Oleh:
Sang Aji Samudra Anugrah (G1A015069)
Katarina Frenka Nadya Wijaya (G1A015096)
Elma Wiliandini (G1A015105)
Pembimbing Fakultas:
dr. Fajar Wahyu Pribadi, M.Sc
(NIP 19800719 200501 1 001)
PUSKESMAS KEDUNGBANTENG
BLOK FAMILY AND OCCUPATIONAL MEDICINE
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Sang Aji Samudra Anugrah (G1A015069)
Katarina Frenka Nadya Wijaya (G1A015096)
Elma Wiliandini (G1A015105)
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Blok Mental Health, Family, and
Occupational Medicine, serta telah diperiksa, disetujui, disahkan, dan
dipresentasikan pada:
hari : Selasa
tanggal : 5 Juni 2018
Disetujui oleh,
Pembimbing Fakultas
A. Identitas Penderita
1. Nama : Maryati
2. Usia : 51 tahun
3. Jenis kelamin : perempuan
4. Status : janda
5. Agama : Islam
6. Suku bangsa : Jawa
7. Kewarganegaraan : Warga Negara Indonesia (WNI)
8. Pekerjaan : Pedagang
9. Pendidikan : SMP
10. Penghasilan/bulan : Rp1.000.000-1.500.000,00/bulan
11. Alamat : Desa Keniten RT 002/RW 003, Kecamatan
Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas,
Jawa Tengah.
12. Pengantar : Ibu Maryati tidak diantar
13. Hubungan dengan Ibu Maryati : -
B. Hasil Anamnesis
1. Keluhan Utama
Ibu Maryati datang dengan keluhan utama sariawan yang perih
sejak sehari yang lalu dan batuk serta pilek sejak 4-5 hari yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Sariawan atau Ulkus Aptosa
Sariawan yang dikeluhkan Ibu Maryati terletak pada
pangkal lidah bagian kanan. Sariawan dirasakan setelah Ibu
Maryati tidak sengaja menggigit lidahnya ketika makan berbuka
puasa pada sehari sebelum beliau datang ke puskesmas. Sariawan
dirasakan sangat perih dan mengganggu aktivitas, seperti sulit
bicara dan sulit makan. Saat ini Ibu Maryati makan untuk buka
dan sahur dengan sayur bening saja untuk mengurangi gesekan-
gesekan pada tempat sariawan. Keluhan dirasa semakin berat
ketika beliau sedang makan. Progresivitas memburuk sehingga
beliau memutuskan untuk berobat ke Puskesmas Kedungbanteng
pada Rabu, 23 Mei 2018 pukul 08.00. Keluhan penyerta adalah
berupa batuk dan pilek.
b. Batuk dan Pilek
Ibu Maryati sudah mengalami batuk dan pilek sejak hari
Kamis, 17 Mei 2018 (6 hari sebelum ke puskesmas). Pada waktu
itu, keluhan batuk dan pilek dirasakan sangat mengganggu
aktivitas, seperti sulit bernapas ketika berbaring dan sulit tidur.
Batuk yang dialami Ibu Maryati tidak berdahak. Pilek (rinore)
tidak banyak mengeluarkan sekret, tidak berwarna, serta tidak
berbau, namun sering terjadi pembengkakan concha nasalis pada
malam hari sehingga mengurangi aliran jalan napas pada cavum
nasi. Selama 6 hari tersebut, keluhan dirasa membaik walau
belum berobat.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Ibu Maryati memiliki riwayat hipertensi derajat satu dan dua yang
fluktuatif selama 25 tahun dan patuh meminum obat Amlodipin 1
kali/hari. Walaupun patuh minum obat, nampaknya keluhan pusing dan
sempoyongan karena tekanan darah meningkat sering terjadi pada
pasien. Hipertensi dideteksi pertama kali setelah melahirkan anak
pertama pada tahun 1993 dan tetap berlangsung sampai saat ini. Ibu
Maryati tidak mengingat apakah selama kehamilan juga hipertensi atau
tidak karena tidak ada keluhan. Tidak diketahui pula apakah
sebelumnya sudah menderita hipertensi atau belum. Sampai saat ini,
beliau belum pernah menderita penyakit serius selain hipertensi urgensi
asimptomatik.. Data rekam medik pada tanggal 20 April 2016
didapatkan tekanan darah Ibu Maryati 180/110 disertai pusing, batuk,
dan pilek.
Riwayat alergi tidak diketahui baik terhadap obat, makanan, zat,
serta alergen lain.. Berdasarkan rekam medik beliau, keluhan yang
sering dialami Ibu Maryati adalah pusing, batuk, dan pilek. Pasien
mengaku tidak memiliki riwayat kencing manis (diabetes mellitus).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua Ibu Maryati keduanya memiliki riwayat hipertensi.
Suami Ibu Maryati juga telah meninggal pada tahun 2011 dengan
penyakit gagal ginjal kronik stadium akhir.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Ibu Maryati bekerja sebagai seorang pedagang atau penjual
makanan di kantin SD Keniten 2. Kondisi sosial ekonomi tidak begitu
baik dengan penghasilan satu hari kurang lebih Rp50.000,00. Ibu
Maryati adalah tulang punggung keluarga karena sang anak tidak mau
bekerja. Pasien memiliki satu asuransi kesehatan BPJS atas nama
dirinya.
Lokasi tempat kerja dekat dengan rumah beliau, dapat dijangkau
dengan berjalan kaki. Biasanya beliau bersiap-siap memasak di rumah
dari pukul 03.00 dini hari kemudian ke sekolah pukul 07.00 dan
kembali pukul 10.00-12.00. Alat masak di rumah masih menggunakan
tungku kayu bakar. Makanan yang didagangkan adalah ketupat serta
gorengan. Pasien mengaku sering memakan dagangannya sendiri,
menyukai makanan asin dan bersantan.
Rumah yang ditinggali Ibu Maryati dan Ircham adalah rumah
peninggalan orang tua Ibu Maryati. Luas rumah 175m2 berbentuk
persegi panjang dan memiliki dua kamar utama. Lingkungan rumah
terlihat kurang terawat, namun bersih dan ventilasi udara cukup baik.
Lantai masih berupa ubin dan perabotan rumah tampak tua. Anak
pasien memelihara beberapa ekor burung hias dan ikan hias di rumah,
yang diletakkan di ruang tamu serta dapur. Bagian belakang rumah,
yaitu dapur, kamar mandi, dan toilet tampak luas. Di salah satu sisi
dapur terdapat tempat penyimpanan kayu bakar sebagai bahan bakar
tungku api. Kondisi lingkungan tidak bising, tidak banyak polusi,
kelembapan cukup, dan udara segar. Di sekitar rumah, banyak terdapat
tanaman pangan dan obat-obatan yang dirawat oleh pasien serta
tetangga.
C. Pemeriksaan Fisik
Data pemeriksaan fisik Ibu Maryati didapatkan dari hasil rekam medik
dan pemeriksaan saat home visit. Berikut adalah hasil pemeriksaan fisik
pasien:
1. Keadaan umum dan kesadaran, pasien tampak sehat dan compos mentis
2. Antropometri:
a. Tinggi badan : 155 cm
b. Berat badan : 52 kg
c. IMT : 21,64 kg/m2 (normal)
3. Tanda Vital:
a. Denyut nadi : 80 kali/menit
b. Laju respirasi : 20 kali/menit
c. Tekanan darah : 150/100 mmHg
d. Suhu tubuh : 37oC
4. Pemeriksaan Kepala dan Leher:
a. Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
b. Hidung : dalam batas normal (dbn)
c. Telinga : dbn
d. Mulut : dbn
e. Leher : dbn, pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
5. Pemeriksaan Thoraks
a. Inspeksi : bentuk thoraks dbn, pengembangan dada dbn
b. Palpasi : vokal fremitus dbn
c. Perkusi : dbn, sonor pada seluruh lapang paru, redup
pada bagian jantung, batas paru jantung
normal
d. Auskultasi : vesikuler pada seluruh lapang paru, suara
jantung S1 dan S2 normal.
6. Pemeriksaan Abdomen, yaitu dbn
7. Pemeriksaan Ekstremitas, yaitu dbn
8. Pemeriksaan Status Lokalis
Dilakukan pemeriksaan lokalis ulkus aptosa pada pangkal lidah
ujung kanan, tampak ulkus bulat hiperemis ukuran sedang (<1cm).
9. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan genitalia, anorektal, dan neurologis tidak dilakukan
karena tidak merujuk pada keluhan pasien serta tidak dimungkinkan
untuk dilakukan di rumah pasien.
D. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan karena penyakit sudah
dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik.
III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
a. Saat ini Ibu Maryati menderita ulkus aptosa, ISPA, disertai
dengan riwayat hipertensi derajat satu.
b. Riwayat keluarga ditemui hipertensi ayah (alm.) dan ibu (alm.).
c. Tidak ditemukan gejala-gejala penyakit menular.
2. Fungsi Psikologis
Dari hasil penggalian informasi, hubungan psikologis
antaranggota keluarga kurang sehat.
3. Fungsi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi Ibu Maryati tergolong rendah, akana
tetapi berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Ibu
Maryati adalah tulang punggung keluarga dengan penghasilan perbulan
Rp1.000.000,00-1.500.000,00.
B. Fungsi Fisiologis
Menghitung keberhasilan fungsi fisiologis keluarga dapat dilakukan
dengan wawancara menggunakan metode APGAR family score. Hal yang
diukur adalah:
1. Adaptation, merupakan tingkat kepuasan anggota keluarga dalam
menerima bantuan yang dibutuhkannya dari angggota keluarga lainnya.
2. Partnership, adalah tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
komunikasi, urun rembug dalam mengambil suatu keputusan dan atau
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan anggota
keluarga.
3. Growth, merupakan tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebebasan yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan
dan atau kedewasaan setiap anggota keluarga.
4. Affection, adalah tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih
sayang serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
5. Resolve, merupakan tingkat kepuasan anggota keluarga dalam
kebersamaan membagi waktu dan ruang antar anggota keluarga.
Masing-masing komponen APGAR dinilai dalam tiga tingkatan
penilaian yaitu sering, kadang-kadang, dan jarang. Sering memegang poin 2,
kadang-kadang 1 poin, dan jarang 0 poin. Interpretasi total skor APGAR
dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Skor 7-10 berarti fungsi keluarga dinilai sehat
2. Skor 4-6 berarti fungsi keluarga dinilai kurang sehat
3. Skor 0-3 berarti fungsi keluarga dinilai tidak sehat
Tabel APGAR family score dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah
berikut ini.
Pada kondisi keluarga Ibu Maryati, skor APGAR untuk Ibu Maryati
adalah 6 sedangkan untuk Ircham adalah 2. Hal ini menunjukkan bahwa bagi
Ibu Maryati, fungsi keluarganya kurang sehat dan bagi Ircham, fungsinya
tidak sehat. Rata-rata fungsi keluarga untuk seluruh anggota keluarga bernilai
4, sehingga fungsi keluarga ini kurang sehat.
C. Fungsi Keturunan/Genetik
Kondisi fungsi genetik keluarga Ibu Maryati dapat dilihat pada Gambar
3.1 di bawah berikut.
Bapak Ibu
1921-1978 1927-2003
hipertensi hipertensi
Menikah 1992
Suwanto
A. Diagnosis Holistik
1. Aspek Personal
a. Keluhan utama pasien yaitu sakit saat mengunyah karena ada
sariawan di pangkal lidah.
b. Keluhan penyerta berupa batuk dan pilek sejak 6 hari yang lalu
dan sudah membaik.
c. Idea atau hal yang dipikirkan pasien adalah pasien memiliki
penyakit sariawan dan ingin berobat ke dokter puskesmas.
d. Anxiety atau hal yang dicemaskan pasien adalah nyeri saat makan
dengan concern (hal yang diperhatikan) yaitu dirinya sedang
berpuasa sehingga membutuhkan nutrisi yang cukup.
e. Expectation atau harapan pasien yaitu ingin cepat sembuh dan
nyaman saat beraktivitas dan nyaman saat makan.
2. Aspek Klinis
Diagnosis kerja dan diagnosis banding berupa:
a. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dengan diagnosis
banding pneumonia, pneumonitis, dan rhinitis akut.
b. Stomatitis aptosa rekuren, dengan diagnosis banding ulkus oral
mayor.
c. Hipertensi derajat satu dengan diagnosis banding hipertensi
esensial dan preeklampsia pascamelahirkan yang berlanjut
sampai saat ini.
3. Aspek Faktor Risiko Internal (Intrinsik) sebagai Confounding Factors
a. Jenis kelamin perempuan karena stomatitis sering mengenai
wanita
b. Genetik yaitu ada kemungkinan penyakit hipertensi diturunkan
c. Perilaku individu sakit yaitu senang makan makanan bersantan,
asin, dan berminyak.
4. Aspek Faktor Risiko Eksternal (Ekstrinsik) sebagai determinant factors
a. Perilaku sakit anggota keluarga lain
Hanya tinggal dengan anaknya laki-lakinya. Sehari-hari
anaknya berada di rumah sambil memelihara beberapa ikan dan
burung. Memelihara burung atau unggas dapat menjadi faktor
resiko terjadinya ISPA.
b. Hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal kurang baik dengan skor APGAR
4, sehingga merupakan sebagai faktor risiko.
c. Sosial ekonomi
Keluarga Ibu Maryati termasuk keluarga sosial ekonomi
menengah ke bawah dengan penghasilan total sekitar
Rp1.000.000,00-1.500.000,00 untuk 2 orang, hal ini terkait
dengan capaian pelayanan kesehatan dan pemenuhan nutrisi
sehari-hari.
d. Pendidikan
Ibu Maryati dan anaknya sama-sama memiliki tingkat
pendidikan sampai sekolah menengah pertama (SMP) sehingga
mempengaruhi beberapa hal seperti, pola diet yang tidak baik. Ibu
Maryati masih sering mngonsumsi makanan yang bersantan dan
makanan asin. Namun Ibu Maryati sudah baik dalam hal
memeriksakan diri ke layanan kesehatan apabila merasa ada
keluhan.
e. Lingkungan rumah
Sanitasi baik dan terjaga, ruang tamu cukup, dua kamar
tidur, satu kamar mandi, ruang santai, dapur terpisah, tidak dekat
dengan kandang hewan ternak, luas rumah 175 m2 untuk 2 orang,
ventilasi cukup, penerangan cukup, bangungan kayu, atap
genteng, lantai disemen, sehingga bukan merupakan faktor risiko.
Faktor risiko kondisi rumah berupa perabotan yang sudah tua dan
berdebu dan adanya peliharaan burung di dalam rumah.
f. Lingkungan lokal sekitar
Lingkungan tempat tinggal keluarga ini termasuk
pemukiman biasa, dekat jalan raya tepatnya di depan jalan raya,
jalan disemen, sinar matahari cukup, halaman sempit dengan
pohon rindang dan tanaman hijau disamping rumah, kebersihan
dan sampah terjaga dengan baik sehingga bukan sebagai faktor
risiko. Denah rumah pada Lampiran 2.
5. Aspek Skala Fungsi Sosial (Derajat Keparahan Penyakit)
Penilaian aspek skala fungsi sosial Ibu Maryati dapat dicocokkan
dengan menggunakan Tabel 5.1 di bawah berikut
6. Tatalaksana
Penatalaksanaan dari SAR didahului dengan edukasi karena
kebanyakan pasien tidak mengetahui SAR, penyebab, dan bagaimana
menangani gejalanya. Edukasi pasien adalah kunci penting untuk
mengontrol SAR (Woo, 2008). Adapun terapi perawatan yang
diberikan kepada penderita SAR adalah
a. Terapi Lokal
Pada SAR ringan, perawatan yang dapat diberikan adalah
obat kumur campuran sodium biokarbonat dan air hangat untuk
menjaga rongga mulut tetap bersih. Obat kumur dengan
kandungan antibiotik seperti Tertrasiklin dapat mengurangi
ukuran, durasi, dan rasa sakit. Klorheksidin glukonat juga adalah
obat kumur yang dapat mengurangi jumlah bakteri dan
mempercepat penyembuhan SAR (Matute, 2011).
Terapi lokal dapat juga berupa obat topikal dengan
kandungan analgesik, antimikroba, dan anti-inflamasi (steroid
dan nonsteroid).43 Steroid topikal dapat mempercepat waktu
penyembuhan dan mengurangi jumlah lesi. Steroid topikal yang
dapat digunakan adalah fluocinonide, betamethasone, clobetasol,
dan lain-lain. Steroid topikal diaplikasikan 2-3 kali dalam sehari
setelah makan dan sebelum tidur (Vijayabala et al, 2013).
b. Terapi Sistemik
Terapi sistemik bukan merupakan pilihan perawatan utama
yang diberikan untuk pasien SAR. Terapi sistemik hanya
diberikan jika SAR yang dialami parah dan terapi topikal tidak
efektif. Obat-obatan yang dapat diberikan adalah NSAID,
prednisolone, pentoxyphyline, dapsone dan lain sebagainya
(Woo, 2008).
B. Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
1. Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang
diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections
(ARI) yaitu penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu atau lebih
dari saluran pernapasan, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga
telinga tengah dan pleura (Hartono dan Rahmawati, 2012). Istilah ISPA
meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut.
Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman
atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak
sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan adalah
organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian
ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksa saluran pernapasan.
2. Etiologi
Depkes (2004) menyatakan penyakit ISPA dapat disebabkan oleh
berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-
lainnya. ISPA bagian atas umumya disebabkan oleh virus, sedangkan
ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, umumnya
mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan
beberapa masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah genus Streptococcus,
Stapilococcus, Pneumococcus, Haemophyllus, Bordetella dan
Corynobacterium. Virus penyebab ISPA antara lain golongan
Paramykovirus (termasuk di dalamnya virus Influenza, virus
Parainfluenza dan virus campak), Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, Herpesvirus dan lain-lain. Di negara-negara berkembang
umumnya kuman penyebab ISPA adalah Streptocococcus pneumonia
dan Haemopylus influenza.
Jumlah penderita infeksi pernapasan akut kebanyakan pada anak.
Etiologi dan infeksinya mempengaruhi umur anak, daya tahan, musim,
kondisi tempat tinggal, dan masalah kesehatan yang ada. Banyaknya
patogen pada sistem pernapasan yang muncul dalam wabah selama
musim semi dan dingin, tetapi mycoplasma sering muncul pada musim
gugur dan awal musim semi. (Hartono dan Rahmawati, 2012). Virus
dan bakteri penyebab ISPA menurut lokasi anatomi dapat dilihat pada
Gambar 6.1
A. Kesimpulan
1. Ibu Maryati datang ke puskesmas pada Rabu, 23 Mei 2018 dan
didiagnosis menderita stomatitis aptosa rekuren, ISPA, disertai
hipertensi derajat satu yang diduga adalah hipertensi esensial karena
penyebab jelas belum diketahui.
2. Telah dilakukan diagnosis holistik yang meliputi aspek personal, klinis,
faktor risiko internal dan eksternal, sert skala fungsi sosial dari Ibu
Maryati.
3. Telah dilakukan pembahasan penanganan komprehensif bagi Ibu
Maryati, keluarga, dan komunitas untuk menangani ketiga keluhan dan
penyakit yang dialami Ibu Maryati
B. Saran
1. Disarankan bagi Ibu Maryati untuk mempertahankan kebiasaan makan
yang baik
2. Disarankan bagi keluarga Ibu Maryati untuk memperbaiki hubungan
keluarga dan dapat meminta bantuan konseling kepada dokter.
3. Disarankan agar Ircham, sang anak, mulai merintis pekerjaan untuk
mengurangi beban keluarga.
4. Disarankan agar pemerintah Kabupaten Banyumas memperhatikan
kondisi ibu yang tidak memiliki kepala keluarga lagi seperti Ibu
Maryati.
DAFTAR PUSTAKA
Bakri, S., Lawrence, G.S., 2008. Genetika Hipertensi. Dalam: Lubis, H.R., dkk.,
eds. 2008. Hipertensi dan Ginjal: Dalam Rangka Purna Bakti Prof. Dr. Harun
Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH. Medan: USU Press, 19-31.
Bruch JM, Treister NS. Clinical oral medicine and pathology. New York: Humana
Press, 2010: 53.
Cawson RA, Odell EW. Oral pathology and oral medicine. Ed 7. Philadelphia:
Elsevier, 2008: 220-4.
Depkes RI. 2010. Jumlah kasus pneumonia pada balita menurut Provimsi dan
kelompok umur (http://www.depkes.go.id diakses tanggal 28 Mei 2018)
Depkes RI, 2007, Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Yang Cenderung Menjadi Epidemi Dan Pandemi Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, http://www.who.int/esr/resouseces/puplications/csrpublications/
en/index7.html (diakses tanggal 28 Mei 2018)Jinba Y, Demitsu T. Oral
ulceration due to drug medication. J Dent Sci Review 2014; 50: 40-6.
Gunawan, S.G., R.S. Nafrialdi, dan Elysabeth. 2011. Farmakologi dan Terapi. Edisi
Ke-5 (cetak ulang dengan tambahan). Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Langlais RP, Miller CS, Nield GJS. Lesi mulut yang sering ditemukan. Edisi 4.
Jakarta: EGC, 2013: 172.
Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial pathology.
Ed 3. Philadelphia: W. B. Saunders, 2008: 240, 331-6.
Panggabean, Marulam M. 2009. Penyakit Jantung Hipertensi dalam Ilmu Penyakit
Dalam : Edisi IV, Jilid II, Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI.
Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology: clinical pathologic correlation.
Ed 5. Philadelphia : Elsevier, 2008: 38-42.
Suling PL, Tumewo E, Soewantoro J, Y Anom, Darmanto AY. Angka kejadian lesi
yang diduga sebagai stomatitis aftosa rekuren pada mahasiswa program studi
kedokteran gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. J e-Gigi
2013;11 (2): 1-8.
Vijayabala GS, Kalappanavar AN, Annigeri RG, Sudarshan R. Past and present
concept in the management of recurrent aphthous ulcers: a review. J Pharm
Biomed Sci 2013; 30(30): 40-9.
Woo SB, Greenberg MS. Ulcerative, vesicular, and bullous lesions. In: Burket’s
oral medicine. Edisi 11. Hamilton: DC Decker Inc, 2008: 57-60.
Yogasedara MA, Mariati NW, Leman MA. Angka kejadian stomatitis aftosa
rekuren (SAR) ditinjau dari faktor etiologi di RSGMP FK UNSRAT tahun
2014. J e-Gigi 2015; 3 (2): 278-4.
Yogiantoro, M., 2009. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, A.W., et al eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam 5th ed. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing, 1079-1085
LAMPIRAN
Sudah di print dan acc oleh preseptor puskesmas, nanti akan digabung