Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA HEMOROID


DI POLI BEDAH RS INDRIATI SOLO BARU

Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Clinical Teacher : Tri Sunaryo, S.Kp., Ns., M.Kep
Clinical Instructur : Ns. Siska Ayu Deniarti, S.Kep

Disusun oleh :
ADELLA CAHYA SEPTILIA PUTRI
P27220023323

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
2023
A. KONSEP TEORI
1. Definisi
Penyakit hemoroid merupakan gangguan anorektal yang sering
ditemukan. hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus
arteri - vena di saluran anus yang berfungsi sebagai katup untuk
mencegah inkontinensia flatus dan cairan. hemoroid dikenal di
masyarakat sebagai penyakit wasir atau ambeien, merupakan penyakit
yang sering dijumpai dan telah ada sejak zaman dahulu (Sudarsono,
2019)
Selain itu Hemoroid berasal dari kata “Haima” dan “Rheo” yang
dalam istilah medis diartikan sebagai pelebaran pembuluh darah.
Pelebaran pembuluh darah ini secara otomatis mengakibatkan
pembesaran vena (varises) pada Pleksus hemoroidalis dan seringkali
ditandai dengan adanya tonjolan membran mukosa yang melapisi
daerah anus dan rektum. Hemoroid atau lebih sering dikenal dengan
sakit ambeien adalah keluarnya daging dari anus (dubur) karena buang
air besar yang keras dan berulang-ulang dan sering kali disertai darah
karena terluka. Ambeien merupakan penyakit yang disebabkan oleh
pembengkakan pembuluh darah di bagian poros usus, baik di sebelah
dalam maupun di sebelah luar lubang dubur. Sepintas bentuknya mirip
bisul yang berwarna merah kebiruan. Pembengkakan ini menyebabkan
terhambatnya aliran darah ke perut (Fridolin et al., 2018)
Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena pada tunika mukosa
dan tunika submukosa dari pleksus hemorrhoidalis internal dan pleksus
hemorrhoidalis eksternal. Dalam medis, berarti pelebaran pembuluh
darah vena (pembuluh darah balik). Hemoroid bukan sekedar
pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni
melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan
otot di sekitar anorektal. Hemoroid dapat disebabkan karena
bendungan sentral seperti bendungan susunan portal pada sirosis
hepatis, herediter atau penyakit jantung koroner, serta pembesaran
kelenjar prostate pada pria tua, atau tumor pada rectum (Ayomi dan
Kurniawaty, 2019).
2. Etiologi
Penyebab hemoroid adalah dilatasi (penyebaran) pleksus vena
hemoroidalis interna yang fisiologis , sehingga tidak begitu berbahaya,
namun dapat menjadi simptomatik apabila mengalami pembesaran,
peradangan, trombus, atau prolapse ( Sya’haya & Iyos 2019)
Hemoroid sebenarnya tidak berhubungan dengan kondisi medis
atau penyakit tertentu, akan tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya hemoroid (Muttaqin & Sari,
2018). Beberapa faktor yang dapat menjadi pemicu terjadinya
hemoroid antara lain antara lain mengejan yang berlebih saat
melakukan defekasi, konstipasi menahun, kehamilan, serta obesitas.
Faktor tersebut mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominalis
yang selanjutnya ke daerah anorektal dan tekanannya berulang terus
menerus sehingga mengakibatkan prolaps pada vena hemoroidalis
(Ratnawati, 2017).
Lemahnya dinding anorektal yang didapat sejak lahir akan
memudahkan munculnya hemoroid apabila mendapat tambahan faktor
lain seperti mengejan terlalu kuat dan lama, serta konstipasi.
Hubungan antara riwayat penyakit keluarga di masa lalu dengan
kejadian hemoroid belum di dapati hubungan yang relevan, akan tetapi
kebiasaan yang telah dilakukan oleh anggota keluarga memiliki
peranan penting pada anggota keluarga yang lain (Ulima, 2018).
Menurut Diyono & Mulyanti (2018), terdapat beberapa kondisi yang
mampu menjadi pencetus terjadinya hemoroid. Beberapa kondisi
tersebut antara lain:
a. Peningkatan tekanan intra-abdomen. Misalnya : kegemukan,
kehamilan, konstipasi
b. Komplikasi dari penyakit Cirrhosis hepatis
c. Terlalu banyak duduk
d. Tumor abdomen/ pelvis
e. Mengejan saat BAB
f. Hipertensi portal
3. Klasifikasi
Menurut Black & Hawks (2018), hemoroid diklasifikasikan menjadi
dua kategori, yakni hemoroid internal dan hemoroid eksternal.
a. Hemoroid eksternal
Hemoroid eksternal merupakan varises dalam pleksus hemoroidalis
dan menimbulkan massa yang membesar pada anus. Hemoroid
eksternal terbagi lagi menjadi dua kelompok, yakni hemoroid
eksternal akut dan hemoroid eksternal kronik (Sjamsuhidajat &
Jong, 2018)
1) Hemoroid Eksternal Akut Hemoroid eksternal akut ditandai
dengan pembengkakan berwarna kebiruan serta berbentuk bulat
pada pinggiran anus. Pembengkakan ini sebenarnya adalah
sebuah hematoma.
2) Hemoroid Eksternal Kronik Hemoroid jenis ini ditandai dengan
adanya satu atau lebih lipatan kulit yang terdiri dari jaringan
penyambung sedikit pembuluh darah, merupakan kelanjutan
hemoroid eksternal yang mengalami thrombosis.
b. Hemoroid internal
Hemoroid internal merupakan varises dalam pleksus hemoroidalis
superior yang terjadi diatas batas muko-kutaneus (Linea pectinata)
dan dilapisi oleh membran mukosa dan diinervasi oleh sistem saraf
otonom. Hemoroid internal diklasifikasikan kedalam empat
kategori berdasarkan derajatnya (Diyono & Mulyanti, 2018).
1) Derajat I
Hemoroid internal derajat I ditandai dengan tidak adanya
prolaps pada pleksus hemoroid superior dan hanya terdapat
luka kecil yang masuk ke anak kanal.
2) Derajat II
Hemoroid derajat ini ditandai dengan adanya prolapse setelah
defekasi, namun dapat masuk kembali secara spontan.
3) Derajat III
Hemoroid internal derajat III ditandai dengan adanya prolaps
setelah defekasi, namun tidak dapat masuk kembali secara
spontan, sehingga memerlukan dorongan manual dengan jari.
4) Derajat IV
Inkarserasi merupakan tanda khas pada hemoroid internal
derajat IV. Biasanya prolaps tidak dapat dimasukkan kembali
ke dalam anus meskipun telah didorong secara manual.
4. Patofisiologi
Hemoroid diawali dengan munculnya tenesmus. Tenesmus akan
meningkatkan tekanan intra abdomen dan hemoroidalis sehingga vena-
vena haemorrhoidalis mengalami distensi. Ketika ampula rektum terisi
oleh feses, diperkirakan akan terjadi obstruksi vena. Peningkatan
tekanan dan obstruksi yang berulang dalam jangka waktu yang lama
mengakibatkan dilatasi vena vena haemorrhoidalis secara permanen.
Selain itu, distensi juga mengakibatkan trombosis dan perdarahan
(Black & Hawks, 2018). Kehamilan atau obesitas menimbulkan
ketegangan abnormal dari otot sfingter internal yang pada akhirnya
menurunkan venous return. Terlalu lama duduk di toilet atau pada saat
membaca diyakini menyebabkan penurunan relative venous return di
daerah perianal (yang disebut dengan efek tourniquet), mengakibatkan
kongesti vena dan terjadilah hemoroid. Hipertensi portal telah sering
disebutkan dalam hubungan dengan hemoroid. Perdarahan dari
hemoroid pada pasien dengan hipertensi portal biasanya
mengakibatkan perdarahan masif. Varises anorektal terjadi di mid
rektum, di antara sistem portal dan vena inferior rektal. Varises terjadi
lebih sering pada pasien non sirosis, serta jarang mengalami
perdarahan (Muttaqin & Sari, 2018)
5. Pathway

