Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMATEMESIS MELENA

A. Anatomi Fisiologi

Anatomi Lambung
Lambung (gaster) merupakan salah satu organ pencernaan yang terdapat dalam tubuh
manusia. Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah
arcus costalis sinistra sampai regio epigastrica an umbilicalis. Sebagian besar gaster
terletak di bawah costae bagian bawah. Secara kasar gaster berbentuk huruf J dan
mempunyai dua lubang (ostium cardiacum dan ostium pyloricum), dua curvature
(curvatura major dan curvatura minor), dan dua dinding (paries anterior dan paries
posterior). Secara umum lambung di bagi menjadi 3 bagian:
1. Kardia atau kelenjar jantung ditemukan di regia mulut jantung. Ini hanya
mensekresi mucus.
2. Fundus atau gastric terletak hampir di seluruh corpus, yang mana kelenjar ini
memiliki tiga tipe utama sel, yaitu:
a. Sel zigmogenik atau chief cell, mesekresi pepsinogen. Pepsinogen ini diubah
menjadi pepsin dalam suasana asam. Kelenjar ini mensekresi lipase dan renin
lambung yang kurang penting.
b. Sel parietal, mensekresi asam hidroklorida dan factor intrinsic. Faktor intrinsic
diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dalam usus halus.
c. Sel leher mukosa ditemukan pada bagian leher semua kelenjar lambung. Sel
ini mensekresi barier mukus setebal 1 mm dan melindungi lapisan lambung
terhadap kerusakan oleh HCL atau autodigesti.
3. Pilorus, terletak pada regia antrum pilorus. Kelenjar ini mensekresi gastrin dan
mukus, suatu hormon peptida yang berpengaruh besar dalam proses sekresi
lambung.
Lambung terdiri atas empat lapisan, yaitu:
1. Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari
peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura
minor lambung dan duodenum, memanjang kearah hati membentuk omentum
minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari organ satu menuju organ lain disebut
ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus kebawah membentuk
omentum mayus.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis:
a. Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot
esophagus
b. Serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot
sfingter, dan berada di bawah lapisan pertama
c. Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari
orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor
(lengkung kecil)
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri
atas banyak kerutan atau rugue, yang hilang bila organ itu mengembang karena
berisi makanan.
4. Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe.
Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi
saluran-saluran kecil dari kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari
kelenjar lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya
dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium ini bersambung dengan permukaan
mukosa dari lambung. Epithelium dari bagian kelejar yang mengeluarkan sekret
berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung.
Persarafan dan Aliran Darah Pada Lambung
Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus
mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.
Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum. Serabut-
serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus
auerbach dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsic dinding lambung
dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Suplai darah dilambung berasal dari arteri seliaka. Dua cabang arteri yang penting
dalam klinis adalah arteri duodenalis dan pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis)
yang berjalan sepanjang bulbus posterior duodenum. Tukak dinding posterior
duodenum dapat mengerosi arteri itu menyebabkan perdarahan. Darah vena dari
lambung dan duodenum serta berasal dari pankreas, limpa dan bagian lain saluran
cerna berjalan ke hati melalui vena porta.
Fisiologi Lambung
1. Fungsi Motorik
a. Fungsi Reservoir
Menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedikit demi sedikit
dicernakan dan bergerak ke saluran pencernaan. Menyesuaikan peningkatan
volume tanpa menambah tekanan dengan relaksasi reseptif otot polos yang
diperantarai oleh saraf vagus dan dirangsang oelh gastrin.
b. Fungsi Mencampur
Memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya
dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung.
c. Fungsi Pengosongan Lambung
Diatur oleh pembukaan sfingter pylorus yang dipengaruhi oleh viskositas,
volume, keasaman, aktivitas osmotis, keadaan fisisk, emosi, obat-obatan dan
kerja. Pengosongan lambung di atur oleh saraf dan hormonal.

2. Fungsi Pencernaan dan Sekresi


a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL
b. Sintesis dan pelepasan gastrin, dipengaruhi oleh protein yang di makan,
peregangan antrum, rangsangan vagus
c. Sekresi factor intrinsic, memungkinkan absorpsi vitamin B12 dari usus halus
bagian distal
d. Sekresi mucus, membentuk selubung yang melindungi lambung serta
berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah untuk diangkut.

B. Definisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja
yang berwarna hitam yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian
atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara
darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna
seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. (Sylvia, 2005).

Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh penyakit saluran
cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses berwarna hitam per-rektal yang
mengandung campuran darah, biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal.
(Grace dan Borley, 2007).

Hematemesis melena adalah suatu kondisi dimana pasien mengalami muntah darah
yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna hitam.
Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada saluran cerna
bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang sering dijumpai di
tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pendarahan dapat terjadi karena
pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau ulkus peptikum. (Brunner dan Sudarth,
2011).
C. Etiologi
Hematemesis melena terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejenum dan
melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit
terjadi perdarahan sebanyak 50 – 100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya
darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan
untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Etiologi dari
hematemesis melena adalah:
1. Kelainan esophagus: varise, esophagitis, keganasan.
2. Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan, dan
lain-lain.
3. Penyakit darah: leukemia, DIC (Disseminated Intravascular Coagulation),
purpura trombositopenia, dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
5. Pemakaian obat-obatan ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alcohol,
dan lain-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan
bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam
perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian
atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan
rata-rata 45 – 50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas.

D. Patofisiologi
Penyebab terjadinya hematemesis melena salah satunya yaitu aspirin, OAINS, stress,
kortikosteroid, rokok, asam lambung, dan infeksi H. Pylori dapat mengakibatkan erosi
pada mukosa lambung sampai mencapai mukosa muskularis disertai dengan
kerusakan kemampuan mukosa untuk mensekresi mukus sebagai pelindung. Hal ini
akan menimbulkan peradangan pada sel yang akan menjadi granulasi dan akhirnya
menjadi ulkus, dan dapat mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.

Penyebab hematemesis melena yang lainnya adalah alkohol dan hipertensi portal
berat dan berkepanjangan yang dapat menimbulkan saluran kolateral bypass: melalui
vena koronaria lambung ke dalam vena esofagus subepitelial dan submukosal dan
akan menjadi varises pada vena esofagus. Vena-vena yang melebar dan berkeluk-
keluk terutama terlatak di submukosa esofagus distal dan lambung proksimal, disertai
penonjolan tidak teratur mukosa diatasnya ke dalam lumen. Hal ini dapat mengalami
ulserasi superficial yang menimbulkan radang, beku darah yang melekat dan
kemungkinan ruptur, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.

Gagal hepar sirosis kronik, kematian sel dalam hepar termasuk penyebab
hematemesis melena yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta.
Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral pada dinding abdominal anterior.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi
mengembang oleh darah dan membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini disebut varises
dan dapat pecah, mengakibatkan hemoragi gastrointestinal.
Hemoragi gastrointestinal dapat menimbulkan hematemesis melena. Hematemesis
biasanya bersumber di atas ligamen treitz. Dari hematemesis akan timbul muntah
darah. Muntah dapat berwarna merah terang atau seperti kopi, tergantung dari jumlah
kandungan lambung pada saat perdarahan dan lamanya darah telah berhubungan
dengan sekresi lambung. Asam lambung mengubah hemoglobin merah terang
menjadi hematin coklat dan menerangkan tentang warna seperti kopi drainase yang
dikeluarkan. Cairan lambung yang berwarna merah marun atau merah terang
diakibatkan dari perdarahan hebat dan sedikit kontak dengan asam lambung.
Sedangkan melena terjadi apabila darah terakumulasi dalam lambung dan akhirnya
memasuki traktus intestinal, feses dapat dikeluarkan bila sedikitnya 60 ml darah telah
memasuki traktus intestinal.

E. Manifestasi Klinis
1. Gejala intestinal yang tidak khas: anoreksia, mual, muntah, diare.
2. Demam, berat badan turun, lemas, lelah.
3. Asites dan edema.
4. Icterus, kadang-kadang urine menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
5. Kelainan pembuluh darah: kolateral-kolateral di dinding, kaput medusa, wasir,
dan varises esophagus.
6. Kelainan endokrin: impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila
dan pubis, amenorea, hiperpigmentasi areola mamae, spidernevi, eritema, dan
hiperpigmentasi.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan dengan pemeriksaan esofagogram untuk daerah
esofagus dan diteruskan dengan pemeriksaan double contrast pada lambung dan
duodenum. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
daerah 1/3 distal esofagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari ada atau
tidaknya varises. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, dianjurkan
pemeriksaan radiologic sedini mungkin, dan sebaiknya segera setelah
hematemesis berhenti.

