Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah perdarahan seluaran


makanan proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan
perdarahan varises esofagus dan non-varises esofagus kerana antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya. Manifestasi klinik perdarahan
saluran cerna bagian atas (PSCBA) bisa beragam tergantung lama, kecepatan, banyak
sedikitnya darah yang hilang dan apakah perdarahan berlangsung terus – menerus atau
tidak. Pasien PSCBA adalah biasanya datan dengan kemungkinan :

a. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama.

b. Hematemesis dan atau melena yang disertai atau tanpa anemia, dengan atau
tanpa gangguan hermodinamik dimana derajat hipovolemik menentukan
tingkat kegawatan pasien.

Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) yang sering


dilaporkan adalah pecahnya varises esofagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropathy
kongestif, Sindroma Mallory-Weiss dan keganasan. Perbedaan diantara laporan –
laporan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) terletak pada urutan
penyebab tersebut.1,2,3,4,5

Pengelolaan dasar pasien perdarahan saluran cerna sama seperti perdarahan


pada umumnya, meliputi pemeriksaan awal, resusitasi, diagnosis dan terapi. Tujuan
pokoknya adalah mempertahankan stabilitas hermodinamik, menghentikn perdarahan
dan mencegah perdarahan berulang. Konsesnsus nasional PG-PEGI-PPHI menetapkan
bahwa pemeriksaan asal dan resusitasi pada kasus perdarahan wajib dan harus bisa
dikerjakan pada setiap lini pelayanan kesehatan masyarakat sebelum dirujuk ke pusat

1
pelayanan yang lebih tinggi. Adapun lagkah – langkah perngelolaan perdarahan saluran
cerna bagian atas adalah sebagai berikut.

a. Pemeriksaan awal, penekanan pada awal evaluasi status hermodinamik

b. Resusitasi, terutama untuk stabilitas hermodinamik

c. Melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang

d. Pastikan perdarahan berasal dari saluran cerna bagian atas atau bawah

e. Menegakkan diagnosis dan mencari penyebab perdarahan

f. Terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan


dan mencegah perdarahan berulang.1

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Saluran Cerna Bagian A tas

Yang termasuk ke dalam saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna diatas
(proksimal) ligamentum Treitz dimulai dari jejenum proksimal, duodenum, gaster
dan esofagus.1,6

Gambar 1. Sketsa Saluran Cerna Bagian Atas

2.1.1. Duodenum dan Jejenum

Panjang dudenum adalah sekitar 25 cm mulai dari pilorus hingga jejenum.


Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh adanya ligamentum treitz yaitu suatu
pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dextra diafragma dekat hiatus esofagus
dan berinsersio pada perbatasan antara duodenum dan jejenum. Ligamentum ini
berperan sebagai suspensorium (penggantung). Sekitar ⅖ dari sisa usu halus adalah
jejenum dan ⅗ bagian akhirnya adalah ileum. Jejenum terletak diregio mid-

3
abdominalis sisnrta, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis dextra
sebelah bawah. Masuknya klimus ke dalam usus halus diatur oleh sfingter pilorus
sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna ke dalam usus besar diatur oleh katup
ileosekal.

Gambar 2. Bentuk Anatomi dari Duodenum dan Jejenum

Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Lapiran terluar adalah lapisan
serosa dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempuyai lapisan viseral dan parietal
dan ruang yang terletak diantara lapiran – lapisan ini disebut sebagai rongga
peritoneum. Peritoneum melipat dan meliputi hampir seluruh visera abdomen.

Otot yang melapisi usus halus mempunyai 2 lapisan yaitu lapisan luar terdiri
atas serabut – serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri dari serabut
– serabut sirkular. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltik usus halus.
Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalm
tebal serta banyak mengandung pembulu darah dan kelenjar.

4
Usus halus dicirikan dengan adanya 3 struktur yang sangat menambah luas
permukaan dan membantu fungsi utamanya yaitu abrosbsi. Paisan mukosa dan
submukosa membentuk lipatan – lipatan sirkular yang disebut sbagai vulva koniventes
(lipatan Kerckring) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 – 10 mm. adanya lipatan
– lipatan ini menyebabkan gambaran usus halus menyerupai bulu pada pemeriksaan
radiografi. Villi merupakan tonjolan – tonjolan mukosa seperti jari – jari yang
jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya
0,5 – 1,5 dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru. Mikrovilli
merupakan tonjolan menyerupai jari – jari yang panjangnya sekitar 1 m pada
permukaan luar setiap villi.6

2.1.2. Gaster

Gaster terletak oblique dari kiri ke kanan menyilang diabdomen atas tepat di
bawah diafragma. Dalam keadan kosong lambung menyerupai tabung berbentuk huruf
J dan bila penuh akan berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas normal gaster
adalah 1-2 L. Secara anatomis, lambung terbagi atas fundus, corpus dan antrum pilorus.
Sebelah kanan atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah
lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur
pengeluaran dan pemasukan makanan yang mengalirkan makanan masuk ke dalam
lambung dan mencegah reflux isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah
lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat
sfingter pilorus terminal berelaksasi, makanan akan masuk ke dalam duodenum dan
ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam
lambung.

5
Gambar 3. Anatomi Gaster

Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis (penyempitan) sebagai penyulit penyakit ulkus peptikum. Abnormlitas
sfingter pilorus dapat pula terjadi pada anak – anak. Stenosis pilorus atau pilorispasme
terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami hipertrofi atau spasme sehingga
sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan makanan dari lambung ke dalam
duodenum. Anak akan memuntahkan makanan tersebut. Keadaan seperti ini dapat
diperbaiki dengan pemberian adrenergik yang dapat menyebabkan relaksasi serabut
otot.

Gambar 4. Bentuk anatomi lambung

6
Lambung tersusun atas 4 lapisan. Timika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum vuseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke
hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar dari satu organ
menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi, omentum minus menyokong
lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurbatura mayor pertoneum
terus ke bawah membentuk omentum mayus, yang menutupi usus halus dari depan
sperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah tempat yang sering terjadi
penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat pengukur pankreatitis akut.

Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas 3
lapis: lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkuler dibagian tengah, dan lapisan
oblique di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik memungkinkan berbagai
macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi
partikel – partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan
cairan lambung, dan mendorongnya ke arah duodenum.

Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan


lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa bergerak
dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung plexus saraf, pembuluh darah
dan saluran limfe.

Mukosa lapisan dalam lambung tersusun atas lipatan – lipatan longitudinal


yang disebut tugas yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi
makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut
bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada didekat orifisium
kardia dan mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan
pada hampir seluruh corpus lambung. Kelenjar gastrik memiliki 3 tipe utama sel. Sel –
sel zimogenik (chief cell) mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi
pepsin dalam suasana asam. Sel – sel parietal mensekresikan asam hidroklorida (HCl)

7
dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk abrosbsi vitamin B12 didalam
usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia
pernisiosa. Sel – sel mukus ditemukan dileher kelenjar fundus dan mensekresikan
mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pilorus
lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida
dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam lambung adalah enzim dan
berbagai elektrolit terutama ion natrium, kalium dan klorida.

Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai


saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan dari abdomen melalui
saraf vagus. Trunchus bagus mem percabangkan ramus gastricus, pilorus, hepaticus
dan seliaca. Pengetahuan anatomi ini sangat penting karena vagotomi selektif
merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati ulkus
duodenum.

Seluruh suplai darah di lambung dan pancreas berasal dari arteri seliaca
atau trinchus seliacus yang mempercabangkan pembuluh darah yang memperdarahi
kurvatura minor dan mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri
gastroduodenalis dan arteri pancreaticoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan
disepanjang bus-bus posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum
dapat mengerti arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari
lambung dan duodenum serta yang berasal dari pancreas limpa dan bagian lain dari
gastrointestinal berjalan ke hati melalui vena porta.6

2.1.3. Esofagus

Esofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25


cm dan berdiameter 2 cm yang terbentang dari hipofaring hingga ke kardia lambung.
Esofagus terletak di posterior jantung dan trachea, di anterior vertebra dan menembus
hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan
bahan yang dimakan dari faring ke lambung.

8
Gambar 5. Bentuk anatomi dari esofagus

Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot cricofaringeus


membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut – serabut otot rangka.
Bagian esofagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali
pada waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, bertindak sebagai sfingter
sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal
sfingter menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu muntah.

Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri


atas 4 bagian: mukosa, submukosa, muskularis dan serasa. Lapisan mukosa bagian
dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas; epitel
lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esofagus dalam lambung
(garis – Z) dan menjadi epitel thoraks selapis. Mukosa esofagus dalam keadaan normal
bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan
submukosa mengandung sel – sel sekretori yang memproduksi mukus. Mukus
mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari
cedera akibat zat kimia. Lapisan otot terluar tersusun longitudinal dan lapisan dalam

9
tersusun sirkuler. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunica serosa (lapisan
luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan
lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan esofagus dengan
struktur – struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa menyebabkan semakin
cepatnya penyebaran sel – sel tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya
kemungkinan kebocoran setelah operasi.

Persarafan utama esofagus diinervasi oleh serabut – serabut simpatisan dan


parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervous
vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Fungsi serabut simpatisan
hingga saat ini masih kurang diketahui.

Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala – jala serabut saraf


intrinsik diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal (plexus Auerbach atau
mientrikus) dan berperan dalam pengaturan peristaltik esofagus normal. Jala – jala
saraf intrinsik kedua (plexus Meissner) terdapat di submukosa saluran gastrointestinal.

Fungsi sistem saraf enteni tidak bergantung pada saraf – saraf ekstrinsik.
Stimulasi sistem simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan atau menghambat
fungsi gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan pervascular juga ditemukan dalam
submukosa esofagus dan ganglia mientrikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai
sebagai mekanoreseptor, termoosmo dan kemoreseptor dalam esofagus.
Mekanoreseptor menerima rangsangan mekanis sepeti sentuhan dan kemoreseptor
menerima rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor termo-osmo dapat dipengaruhi
oleh suhu tubuh, bau dan perubahan tekanan osmotik.

Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola sementara. Bagian atas


disuplai oleh cabang – cabang arteria tiroidea inferior dan subclavia. Bagian tengah
disuplai oleh cabang – cabang sementara aorta dan arteria gastric sinisuka dan frenicus
inferior.

10
Aliran darah vena mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos dan dibawah diafragma vena
esofagus masuk ke dalam vena gastric sinistra. Hubungan antara vena Porta dan vena
sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral
melalui vena esofagus menyebabkan terbentuknya varises esofagus (vena varicosa
esofagus). Vena yang melebar dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat
fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis hepatisasi.6

2.2. Perdarahan Saluran Cerna bagian Atas

2.2.1. Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dari saluran
cerna atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan batas
anatomik di ligamentum Treitz) dengan manifestasi klinis berupa hematemesis,
melena, hematoskezia atau kombinasi.
Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa, yang meluas
di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa hingga lapisan
muskularis mukosa dengan garis tengah lebih atau sama dengan 5 mm dari suatu daerah
saluran cerna atas yang langsung berhubungan dengan cairan asam lambung/pepsin.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi dan
berasal pada area proksimal saluran pencernaan bagian Proxima dari ligamen tim treitz.
Yang termasuk organ – organ saluran cerna di proximal di ligamen tim treitz adalah
esofagus, lambung, duodenum dan sepertiga proximal dari jejenum. Lebih dari 50%
kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas dikarenakan oleh penyakit erosi dan
ulseratif dari gaster dan/atau duodenum.1

Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dari saluran
cerna atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan batas
anatomik di ligamentum Treitz) dengan manifestasi klinis berupa hematemesis,
melena, hematoskezia atau kombinasi.

11
2.2.2. Etiologi

a. Varises esofagus

Dalam ilmu gastroenterologi varises esofagus adalah dilatasi berlebihan pada vena
– vena di lapisan submukosa pada bagian bawah esofagus. Terjadinya varises esofagus
dikarenakan hipertensi porta akibat sirosis hepatissehingga pasien dengan varises
esofagus sering mengalami perdarahan. Penegakan diagnosis varises esofagus
dilakukan dengan endoskopi.1,2,3,45

Varises esofagus merupakan penyebab perdarahan paling sering dan paling


berbahaya pada sirosis hepatis. Penderita datang dengan keluhan melena atau
hematemesis. Tanda perdarahannya adalah ensefalopati hepatik. Hipovolemia dan
hipotensi dapat terjadi bergantung pada jumlah dan kecepatan kehilangan darah.1

