Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hemoroid

Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada


mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid
terjadi ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan
pengertiannya dari “hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus
hemorrhoidal inferior dan superior” (Dorland, 2002).

Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa
unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal
(Felix, 2006).

2.2 Anatomi dan Fisiologi

A. Anatomi
Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm
dari rektum hingga orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal
canal dilapisi oleh epitel skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh

6
epitel kolumnar. Pada bagian yang dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut
membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal
superior sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal
inferior. Kedua pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh
darah rektal yang berasal dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah
salah satu cabang arteri iliaka interna. Arteri-arteri tersebut akan
membentuk pleksus disekitar orifisium anal.
B. Fisiologi
Usus besar menurut Pearce (2006) tidak ikut serta dalam pencernaan
atau absorpsi makanan. Bila isi usus halus mencapai sekum maka semua
zat makanan telah diabsorpsi dan isinya cair. Selama perjalanan didalam
kolon isinya menjadi makin padat karena air diabsorpsi dan ketika
rektum dicapai maka feses bersifat lunak- padat. Peristaltik didalam
kolon sangat lamban. Diperlukan waktu kira- kira enam belas sampai
dua puluh jam bagi isinya untuk mencapai fleksura sigmoid. Fungsi
kolon menurut Pearce (2006) dapat diringkas sebagai berikut:
1) Absorpsi air, garam dan glukosa
2) Sekresi musin oleh kelenjar didalam lapisan dalam,
3) Penyiapan selulosa yang berupa hidrat karbon di dalam tumbuh-
tumbuhan, buah-buahan dan sayuran hijau dan penyiapan sisa
protein yang belum dicernakan oleh kerja bakteri guna ekskresi.
4) Defekasi (pembuangan air besar)
Fungsi usus besar menurut Price dan Wilson (2006) yang semuanya
berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling
penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir selesai
dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang
menampung massa feses yang sudah terdehidrasi hingga
berlangsungnya defekasi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif :

7
1) Kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen
proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra;
2) Peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen
kolon. Gerakan peristaltik ini menggerakkan massa feses ke
depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua
sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik
setelah makan, terutama setelah makanan yang pertama kali
dimakan pada hari itu.
2.3 Etiologi Hemoroid
1. Anatomik : Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan
pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari
otot dan fascia sekitarnya.
2. Fisiologi : Bendungan pada peredaran darah portal, misalnya
pada penderita sirosishepatis.
3. Usia : Pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan
tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
4. Keturunan : Dinding pembuluh darah lemah dan tipis
5. Pekerjaan : Orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat mempunyai predisposisi
untuk hemoroid.
6. Mekanis : Hipertrofi prostat, tumor pelvis, konstipasi menahun
dan sering mengejan pada waktu defekasi, diare kronik
atau diare akut yang berlebihan.
7. Endokrin : Pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan
anus oleh karena ada sekresi hormone relaksin dan
juga tekanan janin pada abdomen.
8. Kebiasaan : Pola buang air besar yang salah (lebih banyak
memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di
jamban sambil membaca, merokok ), hubungan seks

8
peranal, kurang konsumsi air, kurang konsumsi serat,
kurang olah raga/ mobilisasi.

2.4 Patogenesis Hemoroid

Menurut Price dan Wilson (2006), serta Sudoyo (2006) patofisiologi


hemoroid adalah akibat dari kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
venous rektum dan vena hemoroidalis. Hemoroid timbul karena dilatasi,
pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh
faktor-faktor risiko/ pencetus dan gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Faktor risiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada
buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak
memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca,
merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus,
tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan
perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik,diare kronik atau diare
akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang
makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi.
(Price dan Wilson, 2006).

Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering


mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri,
dan tumor rectum. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering
mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan
darah kedalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak memiliki katup,
sehingga mudah terjadi aliran balik. (Price dan Wilson, 2006).

Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesentrika inferior, dan vena hemoroidalis
superior (bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). Vena

9
hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke venailiaka sehingga
merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang
meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan
mengakibatkan hemoroid (Price dan Wilson, 2006).

Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion)


atau alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh
jaringan ikat yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal.
Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh
arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar
untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003).

Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan


penyokong dan bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras
secara berulang serta mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap
bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang
mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan
menjadi semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang
tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air besar, serta kondisi seperti
kehamilan yang meningkatkan tekanan intra abdominal. Perdarahan yang
timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma mukosa lokal
atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya (Acheson dan
Schofield, 2006).