2. Pemeriksaan Endoskopik
Dengan adanya berbagai macam tipe fiberendoskop, maka pemeriksaan secara
endoskopik menjadi sangat penting untuk menentukan dengan tepat tempat asal
dan sumber perdarahan. Keuntungan lain dari pemeriksaan endoskopik adalah
dapat dilakukan pengambilan foto untuk dokumentasi, aspirasi cairan, dan biopsi
untuk pemeriksaan sitopatologik. Pada perdarahan saluran makan bagian atas
yang sedang berlangsung, pemeriksaan endoskopik dapat dilakukan secara darurat
atau sedini mungkin setelah hematemesis berhenti.

3. Pemeriksaan Ultrasonografi dan Scanning Hati


Pemeriksaan dengan ultrasonografi atau scanning hati dapat mendeteksi penyakit
hati kronik seperti sirosis hati yang mungkin sebagai penyebab perdarahan saluran
makan bagian atas.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini mungkin
dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengawasan yang teliti dan
pertolongan yang lebih baik. Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian
atas meliputi:
1. Pengawasan dan Pengobatan Umum
a. Penderita harus di istirahatkan mutlak, obat-obat yang menimbulkan efek
sedatif morfin, meperidin dan paraldehid sebaiknya dihindarkan. Penderita
dipuasakan selama perdarahan masih berlangsung dan bila perdarahan
berhenti dapat diberikan makanan cair.
b. Infus cairan langsung dipasang dan diberikan larutan garam fisiologis selama
belum tersedia darah.
c. Pengawasan terhadap tekanan darah, nadi, kesadaran penderita dan bila perlu
dipasang CVP monitor.
d. Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk
mengikuti keadaan perdarahan.
e. Transfusi darah diperlukan untuk menggati darah yang hilang dan
mempertahankan kadar hemoglobin 50 – 70 %.
f. Pemberian obat-obatan hemostatik seperti vitamin K, karbasokrom (Adona
AC), antasida dan golongan H2 reseptor antagonis (simetidin atau ranitidin)
berguna untuk menanggulangi perdarahan.
g. Dilakukan klisma atau lavemen dengan air biasa disertai pemberian antibiotika
yang tidak diserap oleh usus, sebagai tindadakan sterilisasi usus. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya peningkatan produksi amoniak oleh
bakteri usus, dan ini dapat menimbulkan ensefalopati hepatik.

2. Pemasangan Pipa Naso-gastrik


Tujuan pemasangan pipa naso-gastrik adalah untuk aspirasi cairan lambung,
lavage (kumbah lambung) dengan air, dan pemberian obat-obatan. Pemberian air
pada kumbah lambung akan menyebabkan vasokontriksi lokal sehingga
diharapkan terjadi penurunan aliran darah di mukosa lambung, dengan demikian
perdarahan akan berhenti. Kumbah lambung ini akan dilakukan berulang kali
memakai air sebanyak 100 - 150 ml sampai cairan aspirasi berwarna jernih dan
bila perlu tindakan ini dapat diulang setiap 1 - 2 jam. Pemeriksaan endoskopi
dapat segera dilakukan setelah cairan aspirasi lambung sudah jernih.

3. Pemberian Pitresin (Vasopresin)


Pitresin mempunyai efek vasokontriksi, pada pemberian pitresin per-infus akan
mengakibatkan kontriksi pembuluh darah dan splanknikus sehingga menurunkan
tekanan vena porta, dengan demikian diharapkan perdarahan varises dapat
berhenti. Perlu diingat bahwa pitresin dapat merangsang otot polos sehingga dapat
terjadi vasokontriksi koroner, karena itu harus berhati-hati dengan pemakaian obat
tersebut terutama pada penderita penyakit jantung iskemik. Perlu dilakukan
pemeriksaan elektrokardiogram dan anamnesis terhadap kemungkinan adanya
penyakit jantung coroner atau iskemik.
4. Pemasangan Balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnya varises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudah penderita
tenang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan dijelaskan makna
pemakaian alat tersebut, cara pemasangannya dan kemungkinan efek yang dapat
timbul pada waktu dan selama pemasangan. Beberapa peneliti mendapatkan hasil
yang baik dengan pemakaian SB tube ini dalam menanggulangi perdarahan
saluran makan bagian atas akibat pecahnya varises esofagus. Komplikasi
pemasangan SB tube yang berat seperti laserasi dan ruptur esofagus, obstruksi
jalan napas tidak pernah dijumpai.

