PENDAHULUAN
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam anal kanal. Hemoroid
sangat umum terjadi pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe
hemoroid berdasarkan luas vena yan terkena. Kurang lebih 70% manusia dewasa
mempunyai wasir ( hemoroid ), baik wasir dalam, wasir luar, maupun keduanya. Pada
usia ini terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis
dan atonis (Brunner & Suddarth, 1996).
Menurut data dari badan kesehatan dunia ( WHO ) angka kejadian hemoroid
terjadi di seluruh Negara, dengan presentasi 54% mengalami gangguan hemoroid. Di
Indonesia berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan yang diperoleh dari rumah
sakit di 33 provinsi terdapat 355 rata-rata kasus hemoroid,baik hemoroid ekternal
maupun internal ( kemenkes 2009).
Hemoroid juga biasa terjadi pada wanita hamil. Hampir sebagian wanita hamil di
Indonesia mengeluh nyeri di daerah anus akibat hemoroid dan konstipasi (kemenkes
2009). Tekanan intra abdomen yang meningkat oleh karena pertumbuhan janin dan
juga karena adanya perubahan hormon menyebabkan pelebaran vena hemoroidalis.
Pada kebanyakan wanita, hemoroid yang disebabkan oleh kehamilan merupakan
hemoroid temporer yang berarti akan hilang beberapa waktu setelah melahirkan.
Hemoroid bukanlah suatu penyakit yang berbahaya. Akan tetapi hemoroid dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari. Hal ini terjadi karena gejala-gejala klinis pada
penderita hemoroid yang sangat khas yaitu perdarahan pada waktu defekasi yang
merupakan gejala utama prolapsus suatu masa pada suatu defekasi mengeluarkan
lendir, hygiene yang sulit dijaga dan rasa sakit. (sarosy, 2012).
2.2 Hemoroid
2.2.1 Pengertian Hemoroid
Hemoroid adalah bagian vena verikosa pada kanalis ani, hemoroid
timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik,
banyak terjadi pada usia diatas 25 tahun (Price dan Wilson, 2006).
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid internal yaitu hemoroid yang terjadi diatas spingter anal sedangkan
yang muncul di spingter anal disebut hemoroid eksternal (Suzanne C.
Smeltzer, 2006).
Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari fleksus hemoroidalis yang merupakan keadaan patologik
(Sjamsuhidayat, R. – Wim de Jong, 2010).
konstipasi perdarahan
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat
diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri.
Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps,
selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
2. Pemeriksaan dengan teropong yaitu anoskopi atau rectoscopy.
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol keluar.
Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam posisi
litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam mungkin,
penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau
prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan
keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor ganas harus diperhatikan.
3. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin
tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai
antara lain Klienylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil,
Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan
digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume
tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain flatus dan
kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax,
dll).
b. Obat simptomatik
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena
hemoroid yang dindingnya tipis. Klienyllium, citrus bioflavanoida yang
berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas
dinding pembuluh darah.
d. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2
tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap
gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps Klien.
2. Penatalaksanaan Surgikal
a. Terapi bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat
dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat sembuh
dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat
IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera
dengan hemoroidektomi. Prinsip yang harus diperhatikan dalam
hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang
benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan
kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini
harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi
deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa.
2.3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien.
Nama :
Jenis kelamin : > pada Laki-laki
Agama :
Umur : 40 – 55 thn
Status :
Tanggal lahir :
Suku Bangsa :
2. Identitas penanggung jawab.
Nama :
Jenis kelamin :
Agama :
Umur :
Status :
Tanggal lahir :
Suku Bangsa :
3. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan perdarahan terus menerus saat
BAB/ada benjolan pada anus/ nyeri pada saat defikasi.
4. Riwayat Penyakit
Riwayat Penyakit sekarang
beberapa minggu hanya ada benjolan yang keluar dan beberapa
hari setelah BAB ada darah yang keluar menetes.
Riwayat penyakit masa lalu
Pasien pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya?,
sembuh atau terulang kembali?. Dan pada pasien waktu
pengobatan terdahulu tidak dilakukan pembedahan sehingga
akan kembali RPD?.
