Anda di halaman 1dari 39

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Hemoroid adalah pembengkakan dan peradangan vena di sekitar


anus dan di rektum bagian bawah. Rectum adalah bagian akhir dari usus
besar yang kemudian berlanjut menjadi anus. Anus adalah ujung akhir
dari saluran cerna dimana hasil dari saluran cerna tersebut dibuang keluar
dari tubuh (Doherty, 2006).
Hemoroid yang lebih dikenal sebagai ambeien atau wasir
merupakan penyakit yang sering ditemukan pada masyarakat Indonesia.
Sekitar 5% dari populasi umum, 35% dari penduduk yang berusia lebih
dari 25 tahun dan 50% dari penduduk yang berusia 50 tahun mengalami
penyakit hemoroid ini. Walaupun keadaan ini tidak mengancam jiwa, tetapi
dapat menyebabkan perasaan yang sangat tidak nyaman (Sylvia, 2005).
Sekitar 75% dari manusia akan mengalami hemoroid pada suatu
titik dalam hidupnya. Hemoroid sering pada dewasa pada usia 45 tahun
sampai 65 tahun. Hemoroid juga sering terjadi pada wanita hamil.
(National Digestive Diseases Information Clearinghouse).
Gangguan sistem vena terutama pada ekstremitas

bawah

mencakup banyak kelainan, misalnya varises atau hemoroid dengan


segala komplikasinya, sindrom pada flebitis serta kelainan sistem vena
lainnya yang pada akhirnya dapat melibatkan sistem pembuluh arteri atau
getah bening. Tapi karena evolusi yang lambat dan biasanya tidak ada
gejala yang berat yang menyebabkan cacat atau kehilangan ekstremitas
pada kelainan pembuluh arteri, maka keadaan ini kurang diperhatikan
(Abcarian, 2002).
Hemoroid menimbulkan rasa gatal, terbakar, perdarahan dan
terasa menyakitkan. Dalam banyak kesempatan, perbaikan kondisi hanya
memerlukan hanya self-care (perawatan sendiri) dan edukasi perubahan
lifestyle (gaya hidup) (Galandiuk, 2002).
Walaupun penyakit ini termasuk dalam golongan penyakit yang
enteng, tidak jarang kita melihat akibat penyakit ini penderita dirawat
11

dengan anemia berat, hingga kadar hemoglobin menurun sampai 4%


(Jusi, 2004).

BAB II
12

ANATOMI
2.1 Anatomi
Saluran pencernaan berakhir pada anorektum. Anorektum
tersusun dari lapisan kulit yang membungkus regio perianal, kanalis
ani dan rektum. Panjang kanalis ani kira kira 2-3 cm yang dimulai
dari cincin anorektal dan berakhir pada anal verge. Terdapat tiga
struktur anatomi dari kanalis ani yang menjadi pokok bahasan yaitu
anal verge, linea dentata dan cincin anorektal.
Anal verge atau tepi anus adalah batas terluar dari kanalis
ani dan merupakan pertemuan antara anus dan kulit perianal.
Lokasi persis dari tepi anus ini tidak jelas, tetapi epitel kulit pada
anal verge sedikit mengandung folikel rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea.
Di bagian tengah kanalis ani, 1-1,5 cm dari anal verge
terdapat linea dentata. Linea dentata ini adalah ujung atas kanalis
ani, merupakan peralihan epitel mukosa dan merupakan penyatuan
dari

embrional

ektoderm

dan

endoderm.

Lipatan

mukosa

longitudinal diatas linea dentata dikenal sebagai Columna dari


Morgagni yang mana merupakan tempat keluarnya kripta ani.
Sekitar 1 cm di atas linea dentata, epitel yang membatasinya
mungkin epitel columnar, transitional ataupun berlapis pipih, area
ini disebut area transisi yang mana plexus hemoroidalis interna
terdapat di dalam mukosanya.
Cincin anorektal terletak 1-1,5 cm di proksimal linea dentata.
Kanalis ani merupakan kanal yang dikelilingi oleh otot-otot yaitu
otot pubo-rektal yang merupakan bagian dari otot levator ani,
sfingter ani eksternus yang merupakan otot lurik dibagi menjadi tiga
bagian deep, superfisial dan sub cutan, dan yang paling dalam
adalah sfingter ani internus yang merupakan otot polos dan
merupakan lanjutan dari otot rektum sirkuler. Ketiga otot ini yaitu
puborektal, sphincter ani interna dan sphincter ani eksterna bagian
atas membentuk cincin anorektal yang dapat diraba. Sedangkan
13

pada distal dari cincin anorektal dan diantara otot sphinter ani
interna dan eksterna (intersphinteric plane), fascia dari otot
longitudinal dari rektum bergabung dengan serat dari levator ani
dan

puborektalis

membentuk

conjoint

musculus

longitudinal

(Schwartz,2006; Fry,1985).

Gambar
2.2

Potongan coronal kanal anus

14

Gambar 2.3 Musculus anal


2.2 Vaskularisasi
Cabang terminal dari arteri mesenterika inferior adalah arteri
rektal

superior

yang

menuju

rektum

bagian

atas

melalui

mesenterium sigmoid. Arteri rektal superior kemudian terbagi


menjadi cabang dextra dan sinistra, kemudian cabangnya yg lebih
kecil lagi menembus lapisan musculus dari rektum. Arteri rektal
medial berasal dari arteri iliaca interna dan memvaskularisasi
rektum bagian bawah dan kanalisa ani bagian atas. Arteri rektal
inferior berasal dari arteri pudenda interna, kemudian menyilang
fossa ischiorektal untuk memvaskularisasi muskulus sphincter ani
(Fry, 1985).
Aliran darah balik dari anus terdiri dari dua rute. Diatas linea
dentata, plexus hemoridalis interna mengalirkan darah ke vena
rektal superior menuju ke vena mesenterika inferior dan sistem
porta. Sedangkan plexus hemoroidalis eksterna mengalirkan darah
ke vena iliaca interna melalui vena rektal medial atau vena
pudenda interna yang menerima darah dari vena rektal inferior.
15

Kemudian dari vena iliaca interna menuju ke vena cava inferior


(Fry,1985).
Kedua pleksus hemoroidalis internus dan eksternus saling
berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena
yang kembali bermula dari rektum sebelah bawah dan anus
(Fry,1985).
Aliran limfe mengikuti rute venae. Aliran limfe dari rektum
bagian atas dan tengah mengalir ke nodus limfe mesenterika
inferior. Aliran limfe dari rektum bagian bawah dapat juga menuju
ke nodus limfe mesenterika inferior atau dapat mengalir ke lateral,
dekat dengan arteri rektal media menuju nodus iliaca interna. Aliran
limfe di atas linea dentata kanalis ani menuju ke nodus mesenterika
inferior dan sebagian ke lateral menyilang fossa ischiorektal menuju
ke nodus iliaca interna. Aliran limfe dibawah linea dentata biasanya
menuju nodus inguinal (Fry,1985).

Gambar 2.4 Vaskularisasi Anorektal (Netter, 2007)

16

Gambar 2.5 Vaskularisasi Anorektal (Mulholland, Michael W.,2006)


2.3 Innervasi
Rektum diinervasi oleh saraf simpatik dan parasimpatik.
Musculus sphincter eksterna dan levator ani disarafi pleh cabang
rektal inferior dari saraf pudenda interna (S 2, S3, S4), sebagian
dipersarafi oleh n. Sakralis IV. Muskulus spincter interna disarafi
oleh saraf simpatis dan parasimpatis juga. Saraf simpatis
dipersarafi oleh saraf yang berasal dari segmen thoracolumbal
turun ke bawah membentuk plexus mesenterika inferior kemudian
berjalan ke bawah menjadi plexus hypogastrika superior dan
bercabang menjadi n. hypogastrik. Parasimpatik dari anterior dan
lateral rektum berasal dari S2, S3, S4, lalu bersatu dengan n.
Hypogastrik membentuk pluxus hipogastrik inferior. Campuran dari
serat saraf ini juga mensarafi prostat, rektum, vesika urinaria, dan
penis. Saraf simpatik dari sphincter interna untuk menggerakan
sedangkan parasimpatik menghambat (Fry,1985).

17

Di bawah linea dentata, sensasi cutaneus berupa panas,


dingin, nyeri dan sentuhan dihantarkan oleh serat saraf n. Rektal
inferior. Sedangkan di atas linea dentata, yang kurang sensitif,
berupa sensasi tumpul ketika mukosa tertekan atau hemoroid
interna diligasi, kemungkinan dihantarkan oleh saraf parasimpatik
(Fry,1985).

2.4 Fisiologi rektum dan kanalis ani


Fungsi normal dari anorektum adalah penyimpanan dan
pengeluaran produk sisa dari usus. Fungsi utama rektum adalah
penyimpanan dengan volume normal 600 - 1200 mL. Tekanan
normal rektum saat istirahat kurang lebih 10 mmHg. Perubahan pada
tekanan intrarektum disebabkan terutama oleh perubahan tekanan
intra abdomen karena rektum sendiri memiliki fungsi peristaltik yang
sangat sedikit. (Doherty, 2006).

BAB
III
HEMOROID
3.1.

Definisi
Penyakit hemoroid adalah suatu penyakit yang menimbulkan
manifestasi klinis akibat dilatasi vena plexus hemorrhoidalis

18

superior dan atau vena plexus hemorrhoidalis inferior yang


menetap (Yuwono, 2010).

3.2.

Etiologi dan pathogenesis


Penyebab dari hemoroid ini belum jelas. Kemungkinan
karena adanya obstruksi dan stasis dari aliran vena. Obstruksi
aliran vena dapat disebabkan oleh tumor intra abdomen, sirosis
hepatis, kehamilan maupun thrombosis vena porta. Stasis aliran
vena

tanpa

disertai

obstruksi

biasanya

disebabkan

oleh

peningkatan tekanan intra abdomen dan gravitasi. Peningkatkan


tekanan intra abdomen diantaranya pada saat mengedan yang
berlebihan saat defekasi, obesitas, pekerjaan mengangkat berat,
batuk kronis maupun kehamilan. Yang menjadi faktor predisposisi
dari hemoroid adalah herediter, anatomi, makanan, pekerjaan,
psikis dan senilitas (Scharwt, 2006).
Terdapat ada beberapa teori dan mekanisme menerangkan
pembentukan hemoroid yang telah dikemukakan :
1. Teori mekanik
Ligamentum suspensorium dan ligamentum Parks adalah
jaringan muskulo-fibro-elastika yang merupakan jaringan ikat
(supporting tissue) yang menahan hemorhoid interna di tempatnya
cenderung mengalami degenerasi dengan bertambahnya usia.
Proses degenerasi telah dimulai sejak usia dekade ke -3 sehingga
jaringan penahan tersebut tidak lagi kuat berpancang pada lapisan
dalam

terutama pada otot sphingter interna dan otot-otot

submukosa.

Kelemahan

tersebut

mengakibatkan

mobilitas

hemoroid ketika terjadi peningkatan intra rektal, misalnya dalam


keadaan mengejan pada gangguan konstipasi. Pada puncaknya
dapat terjadi ruptur ligamentum suspensorium dan ligamentum
Parks sehingga hemorhoid interna mengalami prolap, keadaan ini
yang memudahkan terjadinya dilatasi vena

sehingga ukuran

hemorhoid membesar. Selanjutnya setelah terjadi dilatasi dan


19

motilasi,

timbul

kerapuhan

dinding

mukosa

yang

melapisi

hemorhoid interna, sehingga akibat tindakan mengejan dan


bergeseran dengan permukaan feses akan memudahkan terjadinya
perdarahan. Kecenderungan genetik yang mendasari kelemahan
ligamentum suspensorium dan ligamentum Parks menerangkan
tingginya angka kejadian hemorhoid pada keluarga penderita.
2. Teori Hemodinamik
Struktur vena dan arteri di dalam hemorhoid saling
berhubungan (hubungan arteriol-venosa) dan tanpa memiliki katup.
Peninggian tekanan intra abdomen oleh karena kebiasaan
mengejan yang terlalu kuat ketika buang air besar, yang terjadi
pada keadaan konstipasi, kehamilan, feses yang tersisa dan
melekat (fecolith) dalam ampula recti, dan kegagalan relaksasi
muskulus stingfer interna setelah defekasi, akan menyebabkan
hambatan drainase aliran vena (gangguan venous return).
Keadaan tersebut menimbulkan dilatasi bantalan karena terisi
darah dan dinding yang meregang menjadi menipis. Feses keras
yang melalui bantalan vaskuler yang melebar dapat menyebabkan
bantalan tersebut robek dan mengeluarkan darah merah terang
yang menetes di atas masa feses yang telah lebih dahulu keluar.
Peningkatkan aliran darah dalam perut yang terjadi segera setelah
makan dapat menyebabkan dilatasi hemoroid interna (dilatasi post
prandial), yaitu karena terdapat hubungan antara vena porta
dengan plexus hemorhoidalis.
3. Faktor fungsi spingter yang mengalami peninggian tekanan
walaupun sedang istirahat (tidak sedang defekasi). Abnormalitas
fungsi sfingter dibuktikan pada pemeriksaan manometri anorektal
penderita penyakit hemoroid bila dibandingkan dengan tekanan
istirahat anorektal kelompok kontrol (Yuwono, 2010).

3.3.

Faktor Resiko
Primer
1. Keturunan
20

Dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis.