5. Pemakaian Bahan Sklerotik


Bahan sklerotik sodium morrhuate 5 % sebanyak 5 ml atau sotrdecol 3 %
sebanyak 3 ml dengan bantuan fiberendoskop yang fleksibel disuntikan
dipermukaan varises kemudian ditekan dengan balon SB tube. Tindakan ini tidak
memerlukan narkose umum dan dapat diulang beberapa kali. Cara pengobatan ini
sudah mulai populer dan merupakan salah satu pengobatan yang baru dalam
menanggulangi perdarahan saluran makan bagian atas yang disebabkan pecahnya
varises esofagus.

6. Tindakan Operasi
Bila usaha-usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami kegagalan dan
perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dipikirkan tindakan operasi. Tindakan
operasi yang biasa dilakukan adalah ligasi varises esofagus, transeksi esofagus,
pintasan porto-kaval. Operasi efektif dianjurkan setelah 6 minggu setelah
perdarahan berhenti dan fungsi hari membaik.

H. Komplikasi
Menurut Mubin (2006) komplikasi dari hematemesis melena antara lain:
1. Koma hepatic, merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang ditandai dengan
perubahan kesadaran, penurunan intelektual, dan kelainan neurologis yang
menyertai kelainan parenkim hati.
2. Syok hipovolemik, merupakan kehilangan volume darah sirkulasi sehingga curah
jantung dan tekanan darah menurun.
3. Aspirasi pneumoni, merupakan infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk
saluran nafas.
4. Anemia posthemoragik, merupakan kehilangan darah yang mendadak dan tidak
disadari.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama pasien adalah muntah darah atau BAB darah yang datang
secara tiba-tiba
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien dating dengan keluhan muntah darah atau BAB darah yang
datang secara tiba-tiba.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis
hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas,
riwayat penyakit darah (misal: DM), riwayat penggunaan obat ulserogenik,
kebiasaan atau gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup atau kebiasaan makan).
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan makan
yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat
mempengaruhi anggota keluarga yang lain.
4. Data Dasar
a. Aktivitas / Istirahat
 Gejala: kelmahan, kelelahan
 Tanda: Takikardi, takipnea atau hiperventilasi
b. Sirkulasi
 Gejala: Hipotensi, takikardi, disritmia (hypovolemia atau hipoksemia),
nadi perifer lemah, pengisian kapiler > 3 detik, warna kulit pucat, sianosis,
kelembaban kulit atau membrane mukosa berkeringat (menunjukkan status
syok, nyeri akut, respon psikologis)
c. Integritas Ego
 Gejala: Faktor stress akut atau kronis, perasaan tidak berdaya
 Tanda: Gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar
d. Eliminasi
 Gejala: Asanya perdarahan GI, perubahan pada defekasi atau karakteristik
feses
 Tanda: Nyeri tekan abdomen, distensi, bunyi usus hiperaktif saat
perdarahan, diare, darah warna gelap kecoklatan atau merah cerah,
berbusa, berbau busuk, konstipasi dapat terjadi, haluaran urine menurun,
pekat
e. Makanan / Cairan
 Gejala: Anoreksia, mual muntah, nyeri ulu hati, sendawa bau asam, tidak
toleran terhadap makanan, penurunan BB
 Tanda: Muntah warna kopi, merah cerah atau gelap dengan atau tanpa
bekuan darah, membrane mukosa kering, produksi mukosa menurun,
turgor kulit buruk, BJ urine meningkat
f. Neurosensory
 Gejala: Rasa berdenyut pusing atau sakit kepala, kelemahan
 Tanda: Tingkat kesadaran tampak terganggu, disorientasi atau bingung,
sampai pingsan atau bahkan koma (tergantung sirkulasi dan oksigenasi)
g. Nyeri / Kenyamanan
 Gejala: Nyeri digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih,
nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi
 Tanda: Wajah berkerut berhati-hati pada daerah atau area yang sakit, pucat
berkeringat, perhatian menyempit
h. Keamanan
 Gejala: Alergi terhadap obat
 Tanda: Peningkatan suhu, spiderangioma, eritema palmar (menunjukkan
sirosis/hipertensi portal)

B. Diagnose Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk memproses (menelan) makanan
3. Risiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan perdarahan di lambung
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan penyakitnya

C. Intervensi
No Dx Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Ketidakefektifan NOC : NIC
pola nafas b/d  Respiratory Status: Airway Management
penurunan ekspansi Ventilation 1. Posisikan pasien untuk
paru  Respiratory Status: Airway memaksimalkan ventilasi
Patency 2. Auskultasi suara nafas,
 Vital Sign Status catat adanya suara nafas
tambahan
Kriteria Hasil : 3. Monitor respirasi dan
 Suara nafas bersih, tidak status oksigen
ada sianosis, tidak ada 4. Motivasi pasien untuk
dyspnea bernafas pelan, dalam, dan
 Jalan nafas paten, tidak ada batuk
suara nafas tambahan 5. Lakukan fisioterapi dada
 TTV dalam rentang normal bila perlu
6. Berikan bronkodilator bila
perlu

Oxygen Therapy
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2. Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui system
humidifier
3. Pertahankan posisi pasien
4. Monitor aliran oksigen
5. Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi

Vital Sign Status


1. Monitor TTV
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor dan laporkan
tanda dan gejala hipotermia
atau hipertermia
4. Monitor irama dan tekanan
jantung
5. Monitor suara paru-paru
6. Monitor warna kulit, suhu,
dan kelembaban
7. Monitor sianosis sentral
dan perifer
8. Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan TTV
2 Ketidakseimbangan NOC : NIC
nutrisi kurang dari  Nutritional Status: Food Nutrition Management
kebutuhan tubuh and Fluid Intake 1. Kaji adanya alergi
b/d  Nutritional Status: Nutrient makanan
ketidakmampuan Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk memproses  Weight Control untuk menentukan jumlah
(menelan) makanan kalori dan nutrisi yang
Kriteria Hasil : dibutuhkan pasien
 BB ideal sesuai TB 3. Yakinkan diet yang
 Mampu mengidentifikasi dimakan mengandung
kebutuhan nutrisi tinggi serat untuk
 Tidak ada tanda-tanda mencegah konstipasi
malnutrisi 4. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
5. Berikan informasi tentang
kebutuhan kalori

Nutrition Monitoring
1. BB dalam batas normal
2. Monitor adanya
pemenuhan BB
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor adanya mual dan
muntah
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
3 Risiko syok NOC : NIC
(hipovolemik) b/d  Syok Prevention Syok Prevention
perdarahan di  Syok Management 1. Monitor status sirkulasi
lambung BP, warna kulit, suhu kulit,
Kriteria Hasil : denyut jantung, HR dan
 Nadi dalam batas yang ritme, nadi perifer, dan
diharapkan CRT
 Irama jantung dalam batas 2. Monitor tanda inadekuat
yang diharapkan oksigen jaringan
 Frekuensi nafas dalam 3. Monitor suhu dan
batas yang diharapkan pernafasan
 Irama pernafasan dalam 4. Monitor input dan output
batas yang diharapkan 5. Monitor hasil lab (Hb, Ht,
AGD, dan elektrolit)
6. Monitor tanda dan gejala
asites
7. Monitor tanda awal syok
8. Tempatkan pasien pada
posisi supine, kaki elevasi
untuk peningkatan preload
dengan tepat
4 Ansietas b/d kurang NOC : NIC
pengetahuan  Anxiety Self-control Anxiety Reduction
tentang perawatan  Anxiety Level (Penurunan Kecemasan)
penyakit  Coping 1. Gunakan pendekatan yang
menenangkan
Kriteria Hasil : 2. Jelaskan semua prosedur
 Mampu mengidentifikasi dan apa yang dirasakan
dan mengungkapkan gejala selama prosedur
cemas pengobatan
 Mengidentifikasi, 3. Pahami perspektif pasien
mengungkapkan dan terhadap situasi stress
menunjukkan teknik untuk 4. Dengarkan dengan penuh
mengontrol cemas perhatian
 Vital sign dalam batas 5. Instruksikan pasien
normal menggunakan teknik
rileksasi
 Postur tubuh, ekspresi
6. Identifikasi tingkat
wajah, bahasa tubuh dan
kecemasan
tingkat aktivitas
7. Bantu pasien mengenal
menunjukkan
situasi yang menimbulkan
berkurangnya kecemasan
kecemasan
8. Dorong keluarga untuk
menemani pasien
9. Temani pasien untuk
memberikan keamanan dan
mengurangi takut
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Sudarth. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Carpenito. 2007. Buku Diagnosa Keperawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Grace, Pierce dan Borley. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Mubin. 2006. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Sylvia, A. Price. 2005. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai