Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN & KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN HEMOROID

Oleh:

SRI KANTI
14.401.17.081

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hemoroid adalah penyakit yang terjadi didaerah anus dan cukup
banyak ditemukan pada praktek dokter sehari – hari yang timbul karena
dilatasi vena hemoroidalis yang disebabkan karena faktor-faktor resiko
atau factor pencetus (Setiati dkk, 2014, p. 587).
Menurut hasil penelitian sebelumnya, sekitar 75% orang dalam
populasi akan mengalami hemoroid dalam hidupnya. Hemoroid
merupakan penyakit yang dapat diderita oleh semua orang dengan
pravelensi sama banyaknya pada laki-laki maupun perempuan, dan sedikit
meningkat pada wanita yang sedang mengandung dan akan melahirkan.
Penelitian di Poli Klinik Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Jambi, jumlah penderita hemoroid dari tahun 2015-2017
mengalami peningkatan. Dimana pada tahun 2015 jumlah penderita
hemoroid sebanyak 217 orang, dan pada tahun 2017 meningkat sebanyak
342 orang. Hasil analisis diketahui dari 20 penderita hemoroid sebagian
mengalami konstipasi 18 (90,0%) responden, duduk lama 13 (65,0%)
responden dan obesitas sebanyak 7 (35,0%) responden. Terdapat
hubungan yang bermakna antara konstipasi, duduk lama dan obesitas
dengan kejadian hemoroid (Wibowo dkk, 2018, p. 7).
Hemoroid atau wasir seringkali disebabkan oleh pengeluaran tinja
yang keras pada saat buang air besar atau konstipasi. Fisiologis dalam
pencernaan makanan, makanan yang kita masukkan kedalam tubuh
melalui mulut, makanan tersebut masuk melalui esophagus menuju
kelambung. Didalam lambung makanan akan dipecah menjadi lebih halus
dan cair supaya mudah untuk diserap kemudian diusus halus lalu diserap
sisanya masuk keusus besar. Sepanjang perjalanan diusus besar kerektum
(tempat penampungan akhir) oleh tubuh penyerapan cairan pada feses
masih tetap berlangsung. Pembentukan kotoran/feses ditubuh dibentuk
dengan adanya serat dan cairan. Serat tidak diserap oleh tubuh. Saat tubuh
kita kekurangan cairan dan serat maka tinja menjadi keras.Tinja yang
keras itu sulit dikeluarkan sehingga menyebabkan penekanan/trauma pada
pleksus hemoroidalis dan menyebabkan vena hemoroidalis mengalami
dilatasi atau pelebaran. Karena pelebaran pembuluh darah tersebut
terjadilah benjolan hemoroid (Masriadi, 2016, p. 302).
Hemoroid derajat I dan II yang diberikan berupa terapi lokal dan
himbauan tentang perubahan polamakan. Diajurkan untuk banyak
mengkonsumsi makanan sayur-sayuran dan buah yang banyak
mengandung air. Derajat III dan IV, terapi yang dipilih adalah terapi bedah
yaitu dengan hemoroidektomi. Terapi ini juga bias dilakukan untuk pasien
yang sering mengalami perdarahan berulang, sehingga dapat menyebabkan
anemia, ataupun untuk pasien yang sudah mengalami keluhan bertahun-
tahun. Pencegahan dapat dilakukan dengan mencegah faktor yang
menyebabkan terjadinya hemoroid dengan minum yang cukup, makan
cukup sayuran dan buah-buahan, sehingga kotoran kita tidak mengeras
(Masriadi, 2016, p. 303).
B. Batasan Masalah
Pada makalah ini hanya membatasi konsep penyakit dan konsep asuhan
keperawatan hemoroid.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit hemoroid.
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit hemoroid.
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami dan dapat melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit hemoroid.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mengetahui, mengerti, memahami dan mahasiswa
dapat melaksanakan:
a. Mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
klasifikasi, komplikasi penyakit hemoroid.
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang
menderita penyakit hemoroid yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Hemoroid berasal dari bahasa Yunani dari kata “haem” :darah,
dan “rhoos” yang artinya mengalir. Jadi perdarahan dari anus
(Masriadi, 2016, p. 300).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah
vena didaerah anus yang berasal dari plexus hemorhoidalis (Setiati
dkk, 2014, p. 587).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau
lebih vena hemoroidalis didaerah anorektal dan bersifat lebih
kompleks yang melibatkan beberapa unsure berupa pembuluh darah,
jaringan lunak, dan otot sekitar rektal (Kasron & Susilowati, 2018, p.
396).
Jadi kesimpulanya hemoroid atau yang lebih dikenal dengan
wasir atau ambeien merupakan pelebaran vena didalam plexus
hemoroidalis yang ada didaerah anus yang disebabkan adanya
bendungan darah dalam susunan pembuluh vena.
2. Etiologi
Penyebab hemoroid sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa factor pendukung yang terlibat diantaranya adalah
konstipasi, mengejan yang berlebihan, kehamilan/persalinan, konsumsi
makanan yang rendah serat, terlalu lama duduk, peradangan pada usus
seperti colitis ulseratif, kondisi penuan (Mutaqqin & Sari, 2013, p.
690).
3. Tanda dan gejala
Gejala penyakit hemoroid pada tingkat dasar hanya berupa darah
yang menetes pada saat buang air besar sampai timbulnya benjolan
dari anus. Benjolan yang keluar tersebut bias masuk secara spontan
dengan sendirinya maupun dibantu dengan tangan. Namun dapat pula
tidak masuk kembali dan memerlukan tindakan invasif. Pada stadium
lanjut wasir perlu di operasi. Bisa pula timbul keluhan gatal dan nyeri
pada anus (Masriadi, 2016, p. 302).
Hemorid dibagi menjadi hemoroid interna dan eksterna. Gejala
pada hemoroid interna menurut (Masriadi, 2016, p. 303) adalah:
1. Adanya darah yang menetes saat BAB.
2. Saat BAB muncul benjolan di anus yang dapat masuk kembali
dengan sendiri.
3. Muncul benjolan dari anus saat BAB yang perlu dibantu dengan
tangan untuk memasukkan kembali.
4. Muncul benjolan yang keluar dari anus saat BAB dan benjolan
tersebut keluar lagi walaupun sudah dibantu dimasukkan dengan
tangan.
5. Timbul rasa panas atau gatal.
6. Sulit BAB.
7. Merasa ada benjolan ketika BAB.
8. Merasakan sakit saat BAB.
9. Kadang terjadi perdarahan saat BAB pada dubur (berwarna
merah).
Gejala hemoroid eksterna berupa tonjolan kecil sekitar anus, dan
nyeri karena trombosis (bekuan darah) dari pembuluh darah dibawah
kulit anus dan berhubungan dengan kulit, bengkak kebiruan pada
pinggir anus yang terasa sakit dan gatal (Masriadi, 2016, p. 303).
4. Patofisiologi
Hemoroid atau wasir atau ambeien dapat terjadi pada individu
yang sehat. Umumnya wasir dapat menyebabkan gejala ketika
mengalami pembesaran, peradangan, atau prolaps. Sebagian besar
literature menyebutkan bahwa diet rendah serat dapat menyebabkan
bentuk feses menjadi kecil, keras dan padat yang bias mengakibatkan
kondisi mengejan selama buang air besar. Peningkatan tekanan ini
menyebabkan pembengkakan dari hemoroid, kemungkinan gangguan
dari venous return. Kondisi terlalu lama duduk ditoilet diyakini
menyebabkan melemahnya struktur pendukung. Mengejan dan
konstipasi dianggap sebagai penyebab hemoroid (Mutaqqin & Sari,
2013, p. 691).
Pada kehamilan memberikan tegangan abnormal dari otot
sfingter internal yang dapat menyebabkan hemoroid. Pada waktu
persalinan, terjadi tekanan keluar yang kuat pada anus. Tekanan ini
dapat memperparah wasir yang sudah atau membentuk wasir yang
sebelumnya belum ada (Masriadi, 2016, p. 301).
Hipertensi portal telah sering disebutkan dalam hubunganya
dengan hemoroid. Perdarahan massif dari hemoroid pada pasien
dengan hipertensi portal biasanya bersifat masif. Varises anorektal
merupakan kondisi umum pada pasien dengan hipertensi portal.
Varises terjadi di midrektum, diantara sistem portal dan vena inferior
rektal. Varises terjadi lebih sering pada pasien yang nonsirosis dan
mereka jarang mengalami perdarahan .Kondisi hemoroid dapat
memberikan berbagai manifestasi klinis seperti nyeri dan perdarahan
pada anus. Hemoroid internal tidak menimbulkan sakit karena berada
diatas garis dentate dan tidak ada inervasi saraf namun mengalami
perdarahan, prolaps sebagai hasil dari deposisi dari suatu iritasi
kebagian sensitive kulit perianal sehingga menimbulkan sensasi gatal
dan iritasi. Hemoroid internal juga dapat menyebabkan rasa sakit akut
ketika terjadi inkerserata atau strangulasi. Strangulasi yang disertai
dengan nekrosis dapat menimbulkan ketidaknyamanan lebih. Ketika
kondisi ini terjadi, sering menyebabkan kejang sfingter eksternal
seiring dengan trombosis. Trombosis eksternal menyebabkan nyeri
akut (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 691).
Hemoroid internal yang paling sering menyebabkan perdarahan
tanpa sakit pada saat defekasi. Perdarahan sebagai tanda pertama
hemoroid interna karena trauma oleh feses yang keras dan vena
mengalami ruptur. Dengan meningginya spasme sfingter, perdarahan
bersifat muncrat. Darah tersebut berwarna merah segar dan tidak
bercampur dengan tinja, hanya berupa garis pada feses atau kertas
pembersih sampai darah yang menetes dan mewarnai air toilet sampai
menjadi merah. Darah yang keluar akibat hemoroid berwarna merah
segar karena mengandung zat asam. Kadang perdarahan hemoroid
yang berulang dapat mengakibatkan anemia berat (Mutaqqin & Sari,
2013, p. 691).
Hemoroid eksternal menyebabkan gejala dalam dua cara.
Pertama, thrombosis akut yang mendasari vena hemorid eksterna
dapat terjadi. Trombosis akut biasanya berkaitan dengan peristiwa
tertentu, seperti tenaga fisik, berusaha untuk mengejan. Nyeri dari
inervasi saraf oleh adanya distensi dan edema. Rasa sakit berlangsung
selama 7-14 hari sesuai dengan resolusi trombosis. Kondisi hemoroid
eksternal memberikan manifestasi kurang higienis akibat kelembapan
dan rangsangan akumulasi mukus. Keluarnya mukus dan terdapatnya
feses pada pakaian dan merupakan ciri hemoroid yang mengalami
prolaps menetap (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 691).
Pathway