2.5 Manifestasi Klinis


1. Hemoroid Interna
a. Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari dubur) (-).
b. Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk lagi
secara spontan.

10
c. Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan secara manual.
d. Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan kembali
(Merdikoputro,2006).

2. Hemoroid Eksterna
Merupakan perluasan hemoroid Interna. Diklasifikasikan menjadi 2
yaitu:
a. Akut
1) Pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus merupakan
suatu hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis eksternal akut.
2) Sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung ujung saraf
pada kulit merupakan reseptor nyeri.
3) Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anestesi
lokal, atau dapat diobati dengan “kompres duduk” panas dan
analgesik.
b. Kronis
1) Skin tag biasanya
2) Merupakan sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa
satu atau lebih

11
3) Lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit
pembuluh darah

HEMOROID EKSTERNA TROMBOSIS HEMOROID PROLAPS HEMOROID

2.6 Klasifikasi Hemoroid


Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate
line menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line
dan dilapisi oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta
banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line
dan dilapisi mukosa.
c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian
superior dan kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut
saraf nyeri (Corman, 2004)

2.7 Derajat Hemoroid Internal


Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi
beberapa tingkatan yakni:
a. Derajat I
Hemoroid mencapai lumen anal canal.

12
b. Derajat II
Hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III
Hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk
kembali secara manual oleh pasien.
d. Derajat IV
Hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal
meski dimasukkan secara manual.
2.8 Prognosis
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat
dibuat menjadi asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya
diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus. Hemoroidektomi pada
umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus
diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar
dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid. (Syamsu Hidayat
R dan Jong W.D) Pada umumnya, kasus hemoroid dapat sembuh
dengan spontan ataupun dengan pengobatan konservatif. Namun,
tingkat rekurensi pengobatan konservatif lebih tinggi dari pada tindakan
pembedahan yaitu 10-50% dalam 5 tahun, sedangkan pada tindakan
pembedahan siperkirakan 26%.

13
14
2.9 Pencegahan Hemoroid

Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan:

1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti


buah- buahan, sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan
feses menyerap air di kolon. Hal ini membuat feses lebih lembek
dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan tekanan
pada vena anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan
memperkeras feses.
4. Hindari mengedan.

2.10 Penatalaksanaan Hemoroid


Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid
dapat dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat
daripada hemoroid.
1. Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan
pengobatan konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi
konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti
kodein (Daniel, 2010)
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa
suplemen serat dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta
dapat direkomendasikanpada derajat awal hemoroid (Zhou dkk,
2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan
konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan

15
saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat
membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum
banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk
mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat
membantu mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas
serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana
mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).
2. Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid
internal derajat I yang tidak membaik dengan penatalaksanaan
konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan
indikasi tatalaksana pembedahan hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti
fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan


Mansjoer (2008), penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari:

1. Penatalaksanaan non farmakologis


2. Farmakologis
3. Tindakan minimal invasive

16
Penatalaksanaan medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid
interna derajat I sampai dengan III atau semua derajat hemoroid yang
ada kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi. Sedangkan
penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan
eksterna, atau semua derajat hemoroid yang tidak respon terhadap
pengobatan medis.

1. Penatalaksanaan Medis Non Farmakologis


Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup,
perbaikan pola makan dan minum, perbaiki pola/ cara
defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang
selalu harus ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid.
Perbaikan defekasi disebut bowel management program
(BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin
feses, dan perubahan perilaku buang air. Pada posisi jongkok
ternyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah
sehingga hanya diperlukan usaha yang lebih ringan untuk
mendorong tinja ke bawah atau keluar rektum. Posisi
jongkok ini tidak diperlukan mengedan lebih banyak karena
mengedan dan konstipasi akan meningkatkan tekanan vena
hemoroid (Sudoyo, 2006).
Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan
dengan hygiene personal yang baik dan menghindari
mengejan berlebihan selama defekasi. Diet tinggi serat yang
mengandung buah dan sekam mungkin satu-satunya tindakan
yang diperlukan (Smeltzer dan Bare, 2002).
2. Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas
empat, yaitu pertama : memperbaiki defekasi, kedua :

17
meredakan keluhan subyektif, ketiga : menghentikan
perdarahan, dan keempat : menekan atau mencegah
timbulnya keluhan dan gejala.
a. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang
diikutkan dalam BMP yaitu suplemen serat (fiber
suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen
serat komersial yang banyak dipakai antara lain
psyllium atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax,
Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan
atau pencahar antara lain Natrium dioktil sulfosuksinat
(Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl
sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant,
merangsang sekresi mukosa usus halus dan
meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300
mg/hari (Sudoyo, 2006).
b. Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena
kerusakan kulit di daerah anus. Obat pengurang keluhan
seringkali dicampur pelumas (lubricant),
vasokonstriktor, dan antiseptic lemah. Sediaan
penenang keluhan yang ada di pasar dalam bentuk
ointment atau suppositoria antara lain Anusol,
Boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan
kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah
hemoroid atau anus antara lain Ultraproct, Anusol HC,
Scheriproct. Sediaan bentuk suppositoria digunakan
untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan
ointment/krem digunakan untuk hemoroid eksterna
(Sudoyo, 2006).

18
c. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan
menandakan adanya luka pada dinding anus/ pecahnya
vena hemoroid yang dindingnya tipis. Yang digunakan
untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin
(90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized,
dengan nama dagang “Ardium” atau “Datlon”. Psyllium,
Citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan
paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding
pembuluh darah (Sudoyo, 2006).
d. Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid :
pengobatan dengan Ardium 500 mg menghasilkan
penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada
hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian
Micronized flavonoid (Diosmin dan Hesperidin)
(Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada pasien
hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil
penurunan derajat hemoroid pada akhir pengobatan
dibanding sebelum pengobatan secara bermakna.
Perdarahan juga makin berkurang pada akhir
pengobatan dibanding awal pengobatan (Sudoyo, 2006).
3. Penatalaksanaan Minimal Invasive
Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan
non farmakologis, farmakologis tidak berhasil.
Penatalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi
hemoroid, ligasi hemoroid, pengobatan hemoroid dengan
terapi laser (Sudoyo, 2006).
Tindakan bedah konservatif hemoroid internal adalah
prosedur ligasi pita-karet. Hemoroid dilihat melalui anosop,
dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang

19
dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas
hemoroid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi
nekrotik setelah beberapa hari dan lepas. Terjadi fibrosis
yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat
pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan bagi
beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini
menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemoroid sekunder
dan infeksi perianal. Hemoroidektomi kriosirurgi adalah
metode untuk mengangkat hemoroid dengan cara
membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu
selama timbul nekrosis. Meskipun hal ini relative kurang
menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan
luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau
sangat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama
sembuhnya. Laser Nd:YAG telah digunakan saat ini dalam
mengeksisi hemoroid, terutama hemoroid eksternal.
Tindakan ini cepat dan kurangmenimbulkan nyeri. Hemoragi
dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca
operatif (Smeltzer dan Bare, 2002).
4. Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk
mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses
ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi
secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter
atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur
operatif selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter
untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah. Penempatan
Gelfoan atau kassa oxygel dapat diberikan diatas luka anal
(Smeltzer dan Bare, 2002).

20
Teknik operasi Whitehead dilakukan dengan mengupas
seluruh hemoroidales interna, membebaskan mukosa dari
submukosa, dan melakukan reseksi. Lalu usahakan
kontinuitas mukosa kembali. Sedang pada teknik operasi
Langenbeck, vena-vena hemoroidales interna dijepit radier
dengan klem. Lakukan jahitan jelujur dibawah klem dengan
chromic gut no. 2/0, eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu
klem dilepas dan jepitan jelujur dibawah klem diikat
(Mansjoer, 2008).

2.11 Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan,
trombosis, dan strangulasi. Trombosis adalah pembekuan darah dalam
hemoroid. Hemoroid strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan
suplai darah dihalangi oleh sfingter ani (Price dan Wilson, 2006).

2.12 Pencegahan
Yang paling baik dalam mencegah hemoroid yaitu
mempertahankan tinja tetap lunak sehingga mudah ke luar, dimana hal
ini menurunkan tekanan dan pengedanan dan mengosongkan usus
sesegera mungkin setelah perasaan mau ke belakang timbul. Latihan
olahraga seperti berjalan, dan peningkatan konsumsi serat diet juga
membantu mengurangi konstipasi dan mengedan (Sudoyo, 2006).

