Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari pleksus hemoroidalis. Pelebaran dan inflamasi
ini menyebabkan pembengkakan submukosa pada lubang anus. Dalam
masyarakat umum hemoroid lebih dikenal dengan wasir.1
Hemoroid dibedakan hemoroid interna dan eksterna:
a. Hemoroid interna
Hemoroid interna adalah pelebaran pleksus v.hemoroidalis superior
diatas garis mukokutan (linea dentata) dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler didalam jaringan
submukosa pada rektum sebelah bawah. Hemoroid sering terdapat pada
posisi primer, yaitu kanan-depan, kanan-belakang, dan kiri-lateral.
Hemoroid yang lebih kecil terdapat diantara ketiga letak primer tersebut.1

Gambar 2.1 Anatomi

b. Hemoroid eksterna
Pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di
bawah linea dentata dan ditutupi oleh epitel gepeng. Plexus hemoroid
merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa rektum
bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika
plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari
“hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal
inferior dan superior”.2

Gambar 2.2 Hemoroid Interna dan Hemoroid Eksterna

2.2. Anatomi
Kanalis anal memiliki panjang sekitar 4 cm, yang dikelilin gi dengan
mekanisme sfingter anus. Setengah bagian atas dari kanalis anal dilapisi oleh
mukosa glandular rektal. Mukosa bagian teratas dari kanalis anal
berkembang sampai 6-10 lipatan longitudinal, yang disebut c olumns of
Morgagni, yang masing masing memiliki cabang terminal dari arteri rektal
superior dan vena. Lipatan-lipatan ini paling menonjol di bagian lateral kiri,
posterior kanan dan kuadran anterior kanan, dimana vena membentuk pleksus
vena yang menonjol. Mukosa glandular relatif tidak sensitif, berbeda dengan
kulit kanalis, kulit terbawahnya lebih sensitif. 3
Gambar 2.3 Canalis Analis

Mekanisme Spinter anal memiliki tiga unsur pembentuk, spinter


internal, spinter eksternal dan puborektalis.Spinter internal merupakan
kontinuasi yang semakin menebal dari muskular dinding ginjal. Spinter
eksternal dan puborektalis sling (yang merupakan bagian dari levator ani)
muncul dari dasar pelvis

Gambar 2.4 Vaskularisasi Rektum

Vaskularisasi rektum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh melalui


arteri hemoroidalis superior, media, dan inferior.Arteri hemoroidalis superior
merupakan kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemoroidalis
media merupakan cabang ke anterior dari arteri hipogastrika.Arteri
hemoroidalis inferior dicabangkan oleh arteri pubenda interna yang
merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika arteri tersebut melewati
bagian atas spina ischiadica.3
Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rektum mengikuti
perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari 2
pleksus yaitu pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di
submukosa atas anorectal junction,dan pleksus hemoroidalis inferior
(eksterna) yang terletak di bawah anorectal junction dan di luar lapisan
otot.5
Persarafan rektum terdiri atas sistem saraf simpatik dan
parsimpatik.Serabut saraf simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior
dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas
kedua, ketiga, dan keempat. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal
dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat.2

2.3. Fisiologi Defekasi


Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.6
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :6
- Refleks defekasi instrinsik
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk
memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan
didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu
gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup
dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.

- Refleks defekasi parasimpatis

Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke


spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon
sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan
refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau
bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses
dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani
pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rectum meluas untuk
mpulan feses.6
menampung kumpulan

Gambar 2.5 Vaskularisasi Rektum

- Defekasi ditimbulkan oleh refleks defekasi yang salah satu refleksnya


adalah refleks intrinsic yang diperantarai oleh system saraf enteric
setempat didalam dinding rectum. Hal ini apat dijelaskan bahwa bila
feses memasuki rekrum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal-
sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus mienterikus untuk
menimbulkan gelombang peristaltic didalam kolon desenden, sigmoid
dan rectum, mendorong feses kearah anus. Sewaktu gelombang
paristaltik mendekati usus, sfingter ani internus direlaksasikan oleh
sinyal-sinyal penghambat dari pleksus mienterikus , jika sfingter ani
eksternus juga dalam keadaan sadar dan berelaksasi secara volunter pada
waktu yang bersamaan, terjadilah defikasi.6