Konsumsi makanan Terlalu lama duduk Kehamilan / Peradangan pada usu


rendah serat ditoilet / saat membaca persalinan seperti Colitis ulseratif

Feseskecil dan mengejan Penurunan relatif venous Peningkatan frekuensi BAB


selama BAB return didaerah perianal
(yang disebut efek
tourniquet) Seringnya penggunaa
notot-otot perianal

Peningkatan vena Pelebaran dari vena- Melemahnya


portal vena didalam pleksus struktur pendukung
hemoroidalis dan memfasilitasi Kondisi penuaan
prolaps

Gangguan
Gangguan Hemoroid Integritas Kulit
Citra Tubuh benjolan
Perfusi
Peradangan pada pleksus perifer
Nyeri Kompresi
hemoroidalis tidak efektif
saraf lokal

Perdarahan anus Ruptur vena Prolaps Hb menurun


pleksus
Fesedarah keluar anus

Anemia Intoleransi aktivitas

Resikoi
nfeksi Intervensi Intervensi bedah Gg. Defeksi Respon
skleroterapi hemoroidektomi (konstipasi) psikologis

Port de Respon serabut preoperatif Kecemasan


entree lokal Pemenuhan
informasi

Luka pascabedah Kerusakan


Pascabedah
jaringan lunak
(Mutaqqin & Sari, 2013, p. 693)
pascabedah
5. Klasifikasi
Hemoroid terbagi menjadi hemoroid eksterna dan hemoroid interna.
a. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan plexus
hemoroid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutan didalam
jaringan dibawah epitel anus. Hemoroid eksterna diklasifikasikan
sebagai bentuk akut dan kronik. Bentuk akut berupa pembengkakan
bulat kebiruan pada pingir anus dan merupakan hematoma. Bentuk
ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit
merupakan reseptor nyeri. Sedangkan untuk hemoroid luar yang
kronik atau disebut dengan skin tag berupa satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung serta sedikit
pembuluh darah. Ciri-cirinya yaitu:
a) Adanya edema
b) Edema akibat trombosis
c) Nyeri yang semakin bertambah (Kasron & Susilowati, 2018, p.
397).
b. Hemoroid Interna
Hemoroid interna pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis
superior diatas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid interna paling sering menyebabkan perdarahan pada saat
proses defekasi. Perdarahan merupakan tanda umum dari hemoroid
interna yang diakibatkan oleh trauma oleh feses yang keras dan
vena mengalami ruptur atau pecah dan lecet. Darah yang yang
keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses atau
hanya berupa garis pada feses (Kasron & Susilowati, 2018, p. 397).
Hemoroid interna di bagi menjadi 4 derajat menurut (Kasron &
Susilowati, 2018, p. 398) yaitu:
a) Derajat I: Hemoroid pada derajat ini terjadi apabila pembesaran
hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus. Hanya dapat
dilihat dengan anorektoskop.
b) Derajat II: pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat
menghilang atau masuk sendiri kedalam anus secara spontan.
Tonjolan keluar dari anus saat defekasi dan masuk sendiri setelah
selesai defekasi.
c) Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi
kedalam anus dengan bantuan dorongan jari. Tonjolan keluar
waktu defekasi, dan harus didorong masuk setelah defekasi
selesai karena tidak dapat masuk sendiri.
d) Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan
cenderung mengalami thrombosis. Tonjolan tidak dapat masuk
kembali kedalam anus.
6. Komplikasi
Komplikasi hemoroid menurut (Masriadi, 2016, p. 310) adalah:
a. Ulserasi
Terjadi luka pada lapisan mukosa (selaput lendir).
b. Prolaps dan strangulasi
Terjadinya prolaps dari wasir atau hemoroid dalam dan bila terjepit
dapat menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga bias terjadi
nekrosis atau matinya jaringan.
c. Anemia dari perdarahan yang berulang.
Keluarnya darah yang disebabkan karena sobeknya pembuluh darah
hemaroidalis yang terjadi berulang – ulang dapat menyebabkan
anemia pada penderita hemoroid.
d. Trombosis Vena.
Trombosis terjadi karena tekanan yang tinggi pada vena seperti saat
mengejan, batuk, atau ibu yang melahirkan. Pembuluh darah vena
yang mengalami pelebaran dan menonjol dapat terjepit dan terjadi
trombosis.
e. Infeksi.
Setelah thrombosis dengan oedem atau pembengkakan dan radang
bias mengakibatkan infeksi.
f. Terjadi iritasi.
Hemoroid dapat menyebabkan iritasi dan luka pada daerah sekitar
anus. Luka tersebut menimbulkan rasa nyeri dan sakit. Nyeri
bertambah parah saat orang tersebut sedang buang air besar. Yang
menjadi sebab timbulnya luka adalah terjadinya gesekan yang
ditimbulkan feses pada kulit anus, jika seseorang yang terkena
hemoroid juga terkena sembelit maka akan memperparah keadaan.
g. Jaringan menjadi mati atau membusuk.
Matinya jaringan dan membusuk dapat saja dialami pasien
hemoroid. Hal ini terjadi ketika benjolan ambeien yang keluar dari
anus terjepit oleh otot lingkar dari anus sendiri. Kondisi ini
menyebabkan darah tidak lagi dapat beredar secara sempurna. Maka
ambeien bertambah sakit. Penanganan yang terlambat dapat
menyebabkan kematian jaringan sehingga akan membusuk jika
terus dibiarkan.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas `
Sekitar 50% dari populasi terkena penyakit ini setiap waktu, kedua
gender kurang lebih mengalami kondisi kemunculan yang tinggi
pada usia 45 sampai dengan 65 tahun. Biasanya terjadi pada orang-
orang yang bekerja diperkantoran atau orang yang bekerja terlalu
lama duduk (Masriadi, 2016, p. 300).
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh konstipasi, perdarahan pada anus, dan merasa
ada benjolan disekitar anus (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 692).
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita hemoroid biasanya mengeluhkan nyeri, perdarahan
pada anus dan merasa ada benjolan disekitar anus, sulit buang
air besar (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 692).
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita hemoroid terasa adanya tonjolan pada anus
terkadang merasa nyeri dan gatal pada daerah anus. Selain itu
terkadang klien dating ke RS dengan keluhan adanya
perdarahan saat BAB (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 692).
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Biasanya pada pasien ada riwayat hemoroid atau wasir, dan
riwayat diet rendah serat, pasien sering duduk berjam-jam, dan
riwayat kesulitan dalam buang air besar (Kasron & Susilowati,
2018, p. 405).
2) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya pada penderita hemoroid ada anggota keluarga yang
terkena hemoroid dan memiliki riwayat tidak menyukai
makanan yang tinggi serat dan kebiasaan menunda-nunda
BAB (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 692).
3) Riwayat pengobatan
Ditolong dengan tindakan local sederhana disertai dengan
nasihat tentang pentingnya konsumsi makanan yang tinggi
serat (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 692).
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Biasanya pasien pucat dan lemas karena perdarahan yang
menyebabkan anemia atau pasien mengalami gelisah karena
menahan sakit, serta kesadaran composmentis (Mutaqqin &
Sari, 2013, p. 693).
b) Tanda-tanda vital
Tanda-tanda vital bisanya normal atau bias didapatkan
perubahan seperti takikardi, peningkatan pernapasan
(Mutaqqin & Sari, 2013, p. 692).
2) Body System
a) Sistem pernafasan
Pada pasien hemoroid biasanya normal tidak ada kelainan
didaerah dada, ekspansi dada seimbang, tidak ada suara
tambahan pada paru. Tetapi juga bisa di didapatkan
peningkatan pernapasan (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 692).
b) Sistem kardiovaskuler
Pada pasien hemoroid bisanya normal tetapi bisa juga
ditemukan peningkatan denyut nadi, akral dingin, dan
peningkatan tekanan darah terutama hemorid bisa
menyebabkan hipertensi porta (Mutaqqin & Sari, 2013, p.
691).
c) Sistem persarafan
BI ( Olfaktorius) : pada pasien hemoroid tidak ada
gangguan pada syaraf penciuman atau syaraf olfaktorius.
BII (Optikus) : pada pasien hemoroid tidak ada
gangguan pada syaraf penglihatan.
BIII (Okulomotius) : pada pasien hemoroid klien masih
bias menggerakkan otot mata.
BIV (Troklearis) : pasien hemoroid masih bias
menggerakkan beberapa otot mata, dan tidak ditemukan
gangguan.
BV (Trigeminus) : pasien hemoroid masih bias
menggerakkan rahang dan masih bias menerima rangsangan
di wajah.
BVI (Abdusen) : pasien hemoroid masih bias
melakukan abdusen mata dan tidak ada gangguan pada saraf
abdusen.
BVII (Fasialis) : pada pasien hemoroid masih bias
menerima rangsangan di bagian anterior lidah dan
merasakan rasa, dan masih bias mengedalikan otot wajah
untuk menciptakan ekspresi wajah.
BVIII (Auditorius) : pasien hemoroid masih bias
mengendalikan keseimbangan, dan menerima rangsangan
pendengaran.
BIX (Glosofaringeus) : pasien hemoroid masih bias
menerima rangsangan posterior lidah dan masih bias
merasakan sensasi rasa.
BX (Vagus) : pada pasien hemoroid tidak ada
ganguan pada syaraf vagus.
BXI (Aksesoirus) : pada pasien hemoroid klien masih
bias menggerakkan kepala dan tidak ada gangguan pada
saraf aksesorius.
BXII (Hipoglosus) : pada pasien hemoroid pergerakan
lidah klien normal (Masriadi, 2016, p. 302).
d) Sistem perkemihan
Pada pasien hemoroid biasanya system perkemihan normal
dan tidak ada gangguan (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 691).
e) Sistem pencernaan
Pada pasien hemoroid bias ditemukan distensi abdomen
dikarenakan pasien sulit BAB, konstipasi. Adanya benjolan
pada anus dan adanya ulserasi serta ada darah saat BAB,
feses keras, adanya pembengkakan vena hemoroidalis.
Pemeriksaan colok dubur hemoroid interna tidak dapat
diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi,
dan biasanya tidak nyeri (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 692).
f) Sistem integument
Pada pasien hemoroid biasanya terjadi anemia karena
adanya perdarahan pada anus, pasien pucat dan akral hangat
dan CRT lebih dari 3 detik. Serta terjadi kerusakan integritas
kulit pada daerah anus ditandai kulit kemerahan, adanya lesi
atau luka (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 694).
g) Sistem musculoskeletal
pada pasien hemoroid biasanya pasien tidak ada kelaianan
reflek patella kekuatan otot 4-5 (Mutaqqin & Sari, 2013, p.
694).
h) Sistem endokrin
Pada pasien hemoroid tidak ada gangguan pada system
endokrin (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 693).
i) Sistem reproduksi
Pada pasien penderita hemoroid tidak ada gangguan pada
system reproduksi (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 693).
j) Sistem penginderaan
Pada pasien hemoroid tidak ada ganguan pada system
pengeindraan dan cenderung normal, kecuali pasien
hemoroid yang lansia. Karena lansia mengalami penurunan
fungsi pengindraanya terkait dengan proses degenerative
(Mutaqqin & Sari, 2013, p. 693).
k) Sistem imun
Pada pasien dengan hemoroid tidak ditemukan penuruan
system kekebalan tubuh (Mutaqqin & Sari, 2013, p. 693).
e. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan colok dubur.
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid dengan stadium I
tidak dapat diraba karena tekanan vena didalamnya tidak
terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Apabila hemoroid
sering mengalami prolaps, selaput lender akan menebal.
Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan
dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum (Kasron &
Susilowati, 2018, p. 405).
b) Pemeriksaan anoskopi.
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat hemoroid internus yang
tidak meonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati
keempat kuadran. Pasien dalam posisi litotomi. Anoskopi dan
penumbatanya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penumbat diangkat dan penderita disuruh untuk nafas panjang.
Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang
menonjol kedalam lumen. Apabila penderita diminta untuk
mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya
benjolan, derajatnya, letak, besarnya, dan keadaan lain dalam
anus seperti polip, fissure ani dan tumor ganas harus
diperhatikan (Kasron & Susilowati, 2018, p. 406).
c) Pemeriksaan proktosigmoidoskopi.
Prosedur pemeriksaan tersebut digunakan untuk keluhan yang
tidak disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan
distadium yang sudah akhir atau tinggi, karena hemoroid
merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai.
Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar (Kasron &
Susilowati, 2018, p. 406).
7. Penatalaksanaan
a. Terapi non bedah.
a) Terapi obat-obatan (medikamentosa/diet).
Penderita hemoroid derajat I dan derajat II dapat ditolong
dengan tindakan lokal sederhana disertai dengan nasihat
tentang makan. Mengajurkan kepada penderita sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi seperti sayur dan
buah-buahan. Makanan ini membuat gumpalan isi usus
menjadi besar namun lunak sehingga mempermudah proses
buang air besar dan mengurangi mengejan berlebihan.
Supositoria dan salep anus diketahui tidak memiliki efek yang
bermakna kecuali efek anestetik astringen. Hemoroid interna
yang mengalami prolaps yang dikarenakan odem umumnya
dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan
tirah baring dan kompreslokal untuk mengurangi
pembengkakan (Kasron & Susilowati, 2018, p. 407).
b) Skleroterapi.
Penatalaksanaan ini dengan cara menyuntikkan larutan kimia
yang merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati.
Penyuntikan diberikan kesubmukosa dalam jaringan areolar
yang longgar dibawah hemoroid interna. Penyuntikan
dilakukan di sebelah atas dan garis mukokutan dengan jarum
panjang melalui ansoskop. Tindakan tersebut tidak akan
menimbulkan nyeri jika lokasi penyuntikan tepat. Terapi yang
efektif untuk hemoroid dengan derajat I dan II bias dilakukan
dengan sklerotik dan memberikan informasi mengenai
makanan yang harus dikonsumsi penderita hemoroid
merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat
I dan II, tidak tepat untuk hemoroid parah atau yang
mengalami prolaps (Kasron & Susilowati, 2018, p. 408).
c) Ligasi dan gelang karet.
Wasir atau ambeien yang sudah membesar dan mengalami
prolaps dapat ditangani dengan cara ligasi gelang karet
menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa diatas
hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap
ketabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari ligator
dan ditempatkan secara rapat disekeliling mukosa pleksus
hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu
kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan
dalam jarak waktu 2-4 minggu. Hambatan yang menyulitkan
dalam tindakan ini adalah timbulnya rasa nyeri karena
terkenanya garis mukokutan. Untuk menghilangkan dan
mengurangi nyeri maka gelang tersebut ditempatkan cukup
jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula
disebabkan infeksi. Perdarahan dapat terjadi waktu hemoroid
mengalami nekrosis, biasanya 7-10 hari (Kasron & Susilowati,
2018, p. 408)
b. Terapi bedah.
Terapi bedah dilakukan pada penderita yang meangalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Pasien
hemoroid dengan derajat IV yang dibarengi dengan thrombosis dan
merasakan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan
hemoroidektomi. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia yaitu:
1. Bedah konvensional.
a) Teknik Milligan – Morgan.
Basis masa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap
dengan hemostat dan diretraksi dari rectum. Lalu dipasang
jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus
hemoroidalis.
Hemostat kedua ditempatkan terhadap hemoroid eksterna.
Incisi elips dibuat dengan scalpel melalui kulit dan mukosa
sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus.
Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Setelah
mengamankan hemostasis, makamukosa dan kulit anus
ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana
(Kasron & Susilowati, 2018, p. 411)
b) Teknik Whitehead.
Teknik dengan mengupas seluruh hemoroid dengan
membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan
reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu (Kasron &
Susilowati, 2018, p. 411).
c) Teknik Langenbeck.
Teknik ini dilakukan dengan cara menjepit internus radier
dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah klem dengan
cat gut chromic no 2/0, lalu eksisi jaringan diatas klem.
Lalu lepaskan klem dan jepitan jelujur dibawah klemdi ikat.
Teknik ini sering digunakan karena caranya mudah dan
