TINJAUAN PUSTAKA
minus. Lipatan
peritonium yang
keluar dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi
omentum
minus
(disebut
juga
ligamentum
hepatogastrikum
atau
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas
tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar,
lapisan sirkular di tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot
yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang
diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa
menghubungkan
tersusun
lapisan
atas
mukosa
jaringan
dan
lapisan
areolar
longgar
muskularis.
Jaringan
yang
ini
lapisan
dalam
fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung.
Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe sel utama. Sel-sel zimogenik (chief cell)
menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana
asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida (HCL) dan faktor
intrinsik. Faktor intrisik diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 di dalam usus
halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia
pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan
menyekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
daerah
pilorus
lambung. Gastrin
vagus ke
6
pelepasan
lambung harian yang berjumlah sekitar 2000 ml. Fase gastrik dapat terpengaruh
oleh reseksi bedah pada antrum pilorus, sebab disinilah pembentukan gastrin.
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum.
Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein
yang
sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi pada
ulkus peptikum merupakan penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum
insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari
perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15%
penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas.
Pada pasien yang lebih tua appendisitis akut mempunyai angka kematian sebanyak
35 % dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap
angka kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis
yang berat yang menyertai appendisitis tersebut.
2.3 Etiologi
Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:
trauma tertusuk pisau)
Appendisitis akut: kondisi ini masih menjadi salah satu penyebab umum
perforasi usus pada pasien yang lebih tua dan berhubungan dengan hasil
akhir yang buruk.
Luka usus yang berhubungan dengan endoskopic : luka dapat terjadi oleh
ERCP dan colonoscopy.
Penyakit inflamasi usus : perforasi usus dapat muncul pada pasien dengan
kolitis ulcerativa akut, dan perforasi ileum terminal dapat muncul pada
pasien dengan Crohns disease.
Benda asing ( misalnya tusuk gigi atau jarum pentul) dapat menyebabkan
perforasi oesophagus, gaster, atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen,
peritonitis, dan sepsis.
2.4 Patofisologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
10
lainnya karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang
mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak
berada pada resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster.
Bagaimana pun juga mereka yang memiliki masalah gaster sebelumnya berada
pada resiko kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam
lambung ke dalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia.
Bila kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum,
peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari
peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara
peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal sampai ke distalnya.
Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil, dimana pada bagian
distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob (E.Coli)
dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan infeksi intra
abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel
inflamasi akut. Omentum dan organ-organ visceral cenderung melokalisir proses
peradangan, mengahasilkan phlegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi kolon).
Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya bakteri
anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang mana
mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit, degradasi selsel, dan pengentalan cairan sehingga membentuk abscess, efek osmotik, dan
pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan diikuti pembesaran
absces pada perut. Jika tidak ditangani terjadi bakteriemia, sepsis, multiple organ
failure dan shock.
11
Palpasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan. Bila
ditemukan
tachycardi,
febris,
dan
nyeri
tekan
seluruh
abdomen
peritonitis difusa.
Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini dapat
membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba ovarian
yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.
12
13
14
3. CTscan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara
setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto
rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi
dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya
agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai
area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik
untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung
udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat
gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT
scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan
retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan
berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya. Jika kita menduga seseorang
mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni klasik, kita dapat
menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu
caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum
scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral
minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras
tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena
mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa
penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%.
15
2.8. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah :
1)
2)
3)
16
hanya sedikit petunjuk. Kebanyakan perforasi gaster adalah akibat trauma iatrogenik.
Cedera paling umum adalah akibat pemasangan pipa orogastrik atau nasogastrik
yang terlalu bertenaga. Perforasi biasanya di sepanjang kurvatura mayor dan tampak
sebagai luka tusuk atau laserasi pendek. Perforasi gaster traumatik dapat muncul
sebagai akibat distensi gaster yang hebat selama ventilasi tekanan positif selama
resusitasi bag-mask atau ventilasi mekanik untuk gagal napas.
Mekanisme perforasi iskemik sulit diterangkan karena kasus ini dihubungkan
dengan kondisi stress fisiologis berat seperti prematuritas hebat, sepsis, dan asfiksia
neonatal. Perforasi gastrik iskemik telah dilaporkan dalam hubungan dengan
enterokolitis nekrotikans. Karena stress ulcer gaster telah dilaporkan pada berbagai bayi
yang sakit kritis, telah diajukan bahwa perforasi gaster sebagai akibat dari nekrosis
transmural.
Perforasi gaster spontan pernah dilaporkan terjadi pada bayi yang sehat,
biasanya dalam minggu pertama kehidupan terutama antara hari ke 2 sampai ke 7.
Istilah spontan menyatakan penyebab yang bukan akibat enterokolitis nekrotikan atau
iskemia, trauma dari intubasi gastrik, obstruksi intestinal atau insuflasi aksidental
selama bantuan ventilasi. Meskipun stress perinatal dan prematuritas tidak umum
dihubungkan, tidak ada faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi pada setidaknya
20% kasus.
Satu hipotesis adalah bahwa perforasi spontan berkaitan dengan defek kongenital
dinding muskuler gaster. Namun penemuan patologis yang sama belum pernah
dilaporkan. Perforasi gastroduodenal telah dihubungkan dengan terapi steroid postnatal
untuk mencegah atau terapi BPD. Kebanyakan bayi diberi makan secara normal sampai
17
saat terjadi perforasi. Gambaran patologis dan klinis konsisten dengan overdistensi
mekanik daripada iskemia sebagai penyebab perforasi. Tanda dan gejala perforasi gaster
biasanya mereka dengan gejala akut abdomen disertai sepsis dan gagal napas.
Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal yang signifikan. Vomitus adalah
gejala yang tidak konsisten. Konfirmasi radiografi akan pneumoperitoneum masif adalah
sugestif dan studi kontras untuk mengkonfirmasi diagnosis tidak diindikasikan. Tandatanda syok hipovolemik dan sepsis melengkapi gambaran klinik. Perforasi pada bayi baru
lahir merupakan kegawatdaruratan bedah. Karena ukuran yang besar dan tempat perforasi
yang proksimal, bayi-bayi ini dapat mendapat pneumoperitoneum dengan progresifitas
cepat yang dihubungkan dengan bahaya kardio pulmoner.
Sebelum intervensi bedah, selama evaluasi dan resusitasi bayi, dekompresi jarum
abdomen dengan kateter intravena besar mungkin diperlukan. Pipa nasogastrik sebaiknya
dipasang ketika resusitasi cepat dikerjakan. Pada bayi dengan berat lahir yang sangat
rendah yang mengalami perforasi terisolasi, drainse peritoneal saja dapat tercukupi.
Udara bebas persisten atau asidosis berkelanjutan dan bukti peritonitis mengamanatkan
eksplorasi bedah. Perbaikan bedah kebanyakan perforasi terdiri dari debrideman dan
penutupan dua lapis gaster. Suatu gastrostomi mungkin menjamin. Reseksi lambung
signifikan sebaiknya dihindari. Kerusakan sering melibatkan dinding posterior lambung
sepanjang kurvatura mayor membuat pembagian omentum gastrokolik dan eksplorasi
dinding lambung posterior diperlukan bahkan jika gangguan ditemukan juga di dinding
anterior. Area multipel dari cedera harus dikecualikan. Terapi suportif yang baik post
operatif bersama dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena
diperlukan.
18
2.9. Komplikasi
Komplikasi pada perforasi gaster, sebagai berikut:
1)
Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada
gaster
2)
Malnutrisi
Sepsis
Uremia
Diabetes mellitus
Terapi kortikosteroid
Obesitas
Batuk yang berat
Hematoma (dengan atau tanpa infeksi)
c)
h)
Hipoksia
i)
Hipotensi Intraoperatif/postoperative
2.10. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat
dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan,
dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad
malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor
berikut akan meningkatkan resiko kematian :
1)
Usia lanjut
2)
3)
Malnutrisi
4)
Timbulnya komplikasi
21
22