2. Anatomik dan fisiologi
Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan
pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan otot
dan vasa sekitarnya sehingga memudahkan timbulnya
timbunan darah.
3. Kelemahan dari tonus sfingter ani

Sekunder
1. Pekerjaan
Orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat, mempunyai predisposisi untuk
hemoroid.
2. Umur
Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh
jaringan tubuh, juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
3. Endokrin
Misalnya pada wanita hamil ada dilatasi vena
ekstremitas dan anus (sekresi hormon relaksin) yang
dapat melemahkan dinding vena di bagian anus.
4. Mekanis
Semua keadaan yang mengakibatkan timbulnya
tekanan yang meninggi dalam rongga perut, misalnya
penderita hipertrofi prostat.
5. Pola makan
Diet tinggi serat, seperti buah dan sayur, cukup
minum

air

putih,

hindari

makanan

pedas

akan

menurunkan angka kejadian hemoroid.


6. Pola defekasi
Kebiasaan mengejan

saat

defekasi,

kebiasaan

defekasi dengan berlama- lama sambil membaca, sering


diare, sering konstipasi akan meningkatkan angka
kejadian hemoroid.
21

7. Kehamilan
Merupakan salah satu faktor pencetus hemoroid
karena terjadi peningkatan vaskuler daerah pelvis,
peningkatan tekanan intra abdominal, sering kostipasi,
dorongan pada bantalan anus saat persalinan.
8. Obstruksi vena
Pembendungan dapat terjadi karena dorongan massa
feses yang keras pada vena, atau pada penderita
hipertensi portal, dekompensasio kordis, sirosis hepatis,
tromosis, BPH dan tumor rektum.
9. Peningkatan tekanan intra abdominal
Seperti pada saat mengejan akan

mendorong

bantalan hemoroid menjadi prolaps dan juga dapat


menjepit vena intra muskuler kanalis ani sehingga terjadi
obstruksi.
(Pierce, 2007)

3.4.

Klasifikasi
Berdasarkan letak plexus hemoroidalisnya terhadap linea dentata
hemoroid dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Hemoroid interna berasal dari plexus vena hemoroidalis superior di
atas linea dentata dan ditutupi oleh mukosa kulit.
2. Hemoroid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan plexus
hemoroidalis inferior terdapat di sebelah distal linea dentata dalam
jaringan di bawah kulit anus.

Hemoroid Interna
Hemoroid interna secara klinis dikelompokan menjadi 4 derajat yaitu
(Jong, WD, dkk. 2005)
1. Hemoroid interna derajat pertama menyebabkan perdarahan
berwarna merah segar tanpa nyeri pada waktu defekasi. Pada
stadium yang awal seperti ini tidak terdapat prolaps dan pada
pemeriksaan anoskopi terlihat hemoroid yang membesar menonjol
ke dalam lumen.
22

2. Hemoroid interna derajat kedua, menonjol melalui kanalis analis


(prolaps) pada saat mengejan ringan tetapi dapat masuk kembali
secara spontan (reposisi spontan).
3. Hemoroid interna derajat ketiga menonjol saat mengejan (prolaps)
dan harus didorong kembali secara manual untuk masuk ke dalam
anus (reposisi manual).
4.

Hemoroid interna derajat keempat merupakan hemoroid yang


menonjol ke luar (prolaps) dan tidak dapat didorong masuk kembali
ke dalam anus

Derajat
I
II
III
IV

Berdarah
+
+
+
+

Prolaps
+
+
Tetap

Reposisi
Spontan
Manual
Irreponibel

Gambar 3.1 Klasifikasi Hemoroid


Terdapat 3 tempat primer massa hemoroid, yaitu right anterior, right
posterior dan left lateral. Tiga sampai lima hemoroid sekunder yang kecil
mungkin tampak diantara 3 tempat primer tersebut (Eisner T, dkk, 2004).

23

Gambar 3.2 Hemoroid Interna


Hemoroid eksterna
Hemoroid eksterna dibagi menjadi akut dan kronis. Bentuk akut
berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
merupakan suatu hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis eksternal akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal
karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan
sekuele dari hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah.
Gambaran klinis pada hemoroid eksterna tampak sebagai benjolan
pada anus yang dilapisi kulit. Biasanya tanpa keluhan kecuali bila terjadi
trombosis maka akan dirasakan nyeri.
Ada 3 bentuk hemoroid eksterna yang sering dijumpai, yaitu :

24

a) Bentuk hemoroid biasa, tapi letaknya di distal mukokutaneal


junction
b) Bentuk benjolan hemoroid dengan trombosis akut
c) Bentuk skin tags
Rasa nyeri pada perabaan menandakan adanya trombosis yang
biasanya

disertai

penyulit

seperti

infeksi,

abses

perianal.

Sedangkan pada penderita bentuk skin tags tidak mempunyai


keluhan, kecuali kalau ada ulserasi dan infeksi.

3.5.

Gambaran Klinis
Hemoroid interna sering menimbulkan kelainan klinis sebagai

berikut :
1. Benjolan
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya
dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal,
penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul
reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut,
hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar
masuk kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat
berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan
tidak bisa didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya
feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang
mengalami prolaps menetap. Harus dapat dibedakan dengan
trombosis perianal, skin tag yang edema, hipertrofi papilla anus dan
polip rektum.
2. Perdarahan
Perdarahan umumnya merupakan keluhan tersering dan
tanda pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh feses yang
keras. Darah segar menetes setelah pengeluaran feses (tidak
bercampur dengan feses), dapat hanya berupa garis pada feses
atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat
menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah, tanpa disertai
nyeri dan pruritus. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar
25

berwarna merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan


massif terjadi bila bantalan prolaps pecah dan terbendung oleh
sfingter. Perdarahan dapat juga timbul di luar defekasi, yaitu pada
orang tua dengan bantalan anus yang hanya ditutupi oleh mukosa
yang terletak di luar anus, terjadi akibat tonus sfingter yang
melemah. Perdarahan ini berwarna merah segar karena berasal
dari lamina propia yang langsung berada di bawah epitel dan baru
terjadi. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis
menyebabkan darah di vena tetap merupakan darah arteri.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat
timbulnya anemia berat. Perdarahan umumnya merupakan tanda
pertama dari hemoroid interna akibat trauma oleh feses yang keras.
Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur
feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih
sampai pada perdarahan yang terlihat menetes pada akhir defekasi
dan mewarnai air toilet menjadi merah
3. Gejala iritasi/Pruritus
Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang
dikenal sebagai pruritus anus dapat terjadi pada hemoroid interna
akibat prolap yang berlangsung kronis. Hal ini disebabkan mukus
maupun feses mengiritasi perianal sehingga dapat menyebabkan
rasa gatal pada anus, terutama pada saat sedang duduk(Fry,1985).
Pada hemoroid eksterna, jika tidak mengalami trombosis maka
hanya akan menimbulkan sedikit gejala. Tetapi jika hemoroid eksterna
ini mengalami trombosis maka akan sangat nyeri dan biasanya nyeri
akan menghilang dalam 2-3 hari. Bengkak memerlukan beberapa
minggu untuk menghilang dan setelah mengalami penyembuhan
mungkin akan terbentuk skin tag. Jika hemoroid besar dan
menyebabkan masalah kebersihan, hemoroid ini dapat menyebabkan
iritasi di sekitar kulit dan dapat terasa gatal pada sekitar anus.
4. Nyeri

26

Nyeri dan rasa tidak nyaman timbul bila ada komplikasi


berupa prolaps, trombosis, atau akibat penyakit lain yang menyertai
seperti fisura ani, abses dan keganasan. Puncak nyeri biasanya
timbul setelah defekasi.
5. Anemia deficiency besi
Anemia defisiensi besi akibat perdarahan berulang dengan
kadar hemoglobin hingga di bawah 4%. Karena itu harus dicari
sumber perdarahan di lokasi lain. Perdarahan yang tidak bisa
dihentikan harus segera dilakukan tindakan bedah. Anemia yang
terjadi

karena

jumlah

eritrosit

yang

diproduksi

tidak

bisa

mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis,


sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita
walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi.

3.6.

Diagnosa
Diagnosa

hemoroid

dapat

ditegakkan

dengan

anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan.


1. Anamnesa
Anamnesa yang baik mengarah pada onset dan durasi dari
keluhan, termasuk karakteristik nyeri, perdarahan, adanya
penonjolan dari anus atau perubahan pola defekasi. Perdarahan
yang

paling

dikeluhkan

oleh

pasien,

sehingga

harus

menanyakan tentang jumlah, warna dan durasi perdarahan dari


anus. Darah yang lebih gelap atau darah yang bercampur
dengan feses harus mengarahkan kecurigaan pada penyebab
perdarahan yang proksimal. Anamnesa harus dikaitkan dengan
faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang membutuhkan
tekanan intra abdominal meninggi (mengejan), pasien sering
duduk berjam-jam di WC dan dapat disertai rasa nyeri bila
terjadi peradangan.
Menurut gejala klinis, maka dapat dilakukan anamnesa:

Perdarahan

Hemoroid interna
Hemoroid eksterna
Darah yang keluar Jarang terjadi
27

berwarna merah segar


dan

tidak

tercampur

feses, dapat
berupa

hanya

garis

feses

pada

atau

kertas

pembersih

sampai

pada perdarahan yang


terlihat menetes pada
akhir

defekasi

mewarnai

air

dan
toilet

menjadi merah.
Tidak nyeri (kecuali Rasa

Nyeri

terdapat komplikasi)

nyeri

yang

sangat

timbul

mendadak

pada

daerah

setempat

Sekret

(akibat trombus)
Sering terdapat lendir Tidak terdapat lendir

Benjolan

tercampur feses
Benjolan
muncul Benjolan
sewaktu

tepi

defekasi anus (anal verge)

dapat reduksi spontan


Sering timbul pruritus Rasa

Lain-lain

pada

ani akibat prolap kronis

tidak

enak

di

anus

seperti

mengganjal

(akibat

skin tag)

2. Pemeriksaan Fisik
Apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel
penutup bagian yang menonjol ke luar ini mengeluarkan mukus
yang dapat dilihat apabila penderita diminta untuk mengejan.
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna tidak dapat
diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi, dan
biasanya

tidak

nyeri.

Colok

dubur

diperlukan

untuk

28

menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. (Jong WD, dkk,


2005)
Pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi,miring (SIMS)
atau posisi menungging (knee to chest). Dilakukan inspeksi
pada regio anorektal dan dinilai :
Ada perdarahan/bekas perdarahan/tidak
Pada Hemoroid interna terdapat prolap atau tidak (diketahui
dengan cara mengejan), jika ada arah jam berapa (Palpasi
ukuran, permukaan, diliputi mukosa/kulit, dapat masuk

kembali/ tidak)
Pada hemoroid eksterna terdapat benjolan di tepi anus

(Periksa ukuran, permukaan diliputi mukosa/kulit)


Kelainan anorektal lain : terdapat fissura ani / fistel perianal/
(-)
Apabila hemoroid interna mengalami prolaps. Lapisan epitel

penutup bagian yang menonjol keluar ini mengeluarkan mukus


yang dapat dilihat apabila penderita diminta mengedan (Sabiston,
2008).
Pemeriksaan colok dubur (RT) untuk menilai adanya massa,
konsistensinya, ada lendir atau darah dan tonus spincter ani. Pada
pemeriksaan colok dubur berguna untuk menegakan diagnosa
hemoroid interna serta menyingkirkan adanya penyebab lain
seperti neoplasma pada rektum atau kanalis ani. Hemoroid interna
pada stadium awal merupakan pelebaran vena yang lunak dan
mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan
ini. Jika hemoroid interna sudah berlangsung lama sehingga
terbentuk jaringan ikat mukosa yang mengalami fibrotik, barulah
hemoroid interna dapat diraba sebagai lipatan longitudinal yang
lunak pada daerah sekitar rektum bagian bawah. Lipatan
longitudinal ini dapat diraba pada tiga tempat sesuai dengan letak
bantalan hemoroid yaitu pada arah jam 3, 7 dan 11. Ketiga tempat
itu disebut site of morgan (Sabiston, 2008).

29

Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi apalagi bila


terjadi trombosis. Trombus dan fibrosis pada perabaan dirasakan
padat dengan dasar yang lebar (Sabiston, 2008).

3. Pemeriksaan Penunjang
A. Anoskopi atau Proktoskopi
Penderita
penyumbatnya

dalam

posisi

dimasukkan

litotomi.

dalam

anus

Anoskopi
sedalam

dengan
mungkin,

penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang.


Benjolan hemoroid akan menonjol pada ujung anoskop. Bila perlu
penderita disuruh mengejan supaya benjolan dapat kelihatan
sebesar-besarnya.
Dengan cara ini kita dapat melihat hemoroid interna derajat I
dan II, dimana tidak atau belum terlihat penonjolan hemoroid.
Melalui pemeriksaan ini sekaligus dapat dilihat posisi pangkal
hemoroidnya. Pada anoskopi dapat dilihat warna selaput lendir
yang merah meradang atau perdarahan, banyaknya benjolan,
letaknya dan besarnya benjolan.
Penilaian

dengan

anoskopi

diperlukan

untuk

melihat

hemoroid interna yang tidak menonjol keluar atau yang tidak


prolaps dan merupakan pemeriksaan definitif dari hemoroid interna.
Anoskop dimasukan dan diputar untuk mengamati keempat
kuadran. Sehingga dapat melihat proses yang terjadi dalam kanalis
ani. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskular yang
menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan
sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau
prolaps akan lebih nyata (Sabiston, 2008; Jong, WD dkk, 2005).
B. Proktosigmoidoskopi atau rektoscopi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien pudle sign
(menungging).

Proktosigmoidoskopi

perlu

dikerjakan

untuk

memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang


30

atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi (Sabiston,


2008).

Gambar 3.3 Posisi proktosigmoidoskopi dalam tubuh


C. Pemeriksaan Feses
Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar (occult
bleeding) (Jong WD dkk, 2005).

D. Kolonoskopi atau barium enema


Pemeriksaan ini dapat kita lakukan apabila tanda-tanda
hemoroid interna kurang jelas, penderita yang berusia lebih dari 40
tahun atau penderita dengan resiko tinggi menderita kanker kolon,
seperti adanya riwayat keluarga (Sabiston,2008). Jika terdapat
darah samar pada feses perlu dilakukan kolonoskopi atau barium
enema (Fry, 1985).

3.7.

Diagnosa Banding
1. Karsinoma Kolon dan Rektum
Dapat teraba massa pada rongga abdomen, adanya
gangguan pola defekasi, perdarahan menetes dan umumnya
berwarna merah tua, disertai lender. Pada rectal toucher teraba
massa

yang

berdungkul.

Ditandai

dengan

konstipasi

yang

memburuk, adanya darah pada feses, kehilangan nafsu makan,


mual, muntah dan terkadang disertai anemia (Jong WD, dkk, 2010).
2. Polip Rektum

31

Merupakan tumor jinak bertangkai yang berasal dari epitel


mukosa. Biasanya memberikan gejala perdarahan melalui rektal
disertai lender dan benjolan. Namun perdarahan bersifat intermiten
dan pada pemeriksaan rektal toucher teraba massa bertangkai
yang lunak dan berpangkal pada dinding rektum. Lebih sering
terjadi pada anak anak

Gambar 3.4 Polip rektum


3. Fissura Ani
Penyakit dengan robekan kulit pada kanalis ani yang
menimbulkan gejala keluarnya darah segar pada saat buang air
besar. Biasanya tunggal dan terletak di garis tengah posterior.
Dapat memberikan keluhan berak bercampur darah, umumnya
minimal, terasa sangat nyeri. Didapatkan trias khas : ulkus pada
anus, hipertrofi papil (teraba benjolan) dan sentinel tags (biasanya
pada jam 6 dan 12) (Abcarian, 2002).

Gambar 3.5 Fissura Ani


4. Kondiloma Akuminata Perianal
Penyakit menular seksual yang disebabkan oleh HPV yang
bisa terbentuk pada vagina, serviks dan anus. Pada rectal toucher
32

didapatkan bentukan seperti bunga kubis dan dapat tumbuh


meluas serta tidak mudah berdarah
5. Prolaps Rektum/Prosidentia
Tidak didapatkan keluhan nyeri. Bila dilakukan pemeriksaan,
tidak ada kelainan yang dapat ditunjukkan dan hanya tampak
apabila penderita mengejan pada posisi duduk seperti pada waktu
defekasi.

Didapatkan

permukaan

mukosa

dengan

rugae.

Didapatkan pula discharge mucous dan inkontinensia. Bentuknya


sirkumferensial.

Gambar 3.6 Tampak Prolaps Rektum


6. Abses Perianal
adanya abses disekitar anus
7. Varises Rektal
adanya pelebaran pembuluh darah vena yang disebabkan
hipertensi porta, sering terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis.

3.8.

Penatalaksanaan
Timbulnya

hemoroid

bukan

merupakan

tanda

untuk

dilakukan terapi. Terapi hemoroid disesuaikan dengan keluhan pada


tiap - tiap penderita dan terapi yang terbaik adalah dengan melakukan
tindakan intervensi sekecil mungkin.
Penanganan Hemoroid secara umum dibagi menjadi dua yaitu :
1. Non Operatif / Konservatif
Indikasi :
Hemoroid Interna grade I dan II
Hemoroid Interna grade III dan IV yang menolak operasi
Hemoroid Interna dengan penyebab primer seperti sirosis
hepatis, tumor intra abdomen dan kehamilan.
33

Tindakan meliputi :
1. Pengaturan diet
2. Obat-obatan
3. Menghindari kebiasaan mengejan berkepanjangan
1. Pengaturan Diet
Pemberian diet tinggi serat. Pemberian diet. tinggi serat
dapat memperbaiki penanganan dan dapat dicapai dengan
pengaturan asupan makanan maupun pemberian suplemen
serat. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun
lunak, sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi
keharusan mengejan berlebihan
Memperbanyak minum air putih, minimal 30-40 cc/kgBB/hari
Mengurangi makan makanan yang pedas, terlalu asam, alkohol,
kopi, minuman yang bersoda.
2. Obat-obatan
Obat-obatan yang dapat digunakan :dapat berupa anestesi
lokal, vasokonstriktor, analgesik, protektan. Produk yang
digunakan untuk terapi hemoroid tersedia dalam bentuk salep,
krim, gel, dan suppositoria. Salep, krim, gel jika digunakan
sekitar anus harus diberikan secara tipis. Jika diberikan ke
kanalis ani, produk ini harus dimasukkan dengan jari atau pile
pipe

(selang

untuk

hemoroid).

Sebagian

besar

produk

mengandung lebih dari satu jenis obat aktif.


a) Anestesi lokal
Dapat meredakan rasa nyeri, terbakar dan gatal untuk
sementara

waktu

dengan

mematikan

ujung

saraf.

Penggunaan produk ini harus dibatasi pada daerah perianal


dan kanalis ani bagian bawah. Dapat menimbulkan reaksi
alergi disertai rasa gatal. Jika hal itu terjadi sebaiknya
pemakaiannya dihentikan. Anestesi lokal antara lain :
benzokain 5-20%, lidokain 2-5%.
b) Vasokonstriktor
Substansi kimia yang terbentuk secara alamiah. Jika
diberikan

pada

anus,

menyebabkan

pembuluh

darah
34

mengecil, sehingga mengurangi edema. Selain itu juga


dapat meredakan rasa nyeri dan gatal. Efek sampingnya
ringan.
Contohnya : epinephrin 0,005 - 0,01%, phenylepherine
0,25%
c) Protektan
Dapat

mencegah

iritasi

area

perianal

dengan

membuat barrier fisik di kulit yang menghambat kontak kulit


yang mengalami iritasi dengan cairan atau feses dari rektum.
Barrier ini dapat meredakan iritasi, rasa gatal, nyeri dan
terbakar.
Contohnya : aluminium hidroksid gel, gliserin, cocoa butter
d) Antiseptik
Menghambat pertumbuhan bakteri dan organisme
lain. Contohnya : asam borat, resorsinol
e) Analgesik
Dapat meredakan nyeri, rasa gatal dan terbakar
dengan cara menekan reseptor pada saraf tepi
f) Kortikosteroid
Dapat mengurangi inflamasi dan rasa gatal. Obat ini
sebaiknya tidak digunakan lebih dari 2 minggu karena dapat
menyebabkan kerusakan kulit permanen berupa penipisan
kulit.
3. Mengubah kebiasaan mengejan

2. Operatif

Indikasi :
Penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada

hemoroid grade III-IV


Terapi bedah juga dilakukan pada penderita dengan
perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh

dengan cara lainnya


Hemoroid interna dengan penyulit (perdarahan) dan prolaps
Hemorid eksterna dengan penyulit (trombosis)

Hemoroid interna
35

Operatif

1. Eksisi hemoroidektomi
Sebelum melakukan eksisi, kita harus menentukan
dasar dari bantalan hemoroid tersebut. Dasar dari hemoroid
dapat dilihat melalui anoskop. Selanjutnya kita jahit
vascular pedicle pada dasar hemoroid dengan benang
yang dapat diserap (absorbable). Jaringan hemoroid
tersebut dieksisi dengan hati-hati untuk menghindari
adanya pada sphincter internus. Defek pada mukosa dan
kulit yang terjadi stelah eksisi dapat dibiarkan terbuka,
dapat ditutup sebagian atau dapat ditutup seluruhnya
dengan melanjutkan jahitan bedah yang berasal dari
vascular pedicle. Keuntungan dari dibiarkannya luka
pembedahan tersebut terbuka adalah dapat mengurangi
insiden nyeri pasca pembedahan, tetapi kelemahannya
adalah jika luka tersebut dibiarkan terbuka maka akan
memperpanjang waktu penyembuhannya (Sabiston, 2008).
Berikut adalah cara melakukan hemoroidektomi
(Oetomo, KS, 2003) :
1. Setelah dilakukan desinfeksi, penderita ditempatkan pada
posisi litotomi.
2. Desinfeksi perineum dan kanal anal dengan pavidon iodine.
3. Posisi ahli bedah di depan perineum.
4. Pasang duk steril pada kedua kaki sampai dengan pelvis,
dengan bagian perineum tetap terbuka.
5. Pegang hemoroid dengan forcep Haemostatic dan tarik ke
depan dan klem dengan Chrom lurus pada dasar hemoroid.
6. Insisi kulit bagian luar hemoroid dengan mesh no. 20 atau
gunting Metzembaun diperdalam sampai dengan mukosa
huruf V.
7. Pada waktu insisi harus hati-hati dan hentikan apabila
menjumpai muskulus dari spincter ani interna.
8. Setelah mukosa dan pembuluh darah vena terpotong
lakukan jahitan dengan benang chromic gut no 1 pada
ujung klem Chrom Klem lurus dan lakukan jahitan jelujur
sampai tepi dasar kulit.
36

9. Kemudian angkat klem lurus jahitan dikencangkan.


10. Hasil potongan hemoroid diperiksa Patologi Anatomi.
11. Pasang tampo parafin pada anal kanal dan tutup dengan
bebat dan hypapix bentuk I
12. Angkat tampon hari pertama pasca operasi.
Ada empat tehnik eksisi hemoroidektomi yang dianut saat ini.
Empat tehnik tersebut antara lain:

Tehnik Milligan-Morgan (Open hemorrhoidektomy)


Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat

utama. Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan


Morgan pada tahun 1973.
Teknik ini adalah metode yang paling populer dan
dipertimbangkan sebagai gold standart dibandingkan teknik
hemoroidektomi yang lain.
Dalam tehnik ini, dilakukan eksisi pada tiga bantalan
utama hemoroid. Untuk mencegah terjadinya stenosis ani, tiga
insisi berbentuk buah pir dibiarkan terbuka, dipisahkan oleh
jembatan kulit dan mukosa. Tehnik ini merupakan tehnik paling
populer, dan dianggap sebagi gold standar diantara tehnik
operasi

hemorrhoidektomi

dijelaskan

di

atas,

lainnya.

tehnik

ini

Seperti

yang

mempunyai

sudah

keuntungan

mengurangi insiden nyeri paska operasi, namun mempunyai


kerugian

memperpanjang

waktu

penyembuhan

(Sabiston,

2008).

37

Gambar

3.7

Tehnik

Milligan-Morgan

(Open

hemorrhoidektomy)

Tehnik Ferguson (Close Hemorrhoidektomy)


Tehnik ini dikembangkan oleh dr. Ferguson pada tahun

1952. Tehnik ini merupakan modifikasi dari tehnik MilliganMorgan. Yang membedakan adalah luka insisi yang ada ditutup
secara

total

atau

sebagian

dengan

jahitan

bedang

menggunakan benang yang diserap.


Prosedurnya adalah :
1. Eksisi untuk berlian pada anorektal ring termasuk
komponen eksternal anus internal sampai serabut
sfingter ani interna.
2. Luka ditutup secara primer dengan retraktor HillFerguson berukuran sedang yang terpasang untuk
mencegah stenosis ani.
3. Fiksasi mukosa rektum otot di bawahnya pada
ketinggian anorektal ring untuk mencegah prolaps
dan rekurensi.
Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang
dalam karena sfingter ani harus benar-benar lumpuh.
(Sabiston, 2008).

Tehnik Langenbeck (Eksisi dan jahitan primer radier)


Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier

dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan


catgut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan di atas klem.
Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem
diikat, diikuti usaha kontinuitas mukosa. Teknik ini lebih sering
digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko
38

pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan


stenosis. (Sabiston, 2008).

Tehnik Whitehead (eksisi sirkuler dan jahitan primer


longitudinal)
Tehnik whitehead digunakan untuk hemoroid yang

sirkuler yaitu dengan cara reseksi sirkuler terhadap mukosa


daerah tersebut. Setelah direseksi, dilakukan jahitan longitudinal
untuk menutup defek mukosa tersebut. Prinsip dari tehnik ini
adalah sayatan dilakukan secara sirkuler (Sabiston, 2008).
Komplikasi yang dapat timbul dari eksisi hemoroidektomi ini
adalah nyeri paska pembedahan, retensi urin, perdarahan,
fistula perianal, inkotinensia alvi, maupun impaksi feses.
Insidensi dari berbagai komplikasi ini dapat dikurangi dengan
meningkatkan kontrol nyeri pasca pembedahan. Membatasi
pemberian cairan intra venas selama pembedahan, pemberian
serat dan pelunak feses. Stenosis ani adalah komplikasi jangka
panjang yang dapat dihindari dengan meninggalkan anoderm
yang cukup diantara jaringan hemoroid yang dieksisi (Doherty,
2010).

2. Stapled hemorrhoidopexy
Stapled hemorrhoidopexy pertama kali dikembangkan
oleh dr Longo di italia pada tahun 1993. Tehnik ini digunakan
39

untuk hemoroid interna grade 3 ataupun 4. Langkah-langkah


dalam tehnik ini yang pertama adalah memasukan suatu
tabung berlubang ke dalam kanalis ani. Melalui tabung ini
dilakukan jahitan pada sekeliling mukosa kanalis ani di atas
dari bantalan hemoroid. Selanjutnya ujung benang dikeluarkan
melalui

tabung

tersebut

ke

anus.

selanjutnya,

stapler

dimasukan ke dalam tabung dan bersamaan dengan itu ujung


benang ditarik. Menarik benang tersebut akan menarik jaringan
hemoroid yang membesar ke dalam mulut stapler. Di lain pihak
bantalan hemoroid normal akan kembali ke posisi anatomis
yang normal. Setelah itu jaringan hemoroid yang membesar
dijepit, pelatuk dari stapler tersebut akan kita tekan. Sehingga
stapler tersebut akan memotong secara melingkar jaringan
hemoroid yang terperangkap dalam staples tersebut dan
secara bersamaan akan menyatukan tepi atas dan bawah dari
jaringan yang dipotong (Sabiston 2008).
Tehnik ini aman dan menurunkan insidensi nyeri paska
bedah dan meningkatkan kecepatan pemulihan penderita. Hal
ini disebabkan karena prosedur operasi ini tidak menimbulkan
perlukaan

pada daerah peri anal yang sensitif. Namun

demikian, penggunaan tehnik ini masih sangat terbatas karena


membutuhkan biaya yang besar (Doherty, 2010).

Nonoperatif
1. Mengubah pola makan dan kebiasaan
Menjauhkan diri dari makanan yang mempunyai efek
konstipasi (seperti keju dan pisang), sebaliknya banyak
mengkomsumsi yang tinggi serat (35 gram serat per hari),
meningkatkan jumlah air yang diminum (minimal 5 gelas per
hari), menghindari mengedan yang berlebihan, maupun
mengurangi waktu berlama-lama di kamar kecil (Doherty,

40

2010). Aktifitas olahraga (senam atau jalan kaki) harus


dilakukan dengan teratur untuk memperlancar aliran darah.
2. Rendam duduk
Rendam duduk dengan cairan hangat selama 15-20
menit tiga kali sehari dapat berguna untuk mengurangi
inflamasi dan meringankan nyeri. Pemberian antiseptik
bersama cairan hangat dapat dilakukan untuk menjaga
kebersihan lokal daerah anus. Antiseptik yang biasa
digunakan adalah Kalium Permanganat (PK) 1:10.000 (1 gr
bubuk PK dilarutkan dalam 1 liter air hangat). Yang anus
diperhatikan dari terapi ini adalah mengeringkan daerah
anus setiap selesai melakukan terapi untuk mencegah iritasi
dari kulit di sekitar anus (Jong, WD, dkk. 2005).
3. Medikamentosa
Kortikosteroid berguna mengurangi inflamasi yang
terjadi, dan ekstrak dari tumbuhan genus Hamamelis
maupun Aesculus yang berguna melancarkan sirkulasi darah
(De Jong dkk, 2005). Pemberian suplemen serat, pelunak
feses, suppositoria maupun salep per anal. Pemberian
suplemen serat dapat menurunkan gejala perdarahan tanpa
prolaps,

dalam

kurun

waktu

30-45

hari.

Pemberian

suppositoria maupun salep per anal meskipun sering


digunakan,

tetapi

(Sabiston,

2008).

belum

pernah

Suppositoria

diuji

keefektifannya

maupun

salep

yang

digunakan biasanya berisi anestetik lokal yang berguna


meringankan perasaan nyeri maupun tidak nyaman di
daerah anus. Contoh suppositoria maupun salep yang dapat
digunakan

diantaranya

Borraginol-N

(berisi

ekstrak

tumbuhan dan anestetik lokal) dan Borraginol-S (berisi


ekstrak tumbuhan, anestetik lokal dan kortikosteroid). Dosis
pemberiannya

adalah

mengandung

flavonoid

2-3x

sehari.

seperti

Obat-obatan

flavanoid

diosmin

yang
dan
41

hesperidin dapat digunakan unttuk mengobati hemoroid


karena memiliki kemampuan untuk mencegah kerapuhan
pembuluh darah kapiler,

bersifat anti inflamasi

dan

meningkatkan tonus dinding vena (flebotonik) (Yuwono,


2010).
4. Injeksi skleroterapi
Injeksi skleroterapi sering digunakan untuk hemoroid
interna derajat I dan II yang tetap mengalami perdarahan
meskipun sudah diberi terapi medikamentosa, 1-2 ml
sklerosan (scleroting agent) diinjeksikan ke jaringan ikat
longgar submukosa di atas bantalan hemoroid. Injeksi
sklerosan ini menyebabkan inflamasi dan menyebabkan
terbentuknya jaringan parut. Hal ini menghambat prolaps
dan

perdarahan

dari

bantalan

hemoroid

tersebut.

Kedalaman injeksi sangat penting diperhatikan, karena


apabila tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan mukosa
maupun infeksi, Scleroting agent yang biasa dipakai adalah
5% fenol dalam minyak nabati, sodium tetradecyl sulfat dan
polidocanol (Sabiston, 2008).
5. Ligasi dengan karet gelang
Ligasi dengan gelang karet adalah terapi yang efektif
untuk hemoroid interna derajat II dan III. Ligasi ini dapat kita
lakukan tanpa sedasi melalui anoskop menggunakan ligator.
Hanya satu tempat yang dapat diligasi setiap kalinya.
Karena perineal sepsis yang berat hingga kematian dapat
terjadi setelah ligasi dengan gelang karet, penderita harus
diintruksikan untuk kembali ke ruangan gawat darurat jika
terjadi nyeri di kemudian hari, ketidakmampuan untuk buang
air, atau demam. Karena risiko perdarahan dan sepsis,
penderita diharapkan tidak mengkomsumsi obat anti platelet
atau obat yang mengurangi jumlah sel darah, selain itu
profilaksis endokerditis bakterial subakut juga diberikan pada
42

penderita dengan risiko tinggi. Ligasi dengan gelang karet


harus

dihindari

pada

penderi

ta

dengan

keadaan

imunodefisiensi (Sabiston, 2008).

6. Koagulasi (infrared, laser, bipolar)


Metode ini sangat efektif untuk menerapi hemoroid
dalam

ukuran

kecil.

Koagulasi

dilakukan

dengan

menggunakan sinar infra merah atau laser. Prinsip dari


terapi ini adalah mengadakan pemanasan pada jaringan
hemoroid
mengkerut

sehingga
dan

jaringan

secara

hemoroid

perlahan-lahan

mengeras dan
akan

lenyap

(Sabiston, 2008).
43

7. Cryotherapi (cryosurgery)
Cryotherapy adalah suatu metode dengan aplikasi
suhu yang sangat rendah untuk menghilangkan hemoroid.
Cryotherapy ini tidak dipakai secara luas karena mukosa
yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Bahan yang dipakai
untuk cryotherapy ini adalah nitrogen cair, karbon dioksida,
ataupun argon (Jong, WD, dkk. 2005)

Perawatan pasca operasi :


Hari I :
Tampon kasa yang diberi pelicin
Puasa
Infus dan obat-obatan parenteral
Hari II :
Diet rendah serat
Tampon anus dilepas
Hari III :
KRS
Obat-obatan peroral, rendam duduk antiseptic
Edukasi

Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna memerlukan penanganan apabila terjadi
keradangan, trombosis, atau berukuran cukup besar untuk mengganggu
kebersihan daerah anus. Keluhan penderita dapat dikurangi dengan
rendam duduk dengan larutan hangat dan antiseptik, salep yang
mengandung analegesik untuk mengurangi nyeri atau gesekan pada
waktu berjalan dan sedasi, istirahat di tempat tidur dapat membantu
mempercepat berkurangnya pembengkakan (Jong, WD, dkk. 2005).
Apabila penderita datang sebelum 48 jam sejak timbulnya gejala,
trombosis hemoroid eksterna dapat ditangani dengan eksisi dari jaringan
hemoroid tersebut atau dengan mengevakuasi bekuan darah melalui insisi
sederhana dengan anestesi lokal. Namun banyak ahli bedah memilih
hanya mengevakuasi trombus dengan insisi sederhana untuk meredakan
nyeri. Jika penderita datang setelah 48 jam setelah timbul gejala, trombus
44

sudah mulai mengalami organisasi sehingga evakuasi trombus tidak akan


berhasil. Pada keadaan ini, terapi konservatif merupakan pilihan. Rendam
duduk, komsumsi makanan tinggi serat dan pelunak feses adalah terapi
konservatif yang dapat kita berikan (Jong WD, dkk, 2005).

3.9.

Komplikasi
Terkadang hemoroid interna yang mengalami prolaps akan menjadi

ireponible, sehingga tak dapat terpulihkan oleh karena kongesti yang


mengakibatkan udem dan trombosis. Keadaan yang agak jarang ini dapat
berlanjut menjadi trombosis melingkar pada hemoroid interna dan
eksterna secara bersamaan. Keadaan ini menyebabkan nyeri hebat dan
dapat berlanjut menjadi nekrosis mukosa dan kulit yang menutupinya.
Trombosis hemoroid eksterna dapat terjadi karena tekanan tinggi di
vena tersebut misalnya ketika mengangkat barang berat, bersin, batuk,
mengedan atau partus. Vena lebar yang menonjol itu dapat terjepit
sehingga kemudian terjadi trombosis. Kelainan yang nyeri sekali ini dapat
terjadi pada semua usia dan tidak ada hubungannya dengan ada atau
tidaknya hemoroid interna. Keadaan ini ditandai dengan adanya benjolan
di bawah kulit kanalis analis yang nyeri sekali, tegang berwarna kebirubiruan, berukuran

dari beberapa milimeter sampai satu atau dua

sentimeter diameternya. Pada awal timbulnya trombosis sangat nyeri, lalu


berkurang dalam waktu dua sampai tiga hari bersamaan dengan
berkurangnya udem akut (Jong, WD, dkk. 2005)
Emboli septik dapat terjadi melalui sistem portal dan dapat
menyebabkan abses hati. Anemia dapat terjadi karena perdarahan ringan
yang lama. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada
hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami
perdarahan maka darah dapat sangat banyak (Jong WD, dkk, 2005).
Sedangkan Komplikasi Pasca Operasi:
Komplikasi Dini :
Nyeri post operasi
Infeksi
Perdarahan post operasi
Pembengkakan jaringan kulit
Retensi urine
Inkontinensia urine
45

Komplikasi Lanjut :
Stenosis Ani
Pembentukan skin tag
Rekurensi
Fissura Ani
Inkontinensia urine
Perdarahan sekunder

3.10. Pencegahan
Beberapa cara yang dianggap dapat mencegah terjadinya hemoroid
antara lain mencegah mengejan pada saat buang air besar dan
mencegah konstipasi dan diare dengan cara mengkonsumsi tinggi serat,
minum banyak air, dan olahraga yang cukup. Mengurangi waktu saat
buang air besar atau kebiasaan membaca saat buang air besar juga
dianggap bermanfaat (Sjamsuhidajat, 2005).

3.11. Prognosis
Kekambuhan

dari

penyakit

hemoroid

paling

banyak

dipengaruhi oleh keberhasilan penderita mengubah kebiasaan


Modifikasi perilaku ini adalah langkah paling penting untuk
mencegah kekambuhan berupa mengubah kebiasaan buang air
besar, komsumsi makanan tinggi serat, mengurangi komsumsi
makanan penyebab konstipasi dan mengurangi waktu berlamalama di kamar kecil. (Doherty, 2010).

46

DAFTAR PUSTAKA
Abcarian, herand M.D., Shackelfords Surgery of The Alimentary Tract, 5 th
Edition, W.B.Saunders, USA, 2002, pp 969-1225
De Jong, W., Sjamsuhidajat, Buku Ajar Ilmu Bedah. 2005, Jakarta :
Penerbit EGC.
Doherty, G.M., Current Diagnosis & Treatment. 2010, USA : McGraw Hill
Company
Fry, Robert D., MD, Kodner. Ira J., MD. Clinical Symposia Volume 37 No 6
1985, New Jersey:CIBA GEIGY.
Grace Pierce A., At a Glance Ilmu Bedah, Edisi 3, Erlangga, Jakarta,
2007, hal 114-115
Jusi, H.D., Dasar Dasar Ilmu Bedah Vaskuler, Edisi Ketiga, Jakarta,
Balai penerbit FKUI, 2004, hal 198-208
Mulholland, Michael W. et al Greenfield's Surgery: Scientific Principles and
Practice, 4th edition, 2006, Lippincott Williams & Wilkins
47

Oetomo, KS, 2003. Prosedur Tetap (protap) tehnik Operasi Bedah Umum.
First edition Surabaya : SMF Bedah RSUD Haji. Haemoroidektomi
Prince Sylvia A., Konsep konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi 6, Vol.1,
EGC, Jakarta, 2005, hal 456-468
Richard S. Snell, Clinical Anatomy by Regions, 8th edition, Lippincott
Williams & Wilkins
Standring, Susan et al, Grays Anatomy : The Anatomical Basis of Clinical
Practice, 2005, British : Elsevier
Susan Galandiuk, MD, Louisville, KY, A Systematic Review of Stapled
Hemorrhoidectomy Invited Critique, Jama and Archives, Vol. 137 No. 12,
December, 2002, http://archsurg.ama.org/egi/content/extract. Last update
Desember 2009
Schwartz, Seymour I, Principles of Surgery, Volume 2, 6 th Edition, Mc
Graw-Hill Publishing Company, New York, 2004.
Sjamsuhidajat R., Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi.2, EGC,
Jakarta, 2005, hal 672-675.
Townsend, C.M, et al. Sabiston textbook of surgery. 2008. Canada :
Saunder.
Yuwono, Hendro S., Ilmu Bedah Vaskular. 2010, Bandung : PT Retika
Aditama
http://prolapsedhemorrhoid.us/prolapsed-hemorrhoid/prolapsedhemorrhoid-factors-and-cause/
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/hemorrhoids/
http://en.wikipedia.org/wiki/hemorrhoid
http://www.hemorrhoids.net
http://www.medicined.com
http://www.wikipedia.com
48

49

Anda mungkin juga menyukai