OLEH :
NI KADEK PEBBY PURNAMA DEWI
229012908
(Ni Luh Ketut Ayuniati, A.Md.Kep) (Ni Kadek Pebby Purnama Dewi)
NIP. 19831211 200501 2 004 NIM. 229012908
b. Epidemiologi Hemoroid
Hemoroid adalah salah satu kondisi perianal tertua dan paling umum (Jakubauskas &
Poskus, 2020). Hemoroid dapat mempengaruhi lebih dari 30% populasi pada semua usia
dan jenis kelamin (Ezberci & Ünal, 2018). Kejadian hemoroid paling banyak adalah pada
wanita yang sebagian besar terjadi selama kehamilan dan setelah melahirkan (Kestřánek,
2019). Meskipun begitu, tidak ada data akurat untuk masalah ini (Freitas. et al, 2017).
Kelompok usia muda lebih rentan terkena hemoroid (Badal & Sharma, 2019). Hal
tersebut terbukti dari hasil penelitian pada 351 pasien hemoroid yang sebagian besar
pasien didominasi oleh orang dewasa di atas usia 21 tahun (Farook. et al, 2018).
Sebaliknya, hemoroid jarang terjadi pada orang di bawah 20 tahun (Gallo, Sacco, &
Sammarco, 2018). Seiring perkembangan zaman, pola konsumsi serat masyarakat
semakin berkurang terlebih lagi pada usia produktif (21-30 tahun). Apabila konsumsi
serat kurang, massa feses menjadi terlalu sedikit untuk dapat didorong keluar oleh gerak
peristaltik usus. Akibatnya dapat menyebabkan sulit Buang Air Besar (BAB) sehingga
perlu usaha mengejan saat mengeluarkan feses. Hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan di pembuluh darah di daerah anus, yaitu pleksus hemoroidalis menjadi
merenggang sehingga terjadi hemoroid (Raena, Pradananta, & Surialaga, 2018).
c. Etiologi Hemoroid
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan
atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus,
seperti :
a. Mengedan pada buang air besar yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu
lama duduk sambil membaca, merokok)
c. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor udud, tumor abdomen)
d. Usia tua
e. Konstipasi kronik
f. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
g. Hubungan seks peranal
h. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat (sayur dan buah)
i. Sering mengkonsumsi makanan pedas
j. Kurang olahraga/imobilisasi
e. Patofisiologi Hemoroid
Patofisiologi yang tepat dari hemoroid masih belum diketahui. Namun, saat ini
dianggap bahwa hemoroid dihasilkan dari bantal anal yang tidak normal dan padat.
Konsep pembentukan hemoroid diperoleh dari pergeseran bantal anal dan prolaps rektum
(Lohsiriwat, 2018). Selain itu, kelainan vaskular juga berkontribusi pada perkembangan
perubahan patologis dan kejadian hemoroid (Kestřánek, 2019).
Mekanisme patofisiologi hemoroid telah dideskripsikan sebagai disintegrasi atau
kerusakan jaringan pendukung perianal yang mana kerusakan jaringan pendukung ini
akan menyebabkan pergeseran bantal anal (Jakubauskas & Poskus, 2020). Struktur dasar
dari jaringan pendukung perianal adalah serat elastis, kolagen, dan ligamentum treitz.
Serat elastis memberikan elastisitas pada bantal anal, sementara kolagen dan otot polos
sebagai kekuatan tariknya. Pergeseran bantal anal dapat membahayakan drainase vena
yang mengarah ke venodilatasi pleksus hemoroidalis (Lohsiriwat, 2018).
Prolaps rektum dapat mengganggu fiksasi jaringan pendukung bantal anal ke dinding
rektum. Prolaps rektum internal dengan derajat tinggi biasanya menyebabkan beberapa
gejala, seperti tegang dan terlalu sering BAB. Hal tersebut yang dapat mengakibatkan
terjadinya prolaps hemoroid (Lohsiriwat, 2018).
Kelainan vaskular dan disregulasi vaskular di daerah bantal anal mungkin
berhubungan dengan pembentukan hemoroid. Beberapa mekanisme bertanggungjawab
atas aliran darah anorektal. Ketidakseimbangan antara zat vasokonstriktor dan vasodilator
menyebabkan disregulasi vaskular. Pada orang dengan hemoroid, aliran darah arteri
rektum superior yang memasok bantal anal secara signifikan lebih tinggi dibandingkan
orang normal. Hipertensi vena pleksus hemoroidalis yang mungkin disebabkan oleh
drainase vena yang tidak mencukupi bisa menjadi penyebab lain pembentukan hemoroid.
Peningkatan tekanan yang lama pada pleksus hemoroidalis dapat merusak dinding
pembuluh darah dan mempengaruhi pembentukan hemoroid (Lohsiriwat, 2018).
