Oleh:
Rizkya Farhan Katresna Amin
Pembimbing:
2022
Lembar Pengesahan
Mengetahui :
1.2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Dada terasa nyeri
Riwayat Penyakit Sekarang
Tiga puluh menit SMRS saat pasien sedang mengendarai sepeda motor , pasien terjatuh
dengan posisi dada terbentur ke kemudi. Setelah kejadian, pasien merasa nyeri pada
dada, telapak tangan kanan dan kiri serta lutut kiri. Pasien merasa sesak jika
dibaringkan, pingsan(-), muntah(-), pusing(-), kejang(-). Pasien masih ingat kejadian
sebelum dan sesudah kecelakaan. Anggota gerak lainnya dapat digerakkan, leher dapat
digerakkan.
Riwayat Penyakit Dahulu
R. Asma : disangkal
R. Alergi obat : disangkal
R. Alergi makanan : disangkal
R. Jatuh sebelumnya : disangkal
R. Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
R. Hipertensi : disangkal
R. DM : disangkal
R. Asma : disangkal
Anamnesa Sistemik
- Kepala : normocephal
- Mata : pandangan kabur(-/-), pucat(-/-), pandangan dobel
(-/-)
- Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)
- Telinga : pendengaran berkurang(-/-), keluar cairan(-/-),
berdenging(-/-)
- Mulut : mulut kering (-), bibir biru (-), sariawan (-),
gusi berdarah(-), bibir pecah- pecah (-)
- Tenggorokan : sakit telan (-)
- Respirasi : sesak (+), batuk (-), dahak (-), batuk (-), mengi (-)
- Cardiovascular : nyeri dada (-), pingsan (-), kaki bengkak (-),
keringat dingin (-), lemas (-)
- Gastrointestinal : mual (-) muntah (-), perut terasa panas (-)
kembung (-), sebah (-), muntah darah (-), BAB
warna hitam (-), BAB lendir darah(-), BAB sulit(-)
- Genitourinaria : BAK warna kuning jernih, nyeri saat BAK (-)
- Muskuloskeletal : nyeri otot (+), nyeri sendi (-), bengkak sendi (-)
- Ekstremitas : Atas : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-),
luka robek telapak tangan (+/+), terasa dingin (-/-),
Bawah : pucat (-/-), kebiruan (-/-), bengkak (-/-),
luka robek pada lutut dan punggung kaki (-/+) hangat (+/+)
Primary Survey
1. Airway : bebas
2. Breathing : Spontan, RR : 20x/menit
3. Circulation : Tekanan darah : 110/70 mmHg, Nadi 79 x/menit
4. Disability : GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+),
pupil isokor (3mm/3mm)
Cor: normal
Sinus costophrenicus kanan tajam, kiri tajam
Tampak fraktur costae 4,5 anterior sinistra
Corakan bronkovaskular normal Kesan :
Fraktur costae 4,5 anterior sinistra
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Otot-otot dinding dada maupun dinding abdomen tersusun dalam beberapa lapisan yaitu
lapisan eksternal, lapisan medial dan lapisan internal. Untuk dinding toraks, lapisan eksternal,
medial dan internal berturut-turut adalah musculus intercostalis externus, musculus intercostalis
internus, dan musculus subcostalis serta musculus transversus thoracis.
Otot-otot lain yang ikut membentuk dinding toraks termasuk dalam kelompok otot-otot
ekstremitas superior. Otot-otot dinding abdomen dan otot-otot tertentu punggung, semuanya
terletak di sebelah luar costae dan spatium intercostales. Musculi levator costarum berkaitan
dengan otot-otot punggung, tetapi fungsional berkaitan dengan musculus intercostales.5
Selama inspirasi tenang pergerakan diafragma menyumbangkan 75% perubahan volume
intratoraks. Diafragma melekat sekitar dasar rongga toraks, otot ini melengkung di atas hati dan
bergerak ke bawah seperti piston bila ia berkontraksi. Jarak pergerakannya berkisar dari 1,5 cm
sampai sejauh 7 cm dengan inspirasi dalam.
Otot-otot inspirasi utama lainnya adalah musculus intercostalis externus, yang berjalan
miring ke atas dan ke bawah dari iga ke iga. Poros iga bersendi pada vertebra sehingga bila
musculus intercostalis externus berkontraksi mereka menaikkan iga-iga bagian bawah. Hal ini
mendorong sternum ke luar dan menaikkan diameter anteroposterior dada. Diameter transversal
sebenarnya sedikit berubah atau tidak sama sekali. Baik diafragma maupun musculus
intercostalis externus sendiri dapat mempertahankan ventilasi yang cukup pada keadaan
istirahat. Pemotongan transversal medulla spinalis di atas segmen servikal ke tiga adalah fatal
bila tanpa pernapasan buatan, tetapi transeksi di bawah asal nervus phrenicus yang mempersarafi
diafragma (segmen servikal ketiga sampai kelima) tidak fatal. Sebaliknya, pada penderita dengan
kelumpuhan nervus phrenicus bilateral, respirasi cukup untuk mempertahankan hidup. Muskulus
scalenus dan muskulus sternicleidomastoideus pada leher adalah otot pembantu inspirasi yang
membantu menaikkan rongga toraks selama pernapasan dalam.6
Penurunan volume intratoraks dan ekspirasi yang kuat terjadi bila otot ekspirasi
berkontraksi. Muskulus interkostalis internus mempunyai kerja ini sebab mereka berjalan miring
ke bawah dan posterior dari iga ke iga dan oleh karena itu menarik rongga toraks ke bawah bila
mereka berkontraksi. Kontraksi otot-otot dinding depan abdomen juga membantu ekspirasi
dengan menarik rongga iga ke bawah dan dalam dan dengan meningkatnya tekanan intra-
abdominal, yang mendorong diafragma ke atas.
Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang
langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura
Gambar 2. Pleura
Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk pertukaran udara. Tiap
paru memiliki: apeks yang mencapai ujung sternal kosta pertama, permukaan costovertebral
yang melapisi dinding dada, basis yang terletak di atas diafragma dan permukaan mediastinal
yang menempel dan membentuk struktur mediastinal di sebelahnya.
Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan bawah oleh fissura obliqus dan horizontal.
Paru kiri hanya memiliki fissura obliqus sehingga tidak ada lobus tengah. Segmen lingular
merupakan sisi kiri yang ekuivalen dengan lobus tengah kanan. Namun, secara anatomis lingual
merupakan bagian dari lobus atas kiri. Struktur yang masuk dan keluar dari paru melewati hilus
paru yang diselubungi oleh kantung pleura yang longgar.7
Paru dipersarafi oleh pleksus pulmonalis terletak di pangkal tiap paru. Pleksus ini terdiri dari
serabut simpatis (dari truncus simpaticus) dan serabut parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut
eferen dari pleksus mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran
mukosa bronkioli dan alveoli.
Fraktur Iga adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang iga. Fraktur pada iga merupakan
kelainan yang sering terjadi akibat trauma tumpul pada dinding toraks. Trauma tajam lebih
jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga
gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga sering terjadi pada iga IV-X dan sering
menyebabkan kerusakan pada organ intra toraks dan intra abdomen.
2.3 Epidemiologi
Prevalensi dari fraktur iga berhubungan dengan prevalensi penyebab dari trauma.
Fraktur iga di dunia lebih banyak terjadi karena kecelakaan lalulintas. Angka kejadian
berhubungan dengan derajat dari cedera yang didapat. Insiden fraktur kosta di Amerika serikat
banyak dilaporkan dengan lebih dari 2 juta trauma tumpul terjadi yang biasanya karena
kecelakaan kendaraan bermotor, dengan insiden dari trauma toraks antara 67 dan 70%. Suatu
studi pada pasien dengan fraktur kosta, angka kematian mencapai 12%; dengan 94%
berhubungan dengan trauma itu sendiri dan 32% didapatkan dengan hemothorax atau
pneumothorax.1,2
Lebih dari setengah dari semua pasien memerlukan tindakan operasi atau penanganan
ICU. Suatu penelitian retrospective dari 99 pasien lanjut usia, 16 % dari pasien dengan
confidence interval 95%, sedangkan 9.5-24.9% mengalami perburukan termasuk dua orang
meninggal. Perburukan yang terjadi karena acute respiratory distress syndrome (ARDS),
pneumonia, intubasi yang tidak terantisipasi, transfer ke ICU dengan hipoksemia atau
meninggal.3
Pada anak anak lebih banyak terjadi trauma pada bagian bawah toraks dan bagian perut
sehingga bila terjadi fraktur iga dapat menjadi tanda adanya kemungkinan cedera dengan
tenaga yang lebih besar. Pada anak yang lebih muda dari 2 tahun dengan fraktur iga
mempunyai prevalensi karena kekerasan pada anak sekitar 83%. Pada anak-anak jarang terjadi
fraktur iga karena tulang iga anak anak lebih elastis dibandingkan orang dewasa.2
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium secara umum tidak begitu berguna untuk mengevaluasi pada
kasus isolated rib fractures. Pemeriksaan urinalisis pada kasus patah tulang iga bagian bawah
diindikasikan pada trauma ginjal. Tes fungsi paru seperti analisa gas darah digunakan untuk
mengetahui adanya kontusio paru tetapi bukan pemeriksaan untuk patah tulang toraks itu
sendiri.
Pemeriksaan pertama pada pasien dengan trauma toraks adalah foto polos toraks. X-ray
hanya membutuhkan sedikit waktu sesudah terjadinya cedera. Deteksi dini adanya kontusio
paru, hematoma, laserasi sangat penting untuk mengetahui kelainan patologis dan perencanaan
perawatan. Angka kematian dapat diturunkan dengan kerjasama antara radiologis dengan
dokter emergensi.1
Gambar 2.3 Fraktur iga multipel kanan dan kiri, emfisema
subkutis
Pemeriksaan foto polos toraks sangat berguna untuk mengetahui cedera lainnya seperti
adanya hemothorax, pneumothorax, kontusio paru, atelectasis, pneumonia dan cedera
pembuluh darah. Adanya patah tulang sternum dan scapula dapat menjadi kecurigaan adanya
patah iga. Cedera aorta tampak ada pelebaran >
8 cm dari mediastinum pada bagian atas kanan dari hasil foto polos Toraks.
c. Ultrasonography (USG)
e. Pemeriksaan Angiography3
Fraktur iga pertama dan kedua biasanya berhubungan dengan cedera pembuluh darah
maka dokter di unit gawat darurat dapat melakukan angiography khususnya pada pasien
dengan tanda dan gejala gangguan neurovascular. Hal ini penting khususnya pada fraktur kosta
tulang kedua dengan kemungkinan hasil abnormal yang lebih tinggi ditemukan daripada patah
iga yang lain.
f. MRI digunakan untuk mengetahui angulasi fraktur bagian posterior lateral meskipun
MRI tidak digunakan untuk diagnosis pertama pada fraktur iga.
Tujuan utama dari penatalaksanaan di unit gawat darurat adalah untuk menstabilkan
kondisi pasien trauma dan evaluasi dari multi trauma. Manajemen dan kontrol nyeri mutlak
pada penatalaksanaan fraktur iga. Manajemen nyeri dapat dimulai dengan pemberian
analgetik NSAID bila tidak ada kontraindikasi. Dilanjutkan dengan golongan narkotik bila
hasilnya tidak memuaskan. Pilihan lain adalah narkotik parenteral untuk mencegah depresi
pernafasan. Beberapa penelitian merekomendasikan rawat inap untuk pasien dengan 3 atau
lebih fraktur iga dan perawatan ICU untuk pasien lanjut usia dengan 6 atau lebih patah
tulang kosta karena ada hubungan yang signifikan dari patah tulang tersebut dengan adanya
cedera serius pada organ dalam seperti pneumothorax dan kontusio paru.
Kontrol nyeri perlu dipertahankan selama perawatan kontrol nyeri merupakan dasar dari
kualitas perawatan pasien untuk menjamin kenyamanan pasien. Pasien dengan fraktur iga
akan mengalami nyeri berat ketika bernafas, berbicara, batuk maupun ketika menggerakkan
tubuh. Sehingga kontrol nyeri merupakan prioritas untuk menurunkan risiko paru dan efek
sistemik dari fraktur seperti penurunan fungsi pernafasan yang memicu terjadinya hypoxia,
atelectasis, dan pneumonia.
Penggunaan fiksasi patah tulang kosta meningkat untuk penanganan flail chest karena
peningkatan jumlah publikasi tentang peningkatan outcome pasien. Belum ada publiksasi
tentang keunggulan dari fiksasi patah tulang kosta tetapi ada perbedaan dari teknik muscle
sparing dan tradisional untuk penanganan toraks dan pembedahan spinal. Fiksasi patah
tulang melalui pembedahan/Surgical Rib fixation (SRF) merupakan suatu penanganan pada
flail chest untuk menjaga stabilitas dinding toraks.
Daftar Pustaka
1. Prasenohadi, Sunartomo T,. Pelaksanaan Pasien Trauma dengan Fraktur Iga Mulipel.
Majalah Kedokteran Terapi Intensif Vol. 2(3) Juli 2012 : 166-174
2. Lafferty, et al. Operative treatment of chest wall injuries: indication, technique, and
outcomes. J Bone Joint Surg Am. 2011;93:97-110
3. Melendez, et al. Rib Fracture : Practice Essentials, Pathophysiology, Epidemiology.
Emedicine Medscape. 13 Juni 2017
4. Jong, et al. Surgical Management Of Rib Fractures: Strategies And Literature Review.
Scandinavian Journal of Surgery 103: 120 –125, 2014
5. Kent, et al. Fatality Risk and the Presence of Rib Fractures. 52nd AAAM.
Annual Conference Annals of Advances in Automotive Medicine. October 2010
6. Witt CE, Bulgeer EM. Comprehensive approach to the management of the patient with
multiple rib fractures: a review and introduction of a bundled rib fracture management
protocol. Trauma Surg Acute Care Open 2017;2:1–7
Sirmali, et al. A comprehensive analysis of traumatic rib fractures: morbidity, mortality and
management. ELSEVIER: European Journal of Cardio-thoracic Surgery 24 (2018) 133–138