Anda di halaman 1dari 16

1

BAB 1
PENDAHULUAN

Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun
waktu dalam perkembangan anak, di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak
progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai
pertumbuhannya.Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi
perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral (1)
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little (1843),
yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau afiksia
neonatorum. Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan istilah Cerebral
palsy, sedangkan Sigmund Freud menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral
Paralysis.(10)
Dalam penelitiannya, banyak dijumpai pada anak-anak Cerebral Palsy mempunyai
masalah lain misalnya retardasi mental, gangguan visual dan kejang, Freud menyatakan
bahwa penyakit tersebut mungkin sudah terjadi pada awal kehidupan, selama perkembangan
otak janin. Kesulitan persalinan hanya merupakan satu keadaan yang menimbulkan efek yang
lebih buruk dimana sangat mempengaruhi perkembangan fetus`
Walaupun sulit, etiologi Cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan pencegahan.
Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan perkembangan mental dapat
menghalangi tercapainya tujuan pengobatan. (10)
Winthrop Phelps menekankan pentingnya pendekatan multi - disiplin dalam
penanganan penderita Cerebral palsy, seperti disiplin anak, saraf, mata, THT, bedah tulang,
bedah saraf, psikologi, ahli wicara, fisioterapi, pekerja sosial, guru sekolah Iuar biasa. Di
samping itu juga harus disertakan peranan orang tua dan masyarakat. (10)









2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cerebral Palsy
Cerebral Palsy adalah kelainan yang tidak progresif dari gerakan dan sikap tubuh
karena kerusakan otak yang terjadi pada periode awal pertumbuhan otak, yang pada
umumnya di bawah 3 tahun. (1)
Terminology ini digunakan untuk mendeskripisikan kelompok penyakit kronik yang
mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada
beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada
usia selanjutnya. Jadi penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan
saraf tepi, melainkan terjadi perkembangan yang salah atau kerusakan pada area motorik otak
yang akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara
adekuat.
Walaupun cerebral palsy pertama kali dilaporkan pada tahun 1827 oleh Cazauvielh,
dan kemudian digambarkan dan di perdebatkan oleh dokter seperti Little, Freud, Osler, dan
Phleps, patogenesis gangguan ini tetap tidak dimengerrti secara jelas.
Sigmund Freud menyebutkan kelainan ini dengan istilah Infantil Cerebral Paralysis.
Sedangkan Sir William Osler adalah pertamakali memperkenalkan istilah Cerebral Palsy.
Nama lainnya adalah Static Encephalopathies of Childhood (2)

2.2 Epidemiologi Cerebral Palsy
Di Indonesia, prevalensi penderita Cerebral Palsy diperkirakan sekitar 1-5 per 1.000
kelahiran hidup. Laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Seringkali terdapat pada anak
pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih sering mengalami kelahiran
macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi berat badan lahir rendah dan kelahiran
kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40 tahun, terlebih lagi pada multipara.

2.3 Etiologi Cerebral Palsy
Cerebral Palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya. Apabila
ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini dalam satu keluarga, maka
kemungkinan besar disebabkan faktor genetik. (2)
Selain itu, penyebab Cerebral Palsy berdasarkan waktu terjadinya kerusakan otak
secara garis besar dapat dibagi pada masa prenatal, perinatal dan postnatal.
3

1. Prenatal
- Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan kromosom
(2)
- Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (3)
- Usia ayah kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (4)
- Infeksi intrauterine : TORCH dan sifilis
- Radiasi sewaktu masih dalam kandungan
- Asfiksia intrauterine (abrubsio plasenta, anoksia maternal, perdarahan plasenta,
ibu hipertensi dan lain-lain.)
- Keracunan pada masa kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok dan
alkohol
- Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat melahirkan
anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan retardasi mental) (2)
2. Perinatal
- Anoksia / hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury.
Keadaan inillah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal ini terdapat pada
kedaan presentasi bayi abnormal, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta,
partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan seksio
caesaria.(5)
- Perdarahan otak
Perdarahan ortak dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,
mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah hingga terjadi
anoksia.Perdarahan dapat terjadi di ruang subarachnoid akan menyebabkan
pennyumbatan CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus. Perdarahan spatium
subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis. (5)
- Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdaraha otak yang
lebih banyak dari pada bayi cukup bulan, karena pembuluh darah enzim, faktor
pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. (5)



4

- Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
permanen akibat msuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah. (5)
- Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakiatkan gejala sisa berupa Cerebral palsy. (5)
3. Postnatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan cerebral palsy.


1. Trauma kapitis dan luka parut pada otak pasca-operasi.
2. Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis,
ensefalomielitis. (5)
3. Racun : logam berat, CO (2)

2.4 Klasifikasi Cerebral Palsy
Terdapat bermacam-macam klasifikasi Cerebral Palsy, tergantung berdasarkan apa
klasifikasi itu dibuat.
1. Berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dapat dibagi dalam 5 kategori, yaitu :
a) Spastik
Merupakan bentukan Cerebral Palsy yang terbanyak (70-80%), otot mengalami
kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai
mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak
kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakterisitik berupa ritme berjalan
yang dikenal dengan gait gunting (scissor gait)
Anak dengan spastik hemiplegia dapat disetai tremor hemiparesis, dimana seseorang
tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh. (7)
b) Ataksia
Jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan koordinasi. Penderita yang terkena
sering menunjukkan koordinasi yang buruk, berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan
kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan,
kesulitan dalam melakukan gerkan cepat dan tepat, misalnya menulis atau
mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan
volunter misalnya mengambil buku, menyebabkan gerakan seperti menggigil pada
5

bagian tubuh yang baru akan digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat
pendertia akan menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10%
penderita Cerebral Palsy. (1)
c) Athetosis
Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan
adalah gerakan-gerakan involunter dengan ayunan yang melebar. Athetosis dibagi
menjadi :
- Distonik
Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalami distonik dapat
mengalami misdiagnostik. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang
ditunjukkan oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan
sebelah proximal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang-ulang, terutama
pada leher dan kepala.
- Diskinetik
Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan-gerakan involunter, tidak
terkntrol, berulang-ulang dan kadangkala melakukan gerakan stereotipe.
d) Atonik
Anak-anak penderita Cerebral Palsy tipe atonik mengalami hipotonisitas dan
kelemahan pada kaki. Walaupun mengalami hipotonik, namun lengan dapat
menghasilkan gerakan yang mendekati kekuatan dan koordinasi normal.
e) Campuran
Sering ditemukan pada seorang penderita mempunyai lebih dari satu bentuk Cerebral
Palsy yang akan dijabarkan di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah
spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga mungkin dijumpai.
6

2. Berdasarkan defisit neurologis, cerebral palsy terbagi :
a. Tipe spastis atau piramidal
Pada tipe ini gejala yang hampir selalu ada adalah:
Hipertoni (fenomena pisau lipat)
Hiperfleksi yang disertai klonus
Kecenderungan timbul kontraktur
Refleks patologis
b. Tipe ekstrapiramidal
Akan berpengaruh pada bentuk tubuh, gerakan involunter, seperti atetosis, distonia,
ataksia. Tipe ini sering disertai gangguan emosional dan retradasi mental. Disamping
itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperfleksi ringan, jarang sampai timbul klonus.
Pada tipe ini kontraktur jarang ditemukan apabila mengenai saraf otak bisa terlihat
wajah yang asimetris dan disartri
c. Tipe campuran
Gejala-gejala merupakan campuran kedua gejala di atas, misalnya hiperrefleksi dan
hipertoni disertai gerakan khorea.

