Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN

PROGRAM PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

RSUD KH HAYYUNG KEPULAUAN SELAYAR


TAHUN 2018
PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KH HAYYUNG
Alamat : Jl. ABDUL KADIR KASIM, PARAPPA, KEPULAUAN SELAYAR 92821

KEPUTUSAN
DIREKTUR RSUD KH HAYYUNG
NOMOR:

TENTANG
KEBIJAKAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

DIREKTUR RSUD KH HAYYUNG KEPULAUAN SELAYAR

Menimbang : a. bahwa peningkatan kejadian dan penyebaran mikroba yang resisten terhadap
antimikroba di rumah sakit disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak
bijak dan rendahnya ketaatan terhadap kewaspadaan standar;
b. bahwa dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di rumah sakit, perlu
ditetapkan kebijakan pengendalian resistensi antimikroba di RSUD KH Hayyung
Kepulauan Selayar;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan


huruf b, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur RSUD KH Hayyung
Kepulauan Selayar ;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD KH HAYYUNG KEPULAUAN SELAYAR TENTANG


KEBIJAKAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA

Kesatu : Kebijakan dimaksud adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran


keputusan ini;

Kedua : Biaya yang timbul sebagai akibat diterbitkannya keputusan ini dibebankan kepada
Anggaran RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar;

Keitga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala
sesuatunya akan ditinjau lagi dan diperbaiki kembali sebagaimana mestinya apabila
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan.

Ditetapkan di : Kep. Selayar


Pada tanggal : 11 September 2018

Direktur RSUD KH Hayyung

dr. HAZAIRIN NUR, Sp.B, FICS


Pangkat : Pembina
NIP. 19770317 200604 1 020
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR
RSUD KH HAYYUNG KEP.SELAYAR
Nomor :
Tanggal : 11 September 2018

KEBIJAKAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA


RSUD KH HAYYUNG KEPULAUAN SELAYAR
_________________________________________________________________________

Kebijakan Umum

1. Peralatan di gugus tugas harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Pelayanan di gugus tugas harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
3. Semua petugas gugus tugas wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja).
5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien.
6. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
7. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin minimal satu bulan
sekali.
8. Setiap bulan wajib membuat laporan.

Kebijakan Khusus

1. RSUD KH Hayyung menyelenggarakan pengendalian resistensi antimikroba sesuai peraturan


perundang-undangan.
2. RSUD KH Hayyung menyediakan regulasi pengendalian resistensi antimikroba yang meliputi:
a. Pengendalian resistensi antimikroba.
b. Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis pembedahan.
c. Organisasi pelaksana, yaitu Tim PPRA RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar terdiri dari tenaga
kesehatan yang kompeten dari unsur:
• Staf Medis
• Staf Keperawatan
• Staf Instalasi Farmasi
• Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi klinis
• Komite Farmasi dan Terapi
• Tim PPI
3. Tim PPRA RSUD KH Hayyung dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat sertifikat pelatihan
PPRA.
4. RSUD KH Hayyung menyusun program pengendalian resistensi antimikroba terdiri dari:
a. Peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga tentang masalah
resistensi antimikroba;
b. Pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit;
c. Surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit;
d. Surveilans pola resistensi antimikroba di rumah sakit;
e. Forum kajian penyakit infeksi terintegrasi.
5. RSUD KH Hayyung (Tim PPRA) melaksanakan kegiatan pengendalian resistensi antimikroba serta
membuat laporan pelaksanaan program/kegiatan PRA meliputi:
a. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan tentang pengendalian resistensi
antimikroba
b. Surveilans pola penggunaan antibiotik di RSUD KH Hayyung (termasuk laporan pelaksanaan
pengendalian antibiotik)
c. Surveilans pola resistensi antimikroba
d. Forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
6. RSUD KH Hayyung (Tim PPRA) menetapkan dan melaksanakan evaluasi dan analisis indikator
mutu PPRA sesuai peraturan perundang-undangan meliputi:
a. Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
b. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
c. Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi
d. Penurunan angka infeksi di RSUD KH Hayyung yang disebabkan oleh mikroba resisten
e. Indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar belakang.
Resisten mikroba terhadap antimikroba ( antimikroba resisten, AMR ) telah menjadi
masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak yang merugikan dan
menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resisten antimikroba,
terjadi karena tekanan seleksi (selection pessure) yang sangat berhubungan dengan
penggunaan antimikroba, dan penyebaran mikrobaresisten.
Tekanan seleksi resisten dapat dihambat dengan cara penggunaan antibotik secara bijak,
sedangkan proses penyebaran dapat dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara
optimal. Resisten antimikroba yang dimaksud adalah resisten terhadap antimikroba yang
efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit.
Bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud
alakah pengunaan antibiotik.

Hasil penelitian antimicrobial resistant in indonesia ( AMRIN ) tahun 2000 – 2005 pada
2494 individu dimasyarakat, memperlihatkan bahwa
43% escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik diantaranya :
• Ampicillin 34 %
• Kotrimoksazol 29 %
• Kloramfenicol 25 %

Sedangkan pada 781 pasien yang dirawat dirumah sakit didapatkan 81% escherichia
coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik yaitu

• Ampicillin. 73 %
• Kotrimoksazol 56%
• Kloramfenicol 43%.
• Siprofloksasin 22%
• Gentamicin 18%.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa masalah resisten antimikroba juga terjadi di
Indonesia sebagai akibat dari penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan pengendalian
infeksi yang belum optimal.

Hasil penelitian tersebut telah disebarkan ke Rumah Sakit Seluruh Indonesia melaluai lokakarya
pertama diBandung tanggal 29 – 31 mei 2005, dengan harapan Rumah Sakit lain dapat
melaksanakannya” self asessmen program’’. Pelaksanaan dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi masing – masing Rumah Sakit, sehingga akan diperoleh data resisten antimikroba, data
penggunaan antibiotik, data pengendalian
infeksi. Namun sampai sekarang program ini belum berlangsung baik, terpadu, dan
menyeluruh.

Implementasi PPRA akan berjalan baik apabila mendapat dukungan penuh dari direktur
Rumah Sakit berupa penepatan regulasi pengendalian resisten antimikroba, pembentukan
organisasi pengelola, penyediaan fasilitas, sarana dan dukungan finansial untuk mendukung
pelaksanaan PPRA

Penggunaan antibiotik secara bijak adalah penggunaan antibiotik yang sesuai dengan
penyakit infeksi dan penyebabnya dengan rejimen dosis optimal, durasi dan pemberian
optimal, efek samping dan dampak munculnya mikroba resisten yang minimal pada
pasien.oleh sebab itu diagnosis dan pemberian antimikroba harus disertai dengan upaya
menentukan penyebab infeksi dan kepekaan mikroba patogen terhadap antimikroba.
Penggunaan antibiotik secara bijak memerlukan regulasi dalam penerapan dan
pengendaliannya. Pimpinan Rumah Sakit harus membentuk komite atau Tim PPRA sesuai
peraturan perundang undangan sehingga PPRA dapat dilakukan dengan baik. Selain
pembentukan Tim PPRA perlu pula disusun pedoman pelaksanaan agar pelaksanaan
resisten antimikroba di RSUD KH Hayyung berlangsung secara baku dan data yang diperoleh
dapat akurat.

B. Tujuan.
Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuhan dalam pelaksanaan program pengendalian
resisten antimikroba di RSUD KH Hayyung, agar berlangsung secara baku, terpadu,
berkeseinambungan, terukur dan dapat dievaluasi

.
BAB ll
STRATEGI PENGENDALIAN RESISTEN ANTIMIKROBA.

Muncul dan berkembangnya mikroba dapat dikendalikan melalui dua kegiatan


utama, yaitu penerapan penggunaan antibiotik secara bijak (prudent use of antibiotic) dan
penerapan prinsip pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui kewaspadaan standar.
Penggunaan antibiotik secara bijak adalah penggunaan antibiotik yang sesuai dengan
penyebab infeksi dengan rejimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek samping
minimal, dan dampak minimal terhadap munculnya mikroba resisten. Oleh sebab itu
pemberian antibiotik harus disertai dengan upaya menemuukan penyebab infeksi dan pola
kepekaanya. Penggunaan antibiotik secara bijak memerlukan kebijakan pembatasan dalam
penerapannya.
Antibiotik dibedakan dalam kelompok antibiotik yang bebas digunakan oleh semua
klinisi (non restricted) dan antibiotik yang memerlukan kebijakan pembatasan dalam
penerapannya.
Peresepan antibiotik bertujuan mengatasi penyakit infeksi (terapi) dan memcegah
infeksi pada pasien yang beresiko tinggi untuk mengalami infeksi bakteri pada tindakan
pembedahan ( profilaksis bedah) dan beberapa kondisi medis tetentu ( profilaksis medik),
antibiotik tidak diberikan pada penyakit non infeksi dan penyakit yang dapat sembuh sendiri
( selflimeted) seperti infeksi virus.
Beberapa masalah dalam pengendalian resisten antimikroba di Rumah Sakit perlu
diatasi, misalnya tersedianya laporan mikrobiologi yang memadai, komunikasi antara
berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan perlu ditingkatkan. Selain itu, diperlukan
dukungan kebijakan pembiayaan dan pengadaan antibiotik yang mendukung pelaksanaan
penggunaan antibiotik bijak di Rumah Sakit. Untuk menjamin berlangsungnya program
iniperlu dibentuk tim pelaksana program pengendalian resistensi antimikroba di RSUD KH
Hayyung Kepulauan Selayar.
BAB lll
PENGENDALIAN PENGGUNAAN ANTIMIKROBA DIRUMAH SAKIT.

Pengendalian penggunaan antibiotik dalam upaya mengatasi maasalah resisten


antimikroba dilakukan dengan menetapkan ‘’ kebijakan penggunaan antibiotik di Rumah
Sakit’’ serta menyusun penerapan ‘’ panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi’’.
Dasar penyusunan kebijakan dan panduan antiibiotik di rumah sakit mengacu pada :

1. Pedoman umum penggunaan antibiotik.


2. Pedoman nasional pelayanan kedokteran.
3. Pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat.

A. Kebijakan penggunaan antibiotik di rumah sakit yaitu:


1. Kebijakan umum
a. Peralatan di gugus tugas harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Pelayanan di gugus tugas harus selalu berorientasi kepada mutu dan
keselamatan pasien.
c. Semua petugas gugus tugas wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
d. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
e. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien.
f. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
g. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
minimal satu bulan sekali.
h. Setiap bulan wajib membuat laporan.
2. Kebijakan khusus.
a. RSUD KH Hayyung menyelenggarakan pengendalian resistensi antimikroba sesuai
peraturan perundang-undangan.
b. RSUD KH Hayyung menyediakan regulasi pengendalian resistensi antimikroba yang
meliputi:
• Pengendalian resistensi antimikroba.
• Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis pembedahan.
• Organisasi pelaksana, yaitu Tim PPRA RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar terdiri
dari tenaga kesehatan yang kompeten dari unsur:
i. Staf Medis
ii. Staf Keperawatan
iii. Staf Instalasi Farmasi
iv. Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi klinis
v. Komite Farmasi dan Terapi
vi. Tim PPI
c. Tim PPRA RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar dipimpin oleh staf medis yang sudah
mendapat sertifikat pelatihan PPRA.
d. RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar menyusun program pengendalian resistensi
antimikroba terdiri dari:
i. Peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf, pasien dan keluarga
tentang masalah resistensi antimikroba;
ii. Pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit;
iii. Surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit;
iv. Surveilans pola resistensi antimikroba di rumah sakit;
v. Forum kajian penyakit infeksi terintegrasi.
e. RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar (Tim PPRA) melaksanakan kegiatan pengendalian
resistensi antimikroba serta membuat laporan pelaksanaan program/kegiatan PRA
meliputi:
i. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan tentang pengendalian
resistensi antimikroba
ii. Surveilans pola penggunaan antibiotik di RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar
(termasuk laporan pelaksanaan pengendalian antibiotik)
iii. Surveilans pola resistensi antimikroba
iv. Forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
f. RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar (Tim PPRA) menetapkan dan melaksanakan evaluasi
dan analisis indikator mutu PPRA sesuai peraturan perundang-undangan meliputi:
i. Perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
ii. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
iii. Peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi
iv. Penurunan angka infeksi di RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar yang disebabkan
oleh mikroba resisten
v. Indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
B. Panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi di rumah sakit disusun
dengan format sebagai berikut.
1. Judul, logo rumah sakit, edisi tahun
2. Kata pengantar tim penyusun
3. Sambutan pimpinan rumah sakit
4. Keputusan pimpinanrumah sakit tentang tim penyusun
5. Daftar tim penyusun
6. Daftar istilah dan singkatan
7. Daftar isi
8. Pendahuluan
a. Latar belakang
b. Definisi
c. Tujuan
d. Masa berlaku
e. Kelebihan dan keterbatasan pedoman

9. Indikasi penggunaan antibiotik:


a. Profilaksis : tercantum pembagian kelas operasi berdasarkan kriteria
Mayhall
b. Terapi empirik : dasar dan cara pemilihan antibiotikempirik, tercantum
diagram alur indikasi penggunaan antibiotik.
10. Daftar kasus dan alur penanganan pasien
11. Klasifikasi dan cara penggunaan antibiotik, meliputi:jenis, dosis, interval, rute, cara
pemberian, saat dan lama pemberian, efek samping antibiotik
12. Catatankhusus (jika ada bagian/divisi yang belummenyetujui pedoman)
13. Penutup
14. Referensi
15. Lampiran
BAB lV
PRINSIP PENCEGAHAN PENYEBARAN MIKROBA RESISTEN.

Pencegahan penyebaran mikroba resisten di rumah sakit dilakukan melalui upaya


pencegahan pengendalian infeksi (PPI). Pasien yang terinfeksi atau membawa koloni
mikroba resisten dapat menyebarkan mikroba tersebut kelingkungan, sehingga perlu
dilakukan upaya membatasi terjadinya trasmisi mikroba tersebut, terdiri dari 4 upaya yaitu :
1. Meningkatkan kewaspadaan standar ( standard precaution), meliputi :
• Kebersihan tangan.
• Alat perlindungan diri ( APD) : sarung tangan, masker, goggle ( kaca
pelindung), face shield ( pelindung wajah), dan gaun
• Dekontaminasi peralatan perawatan pasien.
• Pengendalian lingkungan.
• Penatalaksanaan linen.
• Perlindungan petugas kesehatan.
• Penempatan pasien.
• Hygeien respirasi ( etika batuk)
• Praktek menyuntik yang aman.
• Praktek yang aman untuk lumbal fungsi.
2. Melaksanakan kewaspadaan transmisi jenis kewaspadaan trasmisi yaitu :
• Melalui kontak
• Melalui droplet.
• Melalui airborne.
• Melalui common vehicle ( makanan, air, obat, alat, dan peralatan)
• Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus) pada kewaspadaan transmisi, pasien
ditempatkan pada ruangan terpisah, bila tidak memungkinkan, maka
cohorting yaitu merawat beberapa pasien dengan pola penyebab infeksi yang
sama dalam suatu ruangan.
3. Dekolonisasi
Dekolonisasi adalah tindakan menghilangkan koloni mikroba multiresisten pada
individu pengidap (carrier) contoh : pemberian mupirosin topikal pada carrier MRSA.
4. Tata laksana kejadian luar biasa mikroba multiresisten atau multi drug – resistant
organisme ( MDRO) seperti methicillin resistant staphylococcus
aureus( MRSA), bakteri penghasil extended spectum beta lactamase ( ESBL), atau
mikroba multiresisten yang lain. Apabila ditemukan mikroba multiresisten sebagai
penyebab infeksi, maka laboratorium mikrobiologi segera melapor keTim PPI dan
dokter penanggung jawap pasien, agar segera dilakukan tindakan untuk membatasi
penyebaran strain mikroba multiresisten tersebut.

Penanganan KLB mikroba multiresisten dilakukan berdasarkan prinsip berikut.


• Mikroba multiresisten adalah mikroba yang resisten terhadap paling sedikit 3
kelas antibiotik.
• Indikator pengamatan :
1. Angka MRSA perhitungan berpedoman pada rumus berikut
Jumlah isolat MRSA
Angka MRSA =................................... x 100%
Jumlah isolat staphylococcus aureus + isolat MRSA
2. Angka mikroba penghasil ESBL perhitungan pedoman pada rumus berikut :
Jumlah isolat ESBL
Angka ESBL=...................................x 100% Jumlah isolat
bakteri non ESBL+ bakteri ESBL
Contoh : klebsiella pneumonia penghasil ESBL

Jumlah K. pneumonia ESBL


Angka ESBL=...................................... x100%
Jumlah K. pneumonia non ESBL + K. pneumonia ESBL
3. angka mikroba multiresisten lain dihitung dengan rumus yang sama
dengan poin B
4. selain indikator diatas, rumah sakit dapat menetapkan indikator KLB sesuai
dengan kejadian setempat.
5. Untuk dapat mengendalikan indikator tersebut, perlu dilakukan surveilans
dan kerja sama dengan laboratorium mikrobiologi klinik.
• Upaya menekan mikroba multiresisten, dilakukan baik saat tidak ada KLB
maupun saat ada kejadian KLB.
1. Jika tidak ada KLB maka pengendalian mikroba multiresisten dilakukan
dengan dua cara utama yaitu :
I. Meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijakbaik melalui
kebijakan menejerial maupun kebijakan profesional.
II. Meningkatkan kewaspadaan standar.
2. Jika ada KLB mikroba multiresisten, maka dilakukan usaha penanganan
KLB yaitu :
I. Menetapkan sumber penyebaran, baik sumber insidental
maupun sumber menetap.
II. Menetapkan modus trasmisi.
III. Tindakan penangganan KLB meliputi :
a) Membersihkan atau menghilangkan sumber KLB.
b) Meningkatkan ke waspadaan baku.
c) Isolasi atau tindakan sejenis dapat diterapkan pada
penderita yang terkolonisasi atau menderita infeksi
akibat mikroba multiresisten; pada MRSA biasa juga
dilakukan pembersihan kolonisasi pada penderita sesuai
pedoman.
d) Pada keadaad tertentu ruang rawat dapat ditutup
sementara waktu untuk dibersihkan dan didisinfeksi.
Tindakan tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber dan
pola penyebaran mikroba multiresisten yang
bersangkutan
BAB V

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI,

PELAPORAN POLA MIKROBA DAN KEPEKAANNYA.

Pemeriksaan mikrobiologi bertujuan memberikan informasi tentang ada atau


tidaknya mikroba didalam bahan pemeriksaan atau spesimen yang mungkin menjadi
penyebab timbulnya proses infeksi.
Selanjutnya apabila terdapat pertumbuhan, dan mikroba tersebut dipertimbangkan sebagai
penyebab infeksi maka pemeriksaan dilakukan dengan uji kepekaan mikroba terhadap
antimikroba. Akurasi hasil pemeriksaan mikroba sangat ditentukan penanganan spesimen
dari fase pra – analitik, interperestasi, ekspertisi, dan pelaporannya ( fase pasca analitik).
Kontaminasi merupakan masalah yang sangat menggaanggu dalam pemeriksaan
mikrobiologi, sehigga harus dicegah disepanjang proses pemeriksaan tersebut.
A. Prinsip pengambilan spesimen mikrobiologi.
1. Keamanan.
Setiap tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan spesimen harus mengikuti
pedoman kewaspadaan standar, semua spesimen dianggap sebagai bahan infeksius.
2. Pedoman umum dalam pengambilan spesimen yang tepat yaitu:
• Pengambilan spesimen dilakukan sebelum pemberian antibiotik dan mengacu
pada standar prodesur operasional yang berlaku.
• Pengambilan spesimen dilakukan dengan cara aseptik dengan peralatan steril
sehingga mengurangi terjadinya kontaminasi flora normal tubuh atau bakteri
lingkungan.
• Spesimen diambil pada saat yang tepat, dari tempat yang diduga sebagai
sumber infeksi, dengan volume yang cukup.
• Wadah spesimen harus diberi label identitas pasien ( nama, MR, tempat
dirawat ), jenis spesimen, tanggal dan jam pengambilan spesimen.
• Lembar permintaan pemeriksaan hendaknya diisi dengan lengkap dan jelas
meliputi ( identitas pasien, ruang rawat, jenis dan alat spesimen, tanggal dan
jam pengambilan spesimen, pemeriksaan yang diminta, diagnosis klinik, nama
antibiotik yang telah diberikan dan lama pemberian, identitas dokter yang
meminta pemeriksaan serta nomor kontak yang bisa dihubungi).
B. Tahap pemeriksaan mikrobiologi.
Pemeriksaan mikrobiologi terdiri dari beberapa tahap yaitu pemeriksaan dengan cara
makroskopik dan mikroskopikyang dilanjutkan dengan pembiakan, identifikasi mikroba, dan
uji kepekaan mikroba terhadap antimikroba. Apabila mikroba tidak dapat dibiakan secara in –
vitro maka akan dipilih metode pemeriksaan yang lain seperi uji serologin ( deteksi antigen
atau antibodi) atau biologi monekular ( deteksi DNA/RNA), antara lain dengan metode
polymerase chain reaction ( PCR).
1. Pemeriksaan mikroskopi.
paling sedikit mencakup pengecatan gram, ziehl neelsen, dan KOH. Hasil pemeriksaan
ini dipergunakan untuk mengarahkan diagnosis awal dan pemilihan antimikroba.
2. Pemeriksaan kultur.
Menurut metode yang baku dilakukan untuk identifikasi bakteri atau jamur
penyebab infeksi dan kepekaannya terhadap antibiotik atau antijamur. Laboratorium
mikrobiologi hendaknya dapat melakukan pemeriksaan untuk
menumbuhkan mikroba yang sering ditemukan sebagai penyebab infeksi ( bakteri
aerob non fastidious dan jamur).
3. Uji kepekaan antibiotik atau antijamur.
Hasil uji kepekaan ini digunakan sebagai dasarpemilihan terapi antimikroba definitif.
Uju kepekaan ini digunakan metode difusi cakram menurut kirby bauer, sedangkan
untuk mengetahui KHM ( konsentrasi hambat minimal atau minimum inhibitory
concentration ‘’ MIC’’), dilakukan cara manual dengan mesin automatik. Hasil
pemeriksaan dikategorikan dalam sensitif (S), intermediate (M), resisten (R), sesuai
kriteria yang digunakan oleh clynical labolatori standards institute( CLSI) revisi terkini.
Masing – masing antibiotik memiliki rentang S,I,R yang berbeda, sehingga antibiotik
yang memiliki zona hambatan yang lebih luas belum tentu memiliki kepekaan yang
lebih baik. Laboratorium mikrobiologi hendaknya melakukan kontrol kualias berbagai
tahap pemeriksaan diatas sesuai dengan ketentuannya.
C. Pelaksanaan konsultasi klinik.
Konsultasi klinik yang perlu dilakukan yaitu :
1. Hasil biakan dan identifikasi mikroba diinterperestasi untuk dapat menentukan
mikroba tersebut merupakan penyebab infeksi atau kontaminasi. Interperestasi harus
dilakukan dengan mempertimbangkan data klinis dan kualiat spesimen yang diperisa,
jika diperlukan dilakukan komunikasi dengan DPJP atau kunjungan keruang rawat
untuk melihat kondisi pasien secara langsung. Apabila mikroba yang ditemukan
dianggap sebagai patogen penyebab infeksi, maka hasil identifikasi dilaporkan agar
dapat digunaka sebagai dasar pemberian antibiotik, apabila mikroba merupakan
kontaminasi maka tidak perlu dilaporkan.
2. Anjurkan dilakukan pemeriksaan diagnostik mikrobiologi lain yang mungkin
diperlukan.
3. Saran pilih antimikroba.
4. Apabila ditemukan mikroba multiresisten yang berpotensi menjadi wabah maka
segerah dilaporkan kepada Tim PPI Rumah Sakit untuk dapat dilakukan tindakan
pencegahan trasmisi.
D. Pelaporan pola mikroba secara periodik.
Laboratorium mikrobiologi klinik juga bertugas menyusus pola mikroba ( pola bakteri jika
memungkinkan juga pola jamur) dan kepekaannya terhadap antibiotik
(atau disebut antibiogram) yang diperbaharuii setiap tahun. Pola bakteri dan
kepekaannya membuat data isolat menurut jenis spesimen dan lokasi atau asal ruangan.
Antibiogram ini digunakan sebagai dasar penyusunan dan pembaharuan pedoman
penggunaan antibiotik empirik di rumah sakit.

E. Format pelaporan pola mikroba dan kepekaan.


1. Tujuan.
a. Mengetahui pola bakteri ( dan jamur bila ditemukan) penyebab infeksi.
b. Mendapatkan antibiogram lokal.
2. Dasar penyusunan laporanhasil identifikasi mikroba melalui pemeriksaan
mikrobiologi yang dikerjakan sesuai standar yang berlaku.
3. Pelaporan
a. Format laporan.
• Untuk rumah sakit laporan berbentuk dokumen tercetak.
• Untuk di masing – masing departemen /SMF/ instansi, laporan berbentuk
cetakan lepas.
b. Halaman judul :
• Laporan pola mikroba dan kepekaan terhadap antibiotik di rumah sakit
dengan tercantum nama rumah sakit.
• Bulan dan tahun periode data yang dilaporkan.
4. Isi laporan:
a. Gambaran umum yang berisi : jenis spesimen dan sebaran spesimen secara
keseluruhan atau berdasarkan lokasi ( misalnya rawat jalan / inap, non bedah /
bedah, icu).
b. Pelaporan pola bakteri dibuat berdasarkan distribusi bakteri penyebab infeksi
berdasarkan jenis spesimen. Pola disusun berurutan dari tebanyak sampai paling
sedikit.
c. Bila ada data antimikroba multiresisten dengan perhatian khusus misalnya MRSA (
methicillin resistance staphilococcus aureus), gram negatif penghasil enzim ESBL (
extended spektrum beta – lactamase), atau VRE ( vancomycin resistant
sntercoccus ) dilaporkan terpisah.
d. Antibiogaram yang dilaporkan merupakam persen sensitif.
e. Antibiogram dilaporkan berdasarkan lokasi, jenis perawatan, jenis spesimen,
geneus atau spesis mikroba.
f. Frekuensi pelaporan setiap tahun.
g. Ringkasan dan rekomendasi meliputi :
• Antibiotik yang sensitifitasnya baik( lebih dari 80%) untuk setiap lokasi rumah
sakitsebagai dasar pedoman penggunaan antibiotik empirik.
• Mikroba multiresisten jika ada ( penghasil MRSA. ESBL, VRE).
h. Data mikroba multiresisten dilaporkan juga kepada tim PPI sebagai pelengkap
data surveilans HAI di rumah sakit.
BAB Vl
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DIRUMAH SAKIT.

Evaluasi penggunaan antibiotik merupakan salah satu indikator mutu program pengendalian
resisten antimikroba di rumah sakit, bertujuan memberikan informasi pola penggunaan
antibiotik dirumah sakit baik kualitas maupun kuantitas. Pelaksanaan evaluasi penggunaan
antibiotik dirumah sakit merupakan sumber data dan metode secara standar.

A. Sumber data penggunaan antibiotik di rumah sakit.


1. Rekam medik.
Penggunaan antibiotik selama dirawat dirumah sakit dapat diukur secara
retrospektif setelah pasien pulang dan melihat kembali RM pasien, resep dokter
catatan perawatan, catatan farmasi baik manual maupun sistem informasi
manegemen rumah sakit ( SIM RS). Dari penulisan dari dokter yang merawat
dapat dicacat beberapa hal yaitu :
• Jenis antibiotik.
• Dosis harian.
• Lama penggunaan antibiotik.
Sedangkan dalam catatan perawat dapat diketahui jumlah antibiotik yang
diberikan kepada pasien selama pasien dirawat.
2. Pengelola antibiotik diinstasi farmasi.
Pengelolaan instalsi farmasi yang sudah melaksanakan kebijakan pelayanan
farmasi satu pintu, kuantitas antibiotik dapat diperoleh dari hasil penjualan
antibiotik diinstalasi farmasi. Data jumlah penggunaan antibiotik dapat
digunakan untuk mengukur belanja antibiotik dari waktu ke waktu, khususnya
untuk mengevaluasi biaya sebelum dan sesudah program berjalan di rumah
sakit.

B. Audit penggunaan antibiotik di rumah sakit.


Dilakukan untuk memperoleh data yang baku dan dapat dipertimbangkan dengan
data ditempat lain, maka badan kesehatan dunia ( WHO) menganjurkan klasifikasi
penggunaan antibiotik secara anatomical therapeutic chemical ( ATC).
Jumlah komsumsi antibiotik dalam gram jumlah komsumsi
AB =.............................................................................( dalam DDD)
DDD antibiotik dalam gram

Total DDD
DDD/100 patiennt days = .....................................................x 100
Total jumlah hari pasien

C. Audit kualitas penggunaan antibiotik dirumah sakit.


Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dari format penggunaan antibiotik dan
rekam medik pasien untuk melihat perjalanan penyakit. Setiap kasus dipelajari
dengan mempertimbangkan gejala klinis dan melihat hasil laboratorium apakah
sesuai dengan indikasi penyakit yang tercatat dan lembar pengumpulan data (LPD).
Penilai sebaiknya lebih dari satu orang tim PPRA dan digunakan alur penilaian
menurut gyssens untuk menentukan kategori kualitas setiap antibiotik yang
digunakan. Jiak terdapat perbedaab yang sangat nyata antara reviewer maka dapat
dilakukan diskus panel untuk masing – masing kasus yang berbeda penilaiaannya.
Pola penggunaan antibiotik hendaknya dianalisis dalam hubungannya dengan
laporan pola mikroba dan kepekaan terhadap antibiotik setiap tahun,

Kategori penilaian menurut gyssens :


Kategori 0 : penggunaan antibiotik tepat dan rasional.
Kategori l : tidak tepat saat (timing) pemberian antibiotik.
Kategori ll A : tidak tepat dosis pemberian antibiotik.
Kategori ll B : tidak tepat interval pemberin antibiotik
Kategori ll C : tidak tepat rute pemberian antibiotik.
Kategori lll A : pemberain antibiotik terlalu lama.
Kategori lll B : pemberian antibiotik terlalu singkat.
Kategori Vl A : tidak tepat pilih antibiotik karena ada AB lain yang lebih efektif.
Kategori Vl B : tidak tepat pilih antibiotik karena ada AB lain yang lebih aman.
Kategori Vl C : tidak tepat pilih antibiotik karena ada AB lain yang lebih murah
Kategori Vl D : tidak tepat pilih antibiotik karena ada AB lain dengan spektrum lebih
sempit.
Kategori V : tidak ada indikasi pemberian antibiotik.
Kategori Vl : data tidak lengkap sehingga penggunaan antibiotik tidak
dapat dinilai
Alur Gyssens
BAB Vl

TIM PELAKSANA PROGRAM PENGENDALIAN RESISTEN ANTIMIKROBA.

Agar rumah sakit dapat melaksanakan pengendalian resisten antimikroba secara optimal, maka
dibentuk tim pelaksana program pengendalian resisten antimikroba rumah sakit ( PPRA)
berdasarkan keputusan kepala / direktur rumah sakit. Tim PPRA rumah sakit dibentuk dengan
tujuan menerapkan resisten antimikroba dirumah sakit melalui perencenaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi.

A. Kedudukan dan tanggung jawab dalam melaksanakaan tugas, tim PPRA bertanggung
jawab langsung kepada kepala/ direktur rumah sakit berisi uraian tugas tim secara
lengkap, yang mengambarkan garis kewenangan dan tanggung jawab serta kordinasi
antara tim terkait di rumah sakit.
B. Keanggotaan Tim PPRA terdiri dari : ketua, wakil ketua, sekertaris, dan anggota.
Kualifikasi tim PPRA adalah seseorang klinisi yang berminat dibidang infeksi.
Keanggotaan tim PPRA paling sedikit dari tenaga kesehatan yang kompoten dari
unsur :
1. Klinisi perwakilan SMF/ bagian.
2. Keperawatan.
3. Instalasi farmasi.
4. Laboratorium mikrobiologi klinik/ pathologi klinik.
5. Komite / tim pencegahann pengendalian infeksi ( PPI).
6. Komite / tim farmasi dan terapi ( KFT).
C. Tugas pokok tim.
1. Tugas pokok tim PPRA uraian tugas pokok tim PPRA yaitu :
a. Membantu direktur rumah sakit dalam menyusun kebijakan tentang
pengendalian resisten antimikroba.
b. Membantu direktur rumah sakit dalam menyusun kebijakan dan panduaan
penggunaan antibiotik rumah sakit.
c. Membantu direktur rumah sakit dalam melaksanakan program pengendalian
resisten antimikroba di rumah sakit.
d. Membantu direktur rumah sakit dalam mengawasi dan menevaluasi
pelaksanaan pengendalian rsisten antimikroba di rumah sakit.
e. Menyelenggarakan forum kajian kasus pengelola penyakit infeksi terintegrasi.
f. Melakukan survailans pola penggunaan antibiotik.
g. Melakukan survailans pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaan terhadap
antibiotik.
h. Menyebarluaskan serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang
prinsip pengendalian resisten antimikroba, penggunaan antibiotik secara
bijak, dan ketaatan terhadap pencegahan pengendalian infeksi melalui
kegiatan pendidikan dan pelatihan.
i. Mengembangkan penelitian di bidang pengendalian resisten antimikroba.
j. Melaporkan pelaksanaan program pengendalian resisten antimikroba kepada
direktur rumah sakit.
2. Dalam melaksanakan tugasnya, tim PPRA berkordinasi dengan unit kerja / SMF,
bidang keperawatan, instalasi farmasi, laboratorium mikrobiologi klinik, komite/
tim pencegan pengendalian infeksi ( PPI), komite/tim farmasi dan terapi ( KFT).
Uraian tugasnya yaitu :
a. SMF/ bagian.
• Menerapkan prinsip penggunaan antibiotik secara bijak dan
menerapkan kwaspadaan standar.
• Melakukan koordinasi program pengendalian resisten antimikroba di
SMF/ bagian.
• Melakukan kordinasi dalam penyusunan panduan penggunaan
antibiotik diSMF/ bagian.
• Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
b. Bidang keperawatan.
• Menerapkan kewaspadaan standar dalam upaya pencegahan
penyebaran mikroba resisten.
• Terlibat dalam pemberian antibiotik yang benar.
• Terlibat dalam pengambilan spesimen mikrobiologi secara tehnik
aseptik.
c. Instalasi farmasi.
• Mengelola serta jaminan mutu dan ketrsediam antibiotik yang
tercantum dalam formularium.
• Memberikan rekomendasi atau konsultasi serta terlibat dalam tata
laksana pasien infeksi melalui : peresepan, pengendalian dan
monitoring penggunaan antibiotik, visite ke ruang rawat pasien
bersama tim PPRA.
• Memberi informasi dan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang
tepat dan benar.
• Melakukan eavaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
d. Laboratorium mikrobiologi klinik.
• Melakukan pelayanan pemeriksaan mikrobiologi.
• Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata
laksana pasien infeksi melalui visite keruang rawat pasien bersama
tim.
• Memberikan informasi pola mikroba dan pola resistensi secara
berkala setiap tahun.
e. Komite/ tim pencegahan pengendalian infeksi ( PPI).
• Penerapan kewaspadaan standar.
• Survailans kasus infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten.
• Cohorting/ isolasi bagi pasien infeksi yang disebabkan mikroba
multiresisten.
• Menyusun pedoman penanganan kejadian luar biasa mikroba
multiresisten.
f. Komite / tim farmasi dan terapi ( KFT).
• Berperan dalam menyusun kebijakan dan panduan penggunaan
antibiotik dirumah sakit,
• Membantu kepatuhan penggunaan antibiotik terhadap kebijakan dan
panduan dirumah sakit.
• Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
D. Tahap pelaksanaan program pengendalian resisten antimikroba pelaksanaan PPRA
dirumah sakit dilalui melalui beberapa tahap sebagai berikut :
1. Tahap persiapan.
a. Identifikasi kesiapan infrastuktur rumah sakit yang meliputi, keberadaan dan
fungsi unsur infrastuktur rumah sakit serta kelengkapan fasilitas dan sarana
penunjang.
b. Identifikasi keberadaan dan penyusunan kebijakan dan pedoman/ panduan
yang berkaitan dengan pengendalian resisten antimikroba antara lain:
• Panduan penyakit klinik penyakit infeksi.
• Panduan penggunaan antibiotik profilakisis dan terapi.
• Panduan pengelolaan spesimen mikrobiologi.
• Panduan pemeriksaan dan pelaporan hasil mikrobiologi.
• Panduan ppi.
2. Tahap pelaksanaan.
a. Peningkatan pemahaman.
• Sosialisasi program pengendalian resisten antimikroba.
• Sosialisasi dan pemberlakuan pedoman/ panduan penggunaan
antibiotik.
b. Menetapkan pilot projek pelaksanaan PPRA meliputi :
• Memilih SMF/ bagian sebagai lokasi pilot projek.
• Penunjukan penaggung jawab dan tim pelaksana pilot projek.
• Pembuatan rencana kegiatan PPRA untuk 1 tahun.
c. Pelaksanaan pilot projek PPRA.
• SMF yang ditunjuk melakukan pilot projek PPRA menetapkan
panduan penggunaan antibiotik ( PPAB) dan algoritme penanganan
penyakit infeksi yang akan digunakan dalam pilot projek.
• Melakukan sosialisasi dan pemberlakuan PPAB tersebut dalam bentuk
pelatihan.
• Selama penerapan pilot projek jika ditemukan kasus infeksi yang sulit
/ kompleks maka dibahas dalam forum kajian kasus terintegrasi.
• Melakukan pengumpulan data dasar kasus yang diikuti selama
penerapan dan dicatat dalam format lembar pengumpulan data.
• Melakukan pengolahan dan menganalisis data yang meliputi : data
pola penggunaan antibiotik, kuantitas dan kualitas penggunaan
antibiotik, pola mikroba dan pola resisten (jika tersedia laboratorium
mikrobiologi).
• Menyajikan data hasil pilot projek dan dipresentasikan dirapat jajaran
direksi rumah sakit.
• Melakukan pembaharu paduan penggunaan antibiotik berdasarkan
hasil penerapan PPRA.
D. Evaluasi dan monitoring secara berkala
• Laporan pola mikroba dan kepekaan.
• Pola penggunaan antibiotik secara kuantitas dan kualitas.
E. Laporan kepada direktur rumah sakit untuk perbaikan kebijakann / pedoman/
panduan dan rekomendasi perluasan penerapan PPRA di rumah sakit.
F. Mengajukan rebcana kegiatan dan anggaran PPRA kepada direktur rumah sakit.
BAB Vlll
INDIKATOR MUTU PENGENDALIAN RESISTEN ANTIMIKROBA.
Dampak keberhasilan program pengendalian resistensi antimikroba dirumah sakit dapat
dievaluasi dengan menggunakan indikator mutu yaitu :
1. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik menurunnya komsumsi antibiotik, yaitu
berkurangnya jumlah dan jenis antibiotik yang digunakan sebagai terapi empiris
maupun definitif.
2. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik meningkatnya penggunaan antibiotik
secara rasionsl, (kategori gyssens), dan menurunnya penggunaan antibiotik tanpa
indikasi.
3. Perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba multiresisten yang
tergambar dalam pola kepekaan antibiotik secara periodik setiap tahun.
4. Penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba multiresisten,
contohnya: methicillin resistant staphilococcus aureus ( MRSA) dan bakteri penghasil
extended spektrum beta-lactamase ( ESBL).
5. Peningkatan mutu penaganan kasus infeksi secara multidisiplin, melalui forum kajian
kasus infeksi terintegrasi

Anda mungkin juga menyukai