6. Manifestasi klinik
Manifestasi yang paling umum pada hemoroid eksternal adalah
munculnya massa pada anus, sedangkan hemoroid internal dicirikan
oleh perdarahan dan prolaps (protrusi keluar anus). Manifestasi lain
yang bisa ditemukan pada pasien dengan hemoroid adalah rasa gatal
pada anus dan konstipasi. Nyeri dapat ditemukan jika terdapat
thrombosis yang berkaitan (Black & Hawks, 2018).

a. Hemoroid Internal
Manifestasi klinis paling umum pada hemoroid internal adalah
terjadinya perdarahan. Darah yang keluar berwarna merah segar
dan tidak bercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada
feses atau kertas pembersih (tissue toilet) (Maher, 2017). Hemoroid
internal juga menimbulkan lendir yang dapat menyebabkan
dermatitis lokal atau biasa disebut dengan Pruritus ani (Muttaqin &
Sari, 2018). Hemoroid dapat mengakibatkan anemia apabila terjadi
perdarahan kronik (Diyono & Mulyanti, 2018).
b. Hemoroid Eksternal
Manifestasi klinis dari hemoroid eksternal umumnya berupa
benjolan, namun ketika defekasi musculus sphincter ani eksternus
akan berotasi ke arah luar membentuk bibir anorektum (Ulima,
2018). Gatal dan nyeri ketika defekasi, serta tidak adanya
perdarahan merupakan ciri lain dari hemoroid eksternal (Rosdahl,
C. & Kowalski, M., 2017). Nyeri biasanya berlangsung selama 7-
14 hari bergantung pada resolusi thrombosis (Muttaqin & Sari,
2018).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. pemeriksaan Colok Dubur
diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.
pada hemoroid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena di
dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri.
b. Anoskop
diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak menonjol
keluar.
c. Prokto Sigmoidoskopi
untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses
radang atau keganasan di tingkat yang lebih tinggi

8. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan)


Menurut buku “Asuhan Keperawatan Post Operasi dengan pendekatan
Nanda, NIC,NOC” karangan Sugeng Jitowiyono dan Weni
Kristiyanasari (2018) penatalaksanaan hemoroid sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan medis
1) Non farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara
memperbaiki defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola
hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara
defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management
Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serta tambahan,
pelicin feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam
posisi jongkok / squatting). Selain itu, lakukan tindakan
kebersihan local dengan cara merendam anus dalam air selama
10 – 15 menit, 2 – 4 kali sehari. Dengan perendaman ini,
eksudat / sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat /
sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal
bila dibiarkan.
2) Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau
menghilangkan keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis
Hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
a) Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplemen serat (fiber
supplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen
serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium
and ispaghula Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil,
Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovata yang
dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja
dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan
peristaltik usus. Efek samping antara lain kentut dan
kembung. Obat kedua adalah laxative atau pencahar (ex.:
Laxadine, Dulcolax, dll).
b) Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan
rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis
sediaan misalnya Anusol, Borraginol dan Faktu. Sediaan
yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk
mengurangi radang daerah Hemoroid atau anus.
c) Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus
atau pecahnya vena Hemoroid yang dindingnya tipis.
Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk
lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas
dinding pembuluh darah.
d) Obat penyembuh atau pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan placebo 3 x 2 tablet
selama 4 hari, lalu 2 x 2 tablet selama 3 hari. Pengobatan
ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi,
kongesti, edema, dan prolaps.
3) Minimal invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan
penyakit dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak
terlalu invasive antara lain skleroterapi Hemoroid atau ligasi
Hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan
farmakologis dan nonfarmakologis tidak berhasil.
4) Tindakan operatif
Ditujukan untuk Hemoroid interna derajat IV dan eksterna atau
semua derajat Hemoroid yang tidak berespon terhadap
pengobatan medis.

