PENDAHULUAN
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma
tumpul perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %.Sejak 30 tahun yang lalu
perforasi pada ulkus peptikum merupakn penyebab yang tersering.Perforasi ulkus
duodenum insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus
gaster.Hampir 1/3 dari perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada
lambung.Sekitar 10-15 % penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang
menjadi perforasi bebas.Pada pasien yang lebih tua appendicitis acuta mempunyai
angka kematian sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %.Faktor-faktor utama
yang berperan terhadap angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut
adalah kondisi medis yang berat yang menyertai appedndicitis tersebut.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi
Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus
peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis
pilorus atau piloro spasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami
hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan
makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan
tersebut dan tidak mencerna serta menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat
diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang menyebabkan
relaksasi serabut otot.
2
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritonium viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus
memanjang ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritonium yang keluar
dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi omentum
minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis)
menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura
mayor, peritonium terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi
usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah
tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat
penyulit pankreatitis akut.
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas
tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar,
lapisan sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot
yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang
diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,
3
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum.
4
submukosa (Meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan
mengoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan
limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang
mempercabangkan cabang-cabang yang menyuplai kurvatura minor dan major.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteria gastroduodenalis dan
arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus
posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior duodenum dapat mengerosi
arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan. Darah vena dari lambung dan
duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran
gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.
5
2. Fisiologi Lambung
Fungsi lambung:
1) Fungsi motorik
Fungsi menampung : Menyimpan makanan sampai makanan
tersebut sedikit demi sedikit dicerna dan bergerak pada saluran cerna.
Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dengan
relaksasi reseptif otot polos; diperantarai oleh nervus vagus dan
dirangsang oleh gastrin
Fungsi mencampur : Memecahkan makanan menjadi partikel-
partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melalui kontraksi
otot yang mengelilingi lambung. Konstraksi peristaltik diatur oleh suatu
irama listrik dasar.
Fungsi pengosongan lambung : Diatur oleh pembukaan sfingter
pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas
osmotik, keadaan fisik, serta oleh emosi, obat-obatan, dan olahraga.
Pengosongan lambung diatur oleh faktor saraf dan hormonal, seperti
kolesistokinin.
6
d) Sekresi mukus membentuk selubung yang melindungi lambung serta
berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut.
e) Sekresi bikarbonat, bersama dengan sekresi gel mukus, tampaknya
berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan
intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung,
yaitu akibat melihat, mencium, memikirkan, atau mengecap makanan. Fase ini
diperantarai seluruhnya oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal
neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat
nafsu makan. Impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf vagus ke
lambung. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk menyekresi
HCL, pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10%
dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.
7
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum.
Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein
yang tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan
gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus
menyekresikan sejumlah kecil cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus
kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar.
Pada periode interdigestif (antara dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada
pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan
lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal
(basal acid output, BAO) dan dapat diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan
lambung selama puasa 12 jam. Sekresi lambung normal selama periode ini
terutama terdiri dari mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi,
rangsangan emosional kuat dapat meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis
(vagus) dan diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya ulkus
peptikum.
B. PERFORASI GASTER
8
ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering.Perforasi ulkus duodenum
insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster.Hampir 1/3 dari
perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung.Sekitar 10-15%
penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi
bebas.Pada pasien yang lebih tua appendicitis acut mempunyai angka kematian
sebanyak 35 % dan angka kesakitan 50 %.Faktor-faktor utama yang berperan
terhadap angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi
medis yang berat yang menyertai appedndicitis tersebut.
C. Etiologi
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:
trauma tertusuk pisau)
Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan
pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Obat aspirin, NSAID (misalnya fenilbutazon, antalgin,dan natrium
diclofenac) serta golongan obat anti inflamasi steroid diantaranya
deksametason dan prednisone. Sering ditemukan pada orang dewasa.
Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akut,
divertikulosis akut, dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.
Appendicitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum
perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil
akhir yang buruk.
Luka usus yang berhubungan dengan endoscopic : luka dapat terjadi oleh
ERCP dan colonoscopy.
Fungsi usus sebagai suatu komplikasi laparoscopic: faktor yang mungkin
mempredisposisikan pasien ini adalah obesitas, kehamilan, inflamasi usus
akut dan kronik dan obstruksi usus.
Infeksi bakteri: infeksi bakteri ( demam typoid) mempunyai komplikasi
menjadi perforasi usus pada sekitar 5 % pasien. Komplikasi perforasi pada
pasien ini sering tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai
membaik.
9
Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada paien dengan
colitis ulceratif akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada
pasien dengan Crohn’s disease.
Perforasi sekunder dari iskemik usus (colitis iskemik) dapat timbul.
Perforasi usus dapat terjadi karena keganasan didalam perut atau
limphoma
Radiotherapi dari keganasan cervik dan keganasan intra abdominal lainnya
dapat berhubungan dengan komplikasi lanjut, termasuk obstruksi usus dan
perforasi usus.
Benda asing ( misalnyatusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan
perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra
abdomen, peritonitis, dan sepsis.
D. Patofisologi
10
(E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan
infeksi intra abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.
E. Gejala klinik
Nyeri perut hebat yang makin meningkat dengan adanya pergerakan disertai
nausea, vomitus, pada keadaan lanjut disertai demam dan mengigil.
F. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda eksternal
seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola pernafasan
dan pergerakan perut saat bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan
warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau
bergerak, biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti
papan.
Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila
ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistensi sperti
adonan roti mengindikasikan perdarahan intra abdominal.
11
Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum
Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan suatu
peritonitis difusa.
Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini
dapat membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba
ovarian yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi
yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan
duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau
pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal.
Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus
besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak
mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara
bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi.
Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting,
karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah.Radiologis
memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur
diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi.Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen
12
karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam
status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman,
dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara
sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto
abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut
abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan
berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen
karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga
untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik
kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi
udara bebas.
13
3. CTscan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk
mendeteksi udarasetelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti
gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh
karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi diniperforasi gaster.
Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agardapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai
area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru
adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan
dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di
depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika
pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih
baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan
retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu
diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya.
Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak
terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras
nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah
dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum
scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut
secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu
untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak
dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan
pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis
menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
H. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi.Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan.Jika gejala dan tanda-
tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan
dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
14
Tujuan dari terapi bedah adalah :
1) Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2) Koreksi penyebab peritonitis
3) Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapatmenghambat
fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan,
sekresi lambung).
15
Perforasi gaster spontan pernah dilaporkan terjadi pada bayi yang sehat, biasanya
dalam minggu pertama kehidupan terutama antara hari ke 2 sampai ke 7.Istilah
spontan menyatakan penyebab yang bukan akibat enterokolitis nekrotikan atau
iskemia, trauma dari intubasi gastrik, obstruksi intestinal atau insuflasi aksidental
selama bantuan ventilasi. Meskipun stress perinatal dan prematuritas tidak umum
dihubungkan, tidak ada faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi
padasetidaknya20%kasus.
Satu hipotesis adalah bahwa perforasi spontan berkaitan dengan defek kongenital
dinding muskuler gaster. Namun penemuan patologis yang sama belum pernah
dilaporkan.Perforasi gastroduodenal telah dihubungkan dengan terapi steroid
postnatal untuk mencegah atau terapi BPD.Kebanyakan bayi diberi makan secara
normal sampai saat terjadi perforasi.Gambaran patologis dan klinis konsisten
denganoverdistensi mekanik daripada iskemia sebagai penyebab perforasi.Tanda
dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan gejala akut abdomen disertai
sepsis dan gagal napas.Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal yang
signifikan.Vomitus adalah gejala yang tidak konsisten. Konfirmasi radiografi akan
pneumoperitoneum masif adalah sugestif dan studi kontras untuk mengkonfirmasi
diagnosis tidak diindikasikan. Tanda-tanda syok hipovolemik dan sepsis
melengkapi gambaran klinik.Perforasi pada bayi baru lahir merupakan
kegawatdaruratan bedah.Karena ukuran yang besar dan tempat perforasi yang
proksimal, bayi-bayi ini dapat mendapat pneumoperitoneum dengan progresifitas
cepatyang dihubungkan dengan bahaya kardiopulmoner.
Sebelum intervensi bedah, selama evaluasi dan resusitasi bayi, dekompresi jarum
abdomen dengan kateter intravena besar mungkin diperlukan.Pipa nasogastrik
sebaiknya dipasang ketika resusitasi cepat dikerjakan.Pada bayi dengan berat lahir
yang sangat rendah yang mengalami perforasi terisolasi, drainse peritoneal saja
dapat tercukupi.Udara bebas persisten atau asidosis berkelanjutan dan bukti
peritonitis mengamanatkan eksplorasi bedah.Perbaikan bedah kebanyakan
perforasi terdiri dari debrideman dan penutupan dua lapis gaster.Suatu gastrostomi
mungkin menjamin.Reseksi lambung signifikan sebaiknya dihindari.kerusakan
sering melibatkan dinding posterior lambung sepanjang kurvatura mayor
16
membuat pembagian omentum gastrokolik dan eksplorasi dinding lambung
posterior diperlukan bahkan jika gangguan ditemukan juga di dinding anterior.
Area multipel dari cedera harus dikecualikan. Terapi suportif yang baik post
operatif bersama dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena
diperlukan.
I. Komplikasi
1) Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada
gaster
2) Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat.
17
Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
3) Abses abdominal terlokalisasi
4) Kegagalan multiorgan dan syok septic :
a)Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan
manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia
gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada
septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
b)Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut :
Hilangnya tonus vasomotor
Peningkatan permeabilitas kapiler
Depresi myokardial
Pemakaian leukosit dan trombosit
Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin
danprostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler
c) Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari
gram-positif, mungkin karena hubungan dengan endotoksemia.
5) Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH
6) Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan
kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek
proteksi oleh mukosa gaster
7) Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperatif
8) Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi
delirium postoperatif:
a) Usia lanjut
b) Ketergantungan obat
c) Demensia
d) Abnormalitan metabolik
e) Infeksi
f) Riwayat delirium sebelumnya
g) Hipoksia
h) Hipotensi Intraoperatif/postoperative
18
J. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam.Sedangkan bila diagnosis,
tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya
menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor
berikut akan meningkatkan resiko kematian :
1) Usia lanjut
2) Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
3) Malnutrisi
4) Timbulnya komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 :
Lambung dan Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta,
2004. Hal. 541-59.
2. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif.,
Suprohalta., Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas
Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000
3. Sylvia A.Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi Konsep Klinis proses-
proses penyakit volume 1, Edisi 6, EGC : Jakarta, 2006
4. http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/g/gastric_ruptu
re Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric
Perforation in Neonatal Period, available from www.medicaljournal-
ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf
5. Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early
radiological diagnostics of gastrointestinal perforation
20