasien pneumonia komunitas yang tidak respon

terhadap pengobatan.

Tabel 3.11 Pola dan tipe penyebab pneumonia komunitas yang tidak respon

53
Penatalaksanaan pasien pneumonia komunitas yang tidak respon

Beberapa hal yang harus dilakukan pada pasien yang tidak respon :

a. Pindahkan pasien ke layanan rujukan yang lebih tinggi

b. Lakukan pemeriksaan ulang untuk diagnosis, bila perlu dilakukan

prosedur invasif

54
c. Berikan eskalasi antibiotik

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan selain pemeriksaan ulang mikrobiologi

adalah CT Scan, bronskopi dan fungsi pleura atau pemasangan selang dada.

3.1.8 Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor pasien,

bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan

yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis pada pasien yang dirawat.

Angka kematian pasien pneumonia komunitas kuarng dari 5 % pada pasien rawat

jalan 20% pada pasien rawat inapa. Penentuan prognosi menurut IDSA dan

British Thoracis Society (BTS) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.12 Angka kematian berdasarkan derajat beratnya penyakit

55
3.1.9 Pencegahan

Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan pada pneumonia

komunitas adalah sebagai berikut :

a. Vaksinasi ( vaksin pneumolok dan vaksin influenza) walaupun masih perlu

penelitian lebih lanjut tentang efektivitasnya

b. Berhenti meroko

c. Menjaga kebersihan tangan, penggunaan masker, menerapkan etika batuk

d. Menerapkan kewaspadaan standar dan isolasi pada kasus khusu

Rekomendasi jadwal imunisasi pada orang dewasa untuk pencegahan

pneumonian dapat diliha pada tabel 16 di bawah ini :

Tabel 3.13 Rekomendasi jadwal imunisasi orang dewasa

Umur Vaksin 19-44 tahun 45-49 tahun 50-64 tahun 65+tahun

Influenza Tahunan, bagi yang beresiko/ Setiap bulan

menginginkan imunitas

Pneumokok 1-2 dosis pada individu 1-2 dosis

beresiko

56
1. Vaksinasi influenza

Vaksinansi influenza dilakukan setip tahun bagi orang dewasa dengan

umur > 50 tahun; penghuni rumah jompo dan penghuni fasilitas -

fasilitas lain dalam waktu lama (misalnya biara, asrama, dsb); penyakit

paru kronik, orang muda dengan penyakit jantung, penyakit

metabolisme (termasuk diabetes), disfungsi ginjal, hemoglobinopati

atau immonosupresi, HIV, untuk anggota rumah tangga, perawat dan

petugas-petugas kesehatan. Vaksin ini dianjurkan untuk calon jemaah

haji karena resiko paparan tinggi.

Efektivitas; 88-89 %

Penelitian oleh M.Ikhsan dkk menunjukan bahwa kelompok pekerja

yang tidak divaksin mengalami kejadian II, I. 2,2 kali lebih besar dari

pada yang mendapatkan vaksinasi, walaupun hal ini tidak berbeda

makna.

Cara pemberian : suntikan intramuskular (IM)

2. Vaksinasi pneumokok

Menurut WHO indikasi utama penggunaan vaksin pneumokok polisakarida

adalah

57
- Perlindungan terhadap orang tua sehat khususnya yang tinggal dirumah

jompo

- Pasien gagal organ kronik

- Pencegahan infeksi berulang pada pasien yang pernah terinveksi

pneumokok

- Anak anak kelompok resiko tinggi mislanya yang dilakukan spelektomi

dan anemia sickle cell

- Cara pemberia : suntikan IM atau subuktan (SC).

BAB IV

KESIMPULAN

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis yang mencangkup bronkiolus respiratorius, dan alveoli,

serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas

setempat. . Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,

parasit).

Berdasar klinis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas pneumonia

kounitas (Community-Acquired Pneumonia = CAP), pneumonia didapat diRumah

58
Sakit (Hospital - Acquired Pneumonia = HAP), Healt Care Associated

Pneumonia = HCAP dan pneumonia akibat pemakaina veltilator (Ventilator

Associated Pneumonia = VAP).

Penderita pneumonia akan datang kedokter dengan gejala batuk-batuk,

perubahan karakteristik sputum / purulent, suhu tubuh >/= 38oC (axilla) riwayat

demam, nyeri dada, sesak dan diperkuat dengan foto toraks terdapat infiltrat / air

bronchogram ditambah dengan beberapa pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-

tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki serta leukosit > 10.000 atau <

4500. Tatalaksana pada pneumonia diberikan terapi antibiotik yang sesuai dengan

jenis mikroorganisme penyebab yang diketahui berdasarkan anamnesis ataupun

pemeriksaan. Pada umumnya prognosis baik, tergantung dari faktor pasien,

bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan

yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis pada pasien yang dirawat.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. 2016. Pneumonia. Available at :


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/ . Accessed Agust 3,
2017.
2. Mayo Clinic. 2017. Pneumonia. Available at :
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/pneumonia/symptoms-
causes/dxc-20204678 . Accessed Agust 3, 2017.
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Republik Indonesia.
Available at : http://www.depkes.go.id . Accessed Agust 3, 2017.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komunitas Ed 2. Jakarta. Badan
Penerbit FK UI. 2014.

59
5. Memish AZ, Almasri M, Turkestani E et all. Etiology of severe community-
acquired pneumonia during the 2013 Hajjpart of the MERS-CoV surveillance
program. International Journal of Infectious Diseases.2014
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komunitas Ed 2. Jakarta. Badan
Penerbit FK UI. 2003

7. Moore, Keith & Anne M. R. Agur. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : Hipokrates, 2002.
8. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. 2003.
9. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC; 2012
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 5th Ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009
11. Ward PTJ, Ward J, Leach MR, Wiener MC. At a Glance Sistem Respirasi
Edisi 2. Jakarta : Erlangga;2009
12. Sani A, Jeremy B, et all. Pneumonia in adults: diagnosis and management.
National Institute for Health and Care Excellence; 2014.

60

Anda mungkin juga menyukai