Peningkatan tekanan intraabdomen dapat mempengaruhi drainase pleksus
hemoroidalis sehingga mengakibatkan pembengkakan vena bantal anal dan
mempengaruhi pembentukan hemoroid. Beberapa kondisi terkait peningkatan tekanan
intraabdomen adalah kehamilan, konstipasi, batuk kronis, obesitas, olahraga berat, dan
angkat berat (Lohsiriwat, 2018).
f. Klasifikasi Hemoroid
Secara umum hemoroid diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan
lokasinya, yaitu tipe eksternal, internal, dan campuran (Lohsiriwat, 2019).
a. Hemoroid eksternal terletak di bawah linea dentata dan berkembang dari ektoderm
secara embrionik. Mereka ditutupi dengan anoderm yang terdiri dari epitel skuamosa
dan dipersarafi oleh saraf somatik yang memasok kulit perianal yang demikian dapat
menghasilkan rasa sakit (Lord, Shaw, & Pucher, 2018). Hemoroid eksternal berasal
dari pleksus hemoroidalis inferior dan dapat menjadi trombosis atau ulserasi, biasanya
dikenal sebagai skin tag perianal (Ezberci & Ünal, 2018).
b. Hemoroid internal terletak di atas linea dentata dan berasal dari endoderm. Mereka
ditutupi oleh epitel kolumnar, dipersarafi oleh serabut saraf visceral dan dengan
demikian tidak dapat menyebabkan rasa sakit (Gan, 2017). Hemoroid internal lebih
lanjut dikelompokkan berdasarkan ukuran dan gejala klinis (Beck, 2019).
Klasifikasi hemoroid internal:
a) Pada hemoroid internal derajat satu, bantalan anus berdarah, tetapi tidak prolaps.
Mukosa hampir tidak berkembang, namun dengan mengejan yang parah, mereka
mungkin terjebak oleh penutupan sfingter anal. Selanjutnya, kongesti vena terjadi
sesekali yang mengakibatkan ketidaknyamanan dan/ atau perdarahan.
b) Pada hemoroid internal derajat dua, bantalan anus prolaps melalui anus saat
mengejan dan berkurang secara spontan. Lebih lanjut menonjol di mukosa dan
dengan demikian keluhan benjolan jelas, tetapi ini menghilang secara spontan dan
cepat setelah BAB kecuali terjadi trombosis.
c) Pada hemoroid internal derajat tiga, bantalan anus prolaps hingga melewati anus
saat mengejan dan membutuhkan reduksi manual. Terlihat pada penyakit
hemoroid kronis di mana prolaps yang persisten menghasilkan dilatasi sfingter
anal. Hemoroid menonjol dengan provokasi minimal dan biasanya memerlukan
penggantian manual. d) Pada hemoroid internal derajat empat, prolaps tetap keluar
setiap saat dan tidak dapat direduksi. Biasanya menonjol sepanjang waktu kecuali
jika berbaring atau mengangkat kaki dari tempat tidur. Pada hemoroid derajat
keempat ini, linea dentata juga membesar dan ada komponen eksternal variabel
yang terdiri dari kulit perianal permanen yang berlebihan (Ravindranath & Rahul,
2018).
c. Hemoroid campuran adalah kombinasi dari lesi internal dan lesi eksternal (Ezberci &
Ünal, 2018). Hemoroid campuran timbul di atas maupun di bawah linea dentata dan
memiliki karakteristik dari hemoroid internal maupun hemoroid eksternal (Badri. et
al, 2020). Sementara itu, tidak ada penggolongan hemoroid eksternal dan campuran
yang digunakan secara klinis (Lohsiriwat, 2019).
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), terdapat 4 derajat hemoroid yaitu sebagai berikut:
1) Derajat I
Terjadi pembesaran Hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus. Hanya
dapat dilihat dengan anorektoskop.
2) Derajat II
Pembesaran Hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam
anus secara spontan setelah selesai BAB.
3) Derajat III
Pembesaran Hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari
4) Derajat IV
Prolaps Hemoroid yang permanen, rentan dan cenderung untuk mengalami
thrombosis atau infark.
g. Komplikasi Hemoroid
Menurut Haryono (2012), komplikasi hemoroid yang paling sering terjadi adalah :
a) Perdarahan, dapat sampai dengan anemia
b) Trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid)
c) Hemoroidal strangulasi adalah hemoroid yang prolapse dengan suplai darah
dihalangi oleh sfingterani
h. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien hemoroid adalah :
a. Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur).
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba
sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.
Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps,
selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
b. Anoskopy
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam
lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan
membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan,
derajatnya, letak, besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani
dan tumor ganas harus diperhatikan.
c. Pemeriksaan Proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses
harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
d. Sklerotrapi
Sklerotrapi adalah penyntikan larutan kimia yang meransang, misalnya 5% fenol
dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam jaringan
areolar yang longgar dibawah hemoroid internal dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan jaringan
parut.
e. Ligasi
Pada hemoroid besar dan mengalami prolaps dapat di tangani dengan ligasi gelang
karet.Dengan bantuan anuskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit
dan ditarik atau dihisap kedalam tabung ligator khusus. Gelang karet didorong
dari ligator dan ditempatkan secara tepat di sekeliling mukosa pleksus
hemoroidalis tersebut.
f. Hemoroidektomi
Intervensi ini dilakukan pada pasien dengan keluhan kronis dan dengan stadium
III dan stadium IV.
g. Rontgen (colon inloop) atau Kolonoskopy
h. Laboratorium : Eritrosit, Leukosit, Hb.
Diagnosis hemoroid bergantung pada riwayat menyeluruh dan pemeriksaan fisik yang
memadai termasuk pemeriksaan colok dubur dan anoskopi. Secara umum hemoroid
internal tingkat rendah tidak menyakitkan atau teraba. Jika pemeriksaan colok dubur
mengidentifikasi lesi teraba, penyakit lain seperti anorektal neoplasma harus menjadi
perhatian. Setelah pemeriksaan colok dubur, anoskopi harus dilakukan untuk
mengevaluasi jumlah, alokasi, luasnya hemoroid internal, dan untuk menentukan apakah
itu terkait dengan perdarahan atau trombosis (Lohsiriwat, 2019).
i. Penatalaksanaan Hemoroid
Menurut Kardiyudiani & Susanti (2019), penatalaksanaan medis pada hemoroid
sebagai berikut :
1) Pengobatan di rumah
a. Konsumsi makanan berserat tinggi
b. Menggunakan perawatan topical, oleskan krim wasir atau supositoria yang
mengandung hidrokortison
c. Merendam anus secara teratur dalam air hangat
d. Menjaga kebersihan area anal
e. Menempatkan kompres es
f. Mengonsumsi pereda nyeri oral, pasien dapat menggunakan acetaminophen,
aspirin, atau ibuprofen sementara untuk membantu meringankan ketidaknyamanan
2) Obat-obatan
Jika hemoroid hanya menimbulkan ketidaknyamanan ringan, maka terapi yang
diberikan yaitu pemberian krim, salep, supositoria, atau bantalan.
3) Thrombectomy hemoroid eksternal
Jika gumpalan darah (trombosis) telah berbentuk pada wasir eksternal, dokter dapat
menghilangkan bekuan dengan sayatan dan drainase sederhana.
4) Prosedur minimal invasive
Untuk perdarahan persisten atau wasir yang menyakitkan, dokter dapat
merekomendasikan salah satu prosedur minimal invasif lain yang tersedia, meliputi
ligasi karet gelang, injeksi (skleroterapi), dan koagulasi (inframerah, laser, dan
bipolar).
5) Prosedur operasi
Jika prosedur lain tidak berhasil atau pasien memiliki wasir yang parah, dokter dapat
merekomendasikan prosedur pembedahan berupa hemoroidektomi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dalam proses keperawatan setelah
anda melakukan pengkajian keperawatan dan pengumpulan data hasil pengkajian.
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan actual ataupun potensial
sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil tempat perawat
bertanggung jawab. Tujuan diagnosis keperawatan adalah memungkinkan anda sebagai
perawat untuk menganalisis dan mensintesis data yang telah dikelompokkan, selain itu
diagnosis keperawatan digunakan untuk mengidentifikasi masalah, factor penyebab
masalah, dan kemampuan klien untuk dapat mencegah atau memecahkan masalah
(Budiono, 2016). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Hemoroid,
antara lain:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (mis. prosedur operasi) yang
ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah.
b. Konstipasi berhubungan dengan dengan ketidakcukupan asupan serat ditandai dengan
pengeluaran feses lama dan sulit, feses keras, peristaltic usus menurun.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan merasa
khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, sulit tidur.
d. Risiko perdarahan dengan faktor risiko gangguan gastrointestinal (mis. varises).
e. Risiko infeksi dengan faktor risiko efek prosedur invasif.
3. Rencana Tindakan dan Rasionalisasi
No.
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan asuhan Manajemen Nyeri Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman
keperawatan selama …x 24 Observasi : sensorik atau emosional yang berkaitan
jam diharapkan tingkat nyeri - Identifikasi skala nyeri dengan kerusakan jaringan atau fungsional
pasien berkurang dengan - Identifikasi respon nyeri nonverbal dengan onset mendadak atau lambat dan
kriteria hasil : berintensitas ringan hingga berat dan kosntan
1. Keluhan nyeri menurun Terapeutik :
(skala 0-2) - Berikan teknik nonfarmakologi
2. Meringis berkurang untuk mengurangi rasa nyeri (mis,
3. Gelisah berkurang akupresur, terapi pijat, kompres
4. TTV dalam batas hangat atau dingin, terapi bermain).
normal - Kontrol lingkungan yang
TD : 90/60-120/80 memperberat rasa nyeri (mis. suhu
mmHg ruangan, pencahayaan dan
N : 60-100 x/menit kebisingan)
S : 36,5 C – 37,5 C
0 0
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 Setelah diberikan asuhan Manajemen Eliminasi Fekal Mengidentifikasi dan mengelola pencegahan
keperawatan selama …x 24 Observasi : dan mengatasi sembelit/impaksi
jam diharapkan konstipasi 1. Monitor buang air besar (warna,
yang dialami pasien dapat frekuensi, konsistensi, volume)
teratasi, dengan kriteria hasil 2. Monitor tanda dan gejala kontipasi
: Terapeutik :
1. Keluhan defekasi 3. Berikan air hangat setelah makan
lama dan sulit 4. Sediakan makanan tinggi serat
menurun Edukasi :
2. Peristaltik usus 5. Anjurkan mengkonsumsi makanan
membaik yang mengandung tinggi serat
3. Frekuensi BAB 6. Anjurkan meningkatkan asupan
membaik (2-3 x cairan
seminggu) Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu
3 Setelah diberikan asuhan Reduksi Ansietas Meminimalkan kondisi individu dan
keperawatan selama …x 24 Observasi : pengalaman subjektif terhadap objek yang
jam diharapkan ansietas 1. Monitor tanda-tanda ansietas tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi
pasien dapat teratasi, dengan (verbal dan nonverbal) bahaya yang memungkinkan individu
kriteria hasil : Terapeutik : melakukan tindakan untuk menghadapi
1. Kebingungan 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk ancaman
menurun menumbuhkan kepercayaan
2. Kekhawatiran akibat Edukasi :
kondisi yang 3. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
dihadapi menurun yang mungkin dialami
3. Gelisah menurun 4. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
4 Setelah diberikan asuhan Pencegahan perdarahan 1. Untuk mengetahui adanya perubahan pada
keperawatan selama …x 24 tubuh pasien
1. Monitor tanda dan gejala
jam diharapkan pasien tidak 2. Nilai hematokrit / hemoglobin dapat
perdarahan
mengalami resiko dijadikan acuan untuk mengetahui
2. Monitor nilai hematokrit atau
pendarahan dengan kriteria seberapa besar kemungkinan pasien
hemoglobin sebelum dan sesudah
hasil : mengalami perdarahan
perdarahan
3. Agar tidak memperburuk kondisi
1. Kelembapan membran 3. Pertahankan bed rest selama
4. Memberikan pengetahuan bagi pasien
mukosa meningkat perdarahan
mengenai tanda dan gejala perdarahan
2. Kelembapan kulit 4. Jelaskan tanda dan gejala
5. Agar supali drah pasien tetap terpenuhi
meningkat perdarahan
3. Kadar hemoglobin 5. Kolaborasi pemberian tranfusi
membaik ] darah, jika perlu
4. Hematokrit membaik
4. Implementasi
Di dalam buku konsep dasar keperawatan menurut Asmadi (2018). Implementasi
adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam
bentuk intervensi keperawatan guna membantu pasien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya. Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan
dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang
dilakukan dengan format SOAP. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang.
a. S (Subjektif) : informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan
diberikan.
b. O (Objektif) : informasi yang didapat berupa hasil pengamatan penilaian, pengukuran
yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.
c. A (Analisi) : membandingkan antara informasi subjektuf dan objektif dengan tujuan
dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi
Sebagian, atau tidak.
d. P (Planning) : rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa.
DAFTAR PUSTAKA
Budiono. (2016). Konsep Dasar Keperawatan, Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan
(Pusdik SDM). Jakarta.
Diyono, & Mulyanti, S. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Jakarta: Prenada Media Group.
Kardiyudiani, N. K., & Susanti, B. A. (2019). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta:
PT. PUSTAKA BARU.
Migaly, J., & Sun, Z. (2016). Review of Hemorrhoid Disease : Presentation and
Management.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
NANDA. (2015). Buku Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : ECG
Nurarif dan Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC. Jogjakarta: MediAction.
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.
Rudi, Haryono. (2012). Keperawatan Medical Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:
Gosyen Publisher.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PATHWAY
Feses mengeras
HEMOROID
Dapat terjadi perdarahan saat BAB Bengkak, kebiru-biruan pada anus dan jarang
berdarah, sakit kecuali ada robekan vena