Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga referat yang berjudul Gangguan Bipolar dan Penatalaksanaan ini dapat
diselesaikan.
Referat ini merupakan salah satu pemenuhan syarat kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana.
Terima kasih penyusun ucapkan kepada semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr.Carlamia H. Lusikooy, SpKJ sebagai
pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan, serta dukungan dalam penyusunan
referat ini. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan
semua pihak yang banyak membantu dalam penyusunan referat ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi
kesempurnaan referat ini. Semoga karya ini bisa bermanfaat untuk para pembaca.
Sekian dan terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................................... 1
Daftar isi................................................................................................................................. 2
BAB I : Pendahuluan
a. Latar belakang...................................................................................................... 3
b. Epidemiologi........................................................................................................ 4
BAB II : Pembahasan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
Definisi................................................................................................................. 6
Etiologi................................................................................................................. 6
Perjalanan penyakit.............................................................................................. 8
Gambaran klinis atau manifestasi klinis.............................................................. 9
Kriteria diagnosis................................................................................................. 11
Pemeriksaan penunjang....................................................................................... 15
Differensial diagnosis.......................................................................................... 17
Penatalaksanaan................................................................................................... 18
Prognosis.............................................................................................................. 29
Kompikasi............................................................................................................ 30
Peranan dokter umum dalam penanganan gangguan bipolar.............................. 32
BAB I
Pendahuluan
a. Latar belakang
Gangguan mood bipolar (GB) sudah dikenai sejak zaman Yunani kuno. Emil
Kraepelin, seorang psikiater Jerman, menyebut GB sebagai manik-depresif. la melihat adanya
perbedaan antara manik- depresif dengan skizofrenia. Awitan manik-depresif tiba-tiba dan
perjalanan penyakitnya berfluktuasi dengan keadaan yang relatif normal di antara episode,
terutama di awal-awal perjalanan penyakit. Sebaliknya, pada skizofrenia, bila tidak diobati,
terdapat penurunan yang progresif tanpa kembali ke keadaan sebelum sakit. Walaupun
demikian, pada keadaan akut kedua penyakit terlihat serupa yaitu adanya waham dan
halusinasi.1
Bipolaritas artinya pergantian antara episode manik atau hipomanik dengan depresi.
Istilah GB sebenamya kurang tepat karena ia tidak selalu merupakan dua emosi yang
berlawanan dari suatu waktu yang berkesinambungan. Kadang-kadang pasien bisa
memperlihatkan dua dimensi emosi yang muncul bersamaan, pada derajat berat tertentu.
Keadaan ini disebut dengan episode campuran. Sekitar 40% pasien dengan GB
memperlihatkan campuran emosi. Keadaan campuran yaitu suatu kondisi dengan dua emosi
tersebut dapat muncul bersamaan atau pergantian emosi tersebut (mania dan depresi) sangat
cepat sehingga disebut juga mania disforik.1
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. gangguan siklotimia, dan GB yang
tak dapat dispesifikasikan.1-3
Gangguan bipolar (GB) sering salah atau tidak terdiagnosis. Karena salah atau tidak
terdiagnosis, pengobatan GB sering tidak efektif sehingga menjadi beban keluarga, disabilitas
psikososial jangka panjang, dan tingginya risik;o bunuh diri. Sekitar 20%-50% pasien yang
mulanya didiagnosis sebagai episode depresi mayor unipolar ternyata adalah GB. Bila
manifestasi yang muncul adalah mania akut, penegakan diagnosisnya lebih mudah. Meskipun
demikian, mania akut sulit dibedakan dengan skizofrenia. 1
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan
ditandai oleh gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Tingginya
angka mortalitas disebabkan oleh seringnya terjadi komorbiditas antara GB dengan penyakit
fisik, misalnya, dengan diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan kanker. Komorbiditas
dapat pula terjadi dengan penyakit psikiatrik lainnya misalnya, dengan ketergaotungan zat
dan alkohol yang juga turut berkontribusi dalam meningkatkan mortalitas. Selain itu,
tingginya mortalitas juga dapat disebabkan oleh bunuh diri. Sekitar 25% penderita gangguan
bipolar pemah melakukan percobaan bunuh diri, paling sedikitsatu kali dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, penderita GB harus diobati dengan segera dan mendapat penanganan yang
tepat.1,2
b. Epidemiologi
3
bangun, dan alkohol saat ini atau penyalahgunaan zat dapat mempengaruhi perjalanan
penyakit dan memperpanjang waktu untuk pemulihan.3,4
BAB II
Pembahasan
a. Definisi
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manik, hipomanik, depresi dan campuran, biasanya rekuren serta dapat
berlangsung seumur hidup.1-4
Kelainan fundamental pada kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana
perasaan (mood) atau afek, biasanya ke arah depresi (dengan atau tanpa anxietas yang
menyertainya), atau ke arah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan suasana
perasaan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktivitas, dan
kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu, atau mudah dipahami
hubungannya dengan perubahan tersebut.5
Ada empat jenis GB tertera di dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV-Text Revision (DSM-IV TR) yaitu GB I, GB II. gangguan siklotimia, dan GB yang
