KEPUTUSAN
DIREKTUR RSUD KH HAYYUNG
NOMOR:
TENTANG
KEBIJAKAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIMIKROBA
Menimbang : a. bahwa peningkatan kejadian dan penyebaran mikroba yang resisten terhadap
antimikroba di rumah sakit disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak
bijak dan rendahnya ketaatan terhadap kewaspadaan standar;
b. bahwa dalam rangka mengendalikan mikroba resisten di rumah sakit, perlu
ditetapkan kebijakan pengendalian resistensi antimikroba di RSUD KH Hayyung
Kepulauan Selayar;
Kedua : Biaya yang timbul sebagai akibat diterbitkannya keputusan ini dibebankan kepada
Anggaran RSUD KH Hayyung Kepulauan Selayar;
Keitga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala
sesuatunya akan ditinjau lagi dan diperbaiki kembali sebagaimana mestinya apabila
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan.
Kebijakan Umum
1. Peralatan di gugus tugas harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Pelayanan di gugus tugas harus selalu berorientasi kepada mutu dan keselamatan pasien.
3. Semua petugas gugus tugas wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja).
5. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional yang
berlaku, etika profesi, etiket, dan menghormati hak pasien.
6. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
7. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin minimal satu bulan
sekali.
8. Setiap bulan wajib membuat laporan.
Kebijakan Khusus
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Resisten mikroba terhadap antimikroba ( antimikroba resisten, AMR ) telah menjadi
masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak yang merugikan dan
menurunkan mutu pelayanan kesehatan. Muncul dan berkembangnya resisten antimikroba,
terjadi karena tekanan seleksi (selection pessure) yang sangat berhubungan dengan
penggunaan antimikroba, dan penyebaran mikrobaresisten.
Tekanan seleksi resisten dapat dihambat dengan cara penggunaan antibotik secara bijak,
sedangkan proses penyebaran dapat dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara
optimal. Resisten antimikroba yang dimaksud adalah resisten terhadap antimikroba yang
efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit.
Bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang dimaksud
alakah pengunaan antibiotik.
Hasil penelitian antimicrobial resistant in indonesia ( AMRIN ) tahun 2000 – 2005 pada
2494 individu dimasyarakat, memperlihatkan bahwa
43% escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik diantaranya :
• Ampicillin 34 %
• Kotrimoksazol 29 %
• Kloramfenicol 25 %
Sedangkan pada 781 pasien yang dirawat dirumah sakit didapatkan 81% escherichia
coli resisten terhadap berbagai jenis antibiotik yaitu
• Ampicillin. 73 %
• Kotrimoksazol 56%
• Kloramfenicol 43%.
• Siprofloksasin 22%
• Gentamicin 18%.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa masalah resisten antimikroba juga terjadi di
Indonesia sebagai akibat dari penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan pengendalian
infeksi yang belum optimal.
Hasil penelitian tersebut telah disebarkan ke Rumah Sakit Seluruh Indonesia melaluai lokakarya
pertama diBandung tanggal 29 – 31 mei 2005, dengan harapan Rumah Sakit lain dapat
melaksanakannya” self asessmen program’’. Pelaksanaan dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi masing – masing Rumah Sakit, sehingga akan diperoleh data resisten antimikroba, data
penggunaan antibiotik, data pengendalian
infeksi. Namun sampai sekarang program ini belum berlangsung baik, terpadu, dan
menyeluruh.
Implementasi PPRA akan berjalan baik apabila mendapat dukungan penuh dari direktur
Rumah Sakit berupa penepatan regulasi pengendalian resisten antimikroba, pembentukan
organisasi pengelola, penyediaan fasilitas, sarana dan dukungan finansial untuk mendukung
pelaksanaan PPRA
Penggunaan antibiotik secara bijak adalah penggunaan antibiotik yang sesuai dengan
penyakit infeksi dan penyebabnya dengan rejimen dosis optimal, durasi dan pemberian
optimal, efek samping dan dampak munculnya mikroba resisten yang minimal pada
pasien.oleh sebab itu diagnosis dan pemberian antimikroba harus disertai dengan upaya
menentukan penyebab infeksi dan kepekaan mikroba patogen terhadap antimikroba.
Penggunaan antibiotik secara bijak memerlukan regulasi dalam penerapan dan
pengendaliannya. Pimpinan Rumah Sakit harus membentuk komite atau Tim PPRA sesuai
peraturan perundang undangan sehingga PPRA dapat dilakukan dengan baik. Selain
pembentukan Tim PPRA perlu pula disusun pedoman pelaksanaan agar pelaksanaan
resisten antimikroba di RSUD KH Hayyung berlangsung secara baku dan data yang diperoleh
dapat akurat.
B. Tujuan.
Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuhan dalam pelaksanaan program pengendalian
resisten antimikroba di RSUD KH Hayyung, agar berlangsung secara baku, terpadu,
berkeseinambungan, terukur dan dapat dievaluasi
.
BAB ll
STRATEGI PENGENDALIAN RESISTEN ANTIMIKROBA.
PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGI,
Evaluasi penggunaan antibiotik merupakan salah satu indikator mutu program pengendalian
resisten antimikroba di rumah sakit, bertujuan memberikan informasi pola penggunaan
antibiotik dirumah sakit baik kualitas maupun kuantitas. Pelaksanaan evaluasi penggunaan
antibiotik dirumah sakit merupakan sumber data dan metode secara standar.
Total DDD
DDD/100 patiennt days = .....................................................x 100
Total jumlah hari pasien
Agar rumah sakit dapat melaksanakan pengendalian resisten antimikroba secara optimal, maka
dibentuk tim pelaksana program pengendalian resisten antimikroba rumah sakit ( PPRA)
berdasarkan keputusan kepala / direktur rumah sakit. Tim PPRA rumah sakit dibentuk dengan
tujuan menerapkan resisten antimikroba dirumah sakit melalui perencenaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi.
A. Kedudukan dan tanggung jawab dalam melaksanakaan tugas, tim PPRA bertanggung
jawab langsung kepada kepala/ direktur rumah sakit berisi uraian tugas tim secara
lengkap, yang mengambarkan garis kewenangan dan tanggung jawab serta kordinasi
antara tim terkait di rumah sakit.
B. Keanggotaan Tim PPRA terdiri dari : ketua, wakil ketua, sekertaris, dan anggota.
Kualifikasi tim PPRA adalah seseorang klinisi yang berminat dibidang infeksi.
Keanggotaan tim PPRA paling sedikit dari tenaga kesehatan yang kompoten dari
unsur :
1. Klinisi perwakilan SMF/ bagian.
2. Keperawatan.
3. Instalasi farmasi.
4. Laboratorium mikrobiologi klinik/ pathologi klinik.
5. Komite / tim pencegahann pengendalian infeksi ( PPI).
6. Komite / tim farmasi dan terapi ( KFT).
C. Tugas pokok tim.
1. Tugas pokok tim PPRA uraian tugas pokok tim PPRA yaitu :
a. Membantu direktur rumah sakit dalam menyusun kebijakan tentang
pengendalian resisten antimikroba.
b. Membantu direktur rumah sakit dalam menyusun kebijakan dan panduaan
penggunaan antibiotik rumah sakit.
c. Membantu direktur rumah sakit dalam melaksanakan program pengendalian
resisten antimikroba di rumah sakit.
d. Membantu direktur rumah sakit dalam mengawasi dan menevaluasi
pelaksanaan pengendalian rsisten antimikroba di rumah sakit.
e. Menyelenggarakan forum kajian kasus pengelola penyakit infeksi terintegrasi.
f. Melakukan survailans pola penggunaan antibiotik.
g. Melakukan survailans pola mikroba penyebab infeksi dan kepekaan terhadap
antibiotik.
h. Menyebarluaskan serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang
prinsip pengendalian resisten antimikroba, penggunaan antibiotik secara
bijak, dan ketaatan terhadap pencegahan pengendalian infeksi melalui
kegiatan pendidikan dan pelatihan.
i. Mengembangkan penelitian di bidang pengendalian resisten antimikroba.
j. Melaporkan pelaksanaan program pengendalian resisten antimikroba kepada
direktur rumah sakit.
2. Dalam melaksanakan tugasnya, tim PPRA berkordinasi dengan unit kerja / SMF,
bidang keperawatan, instalasi farmasi, laboratorium mikrobiologi klinik, komite/
tim pencegan pengendalian infeksi ( PPI), komite/tim farmasi dan terapi ( KFT).
Uraian tugasnya yaitu :
a. SMF/ bagian.
• Menerapkan prinsip penggunaan antibiotik secara bijak dan
menerapkan kwaspadaan standar.
• Melakukan koordinasi program pengendalian resisten antimikroba di
SMF/ bagian.
• Melakukan kordinasi dalam penyusunan panduan penggunaan
antibiotik diSMF/ bagian.
• Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
b. Bidang keperawatan.
• Menerapkan kewaspadaan standar dalam upaya pencegahan
penyebaran mikroba resisten.
• Terlibat dalam pemberian antibiotik yang benar.
• Terlibat dalam pengambilan spesimen mikrobiologi secara tehnik
aseptik.
c. Instalasi farmasi.
• Mengelola serta jaminan mutu dan ketrsediam antibiotik yang
tercantum dalam formularium.
• Memberikan rekomendasi atau konsultasi serta terlibat dalam tata
laksana pasien infeksi melalui : peresepan, pengendalian dan
monitoring penggunaan antibiotik, visite ke ruang rawat pasien
bersama tim PPRA.
• Memberi informasi dan edukasi tentang penggunaan antibiotik yang
tepat dan benar.
• Melakukan eavaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
d. Laboratorium mikrobiologi klinik.
• Melakukan pelayanan pemeriksaan mikrobiologi.
• Memberikan rekomendasi dan konsultasi serta terlibat dalam tata
laksana pasien infeksi melalui visite keruang rawat pasien bersama
tim.
• Memberikan informasi pola mikroba dan pola resistensi secara
berkala setiap tahun.
e. Komite/ tim pencegahan pengendalian infeksi ( PPI).
• Penerapan kewaspadaan standar.
• Survailans kasus infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten.
• Cohorting/ isolasi bagi pasien infeksi yang disebabkan mikroba
multiresisten.
• Menyusun pedoman penanganan kejadian luar biasa mikroba
multiresisten.
f. Komite / tim farmasi dan terapi ( KFT).
• Berperan dalam menyusun kebijakan dan panduan penggunaan
antibiotik dirumah sakit,
• Membantu kepatuhan penggunaan antibiotik terhadap kebijakan dan
panduan dirumah sakit.
• Melakukan evaluasi penggunaan antibiotik bersama tim.
D. Tahap pelaksanaan program pengendalian resisten antimikroba pelaksanaan PPRA
dirumah sakit dilalui melalui beberapa tahap sebagai berikut :
1. Tahap persiapan.
a. Identifikasi kesiapan infrastuktur rumah sakit yang meliputi, keberadaan dan
fungsi unsur infrastuktur rumah sakit serta kelengkapan fasilitas dan sarana
penunjang.
b. Identifikasi keberadaan dan penyusunan kebijakan dan pedoman/ panduan
yang berkaitan dengan pengendalian resisten antimikroba antara lain:
• Panduan penyakit klinik penyakit infeksi.
• Panduan penggunaan antibiotik profilakisis dan terapi.
• Panduan pengelolaan spesimen mikrobiologi.
• Panduan pemeriksaan dan pelaporan hasil mikrobiologi.
• Panduan ppi.
2. Tahap pelaksanaan.
a. Peningkatan pemahaman.
• Sosialisasi program pengendalian resisten antimikroba.
• Sosialisasi dan pemberlakuan pedoman/ panduan penggunaan
antibiotik.
b. Menetapkan pilot projek pelaksanaan PPRA meliputi :
• Memilih SMF/ bagian sebagai lokasi pilot projek.
• Penunjukan penaggung jawab dan tim pelaksana pilot projek.
• Pembuatan rencana kegiatan PPRA untuk 1 tahun.
c. Pelaksanaan pilot projek PPRA.
• SMF yang ditunjuk melakukan pilot projek PPRA menetapkan
panduan penggunaan antibiotik ( PPAB) dan algoritme penanganan
penyakit infeksi yang akan digunakan dalam pilot projek.
• Melakukan sosialisasi dan pemberlakuan PPAB tersebut dalam bentuk
pelatihan.
• Selama penerapan pilot projek jika ditemukan kasus infeksi yang sulit
/ kompleks maka dibahas dalam forum kajian kasus terintegrasi.
• Melakukan pengumpulan data dasar kasus yang diikuti selama
penerapan dan dicatat dalam format lembar pengumpulan data.
• Melakukan pengolahan dan menganalisis data yang meliputi : data
pola penggunaan antibiotik, kuantitas dan kualitas penggunaan
antibiotik, pola mikroba dan pola resisten (jika tersedia laboratorium
mikrobiologi).
• Menyajikan data hasil pilot projek dan dipresentasikan dirapat jajaran
direksi rumah sakit.
• Melakukan pembaharu paduan penggunaan antibiotik berdasarkan
hasil penerapan PPRA.
D. Evaluasi dan monitoring secara berkala
• Laporan pola mikroba dan kepekaan.
• Pola penggunaan antibiotik secara kuantitas dan kualitas.
E. Laporan kepada direktur rumah sakit untuk perbaikan kebijakann / pedoman/
panduan dan rekomendasi perluasan penerapan PPRA di rumah sakit.
F. Mengajukan rebcana kegiatan dan anggaran PPRA kepada direktur rumah sakit.
BAB Vlll
INDIKATOR MUTU PENGENDALIAN RESISTEN ANTIMIKROBA.
Dampak keberhasilan program pengendalian resistensi antimikroba dirumah sakit dapat
dievaluasi dengan menggunakan indikator mutu yaitu :
1. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik menurunnya komsumsi antibiotik, yaitu
berkurangnya jumlah dan jenis antibiotik yang digunakan sebagai terapi empiris
maupun definitif.
2. Perbaikan kualitas penggunaan antibiotik meningkatnya penggunaan antibiotik
secara rasionsl, (kategori gyssens), dan menurunnya penggunaan antibiotik tanpa
indikasi.
3. Perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba multiresisten yang
tergambar dalam pola kepekaan antibiotik secara periodik setiap tahun.
4. Penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba multiresisten,
contohnya: methicillin resistant staphilococcus aureus ( MRSA) dan bakteri penghasil
extended spektrum beta-lactamase ( ESBL).
5. Peningkatan mutu penaganan kasus infeksi secara multidisiplin, melalui forum kajian
kasus infeksi terintegrasi