I. PENDAHULUAN
Kasus infeksi di rumah sakit terutama rumah sakit rujukan, mengalami
peningkatan dalam jumlah, severitas, mordibitas dan mortalitas. Kasus ini
dapat terjadi akibat layanan yang dilakukan di rumah sakit yang dikenal
sebagai Healthcare-Associated Infection (HAI), dulu disebut infeksi
nosokomial, diperkirakan > 30% (WHO, 2016). Dampak buruknya adalah
kenaikan mortalitas, morbiditas dan beban biaya yang cukup tinggi.
Pada umumnya para klinisi telah memiliki guideline berupa PPK atau
clinical pathway untuk mengatasi kasus infeksi. Salah satu faktor penting
adalah penatagunaan antibiotik yang berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologi. Penetapan jenis bakteri patogen harus digunakan sebagai
salah satu komponen penting dalam pengobatan infeksi masa kini, agar
supaya para klinisi tidak melakukan Trial and Error” atau guesing pada
penetapan antibiotik. Cara ini berpotensi meningkatkan prevalensi AMR
dan memburuknya kondisi pasien.
Pemeriksaan mikrobiologi, sebelumnya dirasa mengkhawatirkan
karena akan menjadi komponen pembiayaan dan waktu pemeriksaannya
cukup lama. Dulu, pada umumnya penyakit infeksi bisa disembuhkan, dan
perawatannya terasa begitu aman dan efektif sehingga para dokter
meresepkan antibiotik secara tidak tepat, yaitu menggunakan antibiotik
spektrum luas untuk indikasi yang meragukan dan diresepkan lebih lama
dari yang diperlukan.
Selang bertahun-tahun kemudian, munculah laporan resistensi dari
berbagai negara, dari beberapa spesies bakteri, tetapi masih belum
menimbulkan kekhawatiran, karena obat baru yang lebih efektif dengan
spektrum antibakteri yang lebih luas sedang dikembangkan. Prevalensi
patogen bakteri yang resisten terhadap berbagai jenis obat seperti
Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRS) telah meningkat
dengan mengkhawatirkan selama 40 tahun terakhir, sementara di
beberapa tahun terakhir hanya beberapa antibiotik baru yang benar-benar
telah dikembangkan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat mengarah pada munculnya
bakteri resisten, peningkatan risiko bahaya pasien dari reaksi merugikan
yang dapat dihindari dan interaksi dengan obat lain, infeksi bakteri
multiresisten atau Clostridium difficile, kasus HAI yang semakin meningkat
dengan tingkat keparahan yang bervariasi, serta biaya yang mahal dan
mestinya tidak diperlukan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat meningkatkan risiko pada
pasien kolonisasi dan infeksi organisme yang resisten dan transmisi ke
pasien lain. Konsekuensi dari hal ini sekarang sudah bisa dilihat pasien
dengan infeksi akibat bakteri resisten mengalami penundaan pemulihan,
kegagalan pengobatan dan bahkan kematian.
Laporan surveilans Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba
Kemenkes pada tahun 2016, melaporkan survey dari 8 rumah sakit
pendidikan adanya peningkatan prevalensi bakteri E.coli dan Klebsiella
pneumoniae penghasil ESBL dengan rata-rata 60% (50 – 82%). Data
pada tahun 2013 hasil survey WHO dan KPRA, menunjukkan prevalensi
ESBL masih rata-rata 40% (26-56%) dan keadaan ini terindikasi adanya
peningkatan yang cukup mengkhawatirkan, sebab berpotensi akan diikuti
dengan peningkatan HAI. Kenaikan prevalensi kemungkinan disebabkan
oleh penggunaan antibiotik yang tidak terkendali terutama kategori
penggunaanj tidak ada indikasi (kategori V, Gyssens) dan penggunaan
terlalu lama (kategori IIIa, Gyssens) atau tingkat transmisi di rumah sakit
yang tinggi akibat dari kebiasaan cuci tangan dan dekolonial lingkungan
yang tidak rutin dan kurang optimal.
Data surveilans KPRS Kemenkes tahu 2016, ditemukan pada bagian
Bedah, Obgun, Penyakit Dalam dan Pediatri didapatkan 50 - 80%
antibiotik digunakan secara tidak tepat (tidak ada indikasi dan terlalu
lama).