a) Prosedur ligasi pita karet


Ligasi pita karet adalah tindakan mengikat satu atau dua
buah pita kecil berbahan karet pada area sekitar ambeien
internal guna untuk memotong aliran darah, sehingga tanpa
adanya aliran darah, ambeien akan terlepas sekitar satu
minggu setelah dilakukan tindakan.
b) Hemoroidektomi criocirurgia
Hemoroid kriosirurgi adalah salah satu metode untuk
mengangkat hemoroid dengan cara membekukan jaringan
hemoroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis.
c) Laser Nd: YAG (Neodymium-doped: Yttrium Aluminum
Garnet) adalah prosedur medis untuk mengatasi ambeien
dengan sinar inframerah atau laser bisa dilakukan untuk
membakar jaringan ambeien. Prosedur ini dilakukan
dengan tujuan memotong aliran darah yang terdapat pada
pembuluh darah vena yang mengalami pembengkakan,
sehingga ukurannya tidak bertambah besar
d) Hemoroidektomi
Hemoroidektomi adalah prosedur yang dilakukan dengan
cara mengangkat jaringan yang berlebihan dan menjadi
penyebab perdarahan.
5) Tindakan non-opertif
a) Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, terapi laser
adalah tekhnik terbaru yang digunakan untuk melekatkan
mukosa ke otot yang mendasarinya.
b) Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk Hemoroid
berukuran kecil dan berdarah. Membantu mencegah
prolaps.
b. Penatalaksanaan keperawatan / nursing assessment
1. Personal hygiene yang baik terutama di daerah anal
2. Memberikan edukasi untuk tidak mengejan selama defekasi
3. Menganjurkan diet tinggi serat, seperti memperbanyak makan
buah
4. Menganjurkan pasien untuk bedrest/tirah baring untuk
mengurangi pembesaran hemoroid
9. Komplikasi
Beberapa komplikasi dapat terjadi apabila tidak mendapatkan
penanganan yang tepat (Ratnawati, 2017). Komplikasi yang mungkin
terjadi antara lain :
a. Thrombosis
Trombosis pada hemoroid dapat terjadi sebagai akibat darah yang
membeku pada saat perdarahan terjadi.
b. Peradangan
Terjadinya iritasi akibat tekanan vena hemoroidalis dapat memicu
terjadinya peradangan atau infeksi karena faktor area yang rawan
di diami oleh bermacam-macam mikroorganisme yang terbawa
oleh kotoran.
c. Perdarahan
Pada hemoroid derajat satu, darah keluar secara menetes dan
memancar. Perdarahan akut pada umumnya jarang terjadi, kecuali
apabila terjadi pecahnya pembuluh darah besar.Hemoroid dapat
membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal. Apabila
hemoroid ini mengalami perdarahan, darah yang keluar bisa saja
sangat banyak. Perdarahan yang paling umum dijumpai adalah
jenis perdarahan kronis, dan apabila terjadi secara berulang dapat
meningkatkan risiko anemia dikarenakan eritrosit yang diproduksi
tubuh tidak dapat mengimbangi jumlah yang keluar. Perdarahan
akut meningkatkan risiko syok hipovolemik, sedangkan perdarahan
kronik dapat menyebabkan anemia (Diyono & Mulyanti, 2016).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat
Rumah, Diagnosa medis.
b. Catatan masuk rumah sakit, diagnosa medis
c. Identitas penanggung jawab
Nama, Alamat, Hubungan dengan pasien.
d. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien yang bersifat subjektif
saat dilakukan pengkajian.
e. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang : Riwayat kesehatan sekarang
berfokus kepada pengembangan dari keluhan utama. Sebagian
besar penderita batu buli mengeluh nyeri. Sehingga pengkajian
dilakukan melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P)
yaitu fokus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu
bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri
menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang
dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time
(T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
2) Riwayat kesehatan lalu : Kaji apakah klien pernah menderita
penyakit sama atau pernah memiliki riwayat penyakit
sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga : Mengkaji ada atau tidaknya
keluarga klien pernah menderita penyakit turunan.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Pemeriksaan keadaan umum berupa :
a) Kesan keadaan sakit, umumnya pasien akan tampak
meringis dan memegang daerah yang sakit
b) Kesadaran, penilaian kesadaran secara kualitatif sebagai
berikut :
(1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dan dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
(2) Apatis, yaitu pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh ak
acuh dengan keadaan sekitar, dan dapat memberi respon
adekuat jika diberi stimulus
(3) Somnolen (letargi, obtundasi, dan hipersomnia), yaitu
kondisi ini ditandai dengan mengantuk, selalu ingin
tidur, tidak responsif dengan stimulus ringan, tetapi
masih dapat dipulihkan bila diberi rangsangan yang
kuat. Namun, saat rangsangan dihentikan, orang
tersebut akan tertidur lagi.
(4) Soporous atau stupor, yaitu keadaan mengantuk yang
dalam. Pengidapnya masih bisa dibangunkan dengan
rangsangan kuat. Namun, mereka tidak terbangun
sepenuhnya dan tidak dapat memberi jawaban verbal
yang baik. Pada soporous/stupor, refleks kornea dan
pupil baik, tetapi BAB dan BAK tidak terkontrol.
(5) Koma, yaitu penurunan kesadaran yang terjadi sangat
dalam. Pada tubuh pasien tidak ada gerakan spontan,
refleks pupil terhadap cahaya tidak ada dan tak ada
respon terhadap nyeri yang dirasakan.
(6) Delirium, yaitu penurunan tingkat kesadaran seseorang
yang disertai kekacauan motorik dan siklus tidur
bangun yang terganggu. Pasien akan tampak
disorientasi, gelisah, iritatif, salah persepsi terhadap
rangsangan sensorik sehingga mengalami halusinasi.
2) TTV
Didapatkan angka normal dalam TTV (WHO) sebagai berikut:
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi : 60-80 x/menit
Respiratory rate :12-20 siklus/menit
Suhu : 36,1 ℃ - 37,5 ℃
Pada pasien nyeri, akan terjadi peningkatan tanda-tanda vital.
Umumnya pasien batu buli juga mengalami demam sehingga
suhu tubuh pun meningkat.
3) Antropometri
4) Pemeriksaan head to toe
a) Kepala.: Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana
bentuknya, apakah terdapat masa bekas trauma pada kepala,
bagaimana keadaan rambut klien
b) Wajah : Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema,
apakah terdapat paralisis otot muka dan otot rahang.
c) Mata : Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda,
bentuk alis mata, kelopak mata, konjungtiva, sclera, bola
mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien
masih baik
d) Telinga : Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah
terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran timpani
utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar
dengan baik
e) Hidung : Apakah terjadi deformitas pada hidung klien,
apakah setrum terjadi deviasi, apakah terdapat secret,
perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih
baik
f) Mulut : Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat,
gigi masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat ulkus,
karies, arang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil
dan palatum masih utuh atau tidak
g) Dada : Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.
h) Abdomen : Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau
penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau
menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat
nyeri pada abdomen.
i) Genitalia dan rectum : Apakah terdapat hernia, pembesaran
kelenjar limfe, bagaimana bentuk penis dan skrotum,
apakah terpasang kateter atau tidak, pada anus apakah
terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor, pada
klien vesikolitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal
toucher untuk mengetahui pembesaran prostat dan
konsistensinya.
j) Ekstremitas : Apakah pada ekstremitas bawah dan atas
terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema,
bagaimana kekuatan otot dan refleknya. Pemeriksaan fisik
pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan
fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak
batu dan penyulit yang ditimbulkan.
g. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi Kesehatan
Pola hidup sehat pasien yang menderita batu buli harus
ditingkatkan dalam hal status kesehatannya, perawatan, dan
tatalaksana hidup sehat. Keluarga juga perlu untuk terus
melakukan perawatan selain tim kesehatan, guna meningkatkan
kesehatannya.
2) Pola nutrisi metabolic
Pola nutrisi pasien dengan batu buli terganggu, hal ini
dikarenakan pasien mengalami gangguan volume cairan
sehingga beresiko perubahan nutrisi.
3) Pola eliminasi
Pola eliminasi pada pasien dengan batu buli mengalami
gangguan.
4) Pola aktivitas dan Latihan
Pasien dengan batu buli mengalami perubahan pada pola
aktivitasnya. Hal ini dikarenakan pasien mengalami nyeri perut
serta adanya perubahan nutrisi yang menyebabkan kelemahan.
Perubahan pola nutrisi juga dapat mempengaruhi aktivitasnya.

Penilaian status fungsional, dibedakan menjadi 5 kategori :


a) 0-4 : ketergantungan total
b) 5-8 : ketergantungan berat
c) 9-11 : ketergantungan sedang
d) 12-19 : ketergantungan ringan
e) 20 : mandiri
5) Pola istirahat tidur
Pola istirahat tidur pada pasien batu buli juga mengalami
gangguan karena nyeri yang dirasakan.
6) Pola kognitif
Pola ini mengenai pengetahuan pasien dan keluarga
terhadap penyakit yang diderita pasien.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana persepsi keluarga dan pasien terhadap
pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
8) Pola peran dan hubungan
Peran keluarga sangat dibutuhkan dalam perawatan dan
memberi dukungan serta dampingan pada pasien dengan
kolelitiasis.
9) Pola reproduksi-seksual
Apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang
berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada pasien kolelitiasis
mengalami gangguan dalam reproduksi karena nyeri yang
dirasakan.
10) Pola mekanisme koping dan toleransi
Keluarga perlu memberikan dukungan dan semangat
sembuh bagi pasien.
11) Pola sistem nilai kepercayaan
Keadaan keluarga apakah optimis dan terus berdoa sesuai
kepercayaan agar penyakit pada pasien cepat sembuh.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (D.0077)
b. Ansietas b.d perubahan status kesehatan (D.0080)

3. Intervensi keperawatan
No Dx. Kep Tujuan Intervensi

1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan L.08238 Manajemen


agen pencedera tindakan keperawatan Nyeri
fisik (D.0077) 2x7 jam, diharapkan
Observasi
nyeri berkurang dengan
kriteria hasil : - Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
L. 08066 :
frekuensi kualitas,
- Keluhan nyeri cukup intensitas nyeri
menurun (4-5)
- Identifikasi skala
- Gelisah menurun (5) nyeri
- Frekuensi nadi - Identifikasi respon
membaik (5) nyeri non verbal

- Tekanan darah - Identifikasi faktor


membaik (5) yang memperberat
dan memperingan
- Nafsu makan
nyeri
membaik (5)
Terapeutik

- Berikan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi nyeri
(mis.TENS,
hypnosis, napas
dalam, terapi music,
terapi pijat,
aromaterapi)

Edukasi

- Ajarkan teknik non


farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian analgetik

2. Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi Ansietas


perubahan tindakan keperawatan (I.09314)
status kesehatan selama 2 x 7 jam
Observasi
(D.0080) diharapkan kecemasan
dapat teratasi dengan - Identifikasi saat
kriteria hasil : tingkat ansietas
(L.09093) berubah (mis.
Kondisi, waktu,
- Verbalisasi
stresor)
khawatir akibat
kondisi yang - Monitor tanda-
dihadapi menurun tanda ansietas
(3-5) (verbal dan
nonverbal)
- Perilaku gelisah
menurun (3-5) Terapeutik
- Pola tidur - Ciptakan suasana
membaik (3-5) terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
- Temani pasien
untuk mengurangi
kecemasan, jika
memungkinkan
- Pahami situasi
yang membuat
ansietas
- Dengarkan
dengan penuh
perhatian
- Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
- Tempatkan
barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan
- Motivasi
mengidentifikasi
situasi yang
memicu
kecemasan
- Diskusikan secara
realistis peristiwa
yang akan datang
Edukasi
- Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang

mungkin dialami
- Informasikan
secara faktual
mengenai
diagnosis,
pengobatan, dan
prognosis
- Anjurkan
keluarga untuk
tetap bersama
pasien, jika perlu
- Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
- Latih teknik
relaksasi
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian obat
ansietas, jika
perlu
3. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi :
aktivitas b.d tindakan keperawatan (I.05178)
kelemahan selama 2 x 7 jam
Observasi :
diharapkan intoleransi
aktivitas membaik - Identifikasi
dengan kriteria hasil gangguan fungsi
tubuh yang
- Keluhan lelah
mengakibatkan
meningkat (3) – (5)
kelelahan
- Perasaan lemah
meningkat (3) – (5) - Monitor kelelahan
fisik dan
- Kemudahan dalam
emosional
melakukan aktivitas
sehari-hari - Monitor pola dan
meningkat (3) – (5) jam tidur
Terapeutik :
- Lakukan rentang
gerak aktif / pasif
- Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
- Sediakan
lingkungan yang
nyaman
Edukasi :
- Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
- Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
obat

4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu
pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah
kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam
rencana keperawatan.
5. Evaluasi
S (data subjektif) : data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien
O (data objektif) : data berdasarkan hasil pengukuran langsung kepada
pasien
A (analisis) : suatu masalah/diagnosa keperawatan yang masih terjadi/
baru terjadi akibat perubahan status klien yang telah teridentifikasi
datanya dalam data subjektif dan objektif
P (planning) : perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi/ menambahkan dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan
DAFTAR PUSTAKA

Ayomi, A. F. M., & Kurniawaty, E. (2019). Efektivitas Penatalaksanaan Tindakan


Invasif Pada Hemoroid.
Black, J. ., & Hawks, J. . (2018). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis
Untuk Hasil yang Diharapkan (8th ed.). Jakarta: Elsevier.
Diyono, & Mulyanti, S. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan
(1st ed.). Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat & Jong (2018). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba
Sugeng, Weni. (2015). Asuhan Keperawatan Post Operasi. Binjai : Nuha Medika.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar diagnosis


keperawatan Indonesia: Definisi dan indikator diagnostik. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2018). Standar intervensi


keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai