Anda di halaman 1dari 23

PANDUAN PENATAGUNAAN ANTIBIOTIK

I. PENDAHULUAN
Kasus infeksi di rumah sakit terutama rumah sakit rujukan, mengalami
peningkatan dalam jumlah, severitas, mordibitas dan mortalitas. Kasus ini
dapat terjadi akibat layanan yang dilakukan di rumah sakit yang dikenal
sebagai Healthcare-Associated Infection (HAI), dulu disebut infeksi
nosokomial, diperkirakan > 30% (WHO, 2016). Dampak buruknya adalah
kenaikan mortalitas, morbiditas dan beban biaya yang cukup tinggi.
Pada umumnya para klinisi telah memiliki guideline berupa PPK atau
clinical pathway untuk mengatasi kasus infeksi. Salah satu faktor penting
adalah penatagunaan antibiotik yang berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologi. Penetapan jenis bakteri patogen harus digunakan sebagai
salah satu komponen penting dalam pengobatan infeksi masa kini, agar
supaya para klinisi tidak melakukan Trial and Error” atau guesing pada
penetapan antibiotik. Cara ini berpotensi meningkatkan prevalensi AMR
dan memburuknya kondisi pasien.
Pemeriksaan mikrobiologi, sebelumnya dirasa mengkhawatirkan
karena akan menjadi komponen pembiayaan dan waktu pemeriksaannya
cukup lama. Dulu, pada umumnya penyakit infeksi bisa disembuhkan, dan
perawatannya terasa begitu aman dan efektif sehingga para dokter
meresepkan antibiotik secara tidak tepat, yaitu menggunakan antibiotik
spektrum luas untuk indikasi yang meragukan dan diresepkan lebih lama
dari yang diperlukan.
Selang bertahun-tahun kemudian, munculah laporan resistensi dari
berbagai negara, dari beberapa spesies bakteri, tetapi masih belum
menimbulkan kekhawatiran, karena obat baru yang lebih efektif dengan
spektrum antibakteri yang lebih luas sedang dikembangkan. Prevalensi
patogen bakteri yang resisten terhadap berbagai jenis obat seperti
Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRS) telah meningkat
dengan mengkhawatirkan selama 40 tahun terakhir, sementara di
beberapa tahun terakhir hanya beberapa antibiotik baru yang benar-benar
telah dikembangkan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat mengarah pada munculnya
bakteri resisten, peningkatan risiko bahaya pasien dari reaksi merugikan
yang dapat dihindari dan interaksi dengan obat lain, infeksi bakteri
multiresisten atau Clostridium difficile, kasus HAI yang semakin meningkat
dengan tingkat keparahan yang bervariasi, serta biaya yang mahal dan
mestinya tidak diperlukan.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat meningkatkan risiko pada
pasien kolonisasi dan infeksi organisme yang resisten dan transmisi ke
pasien lain. Konsekuensi dari hal ini sekarang sudah bisa dilihat pasien
dengan infeksi akibat bakteri resisten mengalami penundaan pemulihan,
kegagalan pengobatan dan bahkan kematian.
Laporan surveilans Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba
Kemenkes pada tahun 2016, melaporkan survey dari 8 rumah sakit
pendidikan adanya peningkatan prevalensi bakteri E.coli dan Klebsiella
pneumoniae penghasil ESBL dengan rata-rata 60% (50 – 82%). Data
pada tahun 2013 hasil survey WHO dan KPRA, menunjukkan prevalensi
ESBL masih rata-rata 40% (26-56%) dan keadaan ini terindikasi adanya
peningkatan yang cukup mengkhawatirkan, sebab berpotensi akan diikuti
dengan peningkatan HAI. Kenaikan prevalensi kemungkinan disebabkan
oleh penggunaan antibiotik yang tidak terkendali terutama kategori
penggunaanj tidak ada indikasi (kategori V, Gyssens) dan penggunaan
terlalu lama (kategori IIIa, Gyssens) atau tingkat transmisi di rumah sakit
yang tinggi akibat dari kebiasaan cuci tangan dan dekolonial lingkungan
yang tidak rutin dan kurang optimal.
Data surveilans KPRS Kemenkes tahu 2016, ditemukan pada bagian
Bedah, Obgun, Penyakit Dalam dan Pediatri didapatkan 50 - 80%
antibiotik digunakan secara tidak tepat (tidak ada indikasi dan terlalu
lama).
Selective Pressure
Teori ini menggambarkan bahwa bagian tubuh pasien dihuni oleh
bakteri patogen dan normal flora secara bersamaan dan berdampingan.
Apabila pasien mendapat antibiotik, maka bakteri yang sensitif akan mati,
bakteri yang tidak sensitif terhadap antibiotik tersebut akan bertahan.
Bakteri hidup dalam keseimbangan sehingga saling interaksi, bakteri
patogen tidak berkembang biak karena dihambat oleh bakteri normal flora.
Karena bakteri patogen tidak ada yang menghambat perkembangannya,
maka ia akan berkembang biak dengan cepat, semakin hari pasien
mendapat antibiotik maka semakin tumbuh bakteri patogen, dan bakteri
yang tumbuh ini resisten terhadap antibiotik yang sedang diberikan.
Fenomena ini disebut sebagai teori selective pressure.
Rumah sakit atau unit yang banyak menggunakan antibiotik, akan
tinggi prevalensi bakteri resistennya, berisiko untuk menimbulkan penyakit
infeksi, komplikasi nosokomial (HAI) dan berpeluang timbul serangkaian
konsekuensi yang merugikan.

II. PENATAGUNAAN ANTIBIOTIK


Penatagunaan antibiotik (yang disingkat PGA) terjemahan dari
Antibiotic sterardship adalah upaya peningkatan outcome pasien secara
terkoordinasi untuk perbaikan kualitas penggunaan antibiotik, meliputi
indikasi, penentuan jenis, dosis, durasi, rute, de-eskalasi dan penghentian
penggunaan antibiotik. Penatagunaan antibiotik merupakan program yang
terorganisasi di rumah sakit tentang tatalaksana pengguanaan antibiotik
rasional dan bijak. PGA melibatkan pendekatan sistematis untuk
mengoptimalkan penggunaan antibiotik (antimikroba). Kegiatan ini
dilaksanakan di rumah sakit untuk mengendalikan penggunaan antibiotik
yang tidak ada indikasi, tidak tepat pemilihan antibiotik, terlalu lama, dan
tidak tepat rejimen dosis. Harapannya penggunaan antibiotik lebih bijak
agar outcome pasien membaik dan mengurangi konsekuensi merugikan
akibat penggunaan antibiotik (termasuk infeksi nosokomial, resistensi
antimikroba, toksisitas dan biaya yang tidak perlu).
Program PGA di rumah sakit telah terbukti dapat menurunkan
penggunaan antibiotik, meningkatkan kualitas penggunaannya dan
memperbaiki perawatan pasien. Bersamaan dengan aktivitas PPI lainnya,
terutama kebersihan tangan, PGA sebagai strategi utama dalam program
mencegah munculnya bakteri resistensi dan menurunkan infeksi yang
terkait dengan perawatan kesehatan (HAI). Implementasi PGA mampu
menurunkan penggunaan antibiotik, penghematan biaya belanja farmasi,
berhasil meningkatkan kesesuaian penggunaan antibiotik, mengurangi
tingkat resistensi di lingkungan rumah sakit, morbiditas, mortalitas dan
biaya perawatan pasien.
Tim Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Tim PPRA. Kegiatan PGA akan terintegrasi
dengan program Tim PPRA. Tim PPRA sebagai pelaksana program akan
berlaku sebagai pendamping para klinisi DPJP dalam mengendalikan
penggunaan antibiotik untuk keperluan terapi kasus infeksi maupun
profilaksis pada pembedahan.

III. TUJUAN PENATAGUNAAN ANTIBIOTIK


1. Menjaga dan meningkatkan outcome pasien, menurunkan morbiditas
dan mortalitas akibat bakteri multi-resisten (MDRO)
2. Menurunkan prevalensi bakteri resisten di lingkungan RS Bina Sehat
Jember
3. Melakukan perawatan pasien secara optimal dengan mengendalikan
tatalaksana kasus infeksi dan penggunaan antibiotik yang bijak di
lingkungan RS Bina Sehat Jember
4. Menggunakan antibiotik secara bijak dan mengendalikan penggunaan
antibotik secara optimal untuk indikasi terapi dan profilaksis.
5. Menurunkan biaya perawatan dan pengobatan (cost saving).

IV. UNSUR PPRA


Pasien dengan infeksi yang kompleks dirawat scera terintegrasi agar
supaya diperoleh ourcome yang lebih baik dan perawatan yang efisien.
Program PPRA bersifat multidisiplin dengan memanfaatkan keahlian dan
sumber daya yang tersedia sebagai berikut;
1. Anggotaa tim inti:
a. Dokter spesialis yang berminat dan mampu menangani kasus
infeksi kompleks
b. Dokter spesialis mikrobilogi klinik
c. Farmasis klinik (clinical pharmacist)
2. Anggota tim ahli/ pakar
A. Dokter spesialis Patologi Klinik
B. Dokter spesialis Radiologi
C. Dokter / Ahli gizi klinik
D. Keperawatan
3. Dukungan dan Regulasi
a. Direktur menetapkan dan menyediakan sumber daya khusus guna
kepentingan kegiatan pendampingan tata kelola program
penatgunaan atibiotik, khususnya untuk memantau serta
pendampingan penggunaan antibiotik.
b. Menerbitkan surat keputusan untuk menetapkan tim penatagunaan
antibiotik dan Job description.
c. Menetapkan Tim PPRA multidisiplin dengan keanggotaan dokter
spesialis yang berminat menangani kasus infeksi kompleks,
farmasis klinis, spesialis mikrobilogi klinik, spesialsi patologi klinik,
spesialis radiologi dan dokter/ ahli gizi.
d. Memastikan bahwa program PGA terintegrasi dengan Tim PPRA
serta berkoordinasi dengan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien.
e. Tim PPRA secara terstruktur bertanggungjawab kepada direktur RS
Bina Sehat Jember. Dalam kegiatan operasional sehari-hari berada
dalam koordinasi Tim PPRA, Direktur RS Bina Sehat Jember.

V. LANGKAH POKOK PPRA


Strategi program penatagunaan antibiotik yang efektif adalah:
1. Menerapkan PPK versi terbaru secara konsisten, terutama tatalaksana
pasien infkeis dan panduan penggunaan antibiotik.
2. PPK kasus infeksi
- Melakukan review semua PPK kasus infeksi pada semua KSM
- Memastikan penetapan penggunaan antibiotik empirik berdasarkan
keputusan KSM dan menggunakan data pola bakteri dan kepekaan
antibiotik terbaru.
- Memastikan penggunaan antibiotik empiris,-eskalasi, automatic
stop order, dan mencegah overuse
3. Persiapan kompetensi SDM
Pelatihan bagi klinisi/ DPJP, farmasis klinik, mikrobiologi klinik tentang
tata laksana kasus infeksi dan penggunaan antibiotik secara optimal
dan bijak.
4. Menggunakan data pola bakteri dan kepekaan antibiotik di R Bina
Sehat Jember yang dikeluarkan oleh Instalasi Mikrobiologi klinik untuk
menetapkan antibiotik empiris.
5. Menetapkan panduan penggunaan antibiotik (PPAB) Rs Bina Sehat
Jember
6. Menetapkan tata cara persetujuan penggunaan antibiotik yang
mencakup pembatasan antibiotik (antimikroba) spektrum luas dan
generasi terakhir (high-end antibiotic) meskipun tercantum dalam PPK/
CP.
7. Monitoring dan review peresepan antibiotik (antimikroba) dan
menyampaikan umpan balik kepada DPJP secara langsung atau
melalui media komunikasi.
8. Evaluasi, audit kinerja Tim PPRA dengan mengumpulkan data dan
melaporkan secara berkala tentang :
- Pola peresepan terhadap antibiotik indikator
- Pola peresepan berdasarkan kasus penyakit
- Pola peresepan berdasarkan lokasi unit kerja (ICU, NICU, Bangsal
Infeksi, dll)
9. Memastikan penggunaan antibiotik sesuai dengan hasil uji kultur dan
sensitivitas antibiotik
10. Menggunakan teknologi informasi untuk keperluan pengisian rekam
medik, peresepan elektronik dan sistem umpan balik (feed back)
11. Publikasi laporan kinerja Tim PPRA secara periodik setiap 1 tahun
sekali.
VI. PROGRAM IMPLEMENTASI DAN STRUKTUR TIM PPRA
1. Tatalaksana penggunaan antibiotik
a. RS Bina Sehat Jember memiliki SOP tatalaksana penggunaan
antibiotik (antimikroba), termasuk kebijakan peresepan dan
monitoring penggunaan antibiotik/ antimikroba.
b. RS Bina Sehat Jember memberlakukan penggunaan antibiotik
profilaksis pembedahan dan antibiotik terapi. Efefktifitas PPK
kasus pembedahan dan infeksi yang menggunakan antibiotik akan
ditinjau secara berkala setiap 2 tahun.
c. Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang digunakan untuk
mencegah terjadinya komplikasi infeksi pasca operasi, diberikan
30-60 sebelum insisi, selama 15 menit melalui intra vena drip.
Diberikan di kamar operasi dibawah pengawasan tim anastesi.
d. Antibiotik terapi, digunakan untuk mematikan bakteri patogen
penyebab infeksi diberlakukan pemberian :
- antibiotik empiris, yaitu antibiotik yang diberikan pada kasus
infksi bakteri sebelum diketahui jenis patogen penyebab.
Jenis antibiotik empiris ditetapkan oleh masing-masing
KSM/ Departemen berdasarkan pola bakteri dan kepekaan
antibiotik.
- Antibiotik definitif, adalah antibiotik yang diberikan sesuai
dengan bakteri patogen penyebab berdasarkan hasil
pemeriksaan kultur dan kepekaan antibiotik RS Bina Sehat
Jember
- De –eskalasi, adalah perubahan antibiotik dari spektrum
luas menjadi spektrum yang lebih sempit.
e. Program pengelolaan penggunaan antibiotik (antimikroba)
dilakukan monitoring Tim PPRA RS Bina Sehat Jember.
f. Tim PPRA dapat berkoordinasi dengan KFT, PPI dan PMKP guna
keperluan konsultasi dan evaluasi kegiatan
g. Pelatihan kusus bagi Tim PPRA, agar memiliki kompetensi
tentang tatalaksana pasien infeksi dan penggunaan antibiotik
h. Kinerja Tim PPRA dan indikator hasil diukur dan dilaporkan
kepada Direktur RS Bina Sehat Jember melauli KPRA dan PMKP.
2. Penggolongan antibiotik dan sistem persetujuan penggunaan
antibiotik (antimikroba)
A. RS Bina Sehat Jember memberlakukan penggolongan antibiotik,
meliputi antibiotik Lini kesatu (Unrestriced), Lini kedua (Restriced),
dan lini ketiga (Reserved)
B. Jenis antibiotik dalam golongan ditetapkan secara periodik,
berdasarkan surat keputusan direktur
C. Rumah sakit menerapkan tatacara persetujuan penggunaan
antibiotik (antimikroba)
- Antibiotik lini kesatu dapat diresepkan oleh dokter umum,
PPDS dan DPJP
- Antibiotik lini kedua diresepkan oleh DPJP atau PPDS
dibawah supervisi DPJP dan mendapat persetujuan
konsultasi indeksi
- Antibiotik lini ketiga diresepkan DPJP unutk indikasi tertentu
atas persetujuan tim PPRA
D. Kepatuhan terhadap proses persetujuan dilakukan audit secara
reguler
E. Tim PPRA memberikan layanan 24 jam untuk mendampingi atau
konsultasi bagi DPJP dalam penetapan peresepan antibiotik
(antimikroba)

3. Review dan umpan balik kepada DPJP


a. Kasus infeksi yang menggunakan antibiotik indikator akan
dilakukan review dan umpan balik bagi DPJP oleh Tim PPRA
b. Kasus infeksi yang menggunakan antibiotik pada tempat
pelayanan yang ditetapkan sebagi area pengawasan tim PPRA,
akan dilakukan review dan umpan balik bagi DPJP oleh tim PPRA
c. Review meliputi : diagnostik kasus infeksi, indikasi pemberian
antibiotik (termasuk empiris, definitif dan de-eskalasi), jenis
antibiotik, dosis, cara pemberian dan durasi pemberian.
4. Intervensi Point-Of-Care (PoC)

Intervensi PoC adalah memberikan umpan balik langsung kepada


DPJP tentang diagnostik infeksi berdasarkan gejala klinis, hasil
pemeriksaan laboratorium infeksi (Leukosit, CRP, PCT, Asam Laktat,
dll), pemeriksaan imaging (USG, plain x-ray, CT-Scan, MRI),
laboratorium mikrobiologi terhadap ketepatan penetapan peresepan
antibiotiknya, meliputi:

a. Kesesuaian pemilihan jenis antibiotik empiris


b. Pertimbangan pemilihan antibiotik definitif berdasarkan
pemeriksaan kultur dan kepekaan antibiotik (mikrobiologi)
c. Penetapan dosis antibiotik regular atau penyesuaian dosis
berdasarkan PK-PD.
d. Eskalasi atau De-eskalasi
e. Automatic stop order
- Pemberian antibiotik profilaksis akan berakhir setelah 24
jam pasca operasi (terhitung dari pemberian antibiotik
pertama)
- Pemberian antibiotik terapi empiris selama 3-5 hari,
kemudian dilakukan evaluasi. Perpanjangan pemberian
antibiotik terapi harus didukung oleh kondisi klinis atau
laboratorium yang sesuai.
f. Penetapan indikator target, ditetapkan setelah mendengar dan
mendapat masukan atau pertimbangan dari Tim PPRA,
mikrobiologi klinik, KFT, PPI, Farmasi Klinik dan peraturat yang
berlaku
g. Indikator ditetapkan dengan mempertimbangkan periode waktu
tertentu.

5. Mengukur kinerja Tim PPRA


a. Pemantauan dan analisis penggunaan antimikroba dilakukan pada
setiap kasus indikator untuk mengetahui efektifitas dan outcome
kesembuhan pasien
b. Pelaporan hasil analisis penggunaan antibiotik (antimikroba) di
lingkungan rumah sakit guna mengetahui, dan mengevaluasi
kesesuaian peresepan
c. Analisis berdasarkan indikator proses dan outcome. Hasil analisis
digunakan untuk menetapkan target dan sekaligus melakukan
evaluasi guna melakukan tinjauan perbaikannya.
d. Data kasus sesuai target indikator dikumpulkan dan secara
berkala dilakukan evaluasi oleh Tim PPRA
e. Analisi termasuk meninjau kepatuha DPJP terhadap proses
tatalaksana porgram Tim PPRA

6. Edukasi dan kompetensi DPJP


a. RS Bina Sehat Jember menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan masalah AMR, penggunaan antimikroba yang optimal,
aman dan karena hal tersebut merupakan elemen penting dari
program Tim PPRA
b. RS Bina Sehat Jember menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan yang diberlakukan kepada semua dokter yang secara
aktif merawat pasien, Farmasi, perawat, mikrobiologi klinik,
patologi klinik, radiologi, PPDS-I, PPDS-II, mahasiswa dan siswa
kebidanan, keperawatan dan kefarmasian
c. Silabus pendidikan dan pelatihan Tim PPRA diintegrasi dengan
program Tim PPRA
d. RS Bina Sehat Jember akan menerbitkan sertifikasi kompetensi
bagi staf yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan Tim PPRA

7. Peran layanan mikrobiologi klinik


Layanan mikrobiologi klinik RS Bina Sehat Jember merupakan
bagioan langsung dari penatalaksanaan infeksi meliputi:
a. Pengujian diagnostik untuk infeksi, meliputi uji kultur untuk bakteri
patogen, jamur atau bakteri umum
b. Penguji sensitivitas antibiotik, dan anti jamur
c. Memberikan konsultasi pengujian atau kelayakan spesimen dalam
upaya menegakkan diagnosis yang tepat (darah, pus, jaringan
infeksi, urin, feses, cairan tubuh lainnya)
d. Secara aktif menyampaikan hasil pemeriksaan mengikuti sistem
turn around time (TAT)
e. Membuat dan menetapkan pola bakteri dan antibiogram secara
periodik berdasarkan KSM/ Departemen dan jenis spesimen
f. Membuat dan menetapkan pola bakteri dan anibiogram khusus
pada unit yang penggunaan antibiotik, risiko infeksi dan
transmisinya tinggi (ICU, NICU, PICU)

8. Peran layanan instalasi pendukung


a. Menyelenggarakan pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan
diagnostik, follow up, kasus infeksi berdasarkan parameter yang
diperlukan
b. Patologi klinik: menetapkan dan menyelenggarakan layanan
pemeiksaan dan analisis marker infeksi : Lukosit, Monosti,
Lymfosti, Neutrofil, Lactate, CRP atau PCT, gangguan fungsi
organ
c. Radiologi: menyelenggarakan layanan diagnostik imaging, meliputi
USG, Plain x-ray, kontras X-ray, CT Scan dan MRI

9. Peran Layanan Farmasi


a. Tim PPRA dan staf layanan kefarmasian harus memiliki
pengetahuan dan ketrampilan dalam melakukan review peresepan
antibiotik
b. Melakukanreview peresepan antibiotik meliputi :
- Tinjauan kepatuhan terhadap PPK masing-masing
tatalaksana terapi kasus infeksi atau kebutuhan profilaksis
pembedahan
- Tinjauan terhadap pemilihan antibitoik sesuai formularium
rumah sakit dan tata cara peresepan yang baik dan benar
c. Menyenggarakan pendidikan dan pelatihan khusus pada staf
farmasi tentang PPRA, tatalaksana pelayanannya
d. Bekerjasama dengan ahli infeksi dan mikrobiologi klinik untuk
menetapkan pilihan antibiotik yang tepat (jenis, dosis,cara
pemberian, durasi) sesuai kebutuhan perawatan pasien
e. Melakukan survey penggunaan antibiotik secara kuantitatif dan
kualitatif secara terpilih berdasarkan jenis antibiotik, jenis
penggunaan (terapi atau profilaksis) tempat layanan, kasus, dll.\

10. Umpan balik (Feed back) tim PPRA kepada DPJP


a. Peresepan dan penggunaan antibiotik sesuai dengan indikator
yang telah ditetapkan akan dilakukan monitoring, follow-up oleh
tim PPRA terkait penggunaan antibiotik, perubahan antibiotik
sesuai indikasi dan perubahan kondisi klinis pasien
b. Tujuan monitoring, follow-up untuk menurunkan prevalensi bakteri
resisten di lingkungan RS Bina Sehat Jember
c. Umpan balik akan disampaikna oleh Tim PPRA, berdasarkan hasil
monitoring dan review kasus sesuai indikator pemantauan
d. Bentuk dan proses umpan balik
- Umpan balik dilakukan melaluio fasilitas telepon atau
langsung tatap muka
- Umpan balik dapat berupa informasi satu arah dalam
bentuk pernyataan atau komunikasi 2 arah (diskusi)
- Hasil akhir proses umpan balik adalah kesepakatan untuk
meningkatkan outcome pasien dan meminimalkan risiko
dampak negatif penggunaan antibiotik
- Semua bentuk umpan balik, dicatat dalam rekam medis
atau lembar khususu yang disediakan
- Dampak perubahan klinis akibat umpan balik, dilaporkan
oleh DPJP kepada Tim PPRA untuk menetapkan tindak
lanjut perawatan pasien
- Tat cara umpan balik diatur dalam lampiran
e. Semua proses umpan balik dilakukan audit dan dianalisis terkait
dengan outcome pasien, kenyamanan DPJP, jenis umpan balik
dan respons umpan balik.
11. Laporan kinerja Tim PPRA
a. Kegiatan kinerja Tim PPRA dilaporkan secara periodik setiap
tahun
b. Laporan evaluasi hasil monitoring dan review dilaporkan setiap 4
bulan sekali
c. Laporan rutin dilaksanakan setiap hari, guna melaporkan hasil
review dan monitoring kasus
d. Laporan kinerja Tim PPRA disampaikan kepada Direktur RS Bina
Sehat Jember melalui KPRA dan tembusan disampaikan ke
PMKP, KFT dan PPI

12. Job description Tim PPRA


a. Ketua Tim PPRA, berasal dari klinisi spesialis yang memiliki
kompetensi dan keminatan dibidang infeksi, bertugas memimpin
Tim PPRA, bertanggung jawab atas pelaksanaan program dan
peran Tim PPRA, emmimpin diskusi dan mengambil keputusan
final apabila terjadi ketidaksepakatan diantara Tim PPRA dan
klinisi DPJP
b. Sekretaris, berasal dari klinisi dokter spesialis atau farmasis klinik,
bertugas ata kelancaran aktivitas kesekretariatan, mendistribusi
kasus kepada anggota untuk keperluan review dan monitoring,
menyiapkan undangan dan mengelola notulensi, mengelola
laporan harian, 4 bulanan dan tahunan
c. Anggota, berasal dari Dokter spesialis, farmasi klinik, mikrobiologi
klinik bertugas melakukan review, monitoring kasus dengan
indikator yang telah ditetapkan. Membuat laporan harian terhadap
kasus yang dilakukan review atau monitoring.
13. Struktur dan koordinasi Tim PPRA

Direktur
Tim PPRA:
RS Bina Sehat Jember
- Klinisi

- Farmasi Klinis
- Mikrobilogi Klinik
KPRA
PMKP

Gizi Klinik Tim PPRA KFT

Patologi KLinik PPI

Radiologi Klinik

Keperawatan

DPJP

Keterangan :

- Tim PPRA bertanggung jawab kepada Direktur RS Bina Sehat Jember melalui
KPRA RS Bina Sehat Jember
- Tim PPRA dibentuk berdasarkan surat keputuasn Direktur RS Bina Sehat
Jember
- Anggota Tim PPRA sudah mendapat pelatihan khusus di bidang tatalaksana
infeksi dan penatagunaan antibiotik
- Segala beban biaya yang timbul untuk keperluan aktivitas pendidikan,
pelatihan, monitoring, survey dan rapat rutin serta aktiivitas administrasi
dibebankan pada anggaran RS Bina Sehat Jember
- Tim PPRA bekerja sama dengan DPJP, mikrobiologi klinik, patologi klinik dan
farmasis klinik, radiologi, ahli gizi, keperawatan.
- Tim PPRA berkoordinasi dan menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh PMKP, KFT dan PPI
- Prinsip peran Tim PPRA adalah pendampingan DPJP dalam hal peresepan
dan penggunaan antibiotik, guna peningkatanj outcome pasien dan
meminimalkan risiko komplikasi dan efek samping akibat antibiotik baik dalam
jangka pendek (risiko mutasi bakteri dan HAI) maupun jangka panjang( risiko
resistensi bakteri)
- timPPRA bertugas melakukan monitoring dan review bertugas melakukan
monitoring dan review peresepan dan penggunaan antibiotik sesuai dengan
target indikator yang ditetapkan pada periode berjalan
- pemantauan penggunaan antibiotik terhadap kesesuaian jenis, dosis, cara
pemberian dan durasi, serta perubahan peresepan dan penggunaan antibiotik
akibat perubahan kondisi klinis pasien.

14. Alur peresepan penatagunaan antibiotik

pasien perawat antibiotik Unit Pelayanan


Farmasi

Lini -1
DPJP Ya
(unrestriced)

Lini -2 Konsultan Infeksi


Resep Antibiotik
Setuju ?
(restriced)

Lini -3 Tim PPRA

(reserved)

Review farmasis klinis tidak

Keterangan ;

- Peresapan antibiotik atas indikasi kasus infeksi bakteri (terapi empiris, terapi
definitif) atau atas indikasi profilaksis pembedahan
- Peresepan antibiotik lini kesatu (unrestriced) diresepkan oleh dokter umum,
PPDS dan DPJP, akan direview oleh farmasi klinis, dan apabila telah sesuai
PPK atau PPAB yang berlaku maka antibiotik dapat disimpan oleh unit
pelayanan farmasi untuk keperluan perawatan pasien
- Peresepan antibiotik lini kedua (restriced). Diresepkan oleh DPJP atau PPDS
dibawah supervisi DPJP, akan direview oleh farmasis klinik dan tasa
spengetahuan/ persetujuan konsultan infeksi. Apabila telah sesuai dengan PPK
atau PPAB yang berlaku atau sebagai terapi definitif maka antibiotik dapat
disipakna oleh unit pelayanan farmasi untuk keperluan perawatan pasien
- Peresepan antibiotik lini ketiga (reserved (termasuk antibiotik pengendalian
tertentu, akan direview oleh farmasi klinik dan atas persetujuan tim PPRA.
Apabila telah sesuai dengan PPK atau PPAB yang berlaku atau disiapkan oleh
unit pelayanan farmasi untuk keperluan perawatan pasien.

Alur monitoring peresepan antibiotik

Tidak sesuai PPK Sesuai PPK Review


Sesuai PPK

Antibiotik

Perawat

Pasien Infeksi

DPJP Non Indikator


Sesuai PPK

Resep AB
Farmasi Bangsal
Sesuai PPK

Indikator PPRA
Sesuai PPK

Feed Back
Sesuai PPK

Monitoring

pendampingan Tim PPRA


Sesuai PPK
Alur Review Kasus pada Penatagunaan Antibiotik
DIAGNOSIS

KASUS - Anamnesis
- Pemeriksaan
fisik
- Laboratorium
- Imaging
INFEKSI KONFIRMASI
-

INFEKSI BAKTERI Penggunaan


Antibiotik lini 3:

- Carbepenem
- Vanomycin
INDIKATOR - Piperacillin-
INDIKATOR (-) Taczobactam
PPRA
- Linezolid
- Tygeciclin
- Colistin/
INDIKATOR polimixin B
- Contrimoxaczole
Inj
-

REVIEW PENGGUNAAN AB
UMPAN TEPA
ANTIBIOTIK
BALIK (+) T
- Jenis
BALIK
- Dosis
(+)
- Durasi
- Rute switching
KURANG TEPAT - De-eskalasi
-

UMPAN BALIK KEPADA DPJP

SESUAI TEMUAN

FOLLOW UP
MONITORING
RM DIPERBAIKI (-)
CEK RM EVALUASI

KONTAK VERBAL RM PERBAIKI (+)


SELESAI
DENGANB DPJP
VII. PENUTUP
- Panduan Penatagunaan Antibiotik diterbitkan untuk dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang sudah berlaku. Apabila didapatkan
perbedaan atau perselisihan pendapat tentang penatalaksanaan
kasus infeksi, peresepan dan penggunaan antibiotik maka akan
diselesaikan secara diskusi berdasarkan EBM yang diakui dan
dipahami bermanfaat untuk meningkatkan layanan perawatan
pasien. Pandangan akademik masing-masing pihak akan dihormati
dan disinkronisasi untuk mendapatkan kesepakatan yang obyketif,
rasional dan berguna bagi kesembuhan pasien.
- Sistem PPRA merupakan formula baru yang dilaksanakan di
lingkungan RS Bina Sehat Jember untuk kepentingan perbaikan
tatalaksana penggunaan antibiotik, demi kelangsungan program,
segala usulan atau saran konstruktif sangat diharapkan, sehingga
panduan ini dapat tepat guna dan bermanfaat untuk semua pihak
baik dari sisi pelayanan maupun pendidikan siswa, mahasiswa,
PPDS-1, PPDS_II maupun S3
- Evaluasi regular akan dilakukan untuk memperbaiki panduan PPRA
dan kesesuaian pelaksanaan di lapangan setiap 2 tahun.
- Semua saran perbaikan dapat disampaikan kepada Tim PPRA atau
kepada Diretur RS Bina Sehat Jember. Atas perhatian dan kerja
sama positifnya diucapkan terima kasih.
Lampiran 1

Pembagian restriksi antibiotik berdasarkan risiko potensi menimbulkan resistensi


dan upaya jangka panjang melindungi ketersediaan jenis antibiotic ditetapkan
berdasarkan SK DIREKTUR No............................................