Selective Pressure
Teori ini menggambarkan bahwa bagian tubuh pasien dihuni oleh
bakteri patogen dan normal flora secara bersamaan dan berdampingan.
Apabila pasien mendapat antibiotik, maka bakteri yang sensitif akan mati,
bakteri yang tidak sensitif terhadap antibiotik tersebut akan bertahan.
Bakteri hidup dalam keseimbangan sehingga saling interaksi, bakteri
patogen tidak berkembang biak karena dihambat oleh bakteri normal flora.
Karena bakteri patogen tidak ada yang menghambat perkembangannya,
maka ia akan berkembang biak dengan cepat, semakin hari pasien
mendapat antibiotik maka semakin tumbuh bakteri patogen, dan bakteri
yang tumbuh ini resisten terhadap antibiotik yang sedang diberikan.
Fenomena ini disebut sebagai teori selective pressure.
Rumah sakit atau unit yang banyak menggunakan antibiotik, akan
tinggi prevalensi bakteri resistennya, berisiko untuk menimbulkan penyakit
infeksi, komplikasi nosokomial (HAI) dan berpeluang timbul serangkaian
konsekuensi yang merugikan.
Direktur
Tim PPRA:
RS Bina Sehat Jember
- Klinisi
↑
- Farmasi Klinis
- Mikrobilogi Klinik
KPRA
PMKP
Radiologi Klinik
Keperawatan
DPJP
Keterangan :
- Tim PPRA bertanggung jawab kepada Direktur RS Bina Sehat Jember melalui
KPRA RS Bina Sehat Jember
- Tim PPRA dibentuk berdasarkan surat keputuasn Direktur RS Bina Sehat
Jember
- Anggota Tim PPRA sudah mendapat pelatihan khusus di bidang tatalaksana
infeksi dan penatagunaan antibiotik
- Segala beban biaya yang timbul untuk keperluan aktivitas pendidikan,
pelatihan, monitoring, survey dan rapat rutin serta aktiivitas administrasi
dibebankan pada anggaran RS Bina Sehat Jember
- Tim PPRA bekerja sama dengan DPJP, mikrobiologi klinik, patologi klinik dan
farmasis klinik, radiologi, ahli gizi, keperawatan.
- Tim PPRA berkoordinasi dan menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh PMKP, KFT dan PPI
- Prinsip peran Tim PPRA adalah pendampingan DPJP dalam hal peresepan
dan penggunaan antibiotik, guna peningkatanj outcome pasien dan
meminimalkan risiko komplikasi dan efek samping akibat antibiotik baik dalam
jangka pendek (risiko mutasi bakteri dan HAI) maupun jangka panjang( risiko
resistensi bakteri)
- timPPRA bertugas melakukan monitoring dan review bertugas melakukan
monitoring dan review peresepan dan penggunaan antibiotik sesuai dengan
target indikator yang ditetapkan pada periode berjalan
- pemantauan penggunaan antibiotik terhadap kesesuaian jenis, dosis, cara
pemberian dan durasi, serta perubahan peresepan dan penggunaan antibiotik
akibat perubahan kondisi klinis pasien.
Lini -1
DPJP Ya
(unrestriced)
(reserved)
Keterangan ;
- Peresapan antibiotik atas indikasi kasus infeksi bakteri (terapi empiris, terapi
definitif) atau atas indikasi profilaksis pembedahan
- Peresepan antibiotik lini kesatu (unrestriced) diresepkan oleh dokter umum,
PPDS dan DPJP, akan direview oleh farmasi klinis, dan apabila telah sesuai
PPK atau PPAB yang berlaku maka antibiotik dapat disimpan oleh unit
pelayanan farmasi untuk keperluan perawatan pasien
- Peresepan antibiotik lini kedua (restriced). Diresepkan oleh DPJP atau PPDS
dibawah supervisi DPJP, akan direview oleh farmasis klinik dan tasa
spengetahuan/ persetujuan konsultan infeksi. Apabila telah sesuai dengan PPK
atau PPAB yang berlaku atau sebagai terapi definitif maka antibiotik dapat
disipakna oleh unit pelayanan farmasi untuk keperluan perawatan pasien
- Peresepan antibiotik lini ketiga (reserved (termasuk antibiotik pengendalian
tertentu, akan direview oleh farmasi klinik dan atas persetujuan tim PPRA.
Apabila telah sesuai dengan PPK atau PPAB yang berlaku atau disiapkan oleh
unit pelayanan farmasi untuk keperluan perawatan pasien.
Antibiotik
Perawat
Pasien Infeksi
Resep AB
Farmasi Bangsal
Sesuai PPK
Indikator PPRA
Sesuai PPK
Feed Back
Sesuai PPK
Monitoring
KASUS - Anamnesis
- Pemeriksaan
fisik
- Laboratorium
- Imaging
INFEKSI KONFIRMASI
-
- Carbepenem
- Vanomycin
INDIKATOR - Piperacillin-
INDIKATOR (-) Taczobactam
PPRA
- Linezolid
- Tygeciclin
- Colistin/
INDIKATOR polimixin B
- Contrimoxaczole
Inj
-
REVIEW PENGGUNAAN AB
UMPAN TEPA
ANTIBIOTIK
BALIK (+) T
- Jenis
BALIK
- Dosis
(+)
- Durasi
- Rute switching
KURANG TEPAT - De-eskalasi
-
SESUAI TEMUAN
FOLLOW UP
MONITORING
RM DIPERBAIKI (-)
CEK RM EVALUASI
1. Lini pertama atau unrestricted, diresepkan oleh dokter umum, PPDS dan
DPJP, meliputi
a. Aminoglikosida :Gentamycin
b. Penisillin : Ampicillin, Amoxicillin
c. Penisillin + penghambat betslsktamase : Ampicillin-sulbactam, Amoxicillin-
clavunalat acid
d. Cephalosporin generasi 1: Cephradin, Cephalexin, Cefadroxil, Cefazolin
e. Cephalosporin generasi 2: Cephaclor, Cefuroxime
f. Phenicol : Chloramphenicol, Thiamphenicol
g. Golongan Linkosamide : Clindamycin oral
h. Golongan Makrolide : Erythromycin, Spiramycin, Clarithromycin,
Azithromycin
i. Golongan Quinolone : Ciprofloxacin
j. Golongan Tetrasiklin : Tetracyclin, Docicyclin
k. Kombinasi Trimethropin/ sulfametoksazol : Contrimoxazole oral
l. Golongan Imidazol : Metronidazol
2. Lini kedua atau restricted, diresepkan oleh DPJP atau PPDS dibawah
supervisi DPJP, dan atas sepengetahuan konsultan infeksi, Antibiotik ini
meliputi:
a. Cephalosporin generasi 3 oral : Cefixime, Cefditoren, Cefodoxime-
proxetil.
b. Cephalosporin generasi 3 injeksi : Ceftriaxone, Cefotaxime, Ceftazidime ,
Cefoperazone, Cefoperazone-sulbactam, Ceftizoxime
c. Cephalosporin generasi 4 injeksi : Cefepime, Cefpirome
d. Fluoroquinoline : Levofoxacin, Ofloxacine, Moxifloxacine
e. Monobactam : Aztreonam
f. Aminoglicoside : Amikacin
g. Golongan lain : Nitrofurantoin, Colistin oral, Fosfomycin
3. Lini ketiga atau reserved : termasuk antibiotik pengendalian khusus,
diresepkan DPJP untuk indikasi terntentu atas persetujuan Tim PPRA,
meliputi:
a. Carbapenem Injeksi : Meropenem, Ertapenem, Doripenem
b. Vanconycib injeksi
c. Piperacillin tazobactam injeksi
d. Tygecyclin injeksi
e. Linezolide injeksi
f. Polimixin B injeksi
g. Colistin injeksi
h. Cotrimoxazole injeksi
Lampiran 2
mulai
mual
Data lengkap? VI STOP
mual
yes
V STOP
Ada indikasi?
yes mual
Ada yg lebih efektif? VIa
No mual
VIb
Ada yg lebih aman?
mual
No VIc
Ada yg lebih murah?
mual
No
Ada yg lebih sempit VId
spektrumnya?
No mual IIIa
Terlalu lama ?
mual
IIIb
No Terlalu singkat ?
mual
No IIa
Tepat Dosis ?
mual
Yes IIb
Tepat Interval?
mual
Yes IIc
Tepat Rute?
mual I
Yes
Tepat Saat?
mual
Jika tidak masuk kategori Appropriate
I-IV (o)