2.4. Epidemiologi
Sekitar 75 persen orang akan mengalami Hemoroid di beberapa titik dalam
hidup mereka. Hemoroid yang paling umum di antara orang dewasa usia 45
sampai 65. Pasien sering enggan untuk mencari bantuan medis karena malu
atau takut, akibat rasa tidak nyaman, dan rasa sakit yang terkait dengan
pengobatan, sehingga kejadian pasti dari penyakit ini tidak dapat diperkirakan.
Studi mengevaluasi epidemiologi Hemoroid menunjukkan bahwa 10 juta
orang di Amerika Serikat melaporkan Hemoroid, untuk prevalensi 4,4%.
Dalam kedua jenis kelamin, puncaknya pada prevalensi tercatat antara 45 dan
65 tahun, pengembangan wasir sebelum usia 20 tidak biasa, dan Kaukasia
yang lebih sering terkena daripada orang Amerika Afrika. Hemoroid juga
umum terjadi pada wanita hamil.7,8
2.5. Etiologi
Hemoroid memiliki faktor resiko yang cukup banyak antara lain
kurangnya mobilisasi, konstipasi, cara buang air besar yang tidak benar,
kurang minum, kurang memakan makanan berserat (sayur dan buah), faktor
genetika, kehamilan, penyakit yang meningkatkan tekanan intraabdomen
(tumor abdomen, tumor usus), dan sirosis hati.5
Konstipasi merupakan etiologi hemoroid yang paling sering. Konstipasi
terjadi apabila feses menjadi terlalu kering, yang timbul karena defekasi yang
tertunda terlalu lama. Jika isi kolon tertahan dalam waktu lebih lama dari
normal, jumlah H2O yang diserap akan melebihi normal, sehingga feses
menjadi kering dan keras.9
Kejadian hemoroid umumnya sebanding pada laki-laki maupun
perempuan. Sekitar setengah orang yang berumur 50 tahun pernah
mengalami hemoroid. Hemoroid juga terjadi pada wanita hamil. Pada wanita
hamil, janin pada uterus, serta perubahan hormonal, menyebabkan pembuluh
darah hemoroidalis meregang. Semua vena dapat diperparah saat terjadinya
tekanan selama persalinan. Hemoroid pada wanita hamil hanya merupakan
komplikasi yang bersifat sementara.9

2.6. Faktor Risiko


Adapun faktor risiko penyakit hemoroid adalah :10

1. Keturunan : dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah.

2. Anatomi : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus

hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan otot atau fasi sekitarnya.

3. Pekerjaan : orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus

mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk hemorrhoid.

4. Umur : pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,

otot sfingter menjadi tipis dan atonis.

5. Endokrin : misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas

anus (sekresi hormone relaksin).


6. Mekanis : semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan

meninggi dalam rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi

prostate.

7. Fisiologis : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada

derita dekompensasio kordis atau sirosis hepatik.

8. Radang adalah faktor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan di

daerah berkurang.

2.7. Patofisiologi
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion)
atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh
jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di
dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh
arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar
untuk mencegah terjadinya inkontinensia.5
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan
penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara
berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan
tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami
prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin
membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat,
berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang
meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang timbul dari
pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal atau inflamasi
yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Taweevisit dkk pernah menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan
sitokin yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi
terjadi bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot
polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal
meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan
terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga
melepaskan platelet-activating factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis
yang merupakan komplikasi akut hemoroid.11
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan
mengalami rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan
granul sel mast. Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk
degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin
sebagai TNF-α serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan
proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic
fibroblast growth factor dari sel mast.5

2.8. Klasifikasi
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi
batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan
dilapisi oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak
persarafan serabut saraf nyeri somatik.
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.
c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan
kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri.3

Gambar 2.6 Hemoroid

Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Bentuk


akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus dan sebenarnya
merupakan hematoma.Walaupun disebut hemoroid trombosis eksterna akut,
bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung syaraf pada kulit
merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik atau skintag berupa satu
atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan dan sedikit pembuluh
darah.4

Hemoroid interna sendiri diklasifikasikan lagi menjadi 4 derajat, yaitu :


a. Derajat I
Terjadi varises/pelebaran vena tetapi belum ada benjolan/prolaps saat
defekasi.
b. Derajat II
Adanya perdarahan dan prolaps jaringan di luar anus saat mengejan
selama defekasi berlangsung, tapi prolaps ini dapat kembali secara
spontan.
c. Derajat III
Sama dengan derajat II, hanya saja prolaps tidak dapat kembali secara
spontan dan harus didorong (reposisi manual).
d. Derajat IV
Prolaps tidak dapat direduksi/inkarserasi. Prolaps dapat terjepit diluar,
dapat mengalami iritasi, inflamasi, oedema, dan ulserasi, sehingga saat ini
hal ini terjadi baru timbul rasa sakit.2