5. Pola Kebiasaan dan Pemeliharaan kesehatan.
a. Pola Nutrisi
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS.
b. Pola Istirahat dan Tidur
Adanya nyeri otot dan dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat
perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit yang banyak orang mondar-mandir.
c. Pola Aktivitas
Akibat nyeri otot pasien akan cepat mengalami kelelahan pada
aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya. Dan untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sebagian
kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
d. Pola Eleminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
ilusi dan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
5. Pemeriksaan Fisik
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki di
tekuk dan menempel pada tempat tidur.
1. Inspeksi
- Pada insfeksi lihat ada benjolan sekitar anus.
- Benjolan tersebut terlihat pada saat prolapsi.
- Warna benjolan terlihat kemerahan.
- Benjolan terletak di dalam ( internal ).
2. Palpasi
Dilakuakan dengan menggunakan sarung tangan ditambah vaselin
dengan melakuakan rektal tucher, dengan memasukan satu jari
kedalam anus. Dan ditemukan benjolan tersebut dengan konsistensi
keras, dan juga ada perdarahan.
paru-paru
palpasi : normal
auskultasi : teratur
jantung
abdomen
bentuk : simetris
penis : normal
Diagnostik
- Kolonoscopy
Pemeriksaaan ini dilakukan untuk mengetahui Adanya
keluhan BAB dengn disertai darah ( Hematokzia ) serta
Perdarahan per anus/rektum
- Anoskopy
Anoskopi dilakukan untuk mengetahui lokasi terjadinya
hemoroid.
DO:
1. Distensi abdomen (+)
Data tambahan :
DO:
1.TTV :
TD = 120/80 mmHg
Data tambahan :
1. skala nyeri 6
DO :
Trauma defekasi
1. TTV : TD = 120/80 mmHg
Perdarahan vena
2. Klien tampak lemah
hemoroidalis
3. Konjungtiva pucat
4. hasil lab :
Data Tambahan :
2.3.4 Intervensi
Diagnose
No Tujuan dan KH intervensi Rasional
keperawatan
Konstipasi Tujuan : tidak Berikan diet Agar
terjadi konstipasi feses
berhubungan tinggi serat
T.jangka tidak
dengan panjang : 2 x 24 yang terlalu
jam konstipasi padat
pembesaran vena mengandung
teratasi dan pola
hemoroidalis. T.jangka pendek : buah dan BAB
1 x 8 jam tetap
sekam
konstitensi tinja normal
lunak
Kriteria hasil :
Pasien
menyatakan Agar
tidak takut feses
melakukan dapat
defekasi lebih
Tingkatkan
Pola BAB lunak
1
normal pemasukan
cairan
Pelicin
dapat
Berikan pelicin
memuda
pada defekasi hkan
pengelua
yang terlalu
ran fese
keras
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari apa yang telah dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Hemoroid adalah adalah pelebaran pembuluh darah vena di daerah
anus yang berasal dari fleksus hemoroidalis
2. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Beberapa factor etiologi telah
digunakan, termasuk konstipasi/diare, sering mengejan, kongesti
pelvis pada kehamilan, pembesaran prosfat; fibroma arteri dan tumor
rectum.
3. Diagnosa keperawatan yang di dapat :
Konstipasi berhubungan dengan pembesaran vena hemoroidalis.
Nyeri berhubungan dengan adanya hemoroid pada daerah anus.
Perdarahan berhubungan dengan pecahnya vena hemoroidalis
yang ditandai dengan perdarahan waktu BAB.
3.2 Saran
3. Sarankan untuk tidak terlalu kuat saat mengedan karena dapat menambah
besar hemoroid.
1. Arkanda, Sumitro. 1989. Ringkasan Ilmu Bedah. Jakarta: PT. Bina Aksara.
2. Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 2.
Jakarta: EGC.
3. Djuhari, Widjajakusumah. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC.
4. Doenges Moorhouse Geissle. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC
5. Jusi, H. D. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Bedah Vaskuler. Jakarta: Balai Penerbit.
6. Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta:
EGC
7. Parakrama, Chandrasoma. 2006. Ringkasan Patofisiologi Anatomi Edisi 2.
Jakarta: EGC.
8. Price, Sylvia Anderson. 1984. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC.
9. Robbins, Stanley L. 1989. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC
10. Schrock, Theodore R. 1991. Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
11. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:
EGC.