Anda di halaman 1dari 23

Infeksi saluran cerna

Kelompok 2:
1) Asholatul Firdausiyah (2018401002)
2) Fadilatul Aini (2018401007)
3) Mahilda mawarni (2018401016)
4) Robi’atul Adawiyah (2018401021)
5) Siti Fatimah Sultan (2018401025)
6) Tuhrotul Qilba (2018401030)
LATAR BELAKANG PENYAKIT INFEKSI
SALURAN CERNA
Sistem pencernaan yaitu proses penghancuran makanan yang terjadi dalam
mulut hingga lambung. Selanjutnya adalah proses  penyerapan sari-sari
makanan yang terjadi di dalam usus. Kemudian, proses pengeluaran sisa-
sisa makanan melalui anus. Dalam pelaksanaan proses pencernaan
makanan organ pencernaan dibantu oleh enzim dan hormone yang
prosesnya berbeda tiap organ dan mempunyai fungsi masing-
masing.Penyakit gangguan saluran cerna merupakan penyakit yang sering
di derita oleh orang dewasa. Sehingga sering dikatakan bahwa saluran
pencernaan merupakan organ yang sangat vital bagi manusia. Karena
apabila sistem pencernaan terganggu, tubuh pun akan mengalami sakit.
Bila hal tersebut terjadi, maka proses metabolisme tidak dapat berjalan
dengan baik.
Menurut Waspodo, Peneliti SEAMEO-TROPMED, UI
mengatakan saluran cerna merupakan organ sistem imun
yang paling besar dalam tubuh manusia (80% sistem
imun terdapat dalam saluran cerna) karena saluran cerna
paling banyak terpapar dengan berbagai jenis bakteri,
baik bakteri baik maupun bakteri jahat, yang masuk ke
dalam tubuh kita. Saluran cerna sering dikaitkan dengan
bakteri baik atau disebut juga probiotik. Keberadaan
probiotik pun tak lepas dari peran serta prebiotik, karena
prebiotik berfungsi mengoptimalkan kerja dari probiotik
di dalam usus.
PENYEBAB PENYAKIT INFEKSI SALURAN
CERNA
Penyakit infeksi saluran pencernaan
dapatdisebabkan oleh virus, bakteri dan
protozoa. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri
dikenal sebagai disentri basiler yang
disebabkan oleh bakteri shigella, sedangkan
infeksi yang disebab-kan oleh protozoa dikenal
sebagai disentri amuba
MACAM-MACAM INFEKSI SALURAN CERNA