Gambar 8. Derajat Hemoroid

Gambar 2.7 Derajat Hemoroid Interna


2.9. Gambaran Klinis
a) Perdarahan yang tidak nyeri, perdarahan segar terjadi setelah defekasi.
Keadaan ini menyebabkan anemia yang kronis. Hemoroid yang
mengalami perdarahan dikenal dengan hemoroid grade I
b) Trauma minor dapat memicu perdarahan
c) Dengan bertambah mengejan, hemoroid mengalami prolaps keluar
sebagian. Setelah defekasi, hemoroid masuk kembali grade II atau
dapat dikembalikan dengan jari tangan grade III
d) Hemoroid eksterna prolaps yang permanen grade IV. Pasien mengeluh
rasa nyeri atau rasa tidak enak.
e) Sebagian besar pasien mengeluh konstipasi
f) Sekret mukus dan kotoran feses di kulit perianal- pruritus akibat prolaps
bantalan hemoroid dan mukosa.12

2.10. Diagnosis
Penegakan diagnosis untuk hemoroid dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang
baik akan menghasilkan diagnosa yang tepat. Anamnesis harus dikaitkan
dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang membutuhkan tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan), pasien yang sering jongkok berjam-
jam di toilet, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan.13
Pada anamnesis juga biasanya didapati bahwa pasien menemukan
adanya darah segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan
mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid
internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan hal ini
membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid
derajat IV yang telah mengalami trombosis.

Setelah anamnesa, pemeriksaan fisik diperlukan untuk mendiagnosis


sebuah hemoroid.
1. Inspeksi
Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah menjadi
trombus. Hemoroid interna yang menjadi prolaps dapat terlihat dengan
cara menyuruh pasien mengejan. Prolpas dapat terlihat sebagai benjolan
yang tertutup mukosa.
2. RT (Rectal Toucher)
Pada pemeriksan colok dubur, hemoroid interna tidak dapat diraba
sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak
nyeri, colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum.Pada posisi litotomi, benjolan paling sering terdapat
pada jam 3, 7, dan 11. Ketiga letak itu dikenal dengan three primary
haemorrhoidal areas.
3. Anoskopi
Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat hemoroid
interna yang tidak menonjol ke luar.Anoskop dimasukan dan diputar
untuk mengamati keempat kuadran.Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskular yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.1

Gambar 2.8 Anoskopi


4. Proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa
keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di
tingkat yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik
saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya
darah samar.4
2.11. Diagnosis Banding
Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama hemoroid interna
juga terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit divertiel, polip, kolitis
ulserosa, dan penyakit lain yang tidak begitu sering terdapat di kolorektum.
Prolpas rektum harus juga dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid
interna. Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak
sulit dibedakan dari hemoroid yang mengalami prolaps. Lipatan kulit luar
yang lunak akibat trombosis hemoroid eksterna sebelumnya juga mudah
dikenali. Adanya lipatan kulit sentinel pada garis tengah dorsal, yang disebut
umbai kulit, dapat menunjukan adanya fisura anus.11

2.12. Penatalaksanaan14
1. Hemorrhoid eksterna
Trombosis akut pada hemorrhoid eksterna merupakan penyebab
nyeri yang konstan pada anus. Penderita umumnya pederita berobat
kedokter pada fase akut ( 2- 3 hari pertama). Jika keluhan belum teratasi,
dapat dilakukan eksisi dengan local anestesi.Kemudian dilanjutkan dengan
pengobatan non operatif. Eksisi dianjurkan karena trombosis biasanya
meliputi satu pleksus pembuluh darah. Insisi mungkin tidak sepenuhnya
mengevakuasi bekuan darah dan mungkin menimbulkan pembengkakan
lebih lanjut dan perdarahan dari laserasi pembuluh darah subkutan . Incisi
tampaknya lebih sering menimbulkan skin tag daripada eksisi.

2. Hemorrhoid Interna
A. Non InvasiveTreatment
Diperuntukan bagi penderita dengan keluhan minimal. Yang
disampaikan meliputi:

a. Edukasi
- Jangan mengedan terlalu lama
- Mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi
- Membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda
- Minum sekira 8 gelas sehari
b. Obat-obatan vasostopik
Obat Hydroksyethylen yang dapat diberikan dikatakan dapat mengurangi
edema dan inflamasi. Kombinasi Diosmin dan Hesperidin (ardium) yang
bekerja pada vascular dan mikro sirkulasi dikatakan dapat menurunkan
desensibilitas dan stasis pada vena dan memperbaiki permeabilitas kapiler.
Ardium diberikan 3x2tab selama 4 hari kemudian 2x2 selama 3 hari dan
selanjutnya1x1tab.

B. Ambulatory Treatment
1. Skleroterapi
Adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya Fenol 5
% dalam minyak nabati, atau larutan quinine dan urea 5% yang
disuntikan ke sub mukosa dalam jaringan areolar longgar di bawah
jaringan hemorrhoid. Sclerotheraphy dilakukan untuk menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan
parut pada hemorrhoid. Secara teoritis, teknik ini bekerja dengan cara
mengoblitersi pembuluh darah dan memfiksasinya ke lapisan mukosa
anorektal untuk mencegah prolaps. Terapi ini cocok untuk hemorrhoid
interna grade I yang disertai perdarahan. Kontra indikasi teknik ini
adalah pada keadaan inflammatory bowel desease, hipertensi portal,
kondisi immunocomprommise, infeksi anorectal, atau trombosis
hemorrhoid yang prolaps. Komplikasi sklerotherapy biasanya akibat
penyuntikan cairan yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu
tempat. Komplikasi yang paling sering adalah pengelupasan mukosa,
kadang bisa menimbulkan abses.

2. Infrared Coagulation
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan radiasi infra merah
dengan lampu tungsten-halogen yang difokuskan ke jaringan
hemorrhoid dari reflector plate emas melalui tabung polymer khusus.
Sinar koagulator infra merah (IRC) menembus jaringan ke submukosa
dan dirubah menjadi panas, menimbulkan inflamasi, destruksi jaringan
di daerah tersebut.

3. Bipolar Diatheraphy
Teknik ini menggunakan listrik untuk menghasikan jaringan koagulasi
pada ujung cauter. Cara ini efektif untuk hemorrhoid derajat III atau
dibawahnya.

4. Cryotheraphy
Teknik ini didasarkan pada pemebekuan dan pencairan jaringan yang
secara teori menimbulkan analgesia dan perusakan jaringan hingga
terbentuk jaringan parut.

5.Rubber Band Ligation


Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II yang
tidak menunjukkan perbaikan dengan perubahan diet, tetapi dapat juga
dilakukan pada hemorrhoid derajat III. Hemorrhoid yang besar atau
yang mengalami prolaps dapat diatasi dengan ligasi menurut Baron ini.

Dengan bantuan anoskop, mukossa diatas hemorrhoid yang


menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam lubang ligator khusus.
Rubber band didorong dan ligator ditempatkan secara rapat di sekeliling
mukosa pleksus hemorrhoidalis. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam
beberapa hari. Mukosa bersama rubber band akan lepas sendiri. Fibrosis dan
parut akan terjadi pada pangkalnya.

Gambar 2.9 Rubber Band Ligation


C. Surgical Approach

Hemorrhoidectomy
Merupakan metoda pilihan untuk penderita derajat III dan IV atau
pada penderita yang mengalami perdarahan yang berulang yang tidak
sembuh dengan cara lain.Penderita yang mengalami hemorrhoid
derajat IV yang mengalami trombosis dan nyeri yang hebat dapat
segera ditolong dengan teknik ini. Prinsip yang harus diperhatikan
pada hemorrhoidectomy adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan
yang benar-benar berlebihan, dengan tidak mengganggu spincter ani.
Langkah-langkahnya adalah, pertama, anoderm harus dijaga
selama operasi dan hemorrhoidectomy tidak pernah dilakukan sebagai
ekstirpasi radikal. Jaringan yang patologis diangkat. Spincter dengan
hati-hati diekspos dan ditinggalkan selama pengankatan hemorrhoid.
Kepastian hemostasis harus benar-benar diperhatikan.
Di Amerika, teknik tertutup yang digambarkan oleh Ferguson dan
Heaton lebih dikenal karena
- Mengambil jaringan patologis
- Perbaikan jaringan cepat
- Lebih nyaman
- Gangguan defekasi minimal

