Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SIST

EM PENCERNAAN: HEMOROID

ADiajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah 1

Dosen Pembimbing : Ns. Ando Fikri Hakim, MAN

Disusun Oleh

Siska Purnamasari Nugraha (E.0105.21.077)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BUDI LUHUR CIMAHI TAHUN AKADEMIK 2022-2023
A. Konsep Penyakit
1. Definisi hemoroid

Penyakit hemoroid adalah salah satu gangguan jinak yang paling umum p
ada saluran pencernaan bagian bawah (Aigner, 2017). Hemoroid terdiri dari p
embuluh darah, jaringan ikat, dan sejumlah kecil otot (Pusparani & Purnomo,
2019). Struktur vaskular dalam bantal ini membantu mempertahankan kontine
nsia anus dengan mencegah kerusakan pada otot sfingter (Dehdari. et al, 201
8).

Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.


Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengal
ami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena(Smeltzer
dan Bare, 2002).

2. Etiologi penyakit hemoroid


Faktor penyebab hemoroid adalah :
 Mengejan pada waktu defekasi
 Konstipasi menahun
 Kelemahan dinding struktural dari dinding pembuluh darah
 Herediter 
 Pembesaran prostat
 Peningkatan tekanan intra abdomen- K e h a m i l a n - K o n s t i p a
s i -Berdiri dan duduk terlalu lama
 Fibroma uteri
 Tumor rectum
 Diare
 Kongesti pelvis

Faktor risiko hemoroid meliputi :

 Konstipasi kronik dan mengejan


 Kebiasaan buang air yang kurang baik
 Kehamilan atau lesi desak ruang pada pelvis (peningkatan tekanan
intra abdomen)
 Usia 45-65 tahun
 Diet rendah serat  [1,3]

Menurut (Sudoyo Aru,dkk 2011). Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengk


akan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko
/pencetus, seperti:
1. Mengedan pada buang air besar yang sulit
2. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk,
lebih lama duduk dijamban sambil membaca,merokok)
3. Peningkatan penekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor ab
domen.
4. Kehamilan (disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan hormon
al 8 9)
5. Usia tua
6. Konstipasi kronik
7. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
8. Hubungan seks peranal
9. Kurang minum air putih makan makanan berserat (sayur dan buah)
10. Kurang olahraga/imobisasi Berdasarkan gambaran klinis hemoroid interna d
ibagi atas:
a. Derajat 1 : Pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal
anus, hanya dapat dilihat dengan anorektoskop
b. Derajat 2 : Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang ata
u masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
c. Derajat 3 : Pembesaran hemoroid yang prolapse dapat masuk lagi k
e dalam anus dengan bantuan dorongan jari
d. Derajat 4 : Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderun
g untuk mengaladami thrombosis dan infark.
Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi atas:
1. Hemoroid eksterna (diluar/dibawah linea dentate)
2. Hemoroid interna (didalam/diatas linea dentate)

Penyebab hemoroid juga belum diketahui secara pasti. Namun, kehamilan, k


onstipasi, usia dan pekerjaan telah terlibat dalam etiologi hemoroid (Ezberci &
Ünal, 2018).
Pada wanita hamil, hemoroid dapat disebabkan oleh karena peningkatan tek
anan intraabdomen (Safyudin & Damayanti, 2017). Selain itu, meningkatnya ka
dar hormon progesteron selama kehamilan juga menjadi salah satu penyebab ter
jadinya hemoroid (Kestřánek, 2019).

Tingginya kadar hormon progesteron selama kehamilan akan menyebabkan


otot-otot berelaksasi untuk memberi tempat janin berkembang. Relaksasi otot in
i juga mengenai otot usus sehingga akan menurunkan motilitas usus dan berkont
ribusi terhadap kejadian hemoroid (Kestřánek, 2019).

Konstipasi adalah kelainan pada saluran pencernaan yang dapat menyebabk


an sulit BAB yang disertai rasa sakit dan kaku. Hal ini disebabkan oleh tinja yan
g kering dan keras yang menumpuk pada kolon karena absorpsi cairan yang berl
ebihan (Forootan, Bagheri, & Darvishi, 2018). Diperlukan waktu mengejan yan
g lebih lama saat terjadi konstipasi. Tekanan yang keras saat mengejan ini yang
dapat mengakibatkan trauma berlebihan pada pleksus hemoroidalis sehingga me
nyebabkan hemoroid. Pada populasi barat, konstipasi diyakini sebagai penyebab
utama perkembangan hemoroid atau faktor yang 15 memperburuk gejala akut h
emoroid karena peningkatan tekanan intraabdomen mengganggu drainase vena
pelvis yang menyebabkan kongesti pleksus hemoroidalis (Lohsiriwat, 2019).
Seiring perkembangan zaman, pola konsumsi serat masyarakat semakin ber
kurang terutama di usia produktif atau antara 21-30 tahun (Raena, Pradananta,
& Surialaga, 2018).
Suplementasi serat telah memungkinkan pasien untuk BAB tanpa mengejan ji
ka mereka relatif konsitpasi. Hal itu berfungsi untuk meningkatkan curah tinja d
an mengurangi frekuensi gerakan usus (Guttenplan, 2017).
Apabila konsumsi serat kurang, massa feses menjadi terlalu sedikit untuk da
pat didorong keluar oleh gerak peristaltik usus. Akibatnya dapat menyebabkan s
ulit BAB sehingga perlu usaha mengejan saat mengeluarkan feses. Hal ini meny
ebabkan peningkatan tekanan di pembuluh darah di daerah anus, yaitu pleksus h
emoroidalis menjadi merenggang sehingga terjadi hemoroid (Raena, Pradananta,
& Surialaga, 2018).
Jenis pekerjaan, seperti kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu fakto
r risiko terjadinya hemoroid. Kurangnya aktivitas fisik, seperti duduk terlalu la
ma dapat meningkatkan risiko pembekuan terhadap pembuluh vena dalam hing
ga dua kali lipat. Biasanya pembekuan darah terjadi pada bagian betis bahkan bi
sa terjadi dibagian saluran pencernaan bawah. Jika pembekuan ini tidak dicairka
n dengan obat pengencer darah, maka akan terjadi hematoma yang dapat mengg
anggu aliran darah. Jika hal ini terjadi pada anus, maka terjadilah hemoroid (Wi
bowo. et al, 2018).

3. Klasifikasi

Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentte line menjadi


batas hisologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:

a. Hemoroid eksterna, berasal dari bagian distal dentate line dan dilapisi ole
h epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persyarafan serab
ut saraf nyeri somatic.
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.
c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa dibagian superior dan k
ulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.

1) Pada hemoroid internal derajat satu, bantalan anus berdarah, tetapi


tidak prolaps. Mukosa hampir tidak berkembang, namun dengan m
engejan yang parah, mereka mungkin terjebak oleh penutupan sfin
gter anal. Selanjutnya, kongesti vena terjadi sesekali yang mengaki
batkan ketidaknyamanan dan/ atau perdarahan.
2) Pada hemoroid internal derajat dua, bantalan anus prolaps melalui
anus saat mengejan dan berkurang secara spontan. Lebih lanjut me
nonjol di mukosa dan dengan demikian keluhan benjolan jelas, teta
pi ini menghilang secara spontan dan cepat setelah BAB kecuali ter
jadi trombosis.
3) Pada hemoroid internal derajat tiga, bantalan anus prolaps hingga
melewati anus saat mengejan dan membutuhkan reduksi manual. T
erlihat pada 10 penyakit hemoroid kronis di mana prolaps yang per
sisten menghasilkan dilatasi sfingter anal. Hemoroid menonjol den
gan provokasi minimal dan biasanya memerlukan penggantian man
ual.
4) Pada hemoroid internal derajat empat, prolaps tetap keluar setiap s
aat dan tidak dapat direduksi. Biasanya menonjol sepanjang waktu
kecuali jika berbaring atau mengangkat kaki dari tempat tidur. Pad
a hemoroid derajat keempat ini, linea dentata juga membesar dan a
da komponen eksternal variabel yang terdiri dari kulit perianal per
manen yang berlebihan (Ravindranath & Rahul, 2018).

4. Patofisiologi

Hemoroid merupakan salah satu dari gangguan sirkulasi darah. Ganggua


n tersebut dapat berupa pelebaran vena yang disebut venectasia anus dan peri
anus akibat bendungan pembuluh darah vena. Hemoroid disebabkan oleh obs
tipasi yang menahun dan uterus gravidus. Bendungan susunan portal pada sir
osis hati juga menyebabkan hemoroid. Hemoroid dapat terjadi karena faktor
herediter, juga pembesaran prostat pada pria tua, dan tumor pada rectum.
Lansia akan mengalami degenerasi sehingga memperlemah jaringan pen
yongkong.Selain degenerasi jaringan penyongkong usaha pengeluaran feses
yang keras secara berulang serta mengedan yang kuat akan meningkatkan te
kanan terhadap bantalan sehingga mengakibatkan prolaps. Perdarahan yang t
imbul akibat pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal ata
u inflamasi yang merusak pembuluh darah dibawahnya.

Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumnya m


enyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan atau prolapse
sebagaian besar penulis setuju bahwa diet rendah serat menyebabkan bentuk
fases mnjadi kecil, yang bias menyebabkan kondisi mengejan selama BAB p
eningkatan tekanan ini menyebabkan pembengkakan dari hemoroid, kemung
kinan gangguan venous return. Hemoroid eksterna diklasifikasi sebagai akut
dan kronis. Bentuk akut berupa pembekakan bulat kebiruan pada pinggir anu
s dan sebenarnya merupakan suatu hematoma. Trombosis akut biasa berkaita
n dengan peristiwa tertentu seperti tenaga fisik, berusaha dengan mengejan,
diare atau perubahan dalam diet. Kondisi hemoroid eksternal memberikan m
enifestasi kurang higenis akibat kelembaban dan rangsangan akumulasi muk
us. Keluarnya mukus dan terdapat feses pada pakaian dalam merupakan ciri
hemoroid yang mengalami prolapse menetap (Brunner & Suddarth, 2013).

Menurut (Nugroho, 2011) Hemoroid dapat di sebabkan oleh tekanan abdo


minal yang mampu menekan vena hemoroidalis sehingga 11 menyebabkan d
ilatasi pada vena, dapat di bagi menjadi 2, yaitu: Internal dan Eksternal.
1. Internal (dilatasi sebelum spinter) yang di tandai dengan bila membesar b
aru nyeri, bila vena pecah BAB berdarah sehingga dapat menyebabkan an
emia.
2. Eksternal (dilatasi sesudah spinter) di tandai dengan nyeri dan bila vena p
ecah BAB berdarah-trombosit-inflamasi.

Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat. Hemoroid umumny


a menyebabkan gejala ketika mengalami pembesaran, peradangan, atau pr
olapse. Diet rendah serat menyebabkan bentuk fases menjadi kecil yang b
isa menyebabkan kondisi mengejan selama BAB, peningkatan tekanan ini
menyebabkan pembengkakan dari hemoroid (Muttaqin,2011).

Patofisiologi yang tepat dari hemoroid masih belum diketahui. Namu


n, saat ini dianggap bahwa hemoroid dihasilkan dari bantal anal yang tida
k normal dan padat. Konsep pembentukan hemoroid diperoleh dari perges
eran bantal anal dan prolaps rektum (Lohsiriwat, 2018). Selain itu, kelain
an vaskular juga 7 berkontribusi pada perkembangan perubahan patologis
dan kejadian hemoroid (Kestřánek, 2019).
Mekanisme patofisiologi hemoroid telah dideskripsikan sebagai disintegr
asi atau kerusakan jaringan pendukung perianal yang mana kerusakan jari
ngan pendukung ini akan menyebabkan pergeseran bantal anal (Jakubaus
kas & Poskus, 2020).
Struktur dasar dari jaringan pendukung perianal adalah serat elastis, kola
gen, dan ligamentum treitz. Serat elastis memberikan elastisitas pada bant
al anal, sementara kolagen dan otot polos sebagai kekuatan tariknya. Perg
eseran bantal anal dapat membahayakan drainase vena yang mengarah ke
venodilatasi pleksus hemoroidalis (Lohsiriwat, 2018).

Prolaps rektum dapat mengganggu fiksasi jaringan pendukung bantal


anal ke dinding rektum. Prolaps rektum internal dengan derajat tinggi bia
sanya menyebabkan beberapa gejala, seperti tegang dan terlalu sering BA
B. Hal tersebut yang dapat mengakibatkan terjadinya prolaps hemoroid
(Lohsiriwat, 2018).
Kelainan vaskular dan disregulasi vaskular di daerah bantal anal mun
gkin berhubungan dengan pembentukan hemoroid. Beberapa mekanisme
bertanggungjawab atas aliran darah anorektal. Ketidakseimbangan antara
zat vasokonstriktor dan vasodilator menyebabkan disregulasi vaskular. Pa
da orang dengan hemoroid, aliran darah arteri rektum superior yang mem
asok bantal anal secara signifikan lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Hipertensi vena pleksus hemoroidalis yang mungkin disebabkan oleh dra
inase vena yang tidak mencukupi bisa menjadi penyebab lain pembentuka
n hemoroid. Peningkatan tekanan yang lama pada pleksus hemoroidalis d
apat merusak dinding pembuluh darah dan mempengaruhi pembentukan h
emoroid (Lohsiriwat, 2018).

5. Pathway
6. Manifestasi Klinik
Menurut (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012) tanda dan gejala pada hemo
roid yaitu :

 Rasa gatal dan nyeri, bersifat nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri ya
ng terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan
memiliki 10 proses yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ri
ngan sampai berat) dan yang berlangsung sangat singkat. (Andarm
oyo, 2013).
 Pendarahan berwarna merah terang pada saat pada saat BAB.
 Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi
dan edema yang disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah dal
am hemoroid) sehingga dapat menimbulkan iskemia dan nekrosis p
ada area tersebut.

Gejala umum dari derajat Hemoroid internal ada 5 yaitu:

a. Nyeri yang hebat timbul karena terdapat trombosis yang luas denga
n udem dan radang.
b. Perdarahan biasanya timbul pada hemoroidinterna akibat trauma fe
ses yang keras.
c. Anemia berat biasanya terjadi akibat perdarahan yang berulang. d.
Prolaps pada rectum biasanya timbul sewaktu defekasi dan reduksi
spontan sewaktu defekasi.
d. Iritasi kulit perinatal dapat menimbulkan rasa gatal yang disebabka
n oleh kelembaban yang terus menerus pada anus sehingga terjadi r
angsangan mukus.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan bedah dan pen


atalaksanaan konservatif, dimana penatalaksanaan konservatif terbagi me
njadi penatalaksanaan medis nonfarmakologis, farmakologis dan tindakan
pembedahan yaitu:

a. Penatalaksanaan medis non farmakologis


Penatalaksanaan non farmakologis bertujuan untuk mencegah semaki
n memburuknya hemoroidinterna derajat I –III atau pasien yang menol
ak operasi. Penatalaksanaan non farmakologis di tunjukan pada semua
jenis dan derajat hemoroid yang berupa perbaikan pola hidup, pola ma
kan, dan cara defekasi. Saat defekasi, posisi yang dianjurkan adalah jo
ngkok untuk menghindari mengedan yang kuat. Anjuran yang lain, jon
gkok saat defekasi, sebaiknya tidak terlalu lama karena akan meningk
atkan tekanan pada pembuluh darah v.hemoroid, dan akan memperpar
ah terjadinya penyakit hemoroid.

b. Penatalaksanaan farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis dibagi menjadi menjadi empat yaitu:
 Obat yang berfungsi memperbaiki defekasi Ada dua macam obat y
aitu suplemen serat yang banyak digunakan antara lain psyllium ata
u isphagula husk yang berasal dari biji plantago ovata yang dikerin
gkan dan digiling menjadi bubuk. Efek samping antara lain kentut,
kembung, kontipasi, alergi, sakit abdomen. Untuk mencegah kontip
asi atau obstruksi saluran cerna dianjurkan minum air yang banyak.
Sedangkan obat yang kedua yaitu obat pencahar antara lain Natriu
m dioctyl sulfosuccinat dengandosis 300 mg/ hari.
 Obat simptomatik Obat simptomatik bertujuan untuk mengurangi
keluhan rasa gatal, nyeri atau karena kerusakan kulit daerah anus. S
ediaan berbentuk suppositoria digunakan untuk hemoroidinternase
dangkan sediaan ointment/krem digunakan untuk hemoroidekstern
a.
 Obat untuk menghentikan perdarahan Perdarahan di akibatkan ada
nya luka pada dinding anus atau pecahnya v. hemoroid yang dindin
gnya tipis. Pemberian obatnya yang dapat digunakan yaitu diosmin
hesperidin.

 Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid Diosminthesper


idin diberikan dengan tujuan untuk memberikan perbaikan pada inf
lamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

c. Pembedahan HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) pada tahun


2008 menetapkan indikasi penatalaksanaan pembedahan hemoroid antara
lain:
1. Hemoroidinterna derajat II berulang
2. Hemoroidinterna derajat III dan IV dengan gejala. c. Mukosa rekt
um menonjol keluar anus.
3. Hemoroidinterna derajat I dan II dengan penyakit penyerta sepert
i fisura.
4. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
5. Permintaan pasien. Pembedahan yang sering dilakukan adalah :
 Sclerotherapy/injection.
 Rubber band ligation.
 Infrared thermocoagulation.
 Bipolar Diathermy.
 LaserHemorrhoidectomy.
 Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation.
 Cryotherapy.
 Stappled hemorrhoidopexy.

1. Penatalaksanaan Konservatif

a. Koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan


menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodei
n. (Daniel, W.J)
b. Perubahan gaya hidup lainya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptic dapat m
engurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggu
naan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek sa
mping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus
vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek anti inflamasi meskipun b
elum diketahui bagaimana mekanismenya.(Acheson,A.G)

2. Pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat 1 yang tidak membaik dengan penatala
ksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan. HIST(h
emorrhoid institute of south texas) menetapkan indikasi tatalaksana pemb
edahan hemoroid antara lain:

 Hemoroid internal derajat II berulang.


 Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
 Mukosa rectum menonjol keluar anus.
 Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fissure.
 Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
 Permintaan pasien.

Penatalaksanaan luka post operasi hemoroidektomi merupakan tindak


an untuk merawat luka dan melakukan pembalutan dengan tujuan menceg
ah infeksi silang (masuk melalui luka) dan mempercepat penyembuhan lu
ka. Selain itu, perawatan hemoroidektomi juga dapat dilakukan dengan ca
ra keluhan dikurangi rendam duduk menggunakan larutan hangat untuk m
engurangi nyeri atau gesekan pada waktu berjalan dan sedasi (Brunner &
Suddarth, 2013).

8. Komplikasi
Rektum akan relaksasi dan harsat untuk defekasi hilang apabila defek
asi tidak sempurna. Air tetap terus di absorsi dari masa feses yang menye
babkan feses menjadi keras, sehingga defekasi selanjutnya lebih sukar. Te
kanan fases berlebihan menyebabkn kongesti vena hemoroidalis interna d
an eksterna, dan merupakan salah satu penyebab hemoroid (vena varikosa
rektum). Daerah anorektal sering merupakan tempat abses dan fistula, ka
nker kolon dan rektum merupakan kanker saluran cerna yang paling serin
g terjadi pada penderita konstipasi. Komplikasi lain yang dapat terjadi ad
alah: hipertensi arterial, impaksi fekal, fisura, serta mengakolon (Smeltzer
& Bare, 2010).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Teori

1. Pengkajian
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada pen
derita post operasi hemoroid menurut Price dan Wilson (2012)
meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, alamat, agama,
status perkawinan, no. register, tanggal MRS, diagnose keperaw
atan.

1. Umur
Pada penderita hemoroid sering dijumpai 35% penduduk ya
ng berusia sekitar 45-65 tahun.laki-laki maupun perempuan
bisa mengalami hemoroid.
2. Pekerjaan
Karena faktor pekerjaan seperti angkat berat, mengejan saat
defekasi, pola makan yang salah bisa mengakibatkan feses
menjadi keras dan terjadinya hemoroid.
3. Keluhan
utama Pada pasien post operasi hemoroid mengeluh nyeri p
ada anus akibat sesudah operasi.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, pembesar
an prostat dan sebelumnya pernah memiliki riwayat penyaki
t hemoroid.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada riwayat penyakit hemoroid dalam satu keluarga.
6. Riwayat psikososial
a. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakit yang diderita.
Pasien merasa malu dengan keadaanya, ansietas, dan rendah
diri.
b. Pola istirahat dan tidur Pada pasien post hemoroid biasan
ya mengalami gangguan tidur karena nyeri pada anus sesuda
h operasi.
c. Pola aktivitas Pada pasien post hemoroid mengalami keter
batasan aktivitas karena nyeri pada anus akibat sesudah oper
asi.
7. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran : kesadaran pasien perlu di kaji dari sad
ar-tidak sadar (composmenti-coma) untung mengetahui bera
t ringannya prognosis penyakit pasien. Kesadaran: composm
entis tingkat GCS : E : 4, V : 5, M : 6.
b. Tanda-tanda vital 1) Tekanan darah : normalnya 120/80 m
mHg. 2) Suhu : normalnya 36,5C – 37,2C. 3) Nadi : norm
alnya 60-100 x/menit. 4) Respirasi rate : normalnya 16-24x/
menit. 18
c. Pemeriksaan kepala dan muka
1) Kepala
 Rambut : termasuk kuantitas, penyebaran dan tekstur antara : kas
ar dan halus.
 Kulit kepala : termasuk benjolan, lesi.
 Tulang tengkorak : termasuk ukuran dan kontur. d)
 Muka/wajah : termasuk simetris dan ekspresi wajah.

d. Pemeriksaan telinga
1. Daun telinga dilakukan inspeksi : simetris kana k
iri.
2. Lubang telinga : produksi serumen tidak sampai
mengganggu diameter lubang.
3. Gendang telinga : kalau tidak tertutup serumen b
erwarna putih keabuan dan masih dapat bervaria
si dengan baik apabila tidak mengalami infeksi s
ekunder.
4. Pendengaran : pengkajian ketajaman terhadap bi
sikan atau tes garputala dapat mengalami penuru
nan.
5. Pemeriksaan mata Yang perlu di kaji yaitu lapan
g pandang dari masing-masing mata (ketajaman
menghilang). Inspeksi :
1) Posisi dan kesejajaran mata : mungkin muncul
eksoftalmikus, strabismus.
2) Alis mata : dermatitis, seborea.
3) Sklera dan konjungtiva : seklera mungkin ikte
rik. Konjungtiva anemis pada penderita yang suli
t tidur karena merasakan nyeri setelah operasi. 4)
Pupil : miosis, midriasis atau anisokor
6. Pemeriksaan mulut dan faring Inspeksi
 Bibir : sianosis, pucat
 Mukosa oral : mungkin kering, basah.
 Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis.
 Lidah mungkin berwarna keputihan dan be
rbau akibat penurunan oral hygiene.
 Faring mungkin terlihan kemerahan akibar
peradangan.
7. Pemeriksaan leher
Pada inspeksi jarang tampak distensi vena jugula
ris, pembesaran kelenjar limfe leher dapat muncu
l apabila ada infeksi sistemik.
8. Pemeriksaan thorak dan paru
 Inspeksi frekuensi : irama, kedalaman dan
upaya bernafas antara lain : takipnea, hiper
nea, dan pernafasan chyne stoke (pada kon
dis ketoasidosis).
 Amati bentuk dada : normal atau barrel ch
est, funnel chest dan pigeon chest.
 Dengarkan pernafasan pasien
 Stidor pada obstruksi jalan nafas.
 Mengi (apabila penderita mempunyai riwa
yat asma atau bronchitis kronik).
9. Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : pada inspeksi bagaimana kondis
i dada, simetris atau tidak, ictus cordis na
mpak atau tidak.
 Palpasi : terdapat ictus cordis teraba di IC
S 4-5.
 Perkusi : perkusi jantung terhadap suara ja
ntung pekak (padat).
 Auskultasi : auskultasi bunyi jantung nor
mal BJ 1 (dup), BJ 2 (lup) dan suara terde
ngar tunggal.
10. Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi : pada kulit apakah ada strie dan
simetris adanya pembesaran organ.
 Auskultasi : auskultasi bising usus apaka
h terjadi penurunan atau peningkatan mot
ilitas.
 Perkusi : perkusi abdomen terhadap prop
orsi dan pola tymphani serta kepekaan.
 Palpasi : palpasi untuk mengetahui adany
a nyeri tekan atau massa.
11. Pemeriksaan genetalia dan anus
 Genetalia : pada inspeksi apakah ada timo
sis pada preposium dan apakah ada kemer
ahan pada kulit skrotum.
12.Anus
 Inspeksi : pada inspeksi terdapat luka post
operasi, apakah ada tanda infeksi, apakah
adanya pus (nanah) atau tidak, apakah ma
sih terjadi pendarahan berlebih.
 Palpasi : palpasi untuk mengetahui adany
a nyeri tekan, adanya pus (nanah) atau tid
ak.
 Pemeriksaan ekstremitas Inspeksi bentuk,
adanya luka, edema baik ekstremitas atas
maupun bawah.
 Pemeriksaan kekuatan otot (skala 1-5)
 :lumpuh
 :adanya kotraksi otot.
 :melawan gravitasi dengan sokongan.
 :melawan gravitasi tetapi tidak ada tahana
n.
 :melawan gravitasi dengan tahanan sediki
t.
 :melawan gravitasi dengan kekuatan penu
h.

C. Analisa Data

No Data Etiology Masalah


1. Gejala dan tanda mayor Faktor resiko hemo
DS: Merasa bingung, merasa kh roid
awatir dengan akibat dari kondis
i yang dihadapi,sulit berkonsentr
asi Dilatasi & distensi
DO: Tampak gelisah, tampak te pembuluh darah
gang, sulit tidur

Gejala dan tanda minor Hemoroid


DS: Mengeluh pusing, anoreksi
a, palpitasi, merasa tidak berday
a Prolaps & trombosi
DO: Frekuensi napas meningka s
t, frekuensi nadi meningkat, teka Ansietas
nan darah meningkat, diaforesis,
tremor, muka tampak pucat, sua Pembedahan
ra bergetar, kontak mata buruk,
sering berkemih, berorientasi pa
da masa lalu Kurang pengetahua
n tentang prosedur
operasi

Ansietas

2. Faktor risiko Faktor resiko hemo Risiko infeksi


1. Penyakit kronis roid
2. Efek prosedur invasif
3. Malnutrisi
4. Meningkatkan paparan or Dilatasi & distensi
ganisme pathogen lingkun pembuluh darah
gan
5. Ketidakadekuatan pertaha
nan tubuh primer Hemoroid
6. Ketidakadekuatan pertaha
nan tubuh sekunder
Prolaps & trombosi
s
Pembedahan

Luka post operasi

Hygiene kurang

Invasi kuman dan b


akteri

Resiko infeksi

3. Gejala dan tanda mayor Faktor resiko hemo Nyeri akut


DS: Mengeluh nyeri roid
DO: Tampak meringis, bersikap
protektif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur Dilatasi & distensi
pembuluh darah
Gejala dan tanda minor
DS: -
DO: Tekanan darah meningkat, Hemoroid
pola napas berubah, nafsu maka
n berubah, proses berfikir tergan
ggu, menarik diri, berfokus pada Prolaps & trombosi
diri sendiri, diaforesis s

Iritasi tekan pada ar


ea rectum

Nyeri akut
4. Gejala dan tanda mayor Faktor resiko hemo
DS: Defekesi kurang dari 2x se roid
minggu, pengeluaran feses lama
dan sulit
DO: Feses keras, peristaltic usu Dilatasi & distensi
s menurun pembuluh darah

Gejala dan tanda minor


DS: Mengejan saat defekasi Hemoroid
DO: Distensi abdomen, kelema
han umum, teraba massa pada re
ktal Prolaps & trombosi
s
Konstipasi

Iritasi tekan pada ar


ea rectum

Mengabaikan doro
ngan defekasi akiba
t nyeri

Konstipasi

D. Diagnosa Keperawatan

1. Ansietas b.d Kurang pengetahuan tentang prosedur operasi


2. Resiko infeksi b.d bakteri
3. Nyeri akut b.d Iritasi tekan pada area rectum
4. Konstipasi b.d Mengabaikan dorongan defekasi akibat nyeri
E. Intervensi keperawatan

N
Dx Tujuan Intervensi Rasional
O
1. Ansietas b. Setelah dilakukan as Reduksi ansietas 1. Identifikasi masalah
d Kurang p uhan keperawatan s spesifik akan
engetahuan elama 2x24 jam dih Observasi meningkatkan
tentang pro arap tingkat ansietas  Identifikasi saat tin kemampuan individu
sedur opera menurun dengan kri gkat ansietas berub untuk menghadapinya
si teria hasil: ah (mis,kondisi, wa dengan realistis
 Verbalisasi ke ktu,stesor) 2. Sebagai indikator
bingungan me  Identifikasi kemam awal dalam
nurun puan mengambil k menentukan
 Verbalisasi k eputusan intervensi berikutnya
hawatir akibat  Monitor tanda-tand 3. Hubungan saling
kondisi yang a ansietas (verbal d percaya adalah dasra
dihadapi men an nonverbal) hubungan terpadu
urun yang mendukung
 Perilaku gelis klien dalam
ah menurun Terapeutik mengatasi masalah
 Perilaku tega cemas
ng menurun  Ciptakan suasana a 4. Ketidaktahuan dan
 Konsentrasi terapeutik untuk m kurangnya
membaik enumbuhkan keper pemahaman dapat
 Pola tidur me cayaan menyebabkan
mbaik  Temani pasien unt timbulnya ansietas
uk mengurangi kec
emasan,jika kemun
gkinan
 Pahami situasi yan
g membuat ansieta
s
 Dengarkan dengan
penuh perhatian
 Gunakan pendekat
an yang tenang dan
meyakinkan
 Tempatkan bafrang
pribadi yang memb
erikan kenyamanan
 Motivasi mengiden
tifikasi situasi yang
memicu kecemasan
 Diskusikan perenca
naan realistis tenta
ng peristiwa yang a
kan datang

Edukasi

 Jelaskan prosedur
, termasuk sensasi
yang mungkin dial
ami
 Informasikan seca
ra factual mengena
l diagnosis, pengo
batan dan prognol
ogis
 Anjurkan keluarga
untuk tetap Bersa
ma pasien, jika per
lu
 Anjurkan melakuk
an kegiatan yang ti
dak kopetitip, sesu
ai kebutuhan
 Anjurkan mengun
gkapkan perasaan
dan persepsi
 Latih kegiatan pen
galihan untuk men
gurangi kdetegang
an
 Latih penggunaan
mekanisme pertah
anan diri yang tep
at
 Latih Teknik relak
sasi
Kolaborasi

 Kolaborasi pember
ian obat antiansieta
s,jika perlu

2. Resiko infe Setelah dilakukan as Kontrol infeksi Kontrol infeksi


ksi b.d bakt uhan keperawatan s 1. Cuci tangan sebelum 1. Agar mengurangi
eri elama 2x24 jam dih dan sesudah kegiatan terjadinya
arap tingkat infeksi perawatan pasien kontaminasi akibbat
menurun dengan kri 2. Pakai sarung tangan bakteri
teria hasil: sebagaimana 2. Agar perawat dan Px
 Demam menu dianjurkan oleh (BBL)terhindari dari
run kebijakan pencegahan paparan bakteri
 Kemerahan m universal/universal maupun agen
enurun precautions penyebab penyakit
 Nyeri menuru 3. Batasi jumlah (infeksi)
n pengunjung lainnya(melalui
 Bengkak men 4. Anjurkan pengunjung sentuhan)
urun untuk mencuci tangan 3. Agar Px (BBL)tidur
 Kadar sel dar pada saat memasuki dengan nyenyak dan
ah putih mem dan meninggalkan cukup
baik ruangan pasien 4. Agar tidak adanya
5. Bersihkan lingkungan bakteri penyebab
dengan baik setelah penyakit
digunakan untuk (infeksi)yang masuk
setiap pasien dan keluar dari
6. Pertahankan teknik ruangan Px (BBL)
isolasi yang sesuai 5. Agar lingkungan Px
7. Tingkatan intake (BBL)terhindar dari
nutrisi yang tepat adanya bakteri yang
8. Ajarkan keluarga membuat infeksi
mengenaik 6. Agar mencegah
bagaimana penyebaran/melindun
menghindari infeksi gi pasien dari proses
9. Lakukan perawatan infeksi lain
tali pusat secara rutin 7. Agar meningkatkan
dengan prinsip asersif energi dan daya tahan
10. Mengukur TTV tubuh
11. Kolaborasi: beri 8. Agar keluarga selalu
antibiotik menjaga Px
(BBL)dengan
mengetahui cara
menghindari infeksi
9. Agar tidak terjadinya
infeksi maupun resiko
infeksi pada tali pusar
10. Agar mengetahui
perkembangan
keadaan Px (BBL)
11. Agar dapat
membunuh
mikroorganisme
penyebab infeksi

3. Nyeri akut Setelah dilakukan as Manajemen nyeri 1. Relaksasi napas


b.d Iritasi te uhan keperawatan s dalam merupakan
kan pada ar elama 2x24 jam dih Observasi tindakan penurunan
ea rectum arap tingkat nyeri m  Identivikasi lokasi, nyeri
enurun dengan krite karakteristik, duras 2. Merupakan tindakan
ria hasil: i, frekuensi, kualita untuk meningkatkan
 Keluhan nyeri s, intensitas nyeri sirkulasi dan relaksasi
menurun  Identivikasi skala n otot
 Meringis men yeri 3. Analgesik ketorolax
urun  Identifikasi respons merupakan obat
 Sikap protekti nyeri non verbal penurun nyeri dan
f menurun  Identifikasi factor aktivitas peristaltik
 Gelisah menu yang memperberat
run dan memperingan
 Kesulitan tidu nyeri
r menurun  Identifikasi penget
 Frekuensi nad ahuan dan keyakin
i membaik an tentang nyeri
 identifikasi pengar
uh budaya terhadap
respon nyeri
 identifikasi pengar
uh nyeri pada kuali
tas hidup
 monitor keberhasil
an terapi komplem
enter yang sudah di
berikan
 monitor efek sampi
ng penggunaan ana
lgetic

Terapeutik

 berikan Teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa n
yeri (mis, tens, hyp
nosis, akupresur, te
rapi music, biofeed
back, terapi pijat, a
nomaterapi,Teknik
imajinasi terbimbin
g, kompres, hangat
/dingin terapi berm
ain)
 control lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis, suh
u ruangan, pencaha
yaan, kebisingan)
 fasilitasi istirahat d
an tidur
 pertimbangkan jen
is dan sumber nyeri
dalam pemilihan st
rategi meredakan n
yeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab,
periode, dan pdemi
cu nyeri
 Jelaskan strategi m
eredakan nyeri
 Anjurkan monitor
nyeri secara mandi
ri
 Anjurkan menggun
akan analgetik seca
ra tepat
 Anjurkan Teknik n
onfarmkologis untu
k mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pembeti
an analgetik, jika p
erlu

4. Konstipasi Setelah dilakukan as Manajemen elektrolit fe 1. Memudahkan keluarga


b.d Mengab uhan keperawatan s kal untuk memahami
aikan doron elama 2x24 jam dih tindakan yang akan
gan defekas arap eliminasi fekal Observasi diberikan
i akibat nye membaik dengan kri  Identifikasi 2. Memudahkan saat
ri teria hasil: masalah usus dan melakukan intervensi
 Control penge penggunaan obat 3. Pastikan suhu irigasi
luaran feses pencahar sesuai
meningkat  Iidentifikasi 4. Untuk membantu
 Keluhan defe pengobatan berefek pasien dalam
kasi dan sulit pada kondisi mengeluarkan feses
menurun gastrointestinal 5. Memudahkan pasien
 Mengejan saa  Monitor buang air dalam megeluarkan feses
t defekasi me besar 6. Untuk memantau
nurun  Monitor tanda karekteristis fases (warna,
 Konsistensi fe gejala dan diare, bentuk)
ses frekuensin konstipasi, atau
defekasi peris Impaksi
tlaktik memb
aik Terapeutik

 Berikan air hangat


setelah makan
 Jadwalkan waktu
defekasi bersama
pasien
 Sediakan makanan
tinggi serat

Edukasi
 Jelaskan jenis
makanan yang
membantu
meningkatkan
keteraturan
peristaltik usus
 Anjurkan mencatat
warna, frekuensi,
konsistensi,
volume feses
 Anjurkan
meningkatkan
aktivitas fisik,
sesuai toleransi
 Anjurkan
pengurangan
asupan makanan
yang meningkatkan
pembentukan gas
 Anjurkan
mengkonsumsi
makanan yang
mengandung tinggi
serat
 Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan, jika
tidak ada
kontraindikasi

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
obat supositoria anal,
jika perlu

F. Daftar isi
http://repository.unimus.ac.id/1007/3/BAB%20II.pdf

https://eprints.umm.ac.id/65556/3/BAB%20II.pdf

http://eprints.umpo.ac.id/6150/3/BAB%202.pdf

https://www.alomedika.com/penyakit/gastroentero-hepatologi/hemoroid/eti
ologi

Anda mungkin juga menyukai