Anda di halaman 1dari 19

Tugas Referat Stase Emergensi dan Rawat Intensif Anak

Terapi Antibiotik pada Pediatric Intensive


Care Unit

Penyusun:
Faiza Risty A.S.
Nisa Alifia Rahmi

Pembimbing:
dr. M. Supriatna T.S., SpA(K)
dr. Yusrina Istanti, Msi Med, SpA(K)
dr. Dewi Ratih, Msi. Med. SpA(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS-1)


SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNIVERSITAS
DIPONEGORO
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2018

0
BAB I
PENDAHULUAN

Antimikroba merupakan salah satu obat yang paling sering diresepkan


pada anak yang dirawat jalan maupun dirawat di rumah sakit. Resistensi
antimikroba merupakan salah satu tantangan di dunia kesehatan. Meningkatnya
kejadian multidrug-resistant organisms (MDRO) sehingga mikroba tersebut lebih
tahan terhadap antibiotik dan membutuhka antimikroba yang lebih luas (broad
spectrum) dan biaya yang lebih mahal. Hal ini berkaitan dengan penggunaan
antibiotik yang berlebihan sehingga meningkatkan angka morbiditas dan
mortalitas juga luaran sumber daya rumah sakit.1,2,3
Pasien yang dirawat di ruang perawatan Pediatric Intensive are Unit
(PICU) memilikikondisi sakit yang mengancam jiwa. Pasien ini mengalami
infeksi saat masuk perawatan atau beresiko terkena infeksi akibat prosedur, alat
invasif dan perawatan yang lama. Faktor resiko ini yang diketahui berhubungan
dengan health care assosiated infections (HAIs) pada 16-23% pasien yang dirawat
di PICU, dan terkadang sulit ditatalakana namu dapat dilakukan pencegahan agar
tidak berkembang. Antibiotik merupakan obat yang sering digunakan di PICU dan
dengan pasien yang mengalami resiko terjadi HAIs sering mendapat peresepan
antibiotik multiple dan mengalami prolonged atau bahkan tidak sesuai. Hal ini
juga dapat menyebabkan wabah resistansi antibiotik.4
Pengawasan penggunaan antibiotik merupakan hal dasar agar terapi
antibiotik dapat optimal dan sekaligus mencegah resistensi bakteri terhadap
antibiotik. Diperlukan pedoman penggunaan antibiotik pada setiap institusi yang
mengandung beberapa intervensi sehingga diharapkan memberikan dampak baik
namun tetap dibutuhkan evaluasi perubahan yang terorganisir, sumber daya dan
penatalaksanaan lebih lanjut.5

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Infectious Disease Society of America (IDSA) dan pedoman Society of


Health care Epidemiology ogf America (SHEA) dan disponsori oleh United States
Pediatric Infectious Disease mengemukakan strategi penggunaan antibiotik yaitu
audit prospektif disertai intervensi dan feedback (secara persuasif) dan metode
restriksi formularium dan pra-otoritas (restriksi) yang merupakan strategi kunci
dari Antimicrobial Stewardship Programs (ASPs) ditambah dengan usulan
ntervensi struktural seperti pemeriksaan marker inflamasi yang lebih luas atau
identifikasi agen infeksius. Berdasarkan pendekatan persuasif, bertujuan untuk
memberikan review dan memberikan feedback terhadap klinisi, setelah 48-72 jam,
dilakukan intervensi tentang pemberian dosis, durasi dan rute pemberian
antibiotik yang tepat, hal tersebut merupakan intervensi formal dalam Pediatric
ASPs (PASPs) selain itu dievaluasi dampak spesifik terapi dan restriksi dan pra
otoritas antibiotik, begitu juga dengann edukasi intervensi dan pedoman terapi.
Pemberian terapi di persempit berdasarkan hasil kultur, dengan dosis optimal.2
Tahun 2010, European Society for Pediatric Infectious Disease
meluncurkan program Antibiotic Resistance and Prescribing in European
Children yang digunaan sebagai pedoman informasi penggunaan antibiotik dan
resistensi obat pada yang kemudian dikembangkan tools monitoring penggunaan
antibiotik, bakteremia, pola resistensi antimikroba dan evaluasinya pada tingkat
rumah sakit.2
Pendekatan berdasarkan PASP adalah dengan menggunakan rangkaian
kegiatan yang dikenal dengan “Start Smart-then Focus”. Walaupun langkah ini
masih terdapat kekurangan yaitu masih terlalu luas dan tidak mencakup
rekomendasi dengan target pada area infeksi yang spesifik. Keuntungan dari
rangkaian ini adalah tatalaksana lebh komoleks dan dapat diimplementasikan
pada program ASP yang lebih luas, juga bersifat patient centered dengan fokus
memberikan perwatan optimal dan menghindari penggunaan antibiotik yang tidak
perlu.2

2
Gambar 1. Audit prospektif dengan strategi algoritma feedback berdasarkan
Advisor Committe on Antimicrobial Resistance and Health Associated Infection
program “Start Smart Then Focus”2

Terdapat pembagian tujuan penggunaan antibiotik :4,5


1. Profilaksis (sebelum pembedahan) : pemberian antibiotik tanpa disertai
bukti infeksi, dan digunaka untuk mencegah infeksi pada pasien yang
berisiko terjadi infeksi terutama pasien dengan paska operasi.
2. Empiris : berdasarkan klinis dan kemungkinan infeksi sedangkan hasil
kultur negatif.
3. Terapi berdasarkan bukti infeksi (terapetik) : Bukti klinis infeksi dengan
hasil kultur positif dari sampel darah, cairan otak, asites, urin atau aspirat
trakea. Antibiotik yang sesuai berdasarkan pedoman antimikroba untuk
profilaksis dan terapi empiris kecurigaan infeksi sesuai institusi masing-
masing.

3
Gambar 2. Usulan implementasi Antimicrobial Stewardship Programe2
Keterangan : AMR : antimicrobial resistance, ID : infectious disease.

Prinsip terapi antibiotik di Intensive Care Unit6,7,8


1. Waktu pemberian antibiotik
Antibiotik harus segera diberikan jika terdapat indikasi pemberian
antibiotik. Setiap penundaan antibiotik tiap jam resiko kematian akan
semakin meningkat.

4
2. Pemilihan antibiotik yang tepat
Antibiotik spektruk luas direkomendasikan pada infeksi berat untuk
menunjang bakteri patogen yang resisten antibiotik, yang kemudian
dilakukan de-eskalasi sesuai agen penyebab jika hasil kultur telah ada.
Pilihan antibiotik harus memperitungkan jenis dan pola kepekaan bakteri
yang sering diisolasi di unit perawatan tersebut. Terapi antibiotik yang
tidak adekuat berhubungand engan peingkatan angka mortalitas dan angka
sepsis 8 kali lebih tinggi daripada yang mendapat terapi antibiotik yang
adekuat.
Menurut Infectious Disease Society of America (IDSA)
merekomendasikan pada pasien dengan infeksi Hospitalized Acquired
Pneumonia (HAP) / Ventilator Acquired Penumonia (VAP) merupakan
indikasi memulai antibiotik dan dilakukan evaluasi klinis, mikrobiologis
setelah 48 ingga 72 jam dan dapat dilakukan stop antibiotik jika tidak
didapatkan tanda infeksi.8
Antibiotik harus distop jika memenuhi 3 kriteria :
a. Tidak didapatkan bukti diagnosis klinis pneumonia, tidak didapatkan
infiltrat definitif pada ulangan rontgent dada dan hanya didapatkan
satu dari kriteria berikut : suhu tubuh lebih dari 38,30C, leukositosis
(lebih dari 12.000/mm3) atau leukopeni (kurang dari 4.000/mm 3) atau
sekresi trakeobronkial purulen atau terdianosis non infeksi.
b. Hasil kultur aspirat tracheobronchial tidak bermakna
c. Tidak didapatkan sepsis berat atau syok
Pasien perawatan intensif dengan infeksi (termasuk infeksi onset
lambat), terapi dapat dilakukan de-eskalasi, jika hasil kultur dari traktus
respiratorius, darah atau spesimen kultur lain telah ada, jika tidak
didapatkan organisme yang resisten (seperti P. Aeruginosa, Acinetobacter
spp atau MRSA) atau didapatkan patogen yang sensitif dengan antibiotik
spektrum sempit dripada antibiotik empiris yang digunakan, contoh jika
tidak didapatkan MRSA maka antibiotik Vancomycin dan Linezolid harus
di stop kecuali pasien mengalami alergi golongan β-laktam atau terdapat

5
infeksi bakteri gram positif yang hanya sensitif terhadap antibiotik
tersebut.8
Agen antibiotik spektrum yang lebih luas (Carbapenem, Piperacillin-
Tazobactam dan Cefepime) harus direstriksi kecuali pasien yang terinfeksi
dengan patogen yang hanya snsitif terhadap agen tersebut.8
Anti jamur sebaiknya tidak diresepkan hanya berdasarkan kultur
saluran respirasi saja.8
Jika sefalosporin generasi ke tiga digunakan sebagai terapi antibiotik
pilihan untuk infeksi yang disebabkan oleh Enterobacteriaceae yang dapat
menginduksi β-laktamase (Entobacter, Citrobacter, Morganella morganii,
Proteus atau Seratia spp), maka dapat terjadi resistensi antibiotik yang
dapat menginduksi kegagalan terapi.

3. Kombinasi terapi antibiotik.8


Penggunaan terapi antibiotik kombinasi termasuk antimikroba dari
golongan yang berbeda sehingga tercapai efek sinergis, masih menjadi
topik yang kontroversi, namun dapat digunakan sebagai terapi empris
terutama pada kasus yang dicurigai disebabkan oleh organisme yang
resisten antibiotik. Pasien dengan kecurigaan kolonisasi dengan patogen
yang multi-drug resistant, perawatan lama di rumah sakit, dialisis, dan
pasien dengan alat invasif harus dipertimbangkan mendapat terapi
antibiotik kombinasi.
Terapi antibiotik kombinasi dimaksudkan untuk mencapai manfaat yang
sinergis dan untuk mencegah terbentuknya strain patogen yang resisten.
Namun perlu dipertimbangkan efek samping terapi berupa nefrotoksisitas
seperti Meropenem dengan Moxifloxacin.
4. Dosis antibiotik
a. Dosis loading
Pertimbangan pemberian dosis awal antibiotik pada pasien sepsis
hampir sama dengan waktu pemberian antibiotik. Dosis loading
kadang dibutuhkan untuk mencapai kadar terapeutik, sehingga volume

6
distribusi meningkat, terutama pada antibiotik yang hidrofilik seperti
aminoglikosida, vancomycin, colistin, glikopeptida dan antibiotik
dengan penambahan beta-laktam
b. Pendekatan individu
Strategi dosis antibiotik bedasarkan karakteristik pasien yang akan
mempengaruhi faktor farmakokinetik dan farmakodinamik, sehingga
efek bunuh bakteri dapat maksimal, mencegah berkembangnya
resistensi antimikroba, dan mencegah reaksi simpang obat yang
berkaitan dengan konsentrasi obat.
5. Kontrol sumber infeksi
Kontrol sumber infeksi bersamaan dengan pemberian antibiotik yang
adekuat merupakan hal penting lainnya, seperti drainage abses,
debridement luka, operasi eksisi jaringan nekrotik dan pengambilan alat
yang terinfeksi, sehingga tercapai keberhasilan dalam kontrol infeksi.
6. Durasi terapi antibiotik
Pemberian antimikroba empiris spektrum luas dini sesuai dengan
epidemiologi dan kemungkinan pola resistensi kuman merupakan terapi
dan evaluasi harian, dan transisi menjadi regimen antibiotik spektrum
sempit sesuai hasil kultur. Jika sumber infeksi telah dikontrol, maka
antibiotik jangka pendek dapat diberikan selama 7 hari pada pasien dengan
sakit krtis, dengan beberapa pengecualian. Demikian pula dengan terapi
pneumonia yang berhubungan dengan ventilator dapat diberikan dengan
durasi pendek (3-8 hari) dibandingkan jangka lama (10-21 hari)
memberikan efikasi yang sama.
Biomarker yang dapat digunakan dalam pamantauan terapi sebagai
pedoman melakukan de-eskalasi antibiotik adalah prokalsitonin (PCT).
PCT meningkat pada pasien dengan sepsis berat, syok sepsis, bakteremia,
trauma mayor, operasi, acute respiratory distress syndrome, multi organ
failure, post-transplantation rejection, syok kardiogenik, dan luka bakar
berat, sedangkan penurunan kadar PCT berhubungan dengan prognostik
yang baik.8

7
Langkah standar dalam terapi antibiotik di Pediatric Intensive Care Unit. 9
1. Pemeriksaan kultur sebelum memulai pemberian antibiotik
2. Hentikan pemakaian antibiotik jika kultur didapatkan hasil negatif dalam
48 jam, kecuali :
- Didapatkan tanda sepsis berat
- Kultur diambil setelah terapi antibiotik dimuali (diskusikan dengan
divisi infeksi)
- Dicurigai infeksi yang sedang berjalan
3. Ekskalasi antibiotik menjadi spektrum sempit jika telah diketahui
antibiotik yang sensitif, diskusikan dengan divisi Infeksi
4. Rekomendasi terapi antibiotik terhadap infeksi yang telah terkonfirmasi
- Pneumonia atau ventilator associated pneumonia : 5-7 hari
- Sepsis dengan hasil kultur negatif : 5-7 hari
- Sepsis dengan hasil kultur positif : 7-14 hari (diskusikan dengan divisi
infeksi)
5. Konsultasikan kepada divisi Infeksi
- Utuk konfirmasi terapi dan durasi yang tepat untuk asil kultur positif
- Jika dipertimbangkan ekskalasi antibiotik dengan spectrum antibiotik
yang lebih luas pada infeksi yang sedang berjalan.
6. Indikasi dan rencana durasi terapi terdokumentasikan pada sistem
peresepan di pediatric intensif care saat meminta antibiotik (Contoh
Vancomycin 150 mg tiap 6 jam untuk 5 hari pada terapi penumonia akibat
MRSA)
7. Review kembali rencana penggunaan antibiotik (stop, lanjut antibiotik)
dalam diskusi pagi
8. Untuk antibiotik gentamycin dan vancomycin : konsultasi dengan farmasi
untuk tatalaksana monitoring terapi yang tepat

8
9. Pasien dengan gagal ginjal, sesuaikan dosis terapi

A. Acuan Antibiotik Empiris yang Digunakan di Pediatric Intensive Care


Unit (PICU)
1. Meningitis
 < 2 bulan : Cefotaxim 50 mg/kg intravena tiap 6 jam (neonatus : usia 1
minggu : tiap 12 jam) ditambah ampicilin 50 mg/kg intravena (iv) tiap
6 jam (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam)
 > 2 bulan : Cefotaxim 50 mg/kg (maksimal 2 gram) iv tiap 6 jam atau
Ceftriaxon 50 mg/kg (maksimal 2 gram) iv tiap 12 jam (anak usia > 1
bulan)
 > 3 bulan : pemberian Dexamethason 0,15 mg/kg/kali iv tiap 6 jam
selama 4 hari jika dapat diberikan 1 jam sebelum pemberian
antibiotik)
 Jika didapatkan kultur positif kokkus gram positif pada cerebrospinal
fluid (CSF) atau dicurigai Streptococcus pneumoniae : tambahkan
Vancomycin 15 mg/kg (maksimal 750 mg untuk dosis awal) iv tiap 6
jam (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam, usia 2-4 minggu : tiap 8
jam)
 Jika dicurigai ensefalitis HSV (terutama jika terdapat faktor resiko
usia < 6 bulan, penurunan kesadaran, kejang), terapi ditambahkan :
asiklovir 20 mg/kg/kali iv tiap 8 jam (bayi lahir cukup bulan hingga
usia 3 bulan)
- Bayi prematur : 20 mg/kg/kali iv tiap 12 hingga 24 jam
- > 3 bulan hingga 12 tahun : 500 mg/m2/kali iv tiap 8 jam
- > 12 tahun : 10 mg/kg/kali iv tiap 8 jam

2. Community Acquired Sepsis9


Jika dicurigai meningitis, tatalaksana sebagai meningitis

9
 < 2 bulan : Ampicilin (atau amoxicilin) 50 mg/kg intravena tiap 6 jam
(neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam) ditambah gentamicin 7,5
mg/kg iv sehari sekali (maksimal dosis awal 320 mg untuk usia < 10
tahun; maksimal 640 mg jika > 10 tahun; neonatus : usia 1 minggu :
50 mg/kg/24 jam iv)
 > 2 bulan : Cefotaxim 50 mg/kg (maksimal 2 gram) iv tiap 6 jam atau
Ceftriaxon 100 mg/kg (maksimal 4 gram) iv tiap 24 jam (anak usia >
1 bulan)
 Jika dicurigai faktor resiko non multiresistant MRSA (pernah
terinfeksi nmMRSA, riwayat atau baru sebelumnya) : tambahkan
lincomycin 15 mg/kg (maksimal 1,2 gram) iv tiap 8 jam.
 Jika syok sepsis yang memerlukan terapi inotropik : tambahkan
Vancomycin 15 mg/kg (maksimal 750 mg untuk dosis awal) iv tiap 6
jam (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam, usia 2-4 minggu : tiap 8
jam)
Dan tambahkan Gentamicin 7,5 mg/kg/hari (maksimal 320 mg dosis
awal jika < 10 tahun; maksimal 640 mg jika > 10 tahun; neonatus :
usia 1 minggu : 5 mg/kg/hari)

3. Sepsis Nosokomial9
Ceftazidime 50 mg/kg/kali (maksimal 2 gram) iv tiap 8 jam (neonatus :
usia 1 minggu, tiap 12 jam)
Jika terdapat akses vena sentral atau syok septik :
Tambahkan vancomycin 15 mg/kg (maksimal 750 mg untuk dosis awal)
iv tiap 6 jam (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam, usia 2-4 minggu :
tiap 8 jam) dan Gentamicin 7,5 mg/kg/hari iv (maksimal 320 mg dosis
awal jika < 10 tahun; maksimal 640 mg jika > 10 tahun; neonatus : usia 1
minggu : 5 mg/kg/hari)
Jika sepsis nosokomial dengan meningitis _ diskusikan dengan
konsultan penyakit infeksi

10
4. Sepsis pada pasien immunocompromised dengan febril neutropeni9
Piperacillin-tazobactam 100 mg/kg/24 jam iv (maksimal dosis 4 gram
Piperacillin) iv tiap 6 jam (< 1 bulan : tiap 8 jam) ditambah Gentamicin
7,5 mg/kg/24 jam iv (maksimal dosis 320 mg untuk dosis awal jika usia <
10 tahun, maksimal 640 mg jika usia > 10 tahun, neonatus : usia 1
minggu : 5 mg/kg/24 jam iv) ditambah Vancomycin 15 mg/kg (maksimal
750 mg untuk dosis awal) iv tiap 6 jam (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12
jam, usia 2-4 minggu : tipa 8 jam iv)

5. Pneumonia9
5.a. Community acquired penumonia
Semua usia dan infeksi berat : Cefotaxime 50 mg/kg (maksimal 2 gram)
tiap 6 jam iv (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam)
Usia > 5 tahun pertimbangkan penambahan : Azithromycin 10 mg/kg
(maksimal 500 mg) per hari iv (alternatif makrolid peroral : Roxithromycin
4 mg/kg (maksimal 150 mg) peroral tiap 12 jam) jika dicurigai pneumonia
mycoplasma/atypical
Jika empiema atau terdapat faktor resiko terpapar non-multiresistant
MRSA (riwayat baru terinfeksi nmMRSA, riwayat pernah terinfeksi),
tambahkan Lincomycin 15 mg/kg (maksimal 1,2 gram) tiap 8 jam iv.
Jika pneumonia dengan ancaman jiwa atau curiga multi-resistant
MRSA, tambahkan Vancomycin 15 mg/kg (maksimal dosis awal 750 mg)
tiap 6 jam iv (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam, usia 2-4 minggu :
tiap 8 jam iv) dan Lincomycin 15 mg/kg (maksimal 1,2 gram) tiap 8 jam
iv.

5.b. Nosocomial/ventilator – associated pneumonia


Jika kurang dari 5 hari perawatan PICU : Cefotaxim 50 mg/kg
(maksimal 2 gram) tiap 6 jam iv (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam)
atau Ceftriaxon 100 mg/kg (maksimal 4 gram) tiap 24 jam iv (untuk
pasien usia > 1 bulan)

11
Jika lebih dari 5 hari perawatan PICU : Ceftazidim 50 mg/kg
(maksimal 2 gram) tiap 8 jam iv (neonatus usia 1 minggu : tiap 12 jam)
Berikut merupakan tatalaksana penggunaan antibiotik pada pasien
dengan VAP.8

Tabel 1. Rangkaian tatalaksana optimalisasi terapi antimikroba ntuk


pasien dengan ventilator-asociated pneumonia.8

6. Pertusis9
Azithromicin 10 mg/kg (maksimal 500 mg) perhari iv atau peroral selama
5 hari

7. Infeksi Luka Operasi9


Flucloxacillin 50 mg/kg (maksimal 2 gram) tiap 4-6 jam iv (neonatus :
usia 1 minggu : tiap 12 jam, 2-4 minggu : tiap 8 jam) ditambah
Gentamicin 7,5 mg/kg/24 jam iv (maksimal dosis awal 320 mg untuk usia
<10 tahun, maksimal 640 mg untuk usia > 10 tahun; neonatus : usia 1
minggu : 5 mg/kg/24 jam)