tidak mengandung risiko pembentukan jaringan parut
sekunder yang biasa menimbulkan stenosis (Kasron &
Susilowati, 2018, p. 412).
2. Bedah Laser.
Bedah ini menggunakan laser. Pada bedah laser disaat
dilakukan pemotongan, maka pembuluh jaringan terpatri dan
tidak terbuka sehingga tidak banyak darah yang dikeluarkan,
tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal. Pada bedah
laser, nyeri berkurang karena saraf rasa nyeri ikut terpatri.
Dianus terdapat banyak saraf. Pada bedah konvensional setelah
operasi akan merasakan nyeri sekali karena pada saat
memotong jarngan, serabut saraf terbuka akibat serabut saraf
tidak mengerut sedangkan selabungnya mengerut. Sedangkan
pada bedah laser, serabut saraf dan selubung saraf menempel
jadi satu seperti terpatri sehingga serabut saraf tidak terbuka.
Untuk hemoroidektomi dibutuhkan daya laser 12-14 watt.
Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan
antiseptic. Dalam waktu 4-6 minggu, luka akan mongering
(Kasron & Susilowati, 2018, p. 412).
3. Bedah Stapler / PPH (Procedure For Prolaps Hemorroids).
Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler.
Bentuk alat ini seperti senter, teridiri dari lingkaran depan dan
pendorong dibelakangnya. Pada dasarnya hemoroid merupakan
jaringan alami yang terdapat disaluran anus fungsinya sebagai
bantalan saat buang air besar. Kerjasama antara jaringan
hemoroid dengan sfingter ani untuk melebar dan mengerut
menjamin terkontrolnya keluaran cairan dan kotoran dari
dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid
dengan mendorongnya keatas garis mukokutan dan
mengambalikan jaringan hemoroid keposisi anatominya semula
karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai
bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Awalnya jaringan hemoroid yang mengalami prolaps didorong
keatas terlebih dahulu dengan menggunakan alat dilator
kemudian dijahitkan ketunika mukosa dinding anus. Kemudian
alat stapler dimasukkan kedalam dilator. Dari stapler
dikeluarkan sebuah gelang dari titanium dan ditanamkan
dibagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan
hemoroid tersebut. Bagian jaringan yang berlebih masuk
kedalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada
ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih
secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka
suplai darah kejaringan tersebut terhenti sehingga jaringan
hemoroid mengempis dengan sendirinya (Kasron & Susilowati,
2018, p. 414).
c. Terapi.
Keluhan dapat dikurangi dengan kompres air hangat pada bagian
benjolan hemoroid eksterna. Selain itu, salep yang menggunakan
analgesic untuk mengurangi nyeri atau gesekan pada waktu berjalan,
dan sedasi. Istirahat ditempat tidur dapat membantu mempercepat
berkurangnya pembengkakan. Apabila melakukan eksisi secara
lengkap dengan hemoroidektomi dengan anestesi lokal, maka pasien
yang dating kurang dari 48 jam dapat ditolong dan kemungkinan besar
berhasil dengan baik.
Bila thrombus sudah dikeluarkan, kulit dieksisi berbentuk elips untuk
mencegah bertautanya tepi kulit dan pembentukan kembali thrombus
dibawahnya. Nyeri segera hilang pada saat tindakan dan luka akan
sembuh dalam waktu singkat sebab luka berada diaerah yang kaya
akan darah. Dilatasi anus merupakan salah satu pengobatan pada
hemoroid interna yang besar, prolaps, berwarna biru dan sering
berdarah atau yang biasa disebut hemoroid strangulasi. Anastesi umum
dilakukan pada pasien diletakkan pada posisi lateral kiri atau posisi
litotomi. Dengan hati-hati anus direnggangkan cukup luas sehingga
dapat dilalui 6-8 jari. Untuk prosedur ini diperlukan waktu yang cukup
agar tidak merobek jaringan. Selama prosedur tersebut, fingter anus
dapat terasa memberikan jalan. Namun karena metode dilatasi menurut
Lord ini kadang disertai penyulit inkontinensia sehingga tidak
dianjurkan (Kasron & Susilowati, 2018, p. 416).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi (PPNI, 2016, p. 113).
Definisi: penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran
feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering.
Penyebab:
Fisiologis
1. Penurunan motilitas gastrointestinal.
2. Ketidakadekuatan diet.
3. Ketidakcukupan asupan serat.
4. Ketidakcukupan asupan cairan.
5. Kelemahan abdomen.
Psikologis
1. Konfusi.
2. Depresi.
3. Gangguan emosional.
Situasional
1. Peubahan kebiasaan makan (mis. Jenis makanan, jadwal
makanan).
2. Ketidakadekuatan toileting.
3. Aktivitas harian yang kurang dari yang dianjurkan.
4. Ketidakteraturan kebiasaan defekasi.
5. Kebiasaan menahan dorongan defekasi.
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif
1. Pengeluaran feses lama dan sulit.
Objektif
1. Feses keras.
2. Peristaltik usus menurun.
Gejala & Tanda Minor
Subjektif
1. Mengejan saat defekasi.
Objektif
1. Distensi abdomen.
2. Kelemahan umum.
3. Teraba massa pada rektal.
Kondisi Klinis Terkait
1. Hemoroid.
2. Abses rektal.
3. Prolaps rektal.
4. Striktura anorektal.
5. Fisura anorektal.
6. Ulkus rectal.
7. Impaksi feses.
b. Nyeri b.d peradangan pada pleksus hemoroidalis (PPNI, 2016, p.
127).
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma).
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan).
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan).
Gejala & Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh nyeri.
Objektif
1. Tampak meringis.
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari nyeri).
3. Gelisah.
4. Frekuensi nadi meningkat.