Gambar 6. Varises Esofagus

12
Gambar 7. Hasil gambaran gastrocopy pada varises esofagus yang disertai
dengan cherry red spot.

b. Gastritis erosif

Gastritis merupakan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat


bersifat akut, kronis, difusi atau lokal pada gastritis akan didapatkan mukosa memerah,
edema, dan ditutupi oleh mukus yang melekat serta sering terjadi erosi kecil dan
perdarahan.1,2 Terjadinya gastritis erosi dapat disebabkan oleh:

a. Penggunaan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) yang memiliki efek
perusakan mukosa yang bersifat lokal dan sistemik.

b. Iskemia pada vaskulitis atau saat melakukan lari maraton.

c. Stres, kegagalan multi organ, luka bakar, pembedahan, trauma sistem saraf
pusat.

d. Penyalahgunaan konsumsi alkohol dan zat kimia korosif.

e. Trauma akibat gastrokopi, tertelannya benda asing, rasa enek, mual muntah
berlebihan.

13
f. Trauma radiasi

Gambar 8. Gastritis erosi tampak inflamasi pada lapisan mukosa gaster

c. Ulkus peptikum

Tukak lambung dan tukak duodenum merupakan penyakit yang masih banyak
ditemukan dalam klinik terutama dalam kelompok umur diatas 45 tahun.

14
Gambar 9. Ulkus dan perforasi disertai perdarahan pada gaster

Gejala yang berkaitan dengan perdarahan ulkus bergantung pada kecepatan


kehilangan darah. Hematemesis atau melenakan dengan tanda syok apabila perdarahan
masif dan perdarahan tersembunyi yang kronik sehingga dapat menyebabkan
terjadinya anemia defisiensi besi.1,2

Gambar 10. Ulkus peptikum pada faster dan duodenum

Insiden perdarahan akibat tukak sebesar 15-25% dan cenderung meningkat


pada usia lanjut akibat adanya penyakit degeneratif dan meningkatnya penggunaan
OAINS.

d. Syndrome Mallory-Weiss

Sindrom Mallory Weiss adalah suatu keadaan hematemesis atau melenakan


yang secara khas mengikuti muntah – muntah berat yang berlangsung beberapa jam
atau hari dapat ditemukan 1 atau beberapa la serasi mukosa lambung mirip celah,
terletak memanjang di bawah persambungan esofagogastrikum. Penyakit ini pertama
kali ditemukan oleh G. Kenneth Mallory dan Soma Weiss tahun 1929 pada 15 pasien
alkoholik.

15
Gambar 11. Robekan mukosa pada pertautan gastroesofageal sindrom
mmallory-weiss

Riwayat terjadinya sindrom Mallory-Weiss dikarenakan muntah, mual atau


batuk yang disertai hematemesis terutama pada pasien alkoholik. Perdarahan akibat
kejadian ini menyebabkan robekan lapisan mukosa pada area gastrik di pertautan
gastroesofageal berhenti spontan pada 80-90% pasien dan kambuh pada 0-5%.
Pengobatan dengan endoskopi diindikasikan pada perdarahan aktif akibat robekan
Mallory-Weiss. Pengobatan dengan angiografu dengan infusi vasopressin intraarterial
atau embolisasi dan operasi dengan pen jahitan pada area robekan jarang
diperlukan.1,2,3,4,5

16
Gambar 12. Endoskopi pada robekan di mukosa pertautan gastroesofageal pada
sindrom Mallory weiss

e. Keganasan

Keganasan atau karsinoma yang dapat memicu timbulnya perdagangan saluran


cerna bagian atas berupa keganasan pada esofagus dan gaster.1

 Keganasan pada esofagus

Perdarahan saluran cerna bagian atas akibat dari keganasan pada esofagus
menjadi keluhan yang cukup sering ditemukan pada pasien dimana hematemesis dapat
terjadi dengan atau tanpa disertai mereka. Akibat dari perdarahan ini dapat
menimbulkan anemia defisiensi besi.1

17
Gambar 13. Salah bentuk nidasi keganasan pada esofagus

 Keganasan pada gaster

Keluhan yang paling sering terjadi pada pasien penderita keganasan gaster
adalah hematemesis sehingga menjadi faktor perdarahan saluran cerna bagian atas. Hal
ini tidak lepas dari bentuk patologi dari keganasan gaster serta lokasi timbulnya
keganasan dalam gaster.

