PENDAHULUAN
b. Hematemesis dan atau melena yang disertai atau tanpa anemia, dengan atau
tanpa gangguan hermodinamik dimana derajat hipovolemik menentukan
tingkat kegawatan pasien.
1
pelayanan yang lebih tinggi. Adapun lagkah – langkah perngelolaan perdarahan saluran
cerna bagian atas adalah sebagai berikut.
d. Pastikan perdarahan berasal dari saluran cerna bagian atas atau bawah
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Yang termasuk ke dalam saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna diatas
(proksimal) ligamentum Treitz dimulai dari jejenum proksimal, duodenum, gaster
dan esofagus.1,6
3
abdominalis sisnrta, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis dextra
sebelah bawah. Masuknya klimus ke dalam usus halus diatur oleh sfingter pilorus
sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna ke dalam usus besar diatur oleh katup
ileosekal.
Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Lapiran terluar adalah lapisan
serosa dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempuyai lapisan viseral dan parietal
dan ruang yang terletak diantara lapiran – lapisan ini disebut sebagai rongga
peritoneum. Peritoneum melipat dan meliputi hampir seluruh visera abdomen.
Otot yang melapisi usus halus mempunyai 2 lapisan yaitu lapisan luar terdiri
atas serabut – serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri dari serabut
– serabut sirkular. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltik usus halus.
Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalm
tebal serta banyak mengandung pembulu darah dan kelenjar.
4
Usus halus dicirikan dengan adanya 3 struktur yang sangat menambah luas
permukaan dan membantu fungsi utamanya yaitu abrosbsi. Paisan mukosa dan
submukosa membentuk lipatan – lipatan sirkular yang disebut sbagai vulva koniventes
(lipatan Kerckring) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 – 10 mm. adanya lipatan
– lipatan ini menyebabkan gambaran usus halus menyerupai bulu pada pemeriksaan
radiografi. Villi merupakan tonjolan – tonjolan mukosa seperti jari – jari yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya
0,5 – 1,5 dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru. Mikrovilli
merupakan tonjolan menyerupai jari – jari yang panjangnya sekitar 1 m pada
permukaan luar setiap villi.6
2.1.2. Gaster
Gaster terletak oblique dari kiri ke kanan menyilang diabdomen atas tepat di
bawah diafragma. Dalam keadan kosong lambung menyerupai tabung berbentuk huruf
J dan bila penuh akan berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal gaster
adalah 1-2 L. Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus, corpus dan antrum pilorus.
Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah
lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan makanan yang mengalirkan makanan masuk ke dalam
lambung dan mencegah reflux isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah
lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat
sfingter pilorus terminal berelaksasi, makanan akan masuk ke dalam duodenum dan
ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam
lambung.
5
Gambar 3. Anatomi Gaster
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis (penyempitan) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum. Abnormlitas
sfingter pilorus dapat pula terjadi pada anak – anak. Stenosis pilorus atau pilorispasme
terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga
sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam
duodenum. Anak akan memuntahkan makanan tersebut. Keadaan seperti ini dapat
diperbaiki dengan pemberian adrenergik yang dapat menyebabkan relaksasi serabut
otot.
6
Lambung tersusun atas 4 lapisan. Timika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum vuseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke
hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu organ
menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi, omentum minus menyokong
lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurbatura mayor pertoneum
terus ke bawah membentuk omentum mayus, yang menutupi usus halus dari depan
sperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi
penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat pengukur pankreatitis akut.
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas 3
lapis: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkuler dibagian tengah, dan lapisan
oblique di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik memungkinkan berbagai
macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi
partikel – partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan
cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.
7
dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk abrosbsi vitamin B12 didalam
usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia
pernisiosa. Sel – sel mukus ditemukan dileher kelenjar fundus dan mensekresikan
mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus
lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida
dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam lambung adalah enzim dan
berbagai elektrolit terutama ion natrium, kalium dan klorida.
Seluruh suplai darah di lambung dan pancreas berasal dari arteri seliaca
atau trinchus seliacus yang mempercabangkan pembuluh darah yang memperdarahi
kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri
gastroduodenalis dan arteri pancreaticoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan
disepanjang bus-bus posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum
dapat mengerti arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari
lambung dan duodenum serta yang berasal dari pancreas limpa dan bagian lain dari
gastrointestinal berjalan ke hati melalui vena porta.6
2.1.3. Esofagus
8
Gambar 5. Bentuk anatomi dari esofagus
9
tersusun sirkuler. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunica serosa (lapisan
luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan
lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan esofagus dengan
struktur – struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa menyebabkan semakin
cepatnya penyebaran sel – sel tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya
kemungkinan kebocoran setelah operasi.
Fungsi sistem saraf enteni tidak bergantung pada saraf – saraf ekstrinsik.
Stimulasi sistem simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan atau menghambat
fungsi gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan pervascular juga ditemukan dalam
submukosa esofagus dan ganglia mientrikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai
sebagai mekanoreseptor, termoosmo dan kemoreseptor dalam esofagus.
Mekanoreseptor menerima rangsangan mekanis sepeti sentuhan dan kemoreseptor
menerima rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor termo-osmo dapat dipengaruhi
oleh suhu tubuh, bau dan perubahan tekanan osmotik.
10
Aliran darah vena mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos dan dibawah diafragma vena
esofagus masuk ke dalam vena gastric sinistra. Hubungan antara vena Porta dan vena
sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral
melalui vena esofagus menyebabkan terbentuknya varises esofagus (vena varicosa
esofagus). Vena yang melebar dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat
fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis hepatisasi.6
2.2.1. Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dari saluran
cerna atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan batas
anatomik di ligamentum Treitz) dengan manifestasi klinis berupa hematemesis,
melena, hematoskezia atau kombinasi.
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa, yang meluas
di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa hingga lapisan
muskularis mukosa dengan garis tengah lebih atau sama dengan 5 mm dari suatu daerah
saluran cerna atas yang langsung berhubungan dengan cairan asam lambung/pepsin.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan
berasal pada area proksimal saluran pencernaan bagian Proxima dari ligamen tim treitz.
Yang termasuk organ – organ saluran cerna di proximal di ligamen tim treitz adalah
esofagus, lambung, duodenum dan sepertiga proximal dari jejenum. Lebih dari 50%
kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas dikarenakan oleh penyakit erosi dan
ulseratif dari gaster dan/atau duodenum.1
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dari saluran
cerna atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan batas
anatomik di ligamentum Treitz) dengan manifestasi klinis berupa hematemesis,
melena, hematoskezia atau kombinasi.
11
2.2.2. Etiologi
a. Varises esofagus
Dalam ilmu gastroenterologi varises esofagus adalah dilatasi berlebihan pada vena
– vena di lapisan submukosa pada bagian bawah esofagus. Terjadinya varises esofagus
dikarenakan hipertensi porta akibat sirosis hepatissehingga pasien dengan varises
esofagus sering mengalami perdarahan. Penegakan diagnosis varises esofagus
dilakukan dengan endoskopi.1,2,3,45
12
Gambar 7. Hasil gambaran gastrocopy pada varises esofagus yang disertai
dengan cherry red spot.
b. Gastritis erosif
a. Penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) yang memiliki efek
perusakan mukosa yang bersifat lokal dan sistemik.
c. Stres, kegagalan multi organ, luka bakar, pembedahan, trauma sistem saraf
pusat.
e. Trauma akibat gastrokopi, tertelannya benda asing, rasa enek, mual muntah
berlebihan.
13
f. Trauma radiasi
c. Ulkus peptikum
Tukak lambung dan tukak duodenum merupakan penyakit yang masih banyak
ditemukan dalam klinik terutama dalam kelompok umur diatas 45 tahun.
14
Gambar 9. Ulkus dan perforasi disertai perdarahan pada gaster
d. Syndrome Mallory-Weiss
15
Gambar 11. Robekan mukosa pada pertautan gastroesofageal sindrom
mmallory-weiss
16
Gambar 12. Endoskopi pada robekan di mukosa pertautan gastroesofageal pada
sindrom Mallory weiss
e. Keganasan
Perdarahan saluran cerna bagian atas akibat dari keganasan pada esofagus
menjadi keluhan yang cukup sering ditemukan pada pasien dimana hematemesis dapat
terjadi dengan atau tanpa disertai mereka. Akibat dari perdarahan ini dapat
menimbulkan anemia defisiensi besi.1
17
Gambar 13. Salah bentuk nidasi keganasan pada esofagus
Keluhan yang paling sering terjadi pada pasien penderita keganasan gaster
adalah hematemesis sehingga menjadi faktor perdarahan saluran cerna bagian atas. Hal
ini tidak lepas dari bentuk patologi dari keganasan gaster serta lokasi timbulnya
keganasan dalam gaster.
2.2.3. Epidemiologi
18
rumah sakit akibat perdarahan saluran cerna bagian atas di Amerika Serikat sebanyak
150 per 100.000 populasi. Penelitian HMI tunggal terbaru tentang kesehatan dasar pada
suatu populasi di Amerika Serikat, ditemukan sebanyak 102 kasus rawat inap akibat
perdarahan saluran cerna bagian atas per 100.000 populasi di tahun 1995. Pada data
tahun 1992 – 1999 dari National Hospital Discharge Survey ditemukan angka rawat
inap tahunan akibat perdarahan saluran cerna bagian atas didapatkan sebanyak 149 h
172 kasus per 100.000.1,2,3
Dari 1673 kasus perdarahan saluran cerna bagian atas di SMF Penyakit Dalam
RSU dr. Sutomo Surabaya 76,9% disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, 19,2%
oleh gastritis erosif, 1,0% oleh tukak peptikum, 0,6% oleh kanker lambung dan 2,6%
karena sebab lain. Laporan dari RS pemerintah di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta
urutan 3 penyebab terbanyak perdarahan saluran cerna bagian atas sama dengan di RSU
dr. Sutomo Surabaya. Sedangkan laporan dari RS pemerintah Ujung Pandang
menyebutkan tukak peptikum menempati urutan pertama penyebab perdarahan saluran
19
cerna bagian atas. Laporan kasus di rumah sakit swasta Dr Darmo Surabaya perdarahan
karena tukak peptikum sebanyak 51,2%, gastritis erosif 11,7%, varises esofagus
10,9%, keganasan 9,8%, esofagitis 5,3%, sindrom Mallory-Weiss 1,4%, idiopatik 7%
dan karena penyebab lainnya 2,7%. Di negara barat tukak peptikum menempati urutan
pertama sebagai penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas dengan frekuensi
sekitar 50%. Walaupun pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas telah banyak
berkembang namun mortalitasnya relatif tidak berubah sekitar 8-10% karena
bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut dan akibat komorbiditas yang
menyertai.1
2.2.4. Patofisiologi
a. Gejala Klinis1,2,3,4,5
Gejala dan tanda klinis perdarahan saluran cerna bagian atas yang sering
ditemukan pada pasien adalah :
20
2. Hematemesis dan atau melena yang disertai atau tanpa anemia, dengnan atau
tanpa gangguan hemodinamik, derajat hipovolemi menentukan tingkat
kegawatan pasien.1
Adapun manifestasi klinis yang ditemukan sebagai cirri khas ari perdarahan
saluran cerna bagian atas terutama dapat dibedakan dari oerdarahan saluran cerna
bagian bawah, antara lain : hematemesis, melena, emesis yang berwarna seperti
kopi, nyeri pada epigastrium, dan reaksi vasovagal seperti mual, muntah dan rasa
enek
b. Diagnosa
1. Umur penderita
21
Perdarahan gastrointestinal di proksimal ligamentum Treitz hamper selalu berupa
hematemesis dan melena.
22
Hemoquant Fluoresense dan Kuantitatif Makan daging merah Antasida
Paphyoni Asam askorbat
Tujuan : untuk menentukan apakah darah berasal dari ibu atau neonates
3. Pipa nasogastrik
Pada awalnya kelainan pada saluran pencernaan bagian atas, biasanya
diperiksa dengan memasukkan tabung melalui hidung, menuju ke lambung dan
mengeluarkan cairannya. Cairan lambung yang seperti kopi dsebabkan oleh
pencernaan darah parsial, dan menunjukkan bahwa perdarahannya lambat dan
lelah berhenti. Darah yang berwarna merah dan terus menerus, menunjukkan
perdarahan yang aktif dan berat.
Intubasi pada GIT bagian ata mudah dkerjakan tetapi disertai kurang
nyaman selama 5-10 menit pertama, dapat ditolerir dengan baik untuk
pemakaian jangka lama. Pemeriksaan ini harus dilakukan padas semua
penderita dengan hematosesia massif atau submasif untuk membuktikan
sumber perdarahan.
4. Endoskopi
23
Yang sering dilakukan adalah skleroterapi terhadap varises esophagus
sebagai pengganti prosedur shunt. Dalam hal mencari lokalisasi perdarahan TGI,
endoskopi jelas lebih superior daripada pemeriksaan radiologis (foto-kontras),
terutama bila perdarahan sedemikian banyak sehingga menurunkan Hb dan
Hematokrit. Fotoseri saluran cerna bagian atas pada anak, memberikan hasil 50%
negative palsu dibandingkan endoskopi. Endoskopi tidak menemukan lokasi
perdarahan 10-20% kasus, mungkin karena perdarahan berasal dari nasofaring
atau perdarahannya sedikit.
5. Biopsy
6. Angiografi
A. Tindakan Umum
24
1. Prioritas tindakan adalah penilaian, pemantauan, dan menjaga kestabilan status
hemodinamik
Tanpa syok
- Perdarahan 500 cc : observasi tekanan darah, nadi, suhu, kesadarn. Periksa
Hb/Ht secara berkala untuk evaluasi
- Perdarahan 500-1000 cc : evaluai kemungkinan transfuse, pasang infuse
larutan kristaloid (RL)
- Perdarahan massif (>1000cc, Hb <8g%) : infuse larutan kristaloid
dipercepat sambil menunggu darah untuk segerantransfusi. Sebaiknya
juga dilakukan pemantauan tekanan vena central.
Keadaan syok
- Letakkan penderita pada posisi terlentang tanpa bantal, kepala miring ke
samping. Berikan O2 nasal kanus dan pasang kateter untuk control
produksi urin.
- Infuse 10-20cc KgBB dalam 1 jam, bila syok teratasi terkesan diturunkan.
Bila masi syok, diteruskan dengan plasma ekspander sambil menunggu
darah untuk segera ditransfusikan. Jumlah transfuse tergantung
hemodinamik : CVP stabil, tanda vital baik, dieresis ukup, pertahankan Ht
35-40%
- Darah segar (fresh whole blood) 10-15 cc/KgBB diberikan pada
perdarahan massif untuk mempertahankan volume intavaskular dan untuk
mengganti sel darah merah. Dapat dilanjutkan dnegan PRC seperlunya.
- Vitamin K 1mg/th, IM dengan maksimun 10mg diberikan bila ada
koagulopati. 1,2,3,4
2. Tindakan menghentikan perdarahan
Pembilasan lambung dilakukan dengan pipa nasogastrik (NGT) dengan Nacl
0,9% dingin. 50-100ml berulang kali tiap 15 menit selama atu jam dan
25
selanjutnya setiap 3 jam selama 12-24 jam tergantung perdarahannya sampai
cairan lambung sebersih mungkin.1,3,4
Vasopressin dikatakan efektif dalam menurunkan aliran darah dan tekanan
melalui sirkulasi portal. Dimulai dengan 0,1 mikro/menit dan dinaikkan
0,5makro/menit setiap jam sampai mencapai 0,2 mikro/menit pada anak usia
kurang dari 12 tahun pada remaja berturut-turut adalah 0,3mikro/menit dan
0,4mikro/menit. Vasopressin hedaknya diberikan dalam cairan dektrose 5%
2ml/KgBB.1,3,4
Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan aliran
darah splantik, khasiatnya lebih selektif disbanding vasopressin.
Somatostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esophagus pada
70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non varises dengan
dosis bolus 250mcg/iv, dilanjutkan perinfus 250mcg/jam selama 24jam
Obat-obatan golongan anti sekresi asam lambung dilaporkan dapat
bermanfaat untuk perdarahan akibat tukak peptic. Antagonis reseptor H-2
seperti simetidin (20-40 mg/hari) dan ranitidine (2-4mg/KgBB/kali,
maksimun 150mg/kali 2 x sehari). Inhibitor pompa proton seperti omeprazole
(0,7-1,4 mg/KgBB/kali, maksimun 40mg/kali, 1 x sehari) dan lansoprazole
(0,3-1,5 mg/KgBB/hari). Antasida seperti aluminium dengan dosis 0,5
mg/KgBB/kali, maksimun 20ml perkali setiap 4 jam.1,3,4
B. Tindakan Khusus
26
sumber perdarahan baik dari varises esophagus maupun non varises
esophagus.1,2,3,4,5
3. Pemasangan sengstaken-Blackmore tube (Sb tube)
Pemasangan tube ini diindikasikan untuk perdarahan massif/tidak berhenti.
Maksimal dipasang 48 jam denan memperhatikan untuk penilaian terapi
dan untuk menentukan pengalihan terapi ke cara lain.1,2,3,4
4. Pembedahan
Bila tindakan konservatif dengan Sb tube tetap tidak dapat mengatasi
perdarahan maka dilakukan tindakan pembedahan. Sebagai penanganan
dapat dipakai apabila darah transfuse telah dimasukkan 60% dari
perhitungan volume darah penderita, namun perdarahan masih aktif
(ditandai dengan Hb tetap turun) maka sudah ada indikasi pembedahan.1,4
2.1.8. Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
27
2. Cappel, Mitchell S. “Initial Managgement Of Acute Upper Gastrointestinal
Bleeding : From Initial Evaluation up to Gastrointestinal Endoscopy”. Medical
Clinics of North America, New York. 2008.
3. Juffrie M. Soenarto S, Osward H, Arief S, Rosalinea I, Mulyani N. “Buku Ajar
Gastro Enterologi-Hepatologi. Jilid I. UKK-Gastroenterologi-Hepatologi IAI.
Jakarta. 2011.
4. Suratmaja, Sudaryat. “Kapita Selekta Gastroenterologi”. Cetakan ke II. CV.
Sagung Seto, Jakarta. 2007.
5. Cleveland K, Ahmad N, Bishop P, Nowicki M. “Upper Gastroeintestinal
Bleeding in Children: an 11-year Retrospespective Endoscopic Investigation”.
USA. 2012
6. Moore K, agur A. “Anatomi Klinis Dasar”. Editor. Sadikin V, Saputra V.
Cetakan I, Penerbit Hipocrates, Jakarta. 2002.
28