Hemorrhoidectomy terbuka dipopulerkan oleh Milligan-Morgan, tahun


1973. Ada 2 variasi daras tindakan bedah hemorrhoidectomy, yaitu:
1. Open hemorrhoidectomy
2. Closed hemorrhoidectomy
Perbedaannya tergantung pada apakah mukosa anorectal dan kulit
perianal ditutup atau tidak setelah jaringan hemorrhoid dieksisi dan
diligasi
2.13. Komplikasi
Perdarahan akut pada umunya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah
adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal
sistemik pada hipertensi portal dan apabila hemoroid semacam ini mengalami
perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Perdarah akut semacam ini
dapat menyebabkan syok hipovolemik. Sedangkan perdarahan kronis
menyebabkan terjadinya anemia, karena jumlah eritrosit yang keluar tidak
dapat diimbangi oleh jumlah yang diproduksi. Sering pasien datang dengan
Hb 3-4. Pada pasien ini penanganannya tidak langsung operasi tetapi
ditunggu sampai Hb menjadi 10.5

2.14. Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, pasien yang simptomatik akan menjadi
asimptomatik. Dengan melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi
hasilnya sangat baik, namun bisa muncul kembali (rekuren) dengan angka
kejadian rekuren sekitar 2-5%. Terapi non operatif seperti seperti ligasi cincin
karet menimbulkan kejadian rekuren sekitar 30-50% antara kurun waktu 5-10
tahun.11

2.15. Pencegahan
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencegah berulangnya
kekambuhan keluhan hemoroid, diantaranya2 :
1. Hindari mengedan terlalu kuat saat buang air besar.
2. Cegah konstipasi dengan banyak mengonsumsi makanan kaya serat (sayur
dan buah serta kacang-kacangan) serta banyak minum air putih minimal
delapan gelas sehari untuk melancarkan defekasi.
3. Jangan menunda-nunda jika ingin buang air besar sebelum feses menjadi
keras.
4. Tidur cukup.
5. Jangan duduk terlalu lama.
6. Senam/olahraga rutin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lohsiriwat, Varut. Hemorrhoids: From Basic Pathophysiology to Clinical


Management. World Journal of Gastroenterology. 2012. Diakses dari
http://www.wjgnet.com/1007-9327/pdf/v18/i17/2009.pdf .
2. Tomiki, Y., Treatment of Internal Hemorrhoids by Endoscopic
Sclerotherapy with Aluminum Potassium Sulfate and Tannic Acid,
Hindawi Publishing Corporation Diagnostic and therapeutic Endoscopy,
2015. Diakses dari http://www.gastroendonews.com/download/SR125_WM.pdf.
3. Gami, B., Hemorrhoids – A Common Ailment Among Adults, Causes &
Treatment: A Review.International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Sciences, 2011. Diakses dari
http://memo.cgu.edu.tw/cgmj/3305/330502.pdf .
4. Rivadeneira, D., practice parameter for the management of hemorrhoids,
The American Society Of The Colon&Rectum Volume 54:9 2011. Diakses
dari http://download.springer.com/static/pdf/872/art%253A10.1007%252Fs10151-006-
0279 9.pdf?auth66=1354480996_0f9ee163bb506386da30a13ae21f7610&ext=.pdf
5. Mello, M., Surgical Treatment Of Hemorrhoids: A Critical Appraisal Of
The Current Options, 2014.
6. Hall, Guyton. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Person, Orit Kaidar et al. Hemorrhoidal Disease: A Comprehensive
Review. Department of Colorectal Surgery, Cleveland Clinic Florida.
2006.http://www.siumed.edu/surgery/clerkship/colorectal_pdfs/Hemmorho
ids_review.pdf . Diakses pada tanggal 2 Februari 2021.
8. National Digestive Diseases Information Clearinghouse. Hemorrhoids.
U.S. Department of Health and Human Services. 2010. Diakses dari
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hemorrhoids/Hemorrhoids_5
08.pdf . Diakses pada tanggal 2 Februari 2021
9. Winangun, I, et al, 2012, Penatalaksanaan Hemoroid Interna
Menggunakan Teknik Rubber Band Ligation, Bagian/SMF Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar, Bali.
10. Suprijono MA. Hemoroid. Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung. 2009. Hal 24-6
11. Sudarsono, 2015, Diagnosis Dan Penanganan Hemoroid, J MAJORITY,
Vol.4 No. 6, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
12. Shenoy KR, Nielshwar A. Buku Ajar Ilmu Bedah Ilustrasi Berwarna. 3 rd
Ed. Karisma Publishing Group. 2014. Hal 345-8
13. Chugh, A., Management of Hemorrhoids, Indian Journal of Clinical
Practice, Vol. 25, No. 6, 2014. Diakses dari
https://www.gastroconsa.com/pdfs/patient_education/GCSA_Hemorrhoids
.pdf
14. Haemorrhoid treatment-Rectal Bleeding, http:\\ www.pph.com Ethicon
Endo-Surgery, Inc. 2003-2005.

Anda mungkin juga menyukai