Karsinoma yang paling sering ditemukan adalah adenokarsinoma sekitar 90-


99% sedangkan jenis lain berupa limfoma, leiomiosarkoma, adenoxanthoma yang
jarang ditemukan. Kebanyakan lokasi karsinoma terletak pada daerah antropilorik
dengan kurvatura minor lebih sering dari kurvatura mayor.1

Gambar 18 adenokarsinima ulseratif pada mukosa gaster

2.2.3. Epidemiologi

Data epidemiologi dari Eropa menunjukkan bahwa insiden di tahunan kejadian


perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat pada 48 dari 145 per 100.000 populasi di
tahun 1960 dan 1970. Di tahun 1968 didapatkan estimasi total dari jumlah rawat inap

18
rumah sakit akibat perdarahan saluran cerna bagian atas di Amerika Serikat sebanyak
150 per 100.000 populasi. Penelitian HMI tunggal terbaru tentang kesehatan dasar pada
suatu populasi di Amerika Serikat, ditemukan sebanyak 102 kasus rawat inap akibat
perdarahan saluran cerna bagian atas per 100.000 populasi di tahun 1995. Pada data
tahun 1992 – 1999 dari National Hospital Discharge Survey ditemukan angka rawat
inap tahunan akibat perdarahan saluran cerna bagian atas didapatkan sebanyak 149 h
172 kasus per 100.000.1,2,3

Disamping perkembangan pengobatan di bidang endoskopi, kejadian mortalitas


yang berhubungan dengan perdarahan saluran cerna bagian atas meningkat secara
signifikan dari 5% - 11%. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian
mortalitas akibat dari perdarahan saluran cerna bagian atas telah diidentifikasi dalam
penelitian prospektif. Dalam penelitian ini juga diikutsertakan penyakit kelainan renal,
hepar, neoplastik, penyakit sistem saraf pusat atau paru dan penyakit lain yang
ditemukan dalam pemeriksaan fisik yang telah dibuktikan melalui pemeriksaan
cardirespiratori atau hemodinamik atau gagal fungsi hati. Pasien dengan perdarahan
aktif saat ditemukan pada waktu endoskopi, transfusi darah diperlukan > 5 kantong
darah dan kebutuhan terhadap pembedahan dapat meningkatkan mortalitas. Sebagai
tambahan, pasien yang membutuhkan pembedahan darurat memiliki tingkat kejadian
mortalitas yang tinggi termasuk didalamnya pasien dengan perdarahan berulang setelah
rawat inap.1,2

Dari 1673 kasus perdarahan saluran cerna bagian atas di SMF Penyakit Dalam
RSU dr. Sutomo Surabaya 76,9% disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, 19,2%
oleh gastritis erosif, 1,0% oleh tukak peptikum, 0,6% oleh kanker lambung dan 2,6%
karena sebab lain. Laporan dari RS pemerintah di Jakarta, Bandung dan Yogyakarta
urutan 3 penyebab terbanyak perdarahan saluran cerna bagian atas sama dengan di RSU
dr. Sutomo Surabaya. Sedangkan laporan dari RS pemerintah Ujung Pandang
menyebutkan tukak peptikum menempati urutan pertama penyebab perdarahan saluran

19
cerna bagian atas. Laporan kasus di rumah sakit swasta Dr Darmo Surabaya perdarahan
karena tukak peptikum sebanyak 51,2%, gastritis erosif 11,7%, varises esofagus
10,9%, keganasan 9,8%, esofagitis 5,3%, sindrom Mallory-Weiss 1,4%, idiopatik 7%
dan karena penyebab lainnya 2,7%. Di negara barat tukak peptikum menempati urutan
pertama sebagai penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas dengan frekuensi
sekitar 50%. Walaupun pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas telah banyak
berkembang namun mortalitasnya relatif tidak berubah sekitar 8-10% karena
bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut dan akibat komorbiditas yang
menyertai.1

2.2.4. Patofisiologi

2.2.5. Penegakan Diagnosa

a. Gejala Klinis1,2,3,4,5

Gejala dan tanda klinis perdarahan saluran cerna bagian atas yang sering
ditemukan pada pasien adalah :

1. Anemia defisiensi besi akibat perdarahan bersembunyi yang telah berlangsung


lama.1

20
2. Hematemesis dan atau melena yang disertai atau tanpa anemia, dengnan atau
tanpa gangguan hemodinamik, derajat hipovolemi menentukan tingkat
kegawatan pasien.1

Adapun manifestasi klinis yang ditemukan sebagai cirri khas ari perdarahan
saluran cerna bagian atas terutama dapat dibedakan dari oerdarahan saluran cerna
bagian bawah, antara lain : hematemesis, melena, emesis yang berwarna seperti
kopi, nyeri pada epigastrium, dan reaksi vasovagal seperti mual, muntah dan rasa
enek

b. Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosis perlu diperhatikan tiga factor berikut:

1. Umur penderita

Umur anak seringkali merupakan pedoman yang penting untuk mengetahui


sumber perdarahan karena kelainan-kelainan tertentu terdapat pada penggolongan
umur tertentu pula. Perdarahan akibat invaginasi 70% terdapat pada bayi di bawah
umur 1 tahun. Polip rekti dan fisura ani menempati urutan pertama pada perdarahan
gastrointestinal pada bayi dan anak.

2. Volume dan sifat darah yang keluar

Dengan memperhatikan volume dan sifat darah yang keluar dapat


diperkirakan letak sumber perdarahan. Darah yang minimal, berwarna merah segar
dan keluarnya yang tidak bercampur dengan tinja, mungkin sekali perdarahan dari
daerah anorektal. Lebih tinggi letak sumber perdarahan dalam saluran pencernaan,
mempunyai kecenderungan darah bercampur lebih sempurna dengan tinja dan
berwarna gelap. Darah yang keluar mempunyai kesempatan lebih lama dicerna oleh
asam lambung. Dengan proses pencernaan hemoglobin diubah menjadi hematin.

21
Perdarahan gastrointestinal di proksimal ligamentum Treitz hamper selalu berupa
hematemesis dan melena.

Perdarahan gastrointestinal dari bagian paroksismal tidak selalu berupa


melena. Bila perdarahan massif dan waktu transit yang diperlukan singkat,darah
yang keluar tidak berwarna hitam melainkan tetap merah karena darah belum
sempat mengalami pencernaan. Sebaliknya perdarahan dari kolon pada anak
dengan konstipasi, darah yang keluar dapat berwarna gelap. Perdarahan yang
berasal dari usus halus bagian distal dan kolon bagian proksimal berwarna merah
dan bercampur sempurna dengan kotoran.

3. Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang menyertai

Gejala dan tanda-tanda klinik yang menyertai perdarahan perlu


diperhatikan. Dalam hal ini termasuk penyakit primer yang diderita baik yang
kronik ataupun yang akut. Perdarahan yang disertai sakit perut, muntah-muntah da
tanda-tanda obstruksi usus seperti terjadi pada invaginasi. Perdarahana yang terjadi
pada penderita luka bakar, demam tifoid atau pasca bedah yang disebut sebagai
ulkus stress. Perdarahan segar melalui rectum tanpa adanya rasa sakit terdapat polip
dan divertikulum meckel. Juga adanya tanda-tanda klinis lainnya seperti
hepatosplenomegali, hemangioma kutan, pigmentasi mukokutan, infeksi saluran
pencernaan dan sebagainya.

Diagnosis perdarahan TGI dapat ditegakkan dengan pemeriksaan :

1. Pemeriksaan tinja dengan perdarahan tersembunyi


Test Reagent Hasil Positif Palsu Negatif Palsu
Hemates Ortholidine Kualitatif Makan daging merah Asam askorbat
Preparat Fe
Hemoccult Guavare Kualitatif Peroksidase Tinja keras
Cimetidine penisilinamin

22
Hemoquant Fluoresense dan Kuantitatif Makan daging merah Antasida
Paphyoni Asam askorbat

2. Pemeriksaan terhadap sel darah merah neonates (Apt downey test)

Indikasi : perdarahan pada bayi baru lahir

Tujuan : untuk menentukan apakah darah berasal dari ibu atau neonates

3. Pipa nasogastrik
Pada awalnya kelainan pada saluran pencernaan bagian atas, biasanya
diperiksa dengan memasukkan tabung melalui hidung, menuju ke lambung dan
mengeluarkan cairannya. Cairan lambung yang seperti kopi dsebabkan oleh
pencernaan darah parsial, dan menunjukkan bahwa perdarahannya lambat dan
lelah berhenti. Darah yang berwarna merah dan terus menerus, menunjukkan
perdarahan yang aktif dan berat.
Intubasi pada GIT bagian ata mudah dkerjakan tetapi disertai kurang
nyaman selama 5-10 menit pertama, dapat ditolerir dengan baik untuk
pemakaian jangka lama. Pemeriksaan ini harus dilakukan padas semua
penderita dengan hematosesia massif atau submasif untuk membuktikan
sumber perdarahan.

4. Endoskopi

Sebelumnya adanya pemeriksaaan endoskopi TGI pada anak, lebih dari


separuh keluhan hematemesis/melena pada anak tidak terdiagnosis penyebabnya.
Tindakan endoskopi pada anak didasarkan kepada pertimbangan manfaat dan
resiko dibandingkan dengan tindakan diagnosis dengan metode terapi yang lain.
Sebagian besar indikasi endoskopi meruoakan tindakan diagnostic, tetapi akhir-
akhir ini meningkat pada tindakan yang bertujuan terapi.

23
Yang sering dilakukan adalah skleroterapi terhadap varises esophagus
sebagai pengganti prosedur shunt. Dalam hal mencari lokalisasi perdarahan TGI,
endoskopi jelas lebih superior daripada pemeriksaan radiologis (foto-kontras),
terutama bila perdarahan sedemikian banyak sehingga menurunkan Hb dan
Hematokrit. Fotoseri saluran cerna bagian atas pada anak, memberikan hasil 50%
negative palsu dibandingkan endoskopi. Endoskopi tidak menemukan lokasi
perdarahan 10-20% kasus, mungkin karena perdarahan berasal dari nasofaring
atau perdarahannya sedikit.

Bila keterlambatan melakukan endoskopi makin besar (rentang waktu


antara kejadian hematemesis dan saat dilakukan endoskopi), maka akan makin
kecil kemungkinan menemukan lokasi perdarahan (>80%). Presentase penyebab
perdarahan yang belum lama diketahui menurun dari 50% menjadi 20% dimana
kebanyakan adalah lesi mukosa seperti gastritis atau esofagitis.

5. Biopsy

Biopsy dapat menentukan apakah perdarahan berasal dari infeksi kuman


Helicobakteri Pylori. Infeksi yang dtemukan lalu diobati biasanya membaik bila
diberikan antibiotic.

6. Angiografi

Bila pemeriksaan tersebut tidak berhasil menunjukkan sumber prdarahan,


bias dilakukan nagiografi atau scanning setelah penyuntikan sel darah merah
radioaktif. Cara ini berguna terutama menyembuhkan perdarahan yang
disebabkan kelainan pada pembuluh darahnya.

2.2.6. Penatalaksanaan (1,2,3,4,5)

A. Tindakan Umum

24
1. Prioritas tindakan adalah penilaian, pemantauan, dan menjaga kestabilan status
hemodinamik
 Tanpa syok
- Perdarahan 500 cc : observasi tekanan darah, nadi, suhu, kesadarn. Periksa
Hb/Ht secara berkala untuk evaluasi
- Perdarahan 500-1000 cc : evaluai kemungkinan transfuse, pasang infuse
larutan kristaloid (RL)
- Perdarahan massif (>1000cc, Hb <8g%) : infuse larutan kristaloid
dipercepat sambil menunggu darah untuk segerantransfusi. Sebaiknya
juga dilakukan pemantauan tekanan vena central.

 Keadaan syok
- Letakkan penderita pada posisi terlentang tanpa bantal, kepala miring ke
samping. Berikan O2 nasal kanus dan pasang kateter untuk control
produksi urin.
- Infuse 10-20cc KgBB dalam 1 jam, bila syok teratasi terkesan diturunkan.
Bila masi syok, diteruskan dengan plasma ekspander sambil menunggu
darah untuk segera ditransfusikan. Jumlah transfuse tergantung
hemodinamik : CVP stabil, tanda vital baik, dieresis ukup, pertahankan Ht
35-40%
- Darah segar (fresh whole blood) 10-15 cc/KgBB diberikan pada
perdarahan massif untuk mempertahankan volume intavaskular dan untuk
mengganti sel darah merah. Dapat dilanjutkan dnegan PRC seperlunya.
- Vitamin K 1mg/th, IM dengan maksimun 10mg diberikan bila ada
koagulopati. 1,2,3,4
2. Tindakan menghentikan perdarahan
 Pembilasan lambung dilakukan dengan pipa nasogastrik (NGT) dengan Nacl
0,9% dingin. 50-100ml berulang kali tiap 15 menit selama atu jam dan

