Kriteria antibiotik profilaksis dalam pembedahan yang tepat meliputi tepat indikasi,
tepat jenis antibiotik, tepat dosis, tepat rute, tepat waktu, dan durasi pemberian antibiotik.1
1. Tepat Indikasi
operasi kolorektal.1
yang tidak terkait prostetik dan kontaminasi-bersih setelah insisi ditutup di kamar
operasi, meskipun tampak adanya drainase. Bukti ilmiah juga belum cukup
mendukung antibiotik profilaksis untuk pembedahan minor dan praktik kedokteran
umum. Pada kasus infeksi terkait ingrown toenail atau abses dengan selulitis, memang
Begitu juga, pada pasien terpasang kateter atau drainase bedah tidak menjadi
indikasi memperpanjang durasi pemberian antibiotik profilaksis karena tidak ada bukti
primer3 :
sebagai sumber acuan informasi mengenai obat, dosis, rute, dan saat pemberian
optimal.
· Hindari peresepan ulang antibiotik topikal dan oral tanpa indikasi yang
jelas.
cakupan perkiraan jenis bakteri pada lokasi insisi. Selain itu, lokasi pembedahan, dan
pola resistensi antibiotik pada rumah sakit dapat menjadi bahan pertimbangan. Faktor
· keterlibatan prostesis
· berat badan
· fungsi ginjal
· status alergi
· komorbiditas
· imunosupresi
cephalosporin generasi pertama, seperti cefazolin terutama pada pasien tanpa riwayat
vancomycin (dapat juga digunakan alternatif pasien riwayat MRSA, pasien risiko
tinggi terjangkit MRSA, bahkan pasien dengan hasil tes kolonosisasi MRSA positif).
Pada kondisi gagal ginjal, vancomycin kurang efektif sehingga pemberian cefazolin
lebih dipertimbangkan.
Dosis tunggal antibiotik, misalnya 2 g cefazolin sudah cukup untuk sebagian besar
jenis pembedahan. Dosis obat menyesuaikan dengan faktor risiko pasien seperti usia,
berat badan, dan fungsi ginjal. Dosis profilaksis untuk anak diberikan berdasarkan
sering digunakan untuk prosedur pembedahan adalah intravena (94,2%) dan pada
pasca prosedur yaitu 64,5%. Rute pemberian antibiotik secara oral hanya dilakukan
oleh 20,4% pasca prosedur pembedahan dan haya 18,4% yang dianggap sesuai.3
Rute pemberian antibiotik lainnya adalah secara oral yaitu pada reseksi transuretra
prostat dan operasi terminasi kehamilan, serta amoxicillin oral diberikan sebelum
prosedur operasi gigi untuk mencegah terjadinya endokarditis. Selain itu, pada
Pedoman Centers for Disease Control and Prevention (CDC), antibiotik topikal
profilaksis saat ini tidak diindikasikan untuk sebagian besar luka akibat prosedur
dan pembalutan luka bedah yang baik, terutama jika luka sulit ditutup. Penggunaan
demikian, salep dan krim antibiotik sering digunakan untuk profilaksis topikal.3
Dalam tinjauan Cochrane, topikal profilaksis diduga dapat mencegah infeksi di
tempat pembedahan dibandingkan dengan pasien yang hanya diberikan antiseptik atau
tidak diberikan antibiotik topikal, namun masih terdapat bias yang tidak dikendalikan.
diberikan dalam 60 – 120 menit sebelum insisi kulit. Untuk operasi Caesar, pemberian
antibiotik profilaksis sebelum dilakukan penjepitan tali pusat lebih baik daripada
sesudah penjepitan.
Jika pasien telah menerima antibiotik untuk infeksi lain sebelum operasi, dan
jenisnya sama dengan yang digunakan untuk profilaksis bedah, maka dosis tambahan
Dosis tunggal antibiotik preoperatif sudah cukup untuk sebagian besar jenis
yaitu diindikasikan pada operasi jantung dan pembuluh darah, serta amputasi
ekstremitas bawah. Profilaksis tidak perlu melampaui 24 jam karena tidak bermanfaat.
Pada keadaan akut, pemberian antibiotik pasca prosedur dapat diinisiasi, namun
parenteral atau oral setidaknya selama 24 jam menemukan 20% (n = 298) subjek
mengalami setidaknya satu efek samping terkait antibiotik, dan 20% (n = 56) subjek
dari efek samping tersebut terkait dengan rejimen antibiotik yang tidak diindikasikan
peningkatan risiko efek samping. Efek samping yang sering adalah keluhan
difficile.4
B. Efek Samping
Penggunaan antibiotik profilaksis bedah yang tidak tepat dapat merubah flora bakteri
di rumah sakit dan pasien itu sendiri sehingga meningkatkan kolonisasi, resistensi, atau juga
dapat menyebabkan infeksi Clostridium difficile.5 Studi kohort retrospektif yang dilakukan
Tamma et al. (2017) menunjukkan bahwa pasien rawat inap yang diberikan antibiotik
parenteral dan oral setidaknya 24 jam, kemudian dievaluasi dalam 30 hari terdapat salah satu
efek samping obat antara lain : mual dan muntah, peningkatan level serum kreatinin,