2.13 Konsep Asuhan Keperawatan


Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian Fokus

21
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita
hemoroid pre dan post hemoroidektomi menurut Smeltzer dan Bare
(2002) dan Price dan Wilson (2006) ada berbagai macam, meliputi:
1) Demografi
Hemoroid sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%
penduduk yang berusia lebih dari 25 tahun. Laki-laki maupun
perempuan bisa mengalami hemoroid. Karena faktor pekerjaan
seperti angkat berat, mengejan pada saat defekasi, pola makan yang
salah bisa mengakibatkan feses menjadi keras dan terjadinya
hemoroid, kehamilan.
2) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diare kronik, konstipasi kronik, kehamilan,
hipertensi portal, pembesaran prostat, fibroid uteri, dan tumor
rektum.
3) Pengkajian pasien hemoroid menurut Smeltzer dan Bare (2002)
dijelaskan dalam pola fungsional Gordon, meliputi :
a) Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Konsumsi makanan rendah serat, pola BAB yang salah (sering
mengedan saat BAB), riwayat diet, penggunaan laksatif, kurang
olahraga atau imobilisasi, kebiasaan bekerja contoh : angkat
berat, duduk atau berdiri terlalu lama.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Mual, muntah, anoreksia, penurunan berat badan, membran
mukosa kering, kadar hemoglobin turun.
c) Pola eliminasi
Pola eliminasi feses : konstipasi, diare kronik dan mengejan saat
BAB.
d) Pola aktivitas dan latihan

22
Kurang olahraga atau imobilisasi, Kelemahan umum,
keterbatasan beraktivitas karena nyeri pada anus sebelum dan
sesudah operasi.
e) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/ karena nyeri pada anus sebelum dan
sesudah operasi).
f) Pola persepsi sensori dan kognitif
g) Pengkajian kognitif pada pasien hemoroid pre dan post
hemoroidektomi yaitu rasa gatal, rasa terbakar dan nyeri, sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat
defekasi dan adanya pus.
h) Pola hubungan dengan orang lain
Kesulitan menentukan kondisi, misal tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam bekerja.
i) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido.
j) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien biasanya merasa malu dengan keadaannya, rendah diri,
ansietas, peningkatan ketegangan, takut, cemas, trauma jaringan,
masalah tentang pekerjaan.
4) Pemeriksaan fisik
a) Keluhan umum : Malaise, lemah, tampak pucat.
b) Tingkat kesadaran : Komposmentis sampai koma.
c) Pengukuran antropometri : Berat badan menurun.
d) Tanda vital : Tekanan darah meningkat, suhu
meningkat, takhikardi, hipotensi.
e) Abdomen : Nyeri pada abdomenberhubungan
dengan saat defekasi.
f) Kulit : Turgor kulit menurun, pucat

23
g) Anus :Pembesaran pembuluh darah balik
(vena) pada anus, terdapat
benjolan pada anus, nyeri pada
anus, perdarahan.
5) Pemeriksaan penunjang
Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (2005), pemeriksaan penunjang
pada penderita hemoroid yaitu :
a) Colok dubur
Apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup
bagian yang menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus yang
dapat dilihat apabila penderita diminta mengedan. Pada
pemeriksaan colok dubur hemoroid intern tidak dapat diraba
sebab tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan
biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma rectum.
b) Sigmaoskopi
Untuk mengetahui ada atau tidak kelainan pada bagian
proksimal rektum.

a) Anoskop

24
Diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak menonjol
ke luar. Anoskop dimasukkan dan di putar untuk mengamati
keempat kuadran. Hemoroid intern terlihat sebagai stuktur
vascular yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar
dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.

b) Proktosigmoidoskopi
Perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan ditingkat
yang lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan
fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa
terhadap adanya darah samar.

A. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya hemoroid
2. Konstipasi berhubungan dengan nyeri karena spasme anus
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri karena
hemoroid

B. Intervensi

25
Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan adanya hemoroid
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam pasien dapat beradaptasi dengan rasa nyeri
No.
Intervensi Kriteria Hasil
Diagnosa
I Manajemen nyeri : - Skala nyeri berkurang menjadi
- Kaji nyeri secara 0-3
komprehensif termasuk - Klien tidak lagi tampak
lokasi, karakteristik, durasi, meringis
frekuensi, kualitas dan faktor - Pasien dapat beradaptasi
presipitasi. dengan rasa nyerinya ditandai
- Observasi reaksi nonverbal dengan ekspresi wajah tampak
dari ketidak nyamanan. rilkeks, mampu
- Gunakan teknik komunikasi mengungkapkan cara mengatasi
terapeutik untuk mengetahui rasa nyeri, TTV dalam batasan
pengalaman nyeri klien normal
sebelumnya.

Diagnosa II : Konstipasi berhubungan dengan nyeri karena ada


spasme anus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam pasien dapat BAB

No
Intervensi Kriteria Hasil
Diagnosa
- Monitor tanda dan gejala a. Tanda dan gejala
konstipasi normal
II
- Monitor pergerakan usus, b. Bising usus, frekuensi,
frekuensi, konsistensi dan konsistensi feses
- Anjurkan pada pasien untuk normal
makan buah-buahan yang c. Pasien mampu BAB
mengandung serat tinggi genan konsistensi feses
normal

26
Diagnosa III : Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24


jam kecemasan pada pasien berkurang
No Diagnosa Intervensi Kriteria Hasil
III a. Gunakan pendekatan yang a. Klien mampu
menenangkan mengidentifikasi dan
b. Jelaskan semua prosedur mengungkapkan gejala
dan apa yang dirasakan cemas
selama prosedur b. Bahasa tubuh dan
c. Ajarjan teknik relaksasi ekspresi wajah
dengan cara mendengarkan menunjukkan
musik yang disukai pasien berkurangnya
d. Pengurangan kecemasan kecemasan
dengan dukungan
emosional keluarga
e. Bantu klien untuk
mengidentifikasi penyakit
yang sedang diderita

D. IMPLEMENTASI
Implementasi Keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang di harapkan ( Gordon,
1994,dalam Potter & Perry, 1997 ). Pelaksanaan
keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan
masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan keperawatan ada 4
tindakan yang dilakukan yaitu:
1. Tindakan mandiri
2. Tindakan observasi

27
3. Tindakan health education
4. Tindakan kolaborasi

E. EVALUASI
Pengertian
Evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi yang
diberikan untuk tujuan yang telah di tetapkan (poter dan perry,
2005).
Evaluasi diartikan sebagai : selalu menjaga suatu tujuan ketika
muncul hal-hal baru dan memerlukan penyesuaian perencanaan
(steven, f., 2000) Tahapan evaluasi merupakan proses yang
menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai, sehingga dalam
mengevaluasi efektivitas tindakan keperawatan. Perawat perlu
mengetahui criteria keberhasilan dimana criteria ini harus dapat
diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan
kesehatan klien dapat diketahui. Dalam evaluasi dapat dikemukakan
4 kemungkinan yang menentukan keperawatan selajutnya yaitu:
1. Masalah klien dapat dipecahkan
2. Sebagian masalah klien dapat dipecahkan
3. Masalah klien tidak dapat dipecahkan
4. Dapat muncul masalah baru

28
29
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa
unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal
(Felix, 2006).

Pada umumnya, kasus hemoroid dapat sembuh dengan spontan ataupun


dengan pengobatan konservatif. Namun, tingkat rekurensi pengobatan
konservatif lebih tinggi dari pada tindakan pembedahan yaitu 10-50%
dalam 5 tahun, sedangkan pada tindakan pembedahan siperkirakan 26%.

Pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan cara konsumsi serat 25-


30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah- buahan, sayur-mayur,
dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal ini
membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses
mengedan dan tekanan pada vena anus, minum air sebanyak 6-8 gelas
sehari, mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras
feses, dan menghindari mengedan.

3.2 Saran

30
Daftar Pustaka

Hananto, Sri. 2014. stikesmuhla.ac.id/wp-content/u ploads/jurnalsurya/noXVI


II/41-50-Jurnal-Ponco.pdf. (Online). Diakses 22 Juli 2017

http://respository.usu.as.id/bitstream/handle/123456789/21797/Chapter%20II.p
df?sequence=4&isAllowed=y

Windu Fridolin, dkk. FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEJADIAN HEMOROID PADA PASIEN DI RSUD DR SOEDARSO PO
NTIANAK.http://respository.unmuhpnk.ac.id/235/1/JURNAL%20WINDU
%20FRISOLIN.pdf. (Online). Diakses 22 Juli 2017

31

Anda mungkin juga menyukai