Oleh:
Astra Parahita
Pembimbing:
Prof. dr. Magdalena Sidhartani Z, MSc, Sp.A(K)
dr. Dwi Wastoro D, Sp.A(K)
dr. M S Anam, Msi Med, Sp.A
1
BAB 2
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : By. Ny. SK
Tanggal lahir : 1 April 2015
Usia : 3 bulan 26 hari
Alamat : Sayung, Demak
Tanggal MRS : 27 Juli 2015
Identitas Orangtua
Ayah : Tn. S Ibu : Ny. SK
Usia : 35 tahun Usia : 35 tahun
Pendidikan : Tamat SMA Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Tukang las Pekerjaan : Ibu rumah tangga
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu pasien tanggal 28 Juli 2015 pukul 07.00 di Bangsal
Anak RSDK.
Keluhan Utama
Sesak napas
2
kuat. Kebiruan (-), pucat (-). Anak masih bisa minum susu seperti biasa,
tersedak (-), menyusu terputus-putus (-). BAK kuning jernih, jumlah seperti
biasa. BAB 5x/ hari, kuning lembek. Anak tidak diberi obat.
- + 2 hari SMRS anak demam (+), tinggi, tidak diukur. Batuk (+), dahak (+)
sulit keluar, napas terdengar grok-grok (+). Pilek (+). Minum susu seperti
biasa. BAK kuning jernih, jumlah seperti biasa. BAB 4x/ hari, kuning
lembek. Anak diberi Baby Cough, demam turun, batuk dan napas grok-grok
tetap.
- + 1 hari SMRS batuk (+), dahak (+) sulit keluar, napas terdengar grok-grok
(+). Demam (+), tinggi, tidak diukur, turun dengan Baby cough tapi naik lagi.
Pilek (+), ingus encer. Sesak (+), napas cepat (+), tarikan dinding dada (-).
Anak masih bisa minum susu seperti biasa. BAK kuning jernih, jumlah
seperti biasa. BAB 4x/ hari, kuning lembek. Anak dibawa ke Puskesmas,
diberi antibiotik, Paracetamol dan obat batuk, demam dan batuk tidak
berkurang. Di rumah anak diberi O2.
- + 12 jam SMRS anak semakin sesak (+), napas cepat (+), tarikan dinding
dada (+). Batuk (+), dahak sulit keluar, napas terdengar grok-grok (+). Pilek
(+). Demam (+). Rewel (+), merintih (+). Anak malas minum, tersedak (-).
Anak dibawa kontrol ke Poli Endokrinologi Anak RSDK.
- Di Poli Endokrinologi Anak RSDK anak dilakukan pemeriksaan fisik,
didapatkan anak tampak sianosis, lemah, sesak, SpO2 40 %, retraksi
subcostal, epigastrial dan intercostal. Anak dibawa ke UGD RSDK.
- Di UGD RSDK anak dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan anak tampak
sesak, demam, takipneu, retraksi subcostal, epigastrial dan intercostal, suara
dasar paru vesicular, suara tambahan paru hantaran dan ronki basah halus di
kedua lapang paru. Anak diberi O2 nasal 2 liter/menit, dipasang infus dan
disarankan rawat inap. Anak dilakukan pemeriksaan darah dan foto thorax.
Lalu anak dirawat di Bangsal Anak C1L1.
3
Riwayat Penyakit Dahulu
- Hidrops fetalis, gangguan napas sedang dan neonatal infeksi, didiagnosis saat
lahir, dirawat di PBRT selama 1,5 bulan, diperiksa laboratorium dan rontgen,
diberi O2 CPAP, infus, antibiotik (Ampicillin-Gentamisin, diganti
Ceftazidim-Gentamisin, lalu diganti Meropenem), pulang dengan tetap
memakai oksigen nasal.
- Klinis sindroma Down, didiagnosis sejak usia 6 hari, belum pernah dilakukan
pemeriksaan kromosom, kontrol ke Poli Endokrinologi Anak tiap bulan
- Hipotiroid kongenital, didiagnosis sejak usia 6 hari, kontrol ke Poli
Endokrinologi Anak tiap bulan, minum Tyrax (dosis terakhir 1 bulan lalu 18
mcg/ 24 jam) tiap hari, cek TSHS/ FT4 darah tiap bulan
- PJB (ASD II, PDA), didiagnosis sejak usia 14 hari berdasarkan hasil
echocardiography, kontrol ke Poli Kardiologi Anak terakhir 16 Juni 2015,
tidak mendapat obat jantung, disarankan echocardiography ulang 6 bulan
kemudian
- Megacolon kongenital, didiagnosis sejak usia 17 hari, dilakukan kolostomi
usia 19 hari, plastik pembungkus kolostomi diganti tiap 3 jam, kontrol ke Poli
Bedah Anak tiap bulan, + 2 minggu terakhir mulai keluar feses dari lubang
anus
- Tidak ada riwayat alergi
- Ada riwayat menetek terputus-putus
- Tidak ada riwayat tersedak
4
Pedigree
Riwayat Perinatal
Prenatal : Anak lahir dari ibu G4P3A0, usia 35 tahun, hamil 35 minggu, ANC >
4x di bidan 1x di Sp.OG. DM/ HT (-), trauma (-), ANB (-). Konsumsi
vitamin dari bidan (+), obat/ jamu (-). Konsumsi makanan tidak
matang (+). Terdeteksi bayi hidrops fetalis berdasarkan hasil USG
sejak usia 32 minggu
Natal : Anak lahir spontan ditolong dokter, ketuban pecah sesaat sebelum
persalinan, menangis lemah, berat lahir 2600 g, panjang lahir 44 cm,
hidrops fetalis.
Postnatal : Anak dirawat di PBRT selama 1,5 bulan. Saat pulang masih
menggunakan oksigen, mulai diturnkan bertahap, dilepas hari ke 5 di
rumah. Oksigen kadang dipakaikan sementara saat anak tampak sesak.
Riwayat Nutrisi
- 0 – 1 bulan : ASI semau anak (ASI peras 20-30 ml/ 2-3 jam)
Bebelac 6 x 30 ml (@ 1 sendok takar)
5
- 1 bulan – saat ini : ASI semau anak (ASI peras 20-30 ml/ 2-3 jam)
Bebelac 6 x 45 ml setelah ASI (@ 1½ sendok takar)
Kesan: ASI tidak eksklusif, kuantitas dan kualitas kurang
Riwayat Pertumbuhan
BB lahir : 2600 g 2000 g
BB bulan lalu : 2300 g
BB saat ini : 2700 g
PB : 47 cm
LK : 34 cm
Riwayat Perkembangan
Usia koreksi: 2,5 bulan
Personal sosial : anak sudah bisa menatap wajah, belum bisa tersenyum
Motorik halus : anak belum bisa meraih
Bahasa : anak sudah bisa bereaksi terhadap suara, belum bisa bersuara
Motorik kasar : anak belum bisa mengangkat kepala
Kesan: perkembangan terlambat sesuai usia
Riwayat Imunisasi
- BCG : belum
- Hepatitis B : belum
- DPT : belum
- Polio : belum
- HiB : belum
- Campak : belum
Kesan: Imunisasi dasar belum lengkap sesuai usia
6
Tinggal di rumah ayah pasien bersama ayah, ibu dan 2 kakak perempuan.
Biaya pengobatan ditanggung BPJS non PBI. Biaya kesehatan ayah, ibu dan
kakak ditanggung BPJS PBI.
Kesan: sosial ekonomi kurang
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik pada tanggal 28 Juli 2015 pukul 07.00 di Bangsal Anak RSDK.
7
Pulmo : Suara dasar : vesikuler (+)/(+) (+)/(+)
Suara tambahan : RBH (+)/(+) (+)/(+)
Hantaran (+)/(+) (+)/(+)
Wheezing (-)/(-) (-)/(-)
Vesikuler,
RBH +/+ Vesikuler, Vesikuler,
Hantaran +/+ RBH +/+ RBH +/+
Hantaran +/+ Hantaran +/+
Wheezing -/-
Wheezing -/- Wheezing -/-
8
Status Antropometri
Laki-laki, 3 bulan (usia koreksi: 2,5 bulan)
BB lahir : 2600 g PB lahir : 44 cm WAZ : -5,89 SD
BB bulan lalu : 2300 g PB saat ini : 47 cm HAZ : -6,93 SD
BB saat ini : 2700 g LK : 36 cm WHZ : -0,31 SD
HCAZ : -3,71 SD
Kesan:
Cross sectional : BB sangat kurang, perawakan sangat pendek, mikrosefal
Longitudinal : undergrowth
9
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
10
Leukosit 3,6-11 10^3/ ul 12,1
Trombosit 150-400 ribu/ mmk 566
Hitung Jenis
Eosinofil 3-5 % 5
Basofil 0 % 0
Batang 2-5 % 3
Segmen 25-70 % 36
Limfosit 20-40 % 32
Monosit 4-9 % 2
Gambaran Darah Tepi
Anisositosis ringan (mikrositik, normositik), poikilositosis
Eritrosit
ringan (ovalosit, tear drop cell)
Trombosit Estimasi jumlah meningkat, didominasi bentuk normal
Leukosit Estimasi jumlah meningkat
Kesan: anemia normositik normokromik, leukositosis
Radiologi (27/7/2015)
11
- Terdapat marker dan identitas
- Foto asimetris, inspirasi cukup
- Ketajaman cukup
- Tidak terdapat artefak
- Jaringan lunak intak, tidak ada soft tissue swelling
- Tidak ada diskontinuitas tulang
- Costa tak tampak mendatar
- Cor: CTR = 56%
Bentuk dan letak jantung normal
Retrocardiac dan retrosternal space tak menyempit
- Pulmo: Corakan vaskuler meningkat
Tak tampak emfisematous
Tampak bercak pada lapangan atas dan parakardial kanan
Tak tampak pelebaran hilus
- Hemidiafragma kanan setinggi costa10 posterior
- Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Kesan: gambaran bronkopneumonia
Echocardiography
14/4/2015: ASD II 2,9 mm, PDA 1,4 mm
16/6/2015: ASD II 3,1 mm, PDA 1,7 mm
E. DAFTAR MASALAH
12
10. Leukositosis, 28/7/2015 7. Klinis sindroma Down 28/7/2015
trombositosis 28/7/2015 8. Megacolon congenital 28/7/2015
11. Hipotiroid 28/7/2015 postcolostomy
12. ASD, PDA 28/7/2015 9. Sosial ekonomi kurang 28/7/2015
13. Hepatomegali 28/7/2015 10. Ventilasi, kebersihan, 28/7/2015
14. X-foto thorax gambaran 28/7/2015 kelembapan rumah
bronkopneumonia tidak baik
15. Gizi buruk, perawakan 28/7/2015
sangat pendek
F. DIAGNOSIS
1. Bronkopneumonia
2. DE: PJB asianotik
DA: ASD II 3,1 mm, PDA 1,7 mm
DF: gagal jantung Ross II
3. Klinis sindroma Down
4. Hipotiroid kongenital
5. Megacolon congenital postcolostomy
6. Mikrosefali DD/ nutrisional DD/ malnutrisi kronis
infeksi DD/ infeksi CMV
7. Anemia normositik normokromik DD/ defisiensi besi
penyakit kronis
8. Gizi buruk, perawakan sangat pendek (malnutrisi kronis)
9. Global developmental delayed
G. RENCANA PENGELOLAAN
1. Medikamentosa
- O2 nasal 2 liter/ menit
- Infus D5 ½ NS 240/10/10 tpm mikro
- Injeksi Ampisilin 100 mg/ 6 jam iv
- Injeksi Gentamisin 20 mg/ 24 jam iv
- Paracetamol 30 mg/ 4-6 jam (jika t ≥ 38 oC)
13
- Digoxin 0,015 mg/ 12 jam po
- Tyrax 20 mcg/ 24 jam po
2. Nonmedikamentosa
- Termoregulasi
- Positioning
- Postural drainage
- Fisioterapi
3. Nutrisi
a. Assessment: BB kurang, perawakan sangat pendek, mikrosefal
b. Kebutuhan:
- Cairan : 100 ml x 2,7 = 270 ml/ 24 jam
- Kalori : 120 kkal x 2,8 = 336 kkal/ 24 jam
- Protein : 2,2 g x 2,8 = 6,16 g/ 24 jam
c. Rute: oral, NGT
d. Sediaan:
Cairan Kalori Protein
Kebutuhan 24 jam
270 ml 336 kkal 6,16 g
Inf. D5¼NS 120 ml 20,4 kkal -
ASI ad lib (8 x 30 ml) 240 ml 163,2 kkal 3,12 g
Infatrini 6 x 25 ml 150 ml 150 kkal 3,9 g
Total 510 ml 333,6 kkal 7,02 g
AKG 189 % 99 % 114 %
- Infus D5¼NS 120/5/5 tpm mikro
- Infantrini 6 x 25 ml
- ASI ad libitum
e. Monitoring: BB, aseptabilitas diet
4. Pemantauan
- Keluhan (demam, sesak, batuk)
- Tanda vital, keadaan umum, tanda distres respirasi, balance cairan
- Efek terapi dan efek samping terapi
14
- Berat badan, aseptabilitas diet
15
- Memotivasi untuk selalu memantau pertumbuhan dan perkembangan anak,
dengan rutin membawa anak ke posyandu dan mengisi grafik pertumbuhan.
- Memotivasi untuk segera memberi imunisasi anak.
H. PROGNOSIS
16
I. CATATAN PERJALANAN PENYAKIT
17
P: Vesikuler +/+ +/+ - Anemia normositik normokromik Diet: ASI ad lib, Infatrini 6x25ml
RBH +/+ +/+ - Malnutrisi kronis
Hantaran -/- -/- - Global developmental delayed Program:
Wheezing -/- -/- - Evaluasi KU, TV, tanda distres
Abd: datar, BU + N, H: 1 cm BAC respirasi, balans cairan, BB,
Extremitas: sianosis -/- -/- aseptabilitas diet
Jawaban konsul:
- Endokrinologi
Kesan: klinis sindroma Down, hipotiroid
kongenital
Saran: Tyrax (7 mcg/ kgBB/ 24 jam) 20 mcg/
24 jam
- Nutrisi
Kesan: malnutrisi kronis
Saran: ASI ad lib, Infatrini 6 x 25 ml
- Kardiologi
Kesan: DE: PJB asianotik, DA: ASD – PDA
kecil, DF: gagal jantung Ross II
Saran: Digoxin 0,015 mg/ 12 jam
1/8/2015 S: sesak +, demam -, batuk + jarang, pilek + - Bronkopneumonia O2 nasal canul 2 lpm
HP 5 O: KU: sadar, napas spontan adekuat - DE: PJB asianotik Inf D5¼NS 120/5/5 tpm
TV: HR: 146 x/mnt N: reg,i/t cukup DA: ASD II 3,1 mm, PDA 1,7 mm Inj Ampisilin 100mg/6j iv (H5)
BB 2,75 kg RR: 62 x/mnt T: 37,9 ◦C DF: gagal jantung Ross II Inj Gentamisin 20mg/24j iv (H5)
SpO2 (O2 nasal 2 lpm): 95 % - Klinis sindroma Down Paracetamol 30mg/4-6j po (t≥ 38◦C)
Hidung: sekret +/+ mucoserous, napas cuping - - Hipotiroid kongenital
18
Mulut: sianosis - - Megacolon congenital postcolostomy Digoxin 0,015mg/12j po
Thorax: simetris, retraksi + subcostal, intercostal - Mikrosefali Tyrax 20mcg/24jam po
P: Vesikuler +/+ +/+ - Anemia normositik normokromik
RBH +/+ +/+ - Malnutrisi kronis Diet: ASI ad lib, Infatrini 6x25ml
Hantaran -/- -/- - Global developmental delayed
Wheezing -/- -/- Program:
Abd: datar, BU + N, H: 1 cm BAC - Evaluasi KU, TV, tanda distres
Extremitas: sianosis -/- -/- respirasi, balans cairan, BB,
aseptabilitas diet
- Kultur sputum
2-3/8/2015 S: sesak +, demam -, batuk + jarang, pilek + - Bronkopneumonia O2 nasal canul 2 lpm
HP 6-7 O: KU: sadar, napas spontan adekuat - DE: PJB asianotik Inf D5¼NS 120/5/5 tpm
TV: HR: 142 x/mnt N: reg,i/t cukup DA: ASD II 3,1 mm, PDA 1,7 mm Inj Ampisilin 100mg/6j iv (H6-7)
BB 2,8 kg RR: 54 x/mnt T: 37,6 ◦C DF: gagal jantung Ross II Inj Gentamisin 20mg/24j iv (H6-7)
SpO2 (O2 nasal 2 lpm): 95 % - Klinis sindroma Down Paracetamol 30mg/4-6j po (t≥ 38◦C)
Hidung: sekret +/+ mucoserous, napas cuping - - Hipotiroid kongenital Digoxin 0,015mg/12j po
Mulut: sianosis - - Megacolon congenital postcolostomy Tyrax 20mcg/24jam po
Thorax: simetris, retraksi + subcostal - Mikrosefali
P: Vesikuler +/+ +/+ - Anemia normositik normokromik Diet: ASI ad lib, Infatrini 6x25 ml
RBH +/+ +/+ - Malnutrisi kronis
Hantaran -/- -/- - Global developmental delayed Program:
Wheezing -/- -/- - Evaluasi KU, TV, tanda distres
Abd: datar, BU + N, H: 1 cm BAC respirasi, balans cairan, BB,
Extremitas: sianosis -/- -/- aseptabilitas diet
- Cek DR, elektrolit, Ca, GDS, ur/cr
- Tunggu hasil kultur sputum
4/8/2015 S: sesak +, demam -, batuk + jarang, pilek + - Bronkopneumonia (K. pneumoniae) O2 nasal canul 2 lpm
HP 8 O: KU: sadar, napas spontan adekuat - DE: PJB asianotik Inf D5¼NS 120/5/5 tpm
19
TV: HR: 132 x/mnt N: reg,i/t cukup DA: ASD II 3,1 mm, PDA 1,7 mm Inj Ampisilin 100mg/6j iv stop
BB 2,8 kg RR: 54 x/mnt T: 37,6 ◦C DF: tanpa gagal jantung Inj Gentamisin 20mg/24j iv stop
SpO2 (O2 nasal 2 lpm): 94 % - Klinis sindroma Down Inj Meropenem 100mg/8j iv (H1)
Hidung: sekret +/+ mucoserous, napas cuping - - Hipotiroid kongenital Paracetamol 30mg/4-6j po (t ≥38◦C)
Mulut: sianosis - - Megacolon congenital postcolostomy Digoxin 0,015mg/12j po
Thorax: simetris, retraksi + subcostal - Mikrosefali Tyrax 20mcg/24jam po
P: Vesikuler +/+ +/+ - Anemia normositik normokromik
RBH +/+ +/+ - Malnutrisi kronis Diet: ASI ad lib, Infatrini 6x25 ml
Hantaran -/- -/- - Global developmental delayed
Wheezing -/- -/- Program:
Abd: datar, BU + N, H: 1 cm BAC - Evaluasi KU, TV, tanda distres
Extremitas: sianosis -/- -/- respirasi, balans cairan, BB,
aseptabilitas diet
Hasil laboratorium:
20
Ureum 41-48 % 19
Kreatinin 2,7-4,5 10^6/ ul 0,5
Natrium 24-34 Pg 138
Kalium 83-110 Fl 4,7
Chlorida 29-36 g/dl 98
Calcium 3,6-11 10^3/ ul 2,5
Kultur sputum:
Klebsiella pneumoniae (ESBL)
Sensitif: Amikasin, Meropenem, Fosfomisin
Resisten: Ampisilin, Gentamisin, Ceftriaxon.
5/8/2015 S: sesak +, demam -, batuk + jarang, pilek + - Bronkopneumonia (K. pneumoniae) O2 nasal canul 2 lpm
HP 9 O: KU: sadar, napas spontan adekuat - DE: PJB asianotik Inf D5¼NS 120/5/5 tpm
TV: HR: 142 x/mnt N: reg,i/t cukup DA: ASD II 3,1 mm, PDA 1,7 mm Inj Meropenem 100mg/8j iv (H2)
BB 2,8 kg RR: 54 x/mnt T: 37,6 ◦C DF: tanpa gagal jantung Paracetamol 30mg/4-6j po (t ≥38◦C)
SpO2 (O2 nasal 2 lpm): 93 % - Klinis sindroma Down Digoxin 0,015mg/12j po
Hidung: sekret +/+ mucoserous, napas cuping - - Hipotiroid kongenital Tyrax 20mcg/24jam po
Mulut: sianosis - - Megacolon congenital postcolostomy
Thorax: simetris, retraksi + subcostal - Mikrosefali Diet: ASI ad lib, Infatrini 6x25 ml
P: Vesikuler +/+ +/+ - Anemia normositik normokromik
RBH +/+ +/+ - Malnutrisi kronis Program:
Hantaran -/- -/- - Global developmental delayed - Evaluasi KU, TV, tanda distres
Wheezing -/- -/- respirasi, balans cairan, BB,
Abd: datar, BU + N, H: 1 cm BAC aseptabilitas diet
Extremitas: sianosis -/- -/-
21
J. RUMAH DAN LINGKUNGAN
1. Denah Rumah
2. Keadaan Rumah
Status : Milik ayah pasien
22
Penghuni : 1 kepala keluarga (5 orang)
Ukuran : 6 x 9 m2
Halaman : Tidak ada
Bangunan : Permanen, 1 lantai
Ruangan :
- 1 ruang tamu ukuran
- 1 ruang keluarga ukuran
- 1 kamar tidur ukuran 2 x 3 m2
- 1 dapur ukuran 2,5 x 2 m2
- 1 kamar mandi dan WC ukuran 1,5 x 2 m2, tanpa septitank
(pembuangan langsung ke laut)
- 1 tempat cuci ukuran 2 x 3 m2, dengan sumur ukuran
diameter 1,5 m
Atap : Asbes
Dinding : Tembok
Lantai : Semen
Ventilasi : Bagian depan cukup, kamar kurang. Terdapat 5 jendela utama di
bagian depan menghadap ke jalan ukuran 40 x60 cm, 1 jendela
di kamar depan menghadap ke laut dan 1 jendela di kamar
beklakang menghadap ke halaman samping. Terdapat beberapa
lubang ventilasi di bagian depan, sebagian ditutup papan.
Terdapat 1 pintu di bagian depan.
Sekitar : Kiri : laut
Kanan : lahan kosong
Depan : jalan kecil
Belakang : laut
Pencahayaan : Cukup. Sinar matahari dapat masuk melalui pintu, jendela dan
lubang ventilasi di bagian depan rumah. Saat malam hari
menggunakan lampu listrik di ruang tamu, ruang keluarga,
kamar tidur, dapur dan kamar mandi.
23
Sumber air : PDAM digunakan untuk masak dan cuci. Air mineral isi ulang
digunakan untuk minum.
Kebersihan : Kurang. Disapu 2 hari sekali, dipel 2 minggu sekali (hanya
ruangan depan).
Limbah : Sampah dibuang ke tanggul di depan rumah tiap pagi. Air
limbah dialirkan ke laut di belakang rumah.
Kamar mandi : Terdapat 1 buah kamar mandi dilengkapi WC di rumah bagian
belakang, dipakai bersama seluruh keluarga, tanpa saluran
pembuangan, limbah langsung dialirkan ke laut, jarang
dibersihkan.
24
ke balai pertemuan berjarak 500 m dari rumah. Posyandu 1 bulan sekali berjarak
200 m dari rumah. Bidan dan Posyandu tidak berani melakukan imunisasi pada
anak. RSUD berjarak 15 km dari rumah.
Rumah penderita terletak di tepi laut dan berseberangan dengan tanggul.
Sanitasi di lingkungan tidak baik. Limbah dialirkan ke laut, sampah dibuang ke
tanggul.
4. Lingkungan
Rumah terletak di Desa Bedono RT 06/ RW 01, Sayung, Demak Tidak
berada di tepi jalan raya. Jarak antar rumah 50-100 m.Bagian samping kiri dan
belakang rumah berbatasan langsung dengan laut, rumah terendam banjir setinggi
mata kaki orang dewasa 6-10 hari tiap bulan. Saat banjir, anak tetap berada di
dalam rumah.
25
K. BAGAN PERMASALAHAN
26
BAB 3
PEMBAHASAN
1. BRONKOPNEUMONIA
A. Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya pneumonia, yaitu:3,5
1. Prematuritas dan bayi berat lahir rendah
2. Usia muda
3. Malnutrisi dan defisiensi vitamin A
4. Pemberian ASI tidak adekuat
5. Penyakit sebelumnya: HIV/AIDS, TB, asma, campak, anemia, diare
6. Imunisasi tidak lengkap
7. Pendidikan dan pengetahuan ibu kurang
8. Kebersihan lingkungan kurang, paparan polusi dan asap rokok
9. Tempat penitipan anak
Pada kasus ini, anak memiliki faktor risiko lahir prematur, usia muda,
malnutrisi, tidak ASI eksklusif, belum imunisasi, pengetahuan ibu kurang,
lingkungan tempat tinggal lembap dengan kebersihan dan ventilasi kurang serta
ayah perokok aktif.
B. Diagnosis
Diagnosis pneumonia ditegakan berdasarkan klinis dan pemeriksaan
penunjang. Manifestasi klinis yang penting adalah batuk disertai takipneu dan
retraksi subcostal, juga dapat disertai gejala umum (demam, rewel, malaise, nafsu
makan berkurang, muntah, anoreksi, diare) dan gejala respirtori lain (merintih,
sianosis, hantaran, ronki basah halus).4,5 Pemeriksaan leukosit darah perifer dapat
digunakan untuk membedakan pneumonia viral dan bakterial, peningkatan
27
leukosit di atas normal menunjukkan infeksi bakteri.6,7 Diagnosis definitif
ditegakkan jika kuman ditemukan dari sputum. Spesimen sputum dikatakan
memenuhi syarat jika sputum mengandung >25 lekosit/ LPK.3,4 X-foto thorax
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Bronkopneumonia
ditandai gambaran difus merata kedua paru, berupa bercak infiltrat yang dapat
meluas hingga perifer paru, disertai corakan peribronkial. Resolusi infiltrat
memerlukan waktu lebih lama setelah gejala klinis menghilang, sehingga ulangan
x-foto thorax hanya diperlukan jika gejala klinis menetap, memburuk atau untuk
tindak lanjut.3,6
Pada kasus ini, manifestasi klinis yang didapatkan berupa batuk, takipneu
dengan laju napas >50x/ menit, retraksi subcostal, demam, rewel, serta adanya
hantaran dan ronki basah halus di seluruh lapang paru. Didapatkan leukositosis
12.100/ mcl mengarah ke suatu pneumonia bakterial. Dari gambaran x-foto thorax
AP/L didapatkan peningkatan corakan bronkovaskuler dan infiltrat di parakardial
kanan yang menunjukkan gambaran bronkopneumonia. Awalnya tidak dilakukan
kultur sputum karena respon klinis anak terhadap terapi baik, tetapi pada hari
keempat anak kembali sesak dan masih didapatkan RBH sehingga dilakukan
kultur sputum. Hasil kultur sputum keluar pada hari ke 7 sakit menunjukkan
infeksi Klebsiella pneumoniae yang resisten terhadap Ampicillin, Gentamisin dan
Ceftriaxon.
C. Terapi
Indikasi rawat inap pada anak pneumonia yang direkomendasikan adalah
sebagai berikut:6,7
- Pneumonia berat
- Usia kurang dari 6 bulan
- Dicurigai infeksi akibat patogen kuat
- Tidak respon terhadap antibiotika oral sesuai rekomendasi selama 2-3 hari
- Tidak mampu mentoleransi cairan dan obat oral
- Pengasuh tidak mampu merawat di rumah
Antibiotik pneumonia sesuai dengan etiologinya. Secara empiris, berdasarkan
revisi rekomendasi WHO tentang tatalaksana pneumonia, anak usia 2-59 bulan
28
dengan pneumonia berat diterapi dengan Ampisilin parenteral (atau Penisilin) 50
mg/ kgBB tiap 6 jam dan Gentamisin 7,5 mg/kgBB tiap 24 jam sebagai lini
pertama selama minimal 5 hari. Ceftriaxon diberikan sebagai lini kedua jika
pneumonia berat gagal dengan terapi lini pertama.4
Pada kasus ini, anak sianosis dengan SpO2 40% menunjukan pneumonia
berat yang mengancam jiwa, sehingga dilakukan rawat inap. Diberikan antibiotik
intravena sesuai rekomendasi yaitu Ampisilin 50 mg/ kgBB tiap 6 jam (100 mg/ 6
jam) dan Gentamisin 7,5 mg/ kgBB tiap 24 jam (20 mg/ 24 jam). Sehari hingga 3
hari sejak dimulai pemberian antibiotik injeksi pasien mangalami perbaikan klinis
berupa tidak demam, sesak berkurang dan tidak terdengar lagi hantaran walaupun
masih didapatkan retraksi subcostal dan RBH minimal. Pada hari perawatan ke 4,
pasien kembali takipneu, demam subfebril dan terdengar RBH. Dilakukan
pemeriksaan kultur sputum, antibiotik dilanjutkan sambil menunggu hasil kultur
sputum. Pada hari perawatan ke 8 keluar hasil kultur sputum Klebsiella
pneumoniae (ESBL), antibiotik diganti Meropenem 100 mg/ 8 jam sesuai hasil
sensitivitas kultur sputum.
D. Prognosis
Pada umumnya CAP tanpa komplikasi berespon baik terhadap terapi yang
ditandai dengan perbaikan klinis dalam 48-96 jam sejak pemberian antibiotik.
Faktor yang mungkin mempengaruhi keberhasilan antibiotic antara lain:5
- Komplikasi: empiema, pneumotoraks, perikarditis purulenta, miokarditis,
meningitis purulenta
- Resistensi bakteri terhadap antibiotika
- Etiologi nonbacterial: virus, aspirasi
- Obstruksi bronkial: lesi endobronkial, benda asing, sumbatan mukus
- Penyakit dasar: imunodefisiensi dan fibrosis kistik
- Etiologi noninfeksi: bronkhiolitis obliterans, pneumonitis hipersensitif dan
granulomatosis Wagener
Pada kasus ini, bronkopneumonia disebabkan bakteri yang resisten
terhadap antibiotik empiris pneumonia lini pertama dan kedua. Terdapat gangguan
ekspektorasi akibat hipotoni pada hipotiroid kongenital menyebabkan obstruksi
29
bronkial oleh mukus. Sehingga prognosis quo ad vitam dubia ad bonam
sedangkan quo ad sanam et fungsionam dubia ad malam.
30
3. HIPOTIROID KONGENITAL
Manifestasi klinis hipotiroid kongenital sangat tidak spesifik pada fase
awal. Manifestasi klinis yang sering ditemukan seperti dismorfik, pucat,
makroglosia, cutis marmorata, hernia umbilicalis, hipotonia, gangguan
perkembangan, gagal tumbuh dan konstipasi. 12 % anak dengan hipotiroid
kongenital memilki kelainan kongenital lainnya, paling sering PJB dan gangguan
pendengaran. Hipotiroid kongenital yang terdeteksi >usia 3 bulan menunjukkan
penurunan IQ yang bermakna. Diagnosis hipotiroid kongenital ditegakkan dengan
penurunan kadar FT4 dan/ atau peningkatan TSHS. Hipotiroid kongenital
memerlukan pengobatan L-tiroksin seumur hidup dengan dosis sesuai usia, untuk
anak usia 3-6 bulan diberikan L-tiroksin 7-10 mcg/ kgBB/ 24 jam. Pemeriksaan
kadar FT4 dan TSHS dilakukan tiap bulan sampai usia 2 tahun, setiap 3 bulan
sampai usia 5 tahun, 6-12 bulan sampai usia 18 tahun.9,10
Pada kasus ini, saat usia 6 hari anak dilakukan skrining hipoiroid karena
adanya riwayat perinatal kurang baik, klinis sindroma Down, hipotonia,
makroglosia, hernia umbilicalis dan cutis marmorata, didapatkan kadar TSHS
tinggi dan FT4 masih normal, anak mendapat L-tiroksin dan evaluasi kadar FT4
dan TSHS tiap bulan. Saat ini anak mendapat L-tiroksin (7 mcg/ kgBB/ 24 jam)
20 mcg/ 24 jam.
4. MIKROSEFALI
Diagnosis mikrosefal ditegakkan dengan lingkar kepala di bawah -2 SD.
Mikrosefal dapat terjadi primer maupun sekunder. Mikrosefal primer
menunjukkan bahwa otak berukuran lebih kecil dari normal dan tidak terbentuk
sempurna akibat kelainan genetik, kelainan kromosom, kelainan morfogenesis dan
neurilisasi karena pajanan zat berbahaya. Mikrosefal sekunder menunjukkan
bahwa otak terbentuk secara normal akan tetapi suatu proses penyakit
menghambat pertumbuhan selanjutnya, dapat disebabkan oleh penyakit intrauterin
(infeksi, toksin dan vaskuler), trauma otak perinatal (ensefalopati hipoksi iskemi,
perdarahan intrakranial, meningitis, ensefalitis) dan penyakit sistemik postpartum
(malnutrisi, penyakit kardiopulmonal kronis, penyakit ginjal kronis). Pemeriksaan
31
CT Scan dan MRI dapat dilakukan untuk membedakan mikrosefali primer dan
sekunder.11
Pada kasus ini, didapatkan mikrosefal dengan LK/U -3,17 SD yang masih
mungkin merupakan mikrosefal primer maupun sekunder. Mikrosefal primer
mengingat klinis sindroma Down yang menunjukkan adanya kemungkinan
kelainan kromosom. Mikrosefal sekunder dapat disebabkan status malnutrisi kronis
pada anak. Mengingat riwayat perinatal yang kurang baik, perlu dicari lebih lanjut
penyebab mikrosefal lain seperti infeksi CMV, atrofi cerebri atau kelainan
anatomis cranium dan otak dapat dilakukan pemeriksaan penunjang pemeriksaan
TORCH, USG kepala, CT scan atau MRI sesuai indikasi.
5. ANEMIA
Diagnosis anemia anak <usia 6 bulan ditegakkan jika kadar Hb kurang dari
11 g/dL. Gejala klinis yang mungkin tampak pucat, lemah, irritable, atrofi papil
lidah dan bising inosen. Anemia pada penyakit kronis dapat mempengaruhi
morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Anemia penyakit kronis sering
timbul bersamaan dengan anemia defisiensi besi. Pada anemia penyakit kronis,
didapatkan penurunan besi serum dan TIBC, feritin serum dapat normal atau
meningkat dan jumlah retikulosit rendah. Sedangkan pada anemia defisiensi besi
didapatkan TIBC meningkat, sedangkan feritin serum menurun.12,13
Pada kasus ini, saat awal perawatan didapatkan Hb 9,9 g/dl dan selama
perawatan dilakukan pemantauan darah rutin didapatkan penurunan nilai Hb
menjadi 9,04 g/dL dengan MCV dan MCHC dalam batas normal, menunjukkan
kesan anemia normositik normokromik. Anemia pada pasien ini masih mungkin
akibat defisiensi nutrisional, hipotiroidisme, penyakit kronis maupun defisiensi
besi. Tatalaksana yang akan dilakukan adalah perbaikan nutrisi dan pemeriksaan
lebih lanjut seperti kadar feritin serum, besi serum dan TIBC.
32
6. MALNUTRISI KRONIS
A. Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya malnutrisi pada anak, yaitu
faktor nutrisi, faktor sakit, dan faktor lingkungan.14,15
Pada kasus ini, faktor nutrisi tidak adekuat akibat menetek terputus-putus,
ditunjukkan juga dengan sedikitnya jumlah ASI yang keluar yaitu 30 ml/ 3 jam.
Faktor sakit kronis sejak lahir hingga saat ini meningkatkan risiko malnutrisi.
B. Diagnosis
Malnutrisi kronis pada anak ditegakkan dari status antropometri dan klinis
gizi buruk. Komponen antropometri yang dinilai pada anak usia <6 bulan adalah
berat badan menurut usia (BB/U), tinggi badan menurut usia (TB/U), berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) dan lingkar kepala menurut usia (LK/U).14,15
Pada kasus ini, didapatkan status antropometri berat badan sangat kurang,
perawakan sangat pendek dan mikrosefal. Pengaruh nutrisi terhadap panjang
badan menunjukkan bahwa proses malutrisi sudah berlangsung kronis.
C. Tatalaksana
Tatalaksana malnutrisi dengan 5 langkah Pediatric Nutrional Care,
yaitu:14,15
1. Nutritional assessment
2. Kebutuhan nutrisi: ditentukan kebutuhan cairan berdasarkan BB aktual serta
kalori dan protein brdasarkan BB ideal. Kebutuhan kalori per hari sesuai
dengan recommended daily allowance (RDA) sesuai usia dan jenis kelamin.
3. Rute pemberian nutrisi: oral/ enteral/ parenteral.
4. Sediaan nutrisi: cair/ lunak/ padat.
5. Pemantauan: peningkatan/ penurunan BB, akseptabilitas diet, komplikasi.
Pada kasus ini, BB ideal anak berdasar PB adalah 2,8 kg dengan RDA
sesuai usia dan jenis kelamin adalah 120 kkal/hari didapatkan kebutuhan kalori
per hari 336 kkal/ 24 jam. Diet diberikan secara per oral dan NGT dengan sediaan
ASI ad libitum ditambah susu isokalori dengan osmolaritas tidak tinggi sebanyak
6 x 25 ml sehingga mencapai 99% kebutuhan kalori harian. Evaluasi yang
33
didapatkan yaitu akseptabilitas diet baik (susu masuk semua, tidak muntah, tidak
diare) dan kenaikan BB 0,5 g/ kgBB/ hari walaupun belum sesuai target.
34
BAB 4
RINGKASAN
Telah dilaporkan seorang anak laki-laki usia 3,5 bulan dengan diagnosis
bronkopneumonia, PJB asianotik gagal jantung Ross II, klinis sindroma Down,
hipotiroid kongenital, anemia normositik normokromik, gizi buruk perawakan
sangat pendek, global developmental delayed.
Diagnosis bronkopneumonia ditegakan berdasarkan:
- Anamnesis didapatkan demam, batuk, napas cepat, suara napas grok-grok,
tarikan dinding dada, pilek, tidak mau minum susu dan rewel. Sudah dibawa
ke Puskesmas dan mendapat antibiotik tapi belum ada perbaikan.
- Pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak sesak, takipneu, demam, retraksi
subcostal, terdengar hantaran dan ronki basah halus di kedua lapangan paru.
- Pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis 12.100/ mcl, gambaran x-foto
thorax bronkopneumonia dan hasil kultur sputum Klebsiella pneumoniae,
ESBL.
Diagnosis PJB asianotik sudah tegak berdasarkan echocardiography bulan
April dan Juni 2015, dengan hasil ASD II kecil dan PDA kecil. Diagnosis gagal
jantung berdasarkan riwayat menyusu terputus-putus, takipneu, takikardi, RBH
dan hepatomegali. Diagnosis sindroma Down berdasarkan klinis, belum pernah
cek kromosom. Hipotiroid kongenital berdasarkan hasil FT4 dan TSHS, terakhir
diperiksa 26 Juli 2015. Diagnosis anemia berdasarkan pemeriksaan penunjang Hb
<12 g/dl. Diagnosis gizi buruk perawakan pendek berdasarkan klinis dan
antropometri. Diagnosis global developmental delayed berdasarkan milestone
perkembangan.
Anak dirawat di bangsal anak C1L1 RSDK selama 4 hari, telah diberikan
O2 nasal 2 lpm, infus D5¼NS 120/10/10 tpm mikro, injeksi Ampicillin 100 mg/ 6
jam iv, injeksi Gentamisin 20 mg/ 24 jam iv, Paracetamol 30 mg/ 6 jam po (jika t
> 38oC) dan diet ASI ad libitum dan Infatrini 4 x 25 ml. Awalnya anak berespon
baik terhadap terapi, namun pada hari perawatan ke 4 anak kembali sesak
sehingga dilakukan pemeriksaan kultur sputum, antibiotik dilanjutkan sambil
35
menunggu hasil kultur sputum. Pada hari perawatan ke 8, anak masih sesak, SpO2
88-93 %, terdengar RBH, hasil kultur sputum Klebsiella pneumoniae (ESBL).
Antibiotik diganti Meropenem 100 mg/ 8 jam sesuai hasil sensitivitas kultur
sputum.
Faktor risiko bronkopneumonia pada kasus ini adalah usia muda,
malnutrisi, tidak ASI eksklusif, belum imunisasi, pengetahuan ibu kurang,
lingkungan tempat tinggal lembap dengan kebersihan dan ventilasi kurang serta
ayah perokok aktif. Keluarga telah diberikan edukasi agar tetap memberi ASI,
melengkapi imunisasi, menjaga kebersihan lingkungan, mengungsi saat terjadi
banjir, membudayakan cuci tangan dan ayah tidak merokok di sekitar rumah.
36
DAFTAR PUSTAKA
37
11. Microcephaly: pathogenesis, patterns of growth and prediction of outcome.
Pediatrics. 2011; 127 (665): 665-70.
12. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia defisiensi besi Dalam: Pernomo
HB, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku Ajar Hematologi
Onkologi Anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2005: 30-43.
13. Cullis JO. Diagnosis and management of anaemia of chronic disease: currrent
status. Br J Haematol. 2011; 154 (3): 289-300.
14. Ergin F, Okyay P, Atasoylu G, Beser E. Nutritional status and risk factors of
chronic malnutrition in children under five years of age in aydin, a western
city of turkey. The Turkish journal of pediatrics. 2007; 49: 283-9.
15. Sjarif DR. Prinsip asuhan nutrisi pada anak. Dalam: Sjarif DR, Lestari ED,
Mexitalia M, Nasar SS, penyunting. Buku Ajar Nutrisi dan Penyakit
Metabolik Anak. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2011: 36-48.
38
LAMPIRAN
39