• Diare
• Tukak lambung (maag)
• Konstipasi (sembelit)
• Radang usus buntu
• Parotitis
• Wasir
• Kanker usus besar
• Disentri
WASIR/Hemoroid
Hemoroid atau wasir/ambeien merupakan penyakit
daerah anus (ujung bawah saluran buang air
besar) yang sering terjadi, baik pada pria maupun
wanita. Wasir atau dalam istilah medisnya
disebut hemoroid merupakan kumpulan dari
pelebaran satu segmen atau lebih pembuluh balik
di daerah dubur (anorektal). Meskipun kadang
tidak disertai pendarahan, namun keluhan utama
penyakit ini adalah perdarahan.
• HEMOROID INTERNA
Hemorrhoid interna adalah pleksus vena hemorrhoidalis superior di atas
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemorrhoid interna ini
merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submukosa pada
rectum sebelah bawah. Hemorrhoid interna sering terletak di kanan
depan, kanan belakang dan kiri lateral.
Berdasarkan gejala yang terjadi, terdapat empat tingkat hemorrhoid
interna, yaitu; Tingkat I : perdarahan pasca defekasi dan pada
anoskopi terlihat permukaan dari benjolan hemorrhoid.
Tingkat II : perdarahan atau tanpa perdarahan, tetapi sesudah
defekasi terjadi prolaps hemorrhoid yang dapat masuk sendiri.
Tingkat III : perdarahan atau tanpa perdarahan sesudah defekasi
dengan prolaps hemorrhoid yang tidak dapat masuk sendiri, harus
didorong dengan jari.
Tingkat IV : hemorrhoid yang terjepit dan sesudah reposisi akan
keluar lagi. (Bagian Bedah F.K.U.I, 1994).
HEMOROID EKSTERNA
Pleksus hemorrhoid eksterna, apabila terjadi
pembengkakan maka disebut hemorrhoid
eksterna . Biasanya benjolan ini keluar dari anus
kalau penderita disuruh mengedan, tapi dapat
dimasukkan kembali dengan cara menekan
benjolan dengan jari. Rasa nyeri pada perabaan
menandakan adanya trombosis.
HEMOROID INTERNA HEMOROID EKSTERNA
DERAJAT HEMOROID
Derajat I : Hemoroid (+), prolaps (keluar dari
dubur) (-).
Derajat II : Prolaps waktu mengejan, yang masuk
lagi secara spontan.
Derajat III : Prolaps yang perlu dimasukkan
secara manual.
Derajat IV : Prolaps yang tidak dapat dimasukkan
kembali (Merdikoputro, 2006).
DERAJAT HEMOROID
ETIOLOGI HEMOROID
• Hemoroid dapat terjadi karena dilatasi (pelebaran), inflamasi
(peradangan) atau pembengkakan vena hemoroidalis yang disebabkan:
• Konstipasi kronik
• Kehamilan
• Diare kronik.
• Usia lanjut.
• Duduk terlalu lama.
• Hubungan seks peranal.
• Pada beberapa individu terjadi hipertrofi sfingter ani (pembengkakan
otot/ klep dubur), obstruksi (sumbatan) fungsional akibat spasme
(kejang), dan penyempitan kanal anorektal (saluran dubur-ujung akhir
usus besar).
PATAFISIOLOGI
Permulaan terjadi varises hemoroidalis, belum timbul keluhan
keluhan. Akan timbul bila ada penyulit seperti perdarahan ,
trombus dan infeksi. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang
disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Kantung-
kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan
rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri.
Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras.
Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari
vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi
dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah
pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan
mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis.
TANDA DAN GEJALA WASIR
• Bengkak (bendungan) di dalam atau diluar
rectum.
• Nyeri.
• Gatal daerah rectum.
• Gangguan mukosa rectum.
• Perdarahan pada saat BAB.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB WASIR
1.Keturunan: dinding pembuluh darah yang tipis dan lemah.
2.Anatomi: vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemorrhoidalis
kurang mendapat sokongan otot atau fasi sekitarnya.
3.Pekerjaan: orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus mengangkat barang
berat, mempunyai predisposisi untuk hemorrhoid.
4.Umur: pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, otot sfingter
menjadi tipis dan atonis.
5.Endokrin: misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas anus (sekresi
hormone relaksin).
6.Mekanis: semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan meninggi dalam
rongga perut, misalnya pada penderita hipertrofi prostatet.
7.Fisiologis: bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada derita
dekompensasio kordis atau sirosis hepatic.
8.Radang adalah factor penting, yang menyebabkan vitalitas jaringan di daerah
berkurang. Ternyata faktor risiko
MIKROSKOPI HEMOROID
Hemorrhoid secara mikroskopik tampak
dinding vena yang menipis terisi thrombus
yang kadang-kadang telah menunjukkan
tanda-tanda organisasi seperti rekanalisasi
DIAGNOSA HEMOROID
Diagnosis hemorrhoid tidak sulit, dapat dilakukan
pemeriksaan colok dubur termasuk anorektoskopi (alat untuk
melihat kelainan di daerah anus dan rektum). Pada
pemeriksaan anorektoskopi dapat ditentukan derajat
hemoroid. Lokasi hemoroid pada posisi tengkurap umumnya
adalah pada jam 12, jam 3, jam 6 dan jam 9. Diagnosis
hemorrhoid dapat terlihat dari gejala klinis hemorrhoid,
yaitu; darah di anus, prolaps, perasaan tidak nyaman pada
anus (mungkin pruritus anus), pengeluaran lendir, anemia
sekunder (mungkin), tampak kelainan khas pada inspeksi,
gambaran khas pada anoskopi atau rektoskopi
(Sjamsuhidajat, 1998). 
TERAPI FARMAKOLOGi
1. Obat yang memperbaiki defekasi, terdapat dua macam obat yaitu eristalti serat (fiber eristalti)
dan erista tinja (stool softener).
2. Obat simptomatik, bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal,
nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan
Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah
hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan, perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau
pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal
dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.
4.  Obat penyembuh dan pencegah serangan, menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2
tablet selama 4 hari, lalu 2×2 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan
terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
5. Minimal Invasif, bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit
dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi
hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan farmakologis dan
non-farmakologis tidak berhasil.
Terapi Non-Farmakologi
• Jalankan pola hidup sehat
• Olah raga secara teratur (ex.: berjalan)
• Makan makanan berserat
• Hindari terlalu banyak duduk
• Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.
• Hindari hubunga seks yang tidak wajar
• Minum air yang cukup
• Jangan menahan kencing dan berak
• Jangan menggaruk dubur secara berlebihan
• Jangan mengejan berlebihan
• Duduk berendam pada air hangat
• Minum obat sesuai anjuran dokter
KIE UNTUK PASIEN HEMOROID
• Dianjurkan untuk posisi jongkok waktu defekasi
• tindakan menjaga kebersihan lokal dengan cara merendam
anus dalam air selama 10-15 menit 3 kali sehari.
• Pasien dinasehatkan untuk tidak banyak duduk atau tidur,
namun banyak bergerak/jalan.
• Pasien harus banyak minum 30-40 cc/kgBB/hari, dan harus
banyak makan serat (dianjurkan sekitar 30 gram/hari) seperti
buah-buahan, sayuran, sereal dan bila perlu suplementasi
serat komersial.
• Makanan yang terlalu berbumbu atau terlalu pedas harus
dihindar.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, John Stuart, 1995, “Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor”, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, hal.184-189.
•  Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994,“Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah”, Binarupa Aksara, Jakarta, hal. 266-271.
•  Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999, “Kumpulan
Kuliah Patologi”, Jakarta, hal.263-279.
•  Dudley, Hugh A.F, 1992, “Ilmu Bedah Gawat Darurat”, Edisi 11, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, hal.506-508.
•  
David C, Sabiston, 1994, “Buku Ajar Bedah”, Bagian 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, hal.56-59.
• Martin,Fauci, Kasper, 2000, “HarrisonPrinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam”, Volume 4, Edisi
13, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal.159-165.
•  Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper 1999, “Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam”, Volume 1, Edisi 13, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal.255-256.
•  
Kumar, Robbins, 1995, “Buku Ajar Patologi II”, Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, hal.274-275.
•  

Anda mungkin juga menyukai