25
selanjutnya setiap 3 jam selama 12-24 jam tergantung perdarahannya sampai
cairan lambung sebersih mungkin.1,3,4
 Vasopressin dikatakan efektif dalam menurunkan aliran darah dan tekanan
melalui sirkulasi portal. Dimulai dengan 0,1 mikro/menit dan dinaikkan
0,5makro/menit setiap jam sampai mencapai 0,2 mikro/menit pada anak usia
kurang dari 12 tahun pada remaja berturut-turut adalah 0,3mikro/menit dan
0,4mikro/menit. Vasopressin hedaknya diberikan dalam cairan dektrose 5%
2ml/KgBB.1,3,4
 Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan aliran
darah splantik, khasiatnya lebih selektif disbanding vasopressin.
Somatostatin dapat menghentikan perdarahan akut varises esophagus pada
70-80% kasus, dan dapat pula digunakan pada perdarahan non varises dengan
dosis bolus 250mcg/iv, dilanjutkan perinfus 250mcg/jam selama 24jam
 Obat-obatan golongan anti sekresi asam lambung dilaporkan dapat
bermanfaat untuk perdarahan akibat tukak peptic. Antagonis reseptor H-2
seperti simetidin (20-40 mg/hari) dan ranitidine (2-4mg/KgBB/kali,
maksimun 150mg/kali 2 x sehari). Inhibitor pompa proton seperti omeprazole
(0,7-1,4 mg/KgBB/kali, maksimun 40mg/kali, 1 x sehari) dan lansoprazole
(0,3-1,5 mg/KgBB/hari). Antasida seperti aluminium dengan dosis 0,5
mg/KgBB/kali, maksimun 20ml perkali setiap 4 jam.1,3,4

B. Tindakan Khusus

1. Arteriografi mesentrika selektif dengan memakai radio-farmaka Tc99


2. Endoskopi
Dilakukan dalam waktu 24 jam setelah perawatan, seelah hemodinamika
stabil dan cairan dari NGT berwarna jernih. Dengan endoskopi dapat dilihat

26
sumber perdarahan baik dari varises esophagus maupun non varises
esophagus.1,2,3,4,5
3. Pemasangan sengstaken-Blackmore tube (Sb tube)
Pemasangan tube ini diindikasikan untuk perdarahan massif/tidak berhenti.
Maksimal dipasang 48 jam denan memperhatikan untuk penilaian terapi
dan untuk menentukan pengalihan terapi ke cara lain.1,2,3,4
4. Pembedahan
Bila tindakan konservatif dengan Sb tube tetap tidak dapat mengatasi
perdarahan maka dilakukan tindakan pembedahan. Sebagai penanganan
dapat dipakai apabila darah transfuse telah dimasukkan 60% dari
perhitungan volume darah penderita, namun perdarahan masih aktif
(ditandai dengan Hb tetap turun) maka sudah ada indikasi pembedahan.1,4

2.1.8. Prognosis

Umumnya apabila ditangani dengan baik prognosisnya baik.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Adi, Pangestu. “Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas”. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2007.

27
2. Cappel, Mitchell S. “Initial Managgement Of Acute Upper Gastrointestinal
Bleeding : From Initial Evaluation up to Gastrointestinal Endoscopy”. Medical
Clinics of North America, New York. 2008.
3. Juffrie M. Soenarto S, Osward H, Arief S, Rosalinea I, Mulyani N. “Buku Ajar
Gastro Enterologi-Hepatologi. Jilid I. UKK-Gastroenterologi-Hepatologi IAI.
Jakarta. 2011.
4. Suratmaja, Sudaryat. “Kapita Selekta Gastroenterologi”. Cetakan ke II. CV.
Sagung Seto, Jakarta. 2007.
5. Cleveland K, Ahmad N, Bishop P, Nowicki M. “Upper Gastroeintestinal
Bleeding in Children: an 11-year Retrospespective Endoscopic Investigation”.
USA. 2012
6. Moore K, agur A. “Anatomi Klinis Dasar”. Editor. Sadikin V, Saputra V.
Cetakan I, Penerbit Hipocrates, Jakarta. 2002.

28

Anda mungkin juga menyukai