tak dapat dispesifikasikan.1-3
Gangguan Bipolar I adalah suatu perjalanan klinis yang dikarakteristikkan oleh
terdapatnya satu atau lebih episode manik atau campuran, dimana individu tersebut juga
mempunyai satu atau lebih episode depresi mayor. Kekambuhan ditunjukkan oleh
perpindahan polaritas dari episode atau terdapatnya interval diantara episode-episode paling
sedikit 2 bulan tanpa adanya gejala-gejala mania. 1
b. Etiologi
Faktor biologi
Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine, serotonin,
dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat ini. Sebagai biogenik amin
norepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam
patofisiologi gangguan mood ini.1,3,4
- Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan sensitivitas dari
reseptor adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh respon pada penggunaan
anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung adanya peran langsung dari system
noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya melibatkan reseptor 2 presinaps pada depresi
karena aktivasi pada reseptor ini menghasilkan penurunan dari pelepasan norepinefrin.
Reseptor 2 juga terletak pada neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi
pelepasan serotonin. 3
Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin reuptake
inhibitor) dalam mengatasi depress. Rendahnya kadar serotonin dapat menjadi factor
resipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri memiliki konsentrasi
serotonin yang rendah dalam cairan cerebropinalnya dan memiliki kadar konsentrasi
dopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan dopamine reseptor D 1 hipoaktif pda
keadaan depresi. 3
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan
gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan
magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan
jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal
subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun
menemukan volume yang kecil pada amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal,
amygdale, dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon
emosi (mood dan afek). Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin
berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan
membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran
konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan
komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.3
Faktor genetik
Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan gangguan mood,
anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita gangguan mood. Jika
kedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka kemungkinannya menjadi 2 kali
lipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripada
kerabat jauh. Satu riwayat keluarga gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk
gangguan mood secara umum, dan lebih spesifik pada kemungkianan munculnya
bipolar.1,3
Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan 50-70%
etiologi dari gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang gangguan mood pada
monozigot sekitar 70-90% dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-35%. 1,3,4
Faktor psikososial
Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian telah
akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang
lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stressor eksternal.3
-
Faktor kepribadian. Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa gangguan kepribadian
tertentu berhubungan dengan berkembangnya gangguan bipolar I, walaupun pasien
dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko untuk dapat berkembang menjadi
depresi mayor atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba yang memicu stress yang kuat
adalah prediktor dari onset episode depresi. 3
c. Perjalanan penyakit
Siklus tipikal bipolar
Dalam sebagian besar kasus bipolar, fase depresi jauh melebihi fase manik, dan siklus
mania dan depresi tidak menentu dan tidak dapat diprediksi. Banyak pasien mengalami
episode campuran, yang merupakan episode manik dan depresi muncul bersamaan selama 7
hari.1
Rapid Cycling
Pasien dengan gangguan bipolar 1, perputran cepat kemungkinan adalah wanita dan
pernah mengalami episode depresif dan hipomanik, cenderung pada gangguan pada faktor
ekternal bukan dari genetik. Pada fase ini episode manik dan depresi timbul bergantian
sedikitnya 4 kali setahun dan pada kasus yang parah, bisa mencapai sejumlah siklus
sehari.rapid cycling cenderung untuk timbul lebih sering pada wanita dan pada pasien bipolar
II. Umumnya, rapid cycling bermula pada fase depresi, dan episode depresi yang sering dan
parah bisa menjadi ciri khas dari kejadian ini. Fase ini sulit untuk ditangani, khususnya karena
antidepresan bisa mencetuskan perubahan ke mania dan memunculkan pola melingkar.1
Dengan Pola Musiman
Pasien dengan gangguan pola musiman dalam gangguan moodnya cenderung
mengalami episode depresi selama waktu tertentu dalam satu tahun, biasanya pada musim
dingin dan hanya terjadi satu kali dalam satu tahun. Bisa juga terjadi remisi penuh dimana
adanya perubahan dari depresi menjadi mania atau hipomania. 1,6
Onset pasca persalinan
Menungkinkan untuk menentukan gangguan mood pasca persalinan jika onset
gejalanya empat minggu pasca persalinan. Gangguan mental pasca persalinan biasanya adalah
gangguan psikotik.1,3
Perbedaan antara anak-anak dan dewasa
Peneliatan menunjukkan gejala bipolar pada anak-anak dan remaja berbeda dari
dewasa. Dewasa dengan bipolar biasanya periode mania dan depresi yang berbeda dan
persisten, anak-anak dengan bipolar berfluktuasi secara cepat dalam mood dan kelakuan
mereka. Manik pada anak-anak dikarakteristikan dengan iritabel dan agresif sedangkan
dewasa cenderung mengalami euphoria. Anak-anak dengan bipolar episode depresi sering
marah-marah dan tidak bisa diam, dan dapat memiliki gangguan tambahan mood dan perilaku
seperti anxietas, ADHD, dan penyalahgunaan zat. 1,3
Masih belum jelas seberapa sering bipolar pada anak-anak bertahan sampai dewasa
atau bila menangani bipolar pada masa kanak-kanak bisa membantu mencegah gangguan di
masa depan. 1,3
d. Gambaran klinik atau manifestasi klinik
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode depresi dan
episode mania.1-3
Episode manic:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang elasi,
ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat
atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu: 1-3,6-9
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan
b. Berkurangnya kebutuhan tidur
c. Cepat dan banyaknya pembicaraan
d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
e. Perhatian mudah teralih
f.
Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana) atau
tindakan bunuh diri. 1-3,6-9
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan aneh) tidak
membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan.
Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga. 1-3,6-9
Sindrom Psikotik
10
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering
yaitu:1-3,6-9
a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
b. Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham
nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood.
Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri psikotik
biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien dengan Gangguan bipolar.
Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode
yang lama, disosiasi temporal antara Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat
penyesuaian social pramorbid yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan
terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti
psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi
antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis. 1-3,6-9
e. Kriteria diagnosis
Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi dari
keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang terdapat dalam
DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
symptom Gangguan bipolar adalah The Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID). The
Present State Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi symptom
sesuai dengan ICD-10.3,4
Pembagian menurut DSM-IV: 3,4
Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada rwayat depresi mayor
sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, skizoafektif, Gangguan
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medic umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting lainnya. 3,4
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini
A. Saat ini dalam episode manic
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode manik, depresi, atau
campuran.
11
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak bertumpang tindih
dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan Gangguan
psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan aspek fungsi penting lainnya. 3,4
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik, depresi atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizifreniform, Gangguan waham, atau
Gangguan psikotik yang tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya. 3,4
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic atau campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup bermakna atau
hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham,
dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan. 3,4
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham,
dan dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau kondisi medik
umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya. 3,4
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini
12
A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik, hipomanik,
campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan sebagai skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham,
atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
D.
Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup bermakna atau
menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau aspek fungsi penting lainnya. 3,4
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau kondisi
medic umum
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek fungsi
penting lainnya. 1,3,4,8
Pembagian menurut PPDGJ III:1,2,5,8
F31 Gangguan Afek bipolar
a. Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode)
dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu
terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania
13
atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai
pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan
tiba-tiba dan berlangsug antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi
cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang
melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu
seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental
lainnya (adanya stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
b. Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30). 1,2,5,8
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik ,
depresif, atau campuran) di masa lampau. 1,2,5,8
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif, atau campuran) di masa lampau. 1,2,5,8
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depresif atau campuran) di masa lampau. 1,2,5,8
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan
(F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 1,2,5,8
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 1,2,5,8
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
14
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3);dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran dimasa lampau. 1,2,5,8
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania
dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode
penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu);
dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau. 1,2,5,8
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan
terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif
hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurangkurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depres if atau campuran).
1,2,5,8
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
Darah lengkap dengan diferensiasi digunakan untuk mengetahui anemia sebagai
penyebab depresi. Penatalaksanaan, terutama dengan antikonvulsan, dapat mensupresi
sumsum tulang, oleh karena itu diperlukan pemeriksaan sel darah merah dan sel darah
putih untuk mengecek supresi sumsum tulang. Lithium dapat menyebabkan peningkatan
sel darah putih yang reversibel.6,7
Elektrolit
Konsentrasi elektrolit serum diukur untuk membantu masalah diagnostic, terutama
dengan natrium, yang berkaitan dengan depresi. Hiponatremi dapat bermanifestasi
sebagai depresi. Penatalaksanaan dengan lithium dapat berakibat pada masalah ginjal dan
gangguan elektrolit. Kadar natrium rendah dapat berakibat pada peningkatan kadar
lithium dan toxisitas lithium. Oleh karena itu, skrining kandidat untuk terapi litium
maupun yang sedang dalam terapi lithium, mengecek elektrolit merupakan indikasi. 6,7
Kalsium
15
Kalsium serum untuk mendiagnosis hiperkalsemi dan hipokalsemi yang berkaitan dengan
perubahan status mental (e.g hiperparatiroid). Hiperparatiroid, yang dibuktikan dengan
peningkatan kalsium darah, mencetuskan depresi. Beberapa antidepresan, seperti
nortriptyline, mempengaruhi jantung, oleh karena itu, mengecek kadar kalsium sangat
penting. 6,7
Protein
Kadar protein yang rendah ditemukan pada pasien depresi sebagai hasil dari tidak makan.
Kadar protein rendah, menyebabkan meningkatkan bioavailabilitas beberapa medikasi,
karena obat-obat ini hanya memiliki sedikit protein untuk diikat. 6,7
Hormone tiroid
Tes tiroid dilakukan untuk menentukan hipertiroid (mania) dan hipotiroid (depresi).
Pengobatan dengan lithium dapat menyebabkan hipotiroid, yang berkontribusi pada
perubahan mood secara cepat. 6,7
EKG
Banyak antidepresan, terutama trisiklik dan beberapa antipsikotik, dapat berefek pada
jantung dan membuat masalah konduksi. Lithium juga dapat berakibat pada perubahan
reversibel flattening atau inversi pada T wave pada EKG. 6,7
EEG
Alasan untuk penggunaan EEG pada pasien bipolar: 6,7
Bila dilakukan ECT. Monitoring EEG saat ECT digunakan untuk mendeterminasi
timbulnya dan durasi kejang.
Beberapa pasien dapat mengalami kejang saat pengobatan, terutama antidepresan. 6,7
g. Diffrensial diagnosis
16
Skizofrenia
Agak sulit membedakan episode manik dengan skizofrenia, sehingga dapat menjadi salah
satu diagnosis banding. Gembira berlebihan, elasi, dan pengaruh mood lebih banyak
ditemukan pada episode manik dibandingkan pada skizofrenia. Kombnasi dari mood
manik, cara bicara yang cepat dan hiperaktivitas yang berlebihan daapt ditemukan dalam
episode manik. Onset pada episode manik berlangsung cepat dan menimbulkan sebuah
perubahan pada perubahan perilaku pasien. Sebagian dari pasien bipolar I memiliki
riwayat keluarga dengan gangguan mood. Kataonik dapat menjadi bagian dari fase
depresif gangguan bipolar I. Saat mengevaluasi pasien dengan katatonia dokter harus
teliti dengan riwayat sebelumnya untuk manik atau episode depresi serta riwayat keluarga
episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif. 6,7
h. Penatalaksanaan
Terapi psikososial 1,3,4,8
-
hanya ditujukan bila memang mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut. 8
Terapi perilaku
Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan seseorang
mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan kemungkinan penolakan
yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu
dimana mereka mendapatkan dorongan positif. 8
Terapi berorientasi-psikoanalitik
Mencapai
kepercayaan
dalam
hubungan
interpersonal,
keintiman,
mekanisme
Terapi keluarga
Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau fungsi
keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga. Terapi keluarga
meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis dari
seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh keluarga dalam pemeliharaan gejala
pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50
18
persen dari semua pasangan melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki
anak jika mereka tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood. 1,3,4,8
-
Rawat Inap
Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat adalah apakah untuk
memutuskan pasien rawat inap atau pasien rawat jalan. Jelas indikasi untuk rawat inap
adalah risiko bunuh diri atau pembunuhan, pasien yang sangat berkurang kemampuannya
untuk makan dan kebutuhan untuk prosedur diagnostik. Suatu onset yang berkembang
cepat gejala juga dapat menjadi indikasi untuk rawat inap. Seorang dokter dapat dengan
aman mengobati depresi ringan atau hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien
terus rutin dilakukan. Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian, penurunan berat badan,
atau insomnia harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak ada menarik
diri dari pasien. Setiap perubahan negatif dalam gejala-gejala pasien atau perilaku
mungkin cukup untuk menjadi indikasi rawat inap rawat inap. Pasien dengan gangguan
mood sering tidak mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan mungkin harus sengaja
dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat keputusan karena pemikiran
mereka melambat, Weltanschauung negatif (pandangan dunia), dan keputusasaan. Pasien
yang manik sering memiliki seperti kurangnya wawasan gangguan mereka yang rawat
inap tampaknya benar-benar tidak masuk akal bagi mereka. 3,8
Terapi Fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT)
Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode yang ditempatkan pada
bagian temporal kepala.
Sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar
dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik
adekuat).
Farmakoterapi
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan perubahan
besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi perjalanan
gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita. 1,2
Episode mania atau hipomania
1.
2.
3.
Episode depresi
1.
Mood Stabilizer
Antipsikotik atipikal
Mood stabilizer + antipsikotik
2.
3.
4.
atipikal. 1,2
5.
Antidepresan
Mood stabilizer
Antipsikotik atipikal
Mood stabilizer + antidepresan
Antipsikotik atipikal + antidepresan1,2
Injeksi IM Aripiprazol efektif untuk pengobatan agitasi pada pasien dengan episode mania
19
atau campuran akut. Dosis adalah 9,75mg/injeksi. Dosis maksimum adalah 29,25mg/hari
(tiga kali injeksi per hari dengan interval dua jam). Berespons dalam 45-60 menit.
Injeksi IM Olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan episode mania atau
campuran akut. Dosis 10mg/ injeksi. Dosis maksimum adalah 30mg/hari. Berespons dalam
15-30 menit. Interval pengulangan injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima
hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama. Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis
maksimum Lorazepam 4 mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM Aripiprazol
atau Olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik karena mengganggu stabilitas
Lini II
antipsikotika
Injeksi IM Haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang setelah 30 menit. Dosis
maksimum adalah 15 mg/hari.
Injeksi IM Diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi
haloperidol IM. Jangan dicampur dalam satu jarum suntik.
Lini II
Lini III
aripiprazol
Karbamazepin, ECT, litium + divalproat, paliperidon
Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium +
Tidak direkomendasikan
karbamazepin, klozapin
Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon
+ karbamazepin, olanzapin + karbamazepin
20
Lini II
Lini III
Tidak direkomendasikan
21
Lini II
RIJP, aripirazol
Karbamazepin, litium + divalproat, litium + karbamazepin, litium atau divalproat
Lini III
Tidak direkomendasikan
Lini I
Lini II
Quetiapin
Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium +
Lini III
Litium, lamotrigin
Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik + antidepresan,
Lini III
Tidak direkomendasikan
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan bipolar: 1,2
Mood stabilizer
Litium
Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu. Memiliki efek
akut dan kronis dalam pelepasan serotonin dan norepineprin di neuron terminal sistem saraf pusat.
1,2
Farmakologi
Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam bentuk utuh hanya
melalui ginjal. 1,2
Indikasi
Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi rumatan
GB. 1,2
Dosis
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis hingga
mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari.
Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L.
Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas
litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. 1,2
Perbaikan klinis
7-14 hari
Efek samping
Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan berat
badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi
23
akibat litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible. Akibat intoksikasi litium, deficit neurologi
permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, deficit memori, dan gangguan pergerakan. Untuk
mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus
ginjal. Factor resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit
fisik yang lainnya. Pasien yang mengkonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu,
pasien dianjurkan untuk banyak meminum air. 1,2
Pemeriksaan laboratorium
Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid, harus
diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan EKG harus
dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam
bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau
bila ada indikasi. 1,2
Wanita hamil
Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin. Kejadiannya
meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita dengan GB yang derajatnya
berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan litium selama kehamilan bila ada
indikasi klinis. Kadar litium darahnya harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk
memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisioleh
ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek
putus litium terhadap ibu harus didiskusikan. 1,2
Valproat
Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania.
Valproat tersedia dalam bentuk: 1,2
1. Preparat oral;
a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium valproat
adalah sama (1:1)
b. Asam valproat
c. Sodium valproat
d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat
dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan.
e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari. 1,2
2. Preparat intravena
3. Preparat supositoria
Farmakologi
24
Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak
plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium divalproat
dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan
tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan
valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet
mengandung tinggi lemak. 1,2
Dosis
Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar
antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi
plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 15-20 mg/kg/hari atau 250 500
mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek
samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat
terjadi bila konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam
plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL. 1,2
Indikasi
Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan
GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan
remaja, serta GB pada lanjut usia. 1,2
Efek Samping
Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya anoreksia,
mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim transaminase, sedasi, dan
tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan
dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada
penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium
divalproat. 1,2
Lamotrigin
Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal Na+.
Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat. 1,2
Farmakokinetik
Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan
mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan dalam
bentuk utuh. 1,2
Indikasi
Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan.
Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. 1,2
Dosis
25
Indikasi
Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan
campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB. 1,2
Dosis
Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari. 1,2
Efek Samping
Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama. Efek
antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan
penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan
antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya
merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik. 1,2
Quetiapin
Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai antagonis 5HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik a1 dan a2.
Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A. 1,2
Dosis
Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam
bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan
pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali
per hari. 1,2
Indikasi
Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat, baik
dalam keadaan akut maupun rumatan. 1,2
Efek Samping
Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping yan
sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat
badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan.
Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipikal. 1,2
Aripiprazol
Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. 1,2
Farmakologi
Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak
terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik. 1,2
27
Dosis
Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya
per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan
diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk
menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan
tolerabilitas. 1,2
Indikasi
Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif
untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode
depresi. 1,2
Efek Samping
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian yang
tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek
samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi
dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian
pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus
pada penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai.
Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QT. 1,2
Antidepresan
1) Derivat trisiklik
Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250300 mg sehari)
Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum
150-300 mg sehari). 1,2
2) Derivat tetrasiklik
Maproptilin, Mianserin ( dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/
hari). 1,2
Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai
dengan 600 mg/ hari). 1,2
Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr)
Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis
tunggal atau terbagi)
Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,
maksimum dosis 300 mg)
Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg
1x/hari), Duloxetine. 1,2
i.
Prognosis
Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang baik dibandingkan
depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar I memiliki kemungkinan mengalami
episode manik kedua dalam 2 tahun episode pertama. Walaupun dengan penggunaan litium
sebagai profilaksis meningkatkan prognosis bipolar I, kemungkinan hanya 50-60% pasien
mencapai kontrol signifikan akan gejala mereka dengan litium. Pasien bipolar I dengan
premorbid status pekerjaan yang tidak mendukung, ketergantungan alkohol, gejala psikotik,
gejala depresi dan jenis kelamin laki-laki juga mempengaruhi prognosis yang kurang baik.
Durasi pendek dari manik, usia yang tidak terlalu muda saat onset menghasilkan prognosis
yang lebih baik. Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak memiliki gejala rekuren;
45% memilii lebih dari 1 episode, dan 40% memiliki gangguan kronik. Pasien mungkin
memiliki 2 hingga 30 episode, walaupun angka rata-ratanya adalah 9 episode. Sekitar 40%
dari keseluruhan pasien mengalami lebih dari 10 episode. Pada follow up jangka panjang
15% dari seluruh pasien dengan bipolar I dapat hidup dengan baik, 45% hidup dengan baik
namun memiliki multirelaps, 30% pasien dengan remisi parsial, dan 10% pasien dengan sakit
kronis. 1,3,4
Untuk prognosis bipolar II, sampai saat ini masih dilakukan penelitian. Bipolar II
adalah penyakit kronik dimana memerlukan strategi penatalaksana jangka panjang.
j.
,3,4
Komplikasi
Gangguan emosi atau gangguan neurologik
Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki episode depresi
berat yang sering. Gangguan anxietas, seperti panik, juga sering timbul pada pasien ini.
Pasien dengan bipolar, terutama tipe II, juga sering menderita fobia. 6
Suicide
Risiko untuk suicide sangat tinggi pada pasien dengan bipolar dan yang tidak
menerima tindakan medis. 10-15% pasien dengan Bipolar I melakukan percobaan bunuh diri,
dengan risiko tertinggi saat episode depresi atau campuran. Beberapa studi memperlihatkan
risiko suicide pada pasien dengan bipolar II lebih tinggi dibanding bipolar I atau depresi berat.
Pasien yang menderita gangguan anxietas juga memiliki resiko tinggi untuk suicide. 6-8
Masalah memori dan berpikir
Studi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki masalah yang
bervariasi pada ingatan jangka pendek dan panjang, kecepatan memproses informasi, dan
29
fleksibilitas mental. Masalah seperti ini bahkan dapat muncul diantara episode. Masalah ini
cenderung lebih parah ketika seseorang memiliki episode manik lebih sering. 6-8
Efek perilaku dan emosional saat fase manik pada pasien
Dalam
persentase
kecil
dari
pasien
bipolar
mendemonstrasikan
kenaikan
produktivitas dan kreativitas saat episode manik. Kelainan cara berpikir dan penilaian yang
merupakan karakterisik dari episode manik dapat berujung pada perilaku berbahaya seperti: 6-8
-
Perilaku seperti di atas sering diikuti dengan rasa bersalah dan penurunan harga diri, yang
diderita saat fase depresi. 6-8
Penyalahgunaan zat
Merokok merupakan salah satu hal tersering yang digunakan pada pasien bipolar,
dibandingkan mereka yang memiliki gejala psikotik. Beberapa dokter berspekulasi, dalam
skizofren, nikotin digunakan sebagai self-medication karena efek spesifik pada otak. 6-8
Sampai 60% pasien dengan gangguan bipolar menyalahgunakan zat lain (paling
sering merupakan alcohol, diikuti marijuana atau kokain) pada suatu titik dalam perjalanan
penyakitnya. 6-8
Beberapa factor resiko untuk alkoholisme dan penyalahgunaan zat pada pasien
dengan bipolar: 6-8
-
dengan bipolar lebih jarang mendapatkan penanganan medis dibanding orang dengan
gangguan mental. Penyalahgunaan zat, termasuk merokok, alcohol, dan penyalahgunaan obat,
juga berkontribusi untuk masalah penyakit ini, termasuk mengurangi akses kepada
penanganan medis. Pengobatan untuk bipolar bisa meningkatkan resiko untuk masalah
medis.6-8
Diabetes didiagnosa hamper 3x lebih sering pada orang dengan bipolar dibanding
pada populasi umum. Banyak pasien dengan biporal mengalami overweight, dengan 25%-nya
berkriteria obesitas. Mengalami overweight merupakan factor resiko besar untuk diabetes.
Obat yang digunakan untuk menangani bipolar bisa juga menyebabkan kenaikan berat badan
dan diabetes. Factor genetic dalam diabetes dan bipolar dapat menyebabkan gangguan yang
jarang seperti wolfram syndrome dan masalah lainnya yang terkait metabolisme karbohidrat. 68
Hipertensi. Pasien dengan bipolar dapat beresiko tinggi untuk hipertensi dibanding
pasien tanpa bipolar. Tingginya prevalensi dari hipertensi diantara pasien dengan bipolar juga
memperbesar resiko untuk penyakit dan kematian akibat kondisi yang berkaitan dengan
jantung. 6-8
Migraine. Migraine merupakan masalah umum pada pasien dengan gangguan
mental, tapi lebih sering terjadi pada gangguan bipolar II. Pasien dengan bipolar II menderita
dari migraine lebih sering dibanding pasien bipolar I, diperkirakan bahwa berbagai factor
biologis dapat terlibat dengan berbagai bentuk bipolar. 6-8
Hipotiroid. Hipotiroid merupakan efek samping yang sering terjadi pada lithium,
penanganan standar untuk bipolar. Namun, bukti juga menyatakan bahwa pasien, terutama
wanita, memiliki resiko lebih besar untuk memiliki kadar tiroid rendah terlepas dari obat apa
yang digunakan. Hipotiroidism dapat menjadi factor resiko untuk bipolar pada beberapa
pasien.6-8
Beban ekonomi. Beban ekonomi pada bipolar sangat signifikan. Diperkirakan bahwa
gangguan tersebut menimbulkan kerugian pada sector industry di US sebesar 14,1 miliar
dollar per tahun akibat hilangnya produktivitas, sebagian besar akibat rendahnya fungsi kerja.
Berdasarkan studi pada tahun 2006 yang disponsori US National Institute of Mental Health,
bipolar 2x lebih besar menimbulkan hilangnya produktivitas sebagai Major Depressive
Disorder (MDD). Walau nyatanya MDD lebih sering terjadi. Setiap pekerja dengan bipolar
kehilangan 66 hari kerja setahun dibandingkan 27 hari kerja setahun orang dengan MDD.
Penelitian memperlihatkan episode depresi pada bipolar lebih merusak produktivitas
dibanding episode manik. 6-8
k. Peran dokter umum dalam penanganan gangguan bipolar
Dokter umum saat ini dituntun untuk melihat pasien sebagai mahluk biopsikososial
sehingga dalam memberi penanganan dan pelayanan kesehatan dokter tidak hanya mengobati
31
gangguan fisik pasien saja melainan juga melihat masalah atau gangguan pada psikologis dan
masalah sosial yang mungkin mempengaruhi pasien. Sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia (SKDI) tugas dokter umum dalam peran menangani gangguan afektif
bipolar adalah mendeteksi gangguan afektif tersebut. Sebagai lini pertama dalam pemberian
pelayanan kesehatan dokter umum dan puskesmas akan menjadi yang pertama dalam
menangani gangguan afektif karena pada umumnya tidak semua orang peka terhadap adanya
gangguan afektif. Gangguan afektif bipolar dengan episode manik apalagi disertai dengan
gejala psikotik sering disalahartikan dengan gejala skizofrenia. Pada lini inilah seorang dokter
umum bertugas mendeteksi apakah sesorang menderita gejala bipolar. Tugas dokter umum
sesuai dengan SKDI termasuk dalam mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan- pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan
memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan baik dalam keadaan
darurat pada episode manik gangguan bipolar dan dalam keadaan tidak darurat pada episode
depresi gangguan bipolar. Dokter umum dan puskesmas dapat menjadi yang pertama
mendeteksi gangguan afektif, selain itu dokter umum dan puskesmas dapat memberikan
pengobatan pendahuluan seperti pemberian obat antipsikotik atau mood stabilizer yang
tersedia, dokter umum diharusnya dapat memahami gejala dan membuat diagnosis gangguan
bipolar dan dapat membuat rujukan pada psikiatri untuk penanganan lebih lanjut. 10
Selain pada pemberian obat dokter umum dan puskesmas sebagai lini pertama dapat
memberikan informasi mengenai gangguan ini, hingga saat ini di Indonesia paradigma
masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa masih buruk, tidak jarang pandangan dan
paradigma masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa menjadikan sering terjadinya
pemasungan terhadap pasien. Dokter puskesmas dan dokter umum dapat berperan sebagai
pemberi informasi dan mediator dengan tokoh masyarakat lainnya untuk menyebarluarkan
informasi yang benar mengenai gangguan jiwa terutama dalam hal ini gangguan afektif
bipolar sehingga masyarakat dapat lebih meyadari dan mengetahui keadaan serta mengenali
gejala sehingga pasien-pasien gangguan jiwa dapat ditolong dan mendapatkan penanganan
yang tepat sedini mungkin dan mengurangi sikap yang memusuhi apalagi memasung pasien
dengan gangguan jiwa.
32
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Gangguan bipolar merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh
gejala-gejala manik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur
hidup. Angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Gangguan mood ini disebabkan
oleh banyak faktor, di antaranya faktor genetik, biologik, dan psikososial. Dalam perjalanan
penyakitnya, gangguan bipolar ini berbeda-beda, tergantung pada tipe dan waktunya.
Onsetnya biasanya pada usia 20-30 tahun. Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama.
Semakin muda seseorang terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk
mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Untuk
penatalaksanaan gangguan bipolar, tergantung pada jenis bipolarnya sendiri, apakah itu fase
manik, fase depresi, fase campuran. Diperlukan teknik wawancara dan pendekatan yang baik
sehingga dapat menegakkan diagnosis bipolar dan membedakan bipolar dari gangguan jiwa
33
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Amir N. Gangguan mood bipolar: kriteria diagnostic dan tatalaksana dengan obat antipsikotik
atipik. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010. h. 3-32.
Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan tatalaksana gangguan bipolar. Jakarta:
Konsesus Nasional Terapi Gangguan Bipolar; 2010.hlm.2-21.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplans and sadocks synopsis of psychiatry behavioral sciences and
clinical psychiatry. 10th edition.Philadelphia: Lippincott William and Wilkins;2007.p.527-62.
American Psychiatry Assosiasion. Practice guideline for the treatment of patients with bipolar
disorder. 2nd edition. 2002. Diunduh dari apa.org, 20 April 2013.
Departemen Kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di
Indonesisa III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1993.hlm.140-50.
Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder. 22 April 2013. Diunduh dari
emedicine.medscape.com, 24 April 2013.
Simon H, Zieve D. Bipolar Disorder. 22 Januari 2009. Diunduh dari www.umm.edu, 24 April
2013.
Fakultas Kedokteran Universiats Indonesia. Buku ajar psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2010.hlm.197-208.
Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan
perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.hlm.791-853.
34
10.
35