12
Jika infeksi luka yang dicurigai akibat Staphylococcal dan
mengancam jiwa tambahkan Vancomycin 15 mg/kg (maksimal dosis
awal 750 mg) tiap 6 jam iv (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam, 2-4
minggu : tiap 8 jam)

8. Infesi Luka Operasi Jantung ( Curiga Mediastinitis)9


Gentamicin 7,5 mg/kg/24 jam iv (maksimal dosis awal 320 mg untuk usia
<10 tahun, maksimal 640 mg untuk usia > 10 tahun; neonatus : usia 1
minggu : 5 mg/kg/24 jam) ditambah Vancomycin 15 mg/kg (maksimal
dosis awal 750 mg) tiap 6 jam iv (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam,
2-4 minggu : tiap 8 jam)

9. Infeksi Abdomen (termasuk Peritonitis dan Enterocolitis Nekrotik)9


Ampicilin (atau amoxicilin) 50 mg/kg iv tiap 6 jam (neonatus : usia 1
minggu : tiap 12 jam) ditambah gentamicin 7,5 mg/kg iv sehari sekali
(maksimal dosis awal 320 mg untuk usia < 10 tahun; maksimal 640 mg
jika > 10 tahun; neonatus : usia 1 minggu : 5 mg/kg/24 jam iv) dan
Metronidazol iv 7,5 mg/kg/kali tiap 8 jam (maksimal 500 mg/kali)
(Neonatus : usia 1 minggu : tiap 24 jam, usia 2-4 minggu : tiap 12 jam)

10. Sindroma Syok Toksik9


Jika organisme penyebab tidak diketahui :
Cefotaxim 50 mg/kg (maksimal 2 gram) tiap 6 jam iv (neonatus : usia 1
minggu : tiap 12 jam) ditambah Vancomycin 15 mg/kg (maksimal dosis
awal 750 mg) tiap 6 jam iv (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam, 2-4
minggu : tiap 8 jam) ditambah Lincomycin 15 mg/kg (maksimal 1,2 gram
tiap 8 jam iv, ditambah pertimbangkan intragram 2 gram/kg dosis tunggal
iv
Jika organisme penyebab adalah Streptococcus grup A :

13
Benzylpenicillin 60 mg/kg (maksimal 2,4 gram) tiap 4 jam iv (neonatus :
usia 1 minggu : tiap 12 jam) ditambah Lincomycin 15 mg/kg (maksimal
1,2 gram tiap 8 jam iv, ditambah pertimbangkan intragram 2 gram/kg
dosis tunggal iv
Jika fascitis dengan nekrotik :
Cefotaxim 50 mg/kg (maksimal 2 gram) tiap 6 jam iv (neonatus : usia 1
minggu : tiap 12 jam) ditambah Vancomycin 15 mg/kg (maksimal dosis
awal 750 mg) tiap 6 jam iv (neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam, 2-4
minggu : tiap 8 jam) ditambah Lincomycin 15 mg/kg (maksimal 1,2 gram
tiap 8 jam iv, ditambah pertimbangkan intragram 2 gram/kg dosis tunggal
iv
Jika luka eksternal/inokulasi yang berhubungan dengan fascitis
nekrotik :
Ganti Cefotaxim dengan Meropenem iv 40 mg/kg/kali (hingga 2 gram)
tiap 8 jam (neonatus : usia 1-2 minggu : 40 mg/kg/kali tiap 12 jam, usia 3-
4 minggu : 40 mg/kg/kali tiap 8 jam)

11. Infeksi Saluran Kemih9


Ampicilin (atau amoxicilin) 50 mg/kg (maksimal 2 gram) iv tiap 6 jam
(neonatus : usia 1 minggu : tiap 12 jam) ditambah gentamicin 7,5 mg/kg
iv sehari sekali (maksimal dosis awal 320 mg untuk usia < 10 tahun;
maksimal 640 mg jika > 10 tahun; neonatus : usia 1 minggu : 5 mg/kg/24
jam iv)

B. Pemeriksaan Kultur Pasien yang dirawat di PICU


Penelitian di negara berkembang seperti Pakistan, terdapat 14% sampel
kultur darah dengan hasil positif sedangkan untuk aspirat trakeal didapatkan 24%
sampel positif. Kebanyakan isolat darah adalah bakteri Acinetobacter,
Staphylococcus dan Klebsiella pneumonia (KP). Kultur trachea kebanyakan
adalah Acinetobacter dan KP. Persentase terdapat multi drug resisten (MDR)
adalah 7% dan kebanyakan adalah Acinetobacter dan Kelpsiella pneumonia.

14
Seluruh pasien (100%) mendapat terapi empiris ataupun profilaksis, 76% pasien
mendapat terapi antibiotik kombinasi atau multipel (2 atau lebih obat). Pada
penelitian ini 42% pasien mendapat terapi antibiotik tanpa disertai bukti infeksi
secara mikrobiologi. Terdapat 15% pasien yang gagal dilakukan pemberhentian
antibiotik empiris dengan tanpa isolat mikroorganisme. Angka tersebut hampir
sama dengan penelitian di Kanada. Terapi antibiotik yang sering digunakan adalah
golongan carbapenem (meropenem), cephazolin, ceftriaxone.4

C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik


Tatalaksana peggunaan antibiotik ini memerlukan strategi untuk
mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak perlu termasuk restriksi
formularium rumah sakit, edukasi pada praktisi kesehatan dan aktivitas feedback
dan kerjasama dengan spesialis infeksi, mikrobiologis dan farmasi.4

15
Gambar1. Checklist tatalaksana penggunaan antibiotik5
Penelitian oleh Newland dan Hesh mengemukakan bahwa audit prospektif
dengan feedback adalah strategi yang paling baik dan efisien dalam penatagunaan
antibiotik pada anak. Tantangan terbesar adalah mengembangkan strategi untuk
memfasilitasi implementasi antimikroba yang lebih besar dengan biaya dan
sumber daya yang rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Stocker dkk di London

16
digunakan checklist dalam pemantauan penggunaan antibiotik untuk kepentingan
tersebut.5
Checklist penggunaan antibiotik ini mencantumkan indikasi dan
keecenderungan infeksi pada saat awal pemakaian antibiotik, dan dievaluasi pada
48 jam dan 5 hari terapi, dicantumkan pula alasan melanjutkan antibiotik dan
target terapi berdasarkan patogen jika hasil kultur positif.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Patel SJ, Larson EL, Kubin CJ and Saiman L. A review of antimicrobial


control strategies in hospitalized and ambulaory pediatric populations. The
Pediatr Infectious Disease Journal. 2007; 26 (6) : 531-7

17
2. Brett A, Bielicki J, Newland JG, Rodrigues F, Schaad UB and Sharland
M. Neonatal and pediatric antimicrobial stewardship programs in
Europe_defining the research agenda. The Pediatric Infectious Disease
Journal. 2013; 32(12) : 456-65.
3. Raveh D, Levy Y, Schlesinger Y, Greenberg A, Rudensky B and Yinnon
A.M. Longitudinal surveillance of antibiotic use in the hospital. Q.J. Med.
2001; 94 : 141-152.
4. Abbas Q, Haq AU, Kumar R, Ali SA, Hussain K, and Shakoor S.
Evaluation of antibiotic use in pediatric intensive care unit of a develping
country. Indian J. Of Crit Care Med. 2016; 20(5) : 39-42.
5. Stocker M, Ferrao E, Banya W, Cheong J, Macrae D, and Furck A.
Antibiotic surveillance on a paediatric ontensive care unit : easy attainable
strategy at low costs and resources. Pediatrics. 2012; 12 : 196 – 202
6. Patrozou E, Christaki E. Antibiotic management in the ICU. ICU. 2014;
14 (4) : 1-5
7. Akrami K, Sweeney D, and Malhotra A. Antibiotic stewardship in the
intensive care unit : tools for de-escalation from the american thoracic
society meeting 2016.
8. Luyt CE, Brechot N, Trouillet JL, and Chastre J. Antibiotic stewardship in
the intensive care unit. Critical Care. 2014; 18 : 480-492.
9. Antimicrobial stewardship pharmacist. Guidline Empiric Antibiotic
Guidelines for Paediatric Intensive Care Unit (PICU). Children’s Health
Queensland Hospital and Health Service. 2017 : 1-7.

18

Anda mungkin juga menyukai