Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCULOSIS PARU

A. Definisi

Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama


menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobakterium Tuberculosa yang merupakan bakteri batang tahan asam, dapat
merupakan organisme patogen atau saprofit (Sylvia Anderson, 1995).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobakterium
tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru
adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular
disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik
bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

B. Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil


mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian
besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman
lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan
asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J
powh 2001)
1). Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2). Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3). Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4). Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by
pass gatrektomi.
5). Imigran dari negara dengan TB yang tinggi
6). Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
7). Individu yang tinggal di daerah kumuh

C. Manifestasi Klinis

Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau


malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
0
panas badan dapat mencapai 40-41 Celsius. Serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini
sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
Gejala ini banyak ditemukan dan batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuuh darah yang pecah, kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis
terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak bernafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis sehingga terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada
nafsu makan,badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, keringat
malam, dll. Selain itu juga terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price,
2005).
6. Takikardia
(Amin, 2007)

D. Klasifikasi

Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu:


Kela Type Keterangan
s
0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.

Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberkulin negative


1 Terpajan TB Riwayat terpajan

Tidak ada bukti infeksi Reaksi tes kulit tuberkulin negative


2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif

Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative (bila


dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik atau
radiografik Tb aktif
3 TB, aktif secara klinis Biakan M.tuberkulosis (bila dilakukan)
Sekarang terdapat bukti klinis,
bakteriologik, radiografik penyakit
4 TB, Riwayat episode TB atau

Tidak aktif secara klinis Ditemukan radiografi yang abnormal atau


tidak berubah;reaksi tes kulit tuberkulin
positif dan tidak ada bukti klinis atau
radiografik penyakit sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda

E. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab
dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas
atau paru- paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.

F. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:


a. Promotif
1. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1. Vaksinasi BCG
2. Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
* Streptomisin injeksi 750 mg.
* Pas 10 mg.
* Ethambutol 1000 mg.
* Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang
diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
3. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga
mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT
serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi
menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan).
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan.

Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis
obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin +
Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu


berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di
samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang
dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang
direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki
sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam
2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
G. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1) Pengkajian
1. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
2. Keluhan: penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-
tempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
 Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
 Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
 Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat
dan putus harapan.
 Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.

Pola fungsi kesehatan.


1) Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah anggota
keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang dibuka
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan
pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan
imunisasi.

2) Pola nutrisi - metabolik.


Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering
dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas
dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
4) Pola aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak
nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat
pada malam hari.
6) Pola kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan
kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita
menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges,
2000)
8) Pola peran – hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal
hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari
penularan terhadap anggota keluarga yang lain. (Marilyn. E.
Doenges,1999).

 Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari dan
berkeringat pada malam hari

 Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
 Nyeri/kenyamanan
Gejala :Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
 Pernapasan
Gejala : Batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
 Cardiovaskuler
Gejala : takikardia
(Doengoes, 2000)

Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
 Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani.
Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
 Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan
berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi
oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah.
Bila terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi memberikan
suaraamforik. Bila mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas
yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
 Palpasi
badan teraba hangat (demam)
Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

 Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap


aktif penyakit

 Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan


cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

 Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi

10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal


antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak
secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada
pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.

 Anemia bila penyakit berjalan menahun

 Leukosit ringan dengan predominasi limfosit

 LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut


kembali normal pada tahap penyembuhan.

 GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan


paru.

 Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.

 Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya


infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB
paru kronis luas.
b. Radiologi

 Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas
TB dapat termasuk rongga akan fibrosa.

 Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat


kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.

 Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah


penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara
residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder
terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru.

Data Subyektif
 Pasien mengeluh panas
 Batuk/batuk berdarah
 Sesak bernafas
 Nyeri dada
 Malaise dan kelelahan

Data Obyektif

 Ronchi basah, kasar dan nyaring.


 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
 Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak)
 Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
 Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal
dan sub mandibula.
 Kadang terjadi abses.
2) Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental


atau sekret darah, upaya batuk buruk, edema trakeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya
keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar
kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
3. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum,
dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.

3) Rencana Tindakan
Dx 1
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit,
diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
 pasien melaporkan sesak berkurang
 pernafasan teratur
 ekspandi dinding dada simetris
 ronchi tidak ada
 sputum berkurang atau tidak ada
 frekuensi nafas normal (16-24)x/menit

Intervensi
Mandiri
1. Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan
obstruksi jalan napas
2. Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan intervensi yang tepat dan mengidentifikasi
derajat kelainan pernafasan
3. Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
4. Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
5. Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
6. Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga
jalan nafas klien kembali efektif
7. Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada
kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan membantu pengeluaran
sekret
8. Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien
kembali efektif
9. Lakukan suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien
kembali efektif secara mekanik
10. Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
Membantu membebaskan jalan napas
Kolaborasi
1) Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
2) Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik,
antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
Dx 2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan
kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit diharapkan
pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria :
 Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang
 Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
 Napas teratur
 Tanda vital stabil
 Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-
100 mmH

Intervensi :
Mandiri
1. Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot
aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya
proses penyakit
2. Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta
mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
(circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap
demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar
mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik
3. Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya
hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta
dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi oksigen untuk
memfasilitasi resolusi infeksi.
4. Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika
diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering
menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya.
Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
Kolaborasi
1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul
dan masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg,
oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien
2) Memonitor ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau perubahan proses penyakit dan memfasilitasi
perubahan

Dx 3
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan
nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:
 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi:
Mandiri
1. Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas
mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan masalah dan intervensi yang tepat
2. Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan spesifik, meningkatkan intake pasien.
3. Monitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi
Buang Air Besar (BAB).
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah
untuk meningkatkan intake nutrisi.
5. Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi saat demam terjadi peningkatan metabolik
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang
digunakan yang dapat merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi
adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

Dx 4
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau
terkontrol, dengan KH:
 Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
 Pasien tampak rileks

Intervensi:
Mandiri
1. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki
perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
2. Pantau TTV
Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital
telah terlihat.
3. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang, relaksasi/latihan nafas
Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesik.
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
episode batuk.
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
Kolaborasi
1). Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan

Dx 5
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
 Pasien melaporkan panas badannya turun.
0
 Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,7 C.
 Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
 Tekanan darah dalam batas normal : 120/110 90/70 mmHg.
 RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
Intervensi :
Mandiri
1. Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2. Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3. Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada
kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4. Berikan kompres air biasa/hangat
Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus

Dx 7
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu
melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
 Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentan normal.

Intervensi:
1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan
pemilihan intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan
istirahat.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses


keperawatan), Bandung

Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis


Paru. Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari
http://www.scribd.com /doc/52033675/

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.

Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:Media


Aeculapius

Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi


2005-2006. Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika

Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :


EGC

Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan


Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS PARU (TBC)

Disusun oleh

Putri Hamidah

12172004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BOROBUDUR

2018

Anda mungkin juga menyukai