5. Sulit tidur.
Gejala & Tanda Minor
Subjektif
1. Tidak tersedia.
Objektif
1. Tekanan darah meningkat.
2. Pola nafas berubah.
3. Nafsu makan berubah.
4. Proses berfikir terganggu.
5. Menarik diri.
6. Berfokus pada diri sendiri.
7. Diaphoresis.
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan.
2. Cedera traumatis.
3. Infeksi.
4. Sindrom koroner akut.
5. Glaukoma.
c. Perfusi Perifer Tidak Efektif (PPNI, 2016, p. 37).
Definisi: penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh.
Penyebab:
1. Hiperglikemi.
2. Penurunan konsenterasi hemoglobin.
3. Penurunan aliran arteri/vena.
4. Kurang aktivitas fisik.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Tidak tersedia.
Objektif
1. Pengisian kapiler >3 detik.
2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba.
3. Akral teraba dingin.
4. Warna kulit pucat.
5. Turgor menurun.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Parastesia.
2. Nyeri ekstremitas.
Objektif
1. Edema.
2. Penyumbatan luka lambat.
3. Bruit femoral.
Kondisi Klinis Terkait
1. Trombo flebitis.
2. Anemia.
3. Thrombosis arteri.
4. Varises.
5. Thrombosis vena dalam.
d. Gangguan integritas kulit dan jaringan b.d hemoroid eksterna
(PPNI, 2016, p. 282).
Definisi: kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan
(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan/atau ligament).
Penyebab:
1. Perubahan sirkulasi.
2. Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
atau factor elektriks (elektrodiatermi, energy listrik
bertegangan tinggi).
3. Kelembapan.
4. Neuropati perifer.
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia).
Objektif
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit.
Gejala dan Tanda Minor
Subejktif
(tidak tersedia).
Objektif
1. Nyeri.
2. Perdarahan.
3. Kemerahan.
4. Hematoma.
Kondisi Klinis Terkait
1. Imobilisasi.
2. Gagal jantung kongestif.
3. Gagal ginjal.
4. Diabetes mellitus.
5. Imunodefisiensi (mis. AIDS).
e. Gangguan citra tubuh b.d benjolan di anus (PPNI, 2016, p. 186).
Definisi: perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan
fungsi fisik individu.
Penyebab:
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh (mis. Amputasi, trauma, luka
bakar, obesitas, jerawat).
2. Perubahan fungsi tubuh (mis. Proses penyakit, kehamilan,
kelumpuhan).
3. Perubahan fungsi kognitif.
4. Ketidak sesuaian budaya, keyakinan atau system nilai.
5. Transisi perkembangan.
6. Gangguan psikososial.
7. Efek tindakan/pengobatan (mis. Pembedahan, kemoterapi,
terapi radiasi).
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian tubuh.
Objektif
1. Kehilangan bagian tubuh.
2. Fungsi struktur tubuh berubah/hilang.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Tidak mau mengungkapkan kecacatan/kehilangan bagian
tubuh.
2. Mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh.
3. Mengungkapkan kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang.
4. Mengungkapkan perubahan gayahidup.
Kondisi Klinis Terkait
1. Masektomi.
2. Amputasi.
3. Jerawat.
4. Parut atau luka bakar yang terihat.
5. Obesitas.
6. Hiperpigmentasi pada kehamilan.
3. Intervensi
a. Konstipasi (Wilkinson, 2016, p. 97).
1) Tujuan: konstipasi menurun, yang dibuktikan oleh defekasi:
pola eliminasi, feses lunak dan berbentuk, mengeluarkan feses
tanpa bantuan.
2) Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukkan pengetahuan program defekasi yang
dibutuhkan untuk mengatasi efek samping obat.
b. Pasien melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya
nyeri dan mengejan.
c. Pasien melihatkan hidrasi yang adekuat (mis, turgor kulit
baik, asupan cairan kira-kira sama dengan haluaran).
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
a) Dapatkan data dasar mengenai program defekasi, aktivitas,
medikasi, dan pola kebiasaan pasien.
b) Kaji dan dokumentasikan:
Warna dan konsistensi feses pertama pasca operasi
frekuensi, warna, konsistensi feses. Keluarnya flatus,
adanya impaksi, ada/tidak ada bising usus dan distensi
abdomen pada keempat kuadran abdomen.
c) Manajemen konstipasi (NIC)
1. Kaji tanda dan gejala adanya ruptur usus atau peritonitis.
2. Identifikasi factor seperti pengobatan, tirah baring dan
diet yang dapat menyebabkan atau berkontribusi
terhadap konstipasi.
Penyuluan untuk pasien/keluarga
a) Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanul atau sungkup
Regulasi hemodinamik (NIC):
a) Informasikan kepada pasien kemungkinan konstipasi
akibat tobat.
b) Instruksikan pasien mengenai bantuan eliminasi defekasi
yang dapat meningkatan pola defekasi yang optimal
diruma.
c) Ajarkan pada pasien tentang efek diet (cairan dan serat)
pada defekasi.
d) Informasikkan pasien pentingnya menghindari mengejan
selama defekasi untuk mencegah perubahan pada tanda
vital atau perdarahan.
e) Berikan informasi mengenai etiologi masalah dan rasional
tindakan kepada pasien.
Aktivitas Kolaboratif
a) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat
dan cairan dalam diet.
b) Konsultasi dengan dokter untuk memberikan bantuan
eliminasi, sepert diet tinggi serat,pelunak feses, enema,
dan laksatif.
c) Konsultasi dengan dokter tentang penurunan atau
peningkatan frekuensi bising usus.
d) Aktivitas Lain
a) Anjurkan pasien untuk meminta obat nyeri sebelum
defekasi untuk memfasilitasi pengeluaran feses tanpa
nyeri.
b) Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang eliminasi
defekasi pasien.
c) Berikan privasi dan keamanan untuk pasien selama
defekasi.

b. Nyeri (Wilkinson, 2016, p. 297)


1) Tujuan: pasien mampu mengenali awitan nyeri, menggunakan
tindakan pencegahan, melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
2) Kriteria Hasil:
a) Pasien mampu melakukan teknik relaksasi secara individual yang
efektif untuk mencapai kenyamanan.
b) Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang dengan skala (0-
10).
c) Mengenali factor penyebab.
d) Melaporakan nyeri pada tenaga kesehatan
e) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgetik.
f) Tidak mengalami gangguan pernapasan, denyut jantung atau
tekanan darah.
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
1. Pengkajian
a. Gunakan laporan pasien untuk mengumpulkan informasi.
b. Kajis kala nyeri yang dirsakan pasien dengan cara menilai nyeri
dari skala 1-10.
c. Manajemen nyeri (NIC):
a) Kaji lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau keparahan dan faktor presipitasi
nyeri.
b) Observasi isyarat ketidak nyamanan.
Penyuluhan Keluarga dan Pasien
1. Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak tercapai.
2. Berikan informasi tentang nyeri, berapa lama akan berlangsung
dan antisipasi ketidaknyamanan terhadap prosedur.
Aktivitas Kolaboratif

1. Kolaborasikan dengan dokter pemberian analgetik.


Aktivitas Lain-lain
1. Kendalikan factor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan kegaduhan.

c. Perfusi perifer tidak efektif (Wilkinson, 2016, p. 450).


1) Tujuan: menunjukkan perfusi perifer yang dibuktikan dengan
pengisian ulang kapiler.
2) Kriteria Hasil:
a. Kulit ekstremitas hangat.
b. Tidak ada edema.
c. Pasien mengidentifikasi perubahan gaya hidup yang diperlukan
untuk meningkatkan perfusi jaringan.
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas Keperawatan
a. Kaji warna dan suhu kulit.
b. Kaji pengisian ulang kapiler.
Penyuluhan Untuk Pasien dan Keluarga
a. Jelaskan manfaat latihan fisik teratur.
Aktivitas Kolaboratif
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.
Aktivitas Lain
a. Bagi asupan cairan yang diprograman secara tepat selama 24 jam.

d. Gangguan integritas kulit dan jaringan b.d hemoroid eksterna (Wilkinson,


2016, p. 397).
1) Tujuan:
a. Menunjukkan kulit dan membrane mukosa baik.
b. Menunjukkan tekstur dan ketebalan jaringan baik.
c. Perfusi jaringan lancar.
2) Kriteria Hasil:
a. Tidak ada tanda dan gejala infeksi.
b. Tidak ada lesi.
c. Tidak terjad inekrosis.
3) Intervensi (NIC):
Aktivitas Keperawatan
a. Inspeksi luka pada saat mengganti balutan.
b. Kaji karakteristik luka meliputi drainasi, warna, ukuran dan bau.
c. Kaji lokasi, luas dan kedalaman luka.
d. Kaji ada atau tidaknya jaringan nekrotik.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan, cara mempertahankan
luka tetap kering dan mengurangi penekanan pada luka.
Aktivitas Kolaboratif
a. Konsultasikan dengan ahli gizi tentang makanan tinggi protein,
mineral, kalori dan vitamin.
b. Konsultasikan dengan tim medis tentang implementasi pemberian
makanan dan nutrisi enteral atau parenteral untuk meningkatkan
penyembuhan luka.
c. Rujuk ke perawatan enterostoma untuk mendapatkan bantuan
dalam pengkajian, penentuan derajat luka, dan dokumentasi
perawatan luka atau kerusakan kulit.
Aktivitas Lain
a. Lakukan perawatan kulit secara rutin dengan cara:
(a) Ubah dan atur posisi pasien secara sering.
(b) Pertahankan jaringan sekitar terbebas dari kelembapan dan
drainase yang berlebihan.
(c) Lindungi dari ekskresi urin dan feses.
(d) Bersihkan dan balut menggunakan prinsip steril atau tindakan
asepsis medis.

e. Gangguan citra tubuh b.d benjolan di anus (Wilkinson, 2016, p. 43).


1) Tujuan:
a. Gangguan citra tubuh berkurang yang dibuktikan dengan citra
tubuh positif, dan harga diri positif.
b. Menunjukkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
c. Kesesuaian antara realitas tubuh, ideal tubuh dan perwujudan
tubuh.
2) Kriteria Hasil:
a. Pasien akan mengidentifikasi kekuatan personal.
b. Mengenali perubahan aktual pada penampilan tubuh.
c. Menunjukkan penerimaan penampilan.
3) Intervensi (NIC):
Aktivitas Keperawatan
a. Kaji dan dokumentasikan respon verbal dan non verbal pasien
terhadap tubuh pasien.
b. Tentukan harapan pasien tentang citra tubuh pasien.
c. Tentukan apakah perubahan fisik saat ini telah dikaitkan kedalam
citra tubuh pasien.
d. Observasi pernyataan kritik diri.
Penyuluhan pasien /kelauarga
a. Ajarkan tentang cara merawat dan perawatan diri termasuk
komplikasi kondisi medis.
Aktivitas Kolaboratif
a. Rujuk kelayanan social untuk merencanakan perawatan dengan
pasien dan keluarga.
b. Rujuk ke tim interdisipliner untuk klien yang memiliki kebutuhan
kompleks (mis. Komplikasi pembedahan).
Aktivitas Lain
a. Dengarkan pasien dan keluarga secara aktif dan akui realitas
kekhawatiran terhadap perawatan, kemajuan dan prognosis.
Peningkatan Citra Tubuh (NIC):
a. Identifikasi cara mengurangi dampak kecacatan penampilan
melalui pakaian, rambut palsu, atau kosmetik jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Kasron & Susilowati. (2018). Buku Ajar Anatomi dan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: CV. Trans Info Media.

Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta Timur: CV.


Trans Info Medika.

Mutaqqin & Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan


Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

Setiati dkk. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta
Pusat: Interna Publishing.

Sudoyo. ((2014)). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta Pusat:
Interna Publish.

Wibowo dkk. (2018). Faktor-faktor yang Berpengaruh dengan Kejadian


Hemoroid di Poliklinik Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Jambi. Bukittinggi: Afiyah Vol. 5 No 2 Bulan Juni 2018.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai