DEFINISI
Trauma kepala adalah gangguan pada otak yang bersifat non degeneratif dan non
kongenital yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, yang menyebabkan terjadinya
kerusakan kognitif, fisikal, dan fungsi psikososial yang permanen atau sementara, dengan
disertai berkurangnya atau perubahan tingkat kesadaran.
Akan tetapi, definisi dari trauma kepala adalah tidak selalu tetap dan cenderung untuk
bervariasi bergantung kepada spesialitas dan keadaan lingkungan. Seringkali, trauma/cedera otak
disamakan dengan trauma kepala.
II.
ETIOLOGI
Penyebab terbanyak trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas dimana lebih dari setengah
kasus terjadi lebih sering pada daerah perkotaan. Penyebab lainnya adalah jatuh dari tempat
tinggi, korban kekerasan, trauma akibat olahraga, dan trauma penetrasi. Trauma kepala dua
sampai empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, dan lebih
sering terjadi pada umur kurang dari 35 tahun.
III.
Klasifikasi trauma kepala dibagi berdasarkan mekanisme trauma, beratnya trauma, dan
morfologi trauma.
1. Mekanisme:
Tumpul : kecepatan tinggi (kecelakaan lalu lintas) dan kecepatan rendah (jatuh, dipukul)
2. Beratnya:
3. Morfologinya:
IV.
KLINIS
Tingkat kesadaran pasien adalah hal terpenting dalam mengevaluasi pasien trauma kepala.
Glascow Coma Scale (GCS) merupakan alat bantu yang dipakai untuk menentukan derajat
trauma kepala. GCS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu eye opening (E), motor response (M),
dan verbal response (V).
Tabel Glasgow Coma Scale
Eye Opening
Score
1 Year or Older
0-1 Year
Spontaneously
Spontaneously
To verbal command
To shout
To pain
To pain
No response
No response
Best Motor Response
Score
1 Year or Older
0-1 Year
Obeys command
Localizes pain
Localizes pain
Flexion withdrawal
Flexion withdrawal
Extension (decerebrate)
Extension (decerebrate)
No response
No response
Best Verbal Response
Score
5
>5 Years
Oriented and converses
2-5 Years
0-2 Years
Inappropriate crying/screaming
Grunts
No response
No response
No response
Pasien trauma kepala memiliki riwayat satu ataupun kombinasi dari cedera kepala primer,
bergantung pada derajat dan mekanisme trauma yang terjadi. Tipe cedera kepala primer adalah
cedera kulit kepala, fraktur tengkorak, fraktur basis cranii, kontusio, perdarahan intrakranial,
perdarahan subarachnoid, perdarahan intraventrikuler, hematom epidural, hematom subdural,
cedera penetrasi, dan cedera akson difus.
Untuk mengetahui adanya fraktur cranii, perlu ditanyakan saat kejadian trauma, mekanisme
cedera, progresivitas gejala yang terjadi akibat cedera tersebut. Fraktur tulang tengkorak dapat
bersifat linier, comminuted, depressed, dan steleate.
Pada fraktur basis kranii, pasien memiliki riwayat terbentur pada belakang kepala, penurunan
kesadaran, kejang, mual, muntah dan defisit neurologis. Tanda patognomonis trauma basis cranii
adalah adanya Battle sign, raccoon eyes, dan CSF otorrhea dan rhinorrhea. Terjepitnya saraf
kranial optikus terjadi pada 1-10% pasien fraktur basis kranii.
Kontusio terjadi akibat cedera kepala primer pada lobus temporalis dan frontalis. Hal ini
karena pada daerah tersebut terdapat protuberantia kalvaria. Terdapat gejala penyimpangan
neurologis progresif sekunder akibat edema serebral lokal, infark, dan/atau pembentukan-lambat
hematom.
Hematom epidural terjadi akibat adanya laserasi pada arteri atau vena pada daerah antara
tulang tengkorak dan lapisan duramater. Hematom terbentuk 6-8 jam bila lesi berasal dari arteri
atau lebih dari 24 jam bila berasal dari vena setelah cedera kepala. Lokasi hematom biasanya
pada lobus temporalis, frontalis, dan oksipitalis. Pasien biasanya mengalami lucid interval, yaitu
suatu periode dimana pasien dalam keadaan sadar yang terjadi antara penurunan kesadaran
dengan adanya defisit neurologis. Lucid interval lebih sering terjadi pada dewasa dibandingkan
pada anak-anak. Defisit neurologis terjadi akibat adanya kompresi, akibat ekspansi hematom,
pada lobus temporalis dan/atau pada batang otak.
Hematom subdural terjadi pada daerah antara lapisan duramater dan korteks serebrii. Lesi ini
terjadi akibat robekan pada bridging vein atau adanya laserasi pada arteri korteks akibat cedera
akselerasi-deselerasi. Lesi ini juga dapat disebabkan trauma akibat persalinan, biasanya terjadi
pada 12 jam kehidupan yang ditandai adanya kejang (shaken baby syndromes), fontanel yang
menonjol, peningkatan lingkar kepala, anisokor, dan gagal nafas.
Perdarahan intraventrikuler biasanya terjadi pada trauma minor dan dapat sembuh spontan.
Perdarahan masif dapat menyebabkan hidrosefalus obstruktif, terutama bila terjadi pada level
foramen Monroe dan aquaduktus Sylvii.
Perdarahan subarachnoid adalah bentuk perdarahan yang umum terjadi pada trauma kepala.
Perdarahan disebabkan adanya gangguan pada pembuluh darah kecil pada korteks serebrii.
Lokasi lesi biasanya pada sepanjang falx serebrii atau tentorium dan lapisan luar korteks. Gejala
klinis yang biasanya terjadi adalah mual, muntah, sakit kepala, gelisah, demam, dan kaku kuduk.
Cedera akson difus terjadi akibat gaya akselerasi-deselerasi yang tejadi secara terus-menerus
yang mengakibatkan gangguan pada jalur akson-akson kecil. Area yang umumnya terganggu
adalah ganglia basalis, talamus, nukleus hemisfer profunda, dan korpus kolosum. Pasien
biasanya memberikan gejala klinis berupa perubahan status mental dan adanya perpanjangan
status vegetatif. Pada pemeriksaan CT-scan biasanya didapatkan adanya petekie.
Pemeriksaan Fisik
1. Primary Survey
A. Airway, dengan kontrol servikal:
Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi
jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur laring atau trakea.
- Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara - jalan nafas bebas.
- Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur - ada
obstruksi parsial.
- Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total.
Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan tersebut definitif
Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang dengan multiple
trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher, sampai kemungkinan
adanya fraktur servikal dapat disingkirkan.
pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan kanan.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga pleura.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-paru
Gangguan ventilasi yang berat seperti tension pneumothoraks, flail chest, dengan
kontusio paru, dan open pneumothorasks harus ditemukan pada primary survey.
Hematothorax, simple pneumothorax, patahnya tulang iga dan kontusio paru harus
Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat mengakibatkan
penurunan kesadaran.
Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang
dalarn keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan dan ekstremitas yang dingin merupakan
tanda hipovolemik.
Nadi
- Periksa kekuatan, kecepatan, dan irama
- Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemia
- Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik
- Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemia
- Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda diperlukan
resusitasi segera.
b. Perdarahan
Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara penekanan pada
luka
D. Disability
Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat kesadaran,
ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.
Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU
A : sadar (Alert)
V : respon terhadap suara (Verbal)
P : respon terhadap nyeri (Pain)
U : tidak berespon (Unresponsive)
Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat memperkirakan keadaan
penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada primary survey, GCS dapat diiakukan
pada secondary survey.
Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :
a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)
- Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif)
- Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi)
- Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
- Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusing
- Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepala
- Tidak ada kriteria cedera sedang-berat
b. Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang)
Skor GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
Konklusi
Amnesia pasca trauma
Muntah
Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau
-
Adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination), termasuk
reevaluasi tanda vital.
Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap yaitu GCS jika belum
dilakukan pada primary survey
Dilakukan X-ray foto pada bagian vang terkena trauma dan terlihat ada jejas.
V.
Sekitar 80% dari semua pasien cedera kepala dikategorikan sebagai cedera kepala ringan. Pasien
sadar tetapi mungkin mengalami hilang ingatan atas kejadian yang melibatkan cederanya. Bisa
terdapat riwayat singkat terjadinya pingsan namun sulit untuk diketahui. Gambaran ini sering
berhubungan dengan alcohol atau zat intoksikan lainnya.
Kebanyakan pasien dengan cedera kepala ringan sembuh tanpa penanganan berarti. Tetapi,
sekitar 3% mengalami komplikasi yang tidak terduga, mengakibatkan disfungsi neuroligik berat
jika penurunan status mental terlambat dideteksi.
Pemeriksaan CT scan perlu dipertimbangkan pada semua pasien yang mengalami pingsan lebih
dari lima menit, amnesia, nyeri kepala berat, dan GCS<15 atau defisit neurologic fokal yang
berhubungan dengan otak. Foto cervical X-ray perlu dilakukan jika terdapat nyeri leher atau
nyeri saat palpasi.
Pemerikasaan CT scan adalah metode yang lebih disukai. Jika tidak tersedia, skull X-ray bisa
dilakukan terhadap cedera kepala tumpul dan penetrans. Yang harus diperhatikan pada foto
kepala:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
- Otorhoe / Rinorhoe
- Cedera penyerta,
- CT-Scan Abnormal
- Tidak ada keluarga
- Intoksikasi alkohol / Obat-obatan.
Jika pasien asimtomatik, sadar penuh, normal secara neurologis, maka pasien diamati selama
beberapa jam, diperiksa ulang, dan jika masih normal, akan dipulangkan.
Pesan untuk penderita / keluarga, Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb :
-Tidur / sulit dibangunkan tiap 2 jam
- Mual dan muntah yang terus memburuk
- Sakit Kepala yang terus memburuk
- Kejang
- Kelemahan tungkai & lengan (hemiparese)
- Bingung / Perubahan tingkah laku /gaduh gelisah
- Pupil anisokor
- Nadi naik / turun (bradikardi)
VI.
Kira-kira sekitar 10% dari pasien cedera kepala adalah termasuk cedera kepala sedang. Pasien
masih dapat mengikuti perintah sederhana tetapi pasien biasanya bingung dan somnolen dan
mungkin terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sekitar 10-20% dari pasien ini
mengalami penurunan kesadaran hingga koma.
Sebelum dilakukan penanganan neurologis, anamnesa singkat dilakukan dan kardiopulmoner
distabilkan terlebih dahulu. CT scan kepala perlu dilakukan dan dokter bedah saraf dihubungi.
Semua pasien ini memerlukan observasi di ruang ICU atau unit serupa yang memudahkan
observasi dan evaluasi neurologis ketat untuk 12 hingga 24 jam pertama. CT scan untuk follow
up dalam 12-24 jam dianjurkan jika hasil CT scan awal abnormal atau jika terjadi penurunan
pada status neurologis pasien.
VII.
Pasien yang mengalami cedera kepala berat tidak mampu untuk mengikuti perintah sederhana
bahkan setelah stabilisasi kardiopulmoner. Pendekatan wait and see pada pasien ini bisa
berakibat fatal, maka diangnosis dan penanganan cepat sangatlah penting. Jangan menunda CT
scan.
A. Primary Survey dan Resusitasi
Cedera kepala sering tidak disebabkan oleh cedera sekunder. Hipotensi pada pasien dengan
cedera kepala berat berhubungan dengan tingkat mortalitas yang meningkat dua kali lipat
dibanding pasien tanpa hipotensi (60% vs 27%). Adanya hipoksia ditambah hipotensi
berhubungan dengan tingkat mortalitas yang mencapai 75%. Maka dari itu, stabilisasi
kardiopulmoner pada pasien cedera kepala berat adalah prioritas dan dan harus segera
tercapai.
Transient respiratory arrest dan hipoksia dapat menyebabkan cedera otak sekunder. Pada
pasien koma, intubasi endotrakeal harus dilakukan segera. Pasien diberi oksigen 100%
sampai didapat gas darah, lalu penysuaian tepat terhadap F IO2. Pulse oxymetri adalah
pembantu yang berguna dan diharapkan didapat saturasi O 2 > 98%. Hiperventilasi harus
digunakan pada pasien dengan cedera kepala berat secara hati-hati dandipakai hanya saat
terjadi penurunan tingkat neurologic.
Hipotensi biasanya tidak terkait dengan cedera kepala itu sendiri kecuali pada stadium
terminal saat terjadikegagalan vena medular. Perdarahan intrakranila tidak menyebabkan
syok hemoragik. Euvolemia harus segera dilakukan jika pasien hipotensi.
Hipotensi adalah penanda kehilangan banyak darah, walau tidak terlalu jelas. Penyebab yang
harus diperhatikan yaitu cedera spinal cord, kontusio jantung atau tamponade dan tension
pneumothorax.
B. Pemeriksaan Neurologis
Segera setelah status kardiopulmoner pasien stabil, pemeriksaan neurologis yang cepat dan
langsung. Terdiri dari pemeriksaan GCS dan reflex cahaya pupil. Pada pasien koma, respon
motorik dapat dilakukan dengan mencubit otot trapezius atau dengan nail-bed pressure.
C. Secondary Survey
Pemeriksaan seperti GCS, lateralisasi dan reaksi pupil sebaiknya dilakukan untuk mendeteksi
penurunan neurologik sedini mungkin.
D. Prosedur Diagnostik
CT scan kepala emergensi harus dilakukan sedini mungkin setelah hemodinamik stabil. CT
scan juga harus diulang bila ada perubahan pada status klinis dan secara rutin 12-24 jam
setelah cedera untuk pasien dengan kontusio atau hematom pada CT scan awal.
TINJAUAN PUSTAKA
I.
ANATOMI
Pengenalan kembali anatomi tengkorak sangat berguna dalam mempelajari akibat-akibat
Tulang tengkorak
Meningen
Otak
II.
Tentorium
FISIOLOGI
iij
Gambar 1. Kompensasi intracranial terhadap massa yang ekspansi
KLASIFIKASI
Cedera kepala diklasifikasikan secara praktis dikenal tiga deskripsi klasifikasi yaitu
berdasarkan:
1.
Mekanisme
Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi
selaput dura menentukan cedera apakah cedera tembus atau tumpul. (1)
2.
Beratnya cedera
GCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya cedera penderita kepala.
Penderita dengan GCS 14-15 diklasifikasikan ke dalam cedera kepala ringan, GCS 913 termasuk cedera kepala sedang, dan GCS 3-8 termasuk cedera kepala berat. (1)
3.
Morfologi
2.
Gambaran
fraktur
tergantung
dari
kekuatan
c. Fraktur depressed
Fraktur
depressed
biasanya
merupakan
dari
gaya
yang