1. Lini pertama atau unrestricted, diresepkan oleh dokter umum, PPDS dan
DPJP, meliputi
a. Aminoglikosida :Gentamycin
b. Penisillin : Ampicillin, Amoxicillin
c. Penisillin + penghambat betslsktamase : Ampicillin-sulbactam, Amoxicillin-
clavunalat acid
d. Cephalosporin generasi 1: Cephradin, Cephalexin, Cefadroxil, Cefazolin
e. Cephalosporin generasi 2: Cephaclor, Cefuroxime
f. Phenicol : Chloramphenicol, Thiamphenicol
g. Golongan Linkosamide : Clindamycin oral
h. Golongan Makrolide : Erythromycin, Spiramycin, Clarithromycin,
Azithromycin
i. Golongan Quinolone : Ciprofloxacin
j. Golongan Tetrasiklin : Tetracyclin, Docicyclin
k. Kombinasi Trimethropin/ sulfametoksazol : Contrimoxazole oral
l. Golongan Imidazol : Metronidazol

2. Lini kedua atau restricted, diresepkan oleh DPJP atau PPDS dibawah
supervisi DPJP, dan atas sepengetahuan konsultan infeksi, Antibiotik ini
meliputi:
a. Cephalosporin generasi 3 oral : Cefixime, Cefditoren, Cefodoxime-
proxetil.
b. Cephalosporin generasi 3 injeksi : Ceftriaxone, Cefotaxime, Ceftazidime ,
Cefoperazone, Cefoperazone-sulbactam, Ceftizoxime
c. Cephalosporin generasi 4 injeksi : Cefepime, Cefpirome
d. Fluoroquinoline : Levofoxacin, Ofloxacine, Moxifloxacine
e. Monobactam : Aztreonam
f. Aminoglicoside : Amikacin
g. Golongan lain : Nitrofurantoin, Colistin oral, Fosfomycin
3. Lini ketiga atau reserved : termasuk antibiotik pengendalian khusus,
diresepkan DPJP untuk indikasi terntentu atas persetujuan Tim PPRA,
meliputi:
a. Carbapenem Injeksi : Meropenem, Ertapenem, Doripenem
b. Vanconycib injeksi
c. Piperacillin tazobactam injeksi
d. Tygecyclin injeksi
e. Linezolide injeksi
f. Polimixin B injeksi
g. Colistin injeksi
h. Cotrimoxazole injeksi
Lampiran 2

Tatacara umpan balik :

a. Melakukan review kasus sesuai indikator


b. Apabila ditemukan adanya penggunaan antibiotik tidak sesuai dengan PPK./
CP yang berlaku maka akan dicatat dalam borang temuan kasus (Case
Finding Form)
c. Temuan dibahas oleh Tim PPRA
d. Hasil kajian tim PPRA disampaikan pertelepon/ secara online kepada DPJP
e. Apabila telah dicapai kesepakatan maka dilakukan perubahan pemberian
antibiotik
f. Apabila tidak ada respon dari DPJP, maka tim akan menghubungi DPJP
secara langsung
g. Apabila dicapai kesepakatan maka dilakukan perubahan pemberian antibiotik
h. Apabila tidak dicapai kata sepakat, akan dirukuk kepada PPK yang berlaku,
dan dilakukan diskusi bersama tim berdasarkan rujukan EBM yang terbaru
Lampiran 3

mulai

mual
Data lengkap? VI STOP

mual
yes
V STOP
Ada indikasi?

yes mual
Ada yg lebih efektif? VIa

No mual
VIb
Ada yg lebih aman?

mual
No VIc
Ada yg lebih murah?

mual
No
Ada yg lebih sempit VId
spektrumnya?

No mual IIIa
Terlalu lama ?

mual
IIIb
No Terlalu singkat ?

mual
No IIa
Tepat Dosis ?

mual
Yes IIb
Tepat Interval?

mual
Yes IIc
Tepat Rute?

mual I
Yes
Tepat Saat?

mual
Jika tidak masuk kategori Appropriate

I-IV (o)

Anda mungkin juga menyukai