3. Berdasarkan estimasi derajat beratnya penyakit dan kemampuan penderita untuk
melakukan aktifitas normal, Cerebral palsy menurut Gross Motor Function Classification
System (GMFCS) dapat dibagi menjadi :
GMFCS level 1
Tidak ada keterbatasan saat berjalan
GMFCS level 2
Ada keterbatasan saat berjalan. Keterbatasan dalam hal jarak tempuh dan daya
keseimbangan, namun tidak sebaik Level 1 untuk berlari dan melompat; pada level 2
ini anak membutuhkan alat untuk mobilisasi pada saat pertama kali belajar berjalan,
biasanya sebelum umur 4tahun menggunakan peralatan beroda saat keluar rumah
untuk senuah perjalanan jauh.
GMFCS Level 3
Berjalan dengan bantuan alat, membutuhkan bantuan alat pegangan tangan untuk
berjalan diruangan, sedangkan untuk kegiatan diluar menggunakan peralatan beroda,
saat bersosialisasi dan kegiatan sekolah, dapat duduk dengan support terbatas dan
7

mempunyai beberapa kemampuan mandiri untuk transfers (mengubah posisi badan)
dalam posisi berdiri.
GMFCS level 4
Dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan alat/ teknologi penggerak. Biasanya
harus bersandar / disupport saat duduk; kemampuan bergerak tanpa alat terbatas;
transportasi dengan kursi roda manual ataupun bermesin.
GMFCS level 5
Kemampuan mengontrol kepala dan tubuh sangat terbatas. Sangat membutuhkan
bantuan fisik maupun peralatan berteknologi, biasanya secara pasif di kursi roda
manual, kemampuan mobilitas diri dapat dicapai hanya bila bisa diajarkan
menggunakan kursi roda bermesin.



2.5 Patofisiologi Cerebral Palsy
Cerebral Palsy merupakan kelainan pada gerakan dan postur yang bersifat menetap,
disebabkan oleh kecacatan yang sifatnya nonprogresif atau karena lesi yang terjadi pada otak
yang belum matur. Gejala klinis yang tampak dapat disebabkan oleh abnormalitas struktural
yang mendasar pada otak, cedera yang terjadi pada masa prenatal, adanya vascular
insufficiency pada masa perinatal atau postnatal, atau karena resiko-resiko patofisiologi dari
kelahiran prematur. Terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa faktor-faktor prenatal
berperan dalam 70-80% kasus Cerebral Palsy. Selama periode prenatal, pertumbuhan yang
abnormal dapat terjadi kapan saja (dapat karena abnormalitas yang sifatnya genetik, toksik
atau vascular insufficiency).
8

2.6 Diganosa Cerebral Palsy
a. Gejala Awal
Tanda awal Cerebral Palsy biasanya tampak pada usia <3 tahun, dan orang tua sering
mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan Cerebral
Palsy sering mengalami kelambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk, merangkak,
tersenyum atau berjalan.
1

1) Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek
Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun
penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu
gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi
kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan
dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak
tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi
plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal
menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis.
Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu
monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota
gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia / hemiparesis adalah kelumpuhan
lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia / diparesis adalah kelumpuhan keempat
anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan; tetraplegia / tetraparesis
adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai.



9

2) Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak flaksid (lemas) dan
berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor
neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga
tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flaksid dan sikapnya seperti kodok terlentang,
tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks
otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan
tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan
oleh afiksia perinatal atau ikterus.
3) Koreo-atetosis
Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi
dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapi
sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak
adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan
terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa
neonatus.
4) Ataksia
Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan
menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak
bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung
dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum.













10

5) Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% anak dengan Cerebral Palsy. Gangguan berupa kelainan neurogen
terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada
golongan koreo-atetosis.
6) Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi
dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut
sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur.
7) Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada
keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak.
b. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan Tonus
2. Pemeriksaan Muskuloskeletal
a. Panggul
Kontraktur fleksi, rotasi internal & ekternal, aduksi, panjang tidak
simetris
Thomas test : kontraktur fleksi
Ely test : kontraktur kuadriseps
Aduksi , rotasi
b. Lutut
Sudut poplitea
c. Kaki dan Pergelangan
Kontraktur, torsi tibia
d. Punggung
Postur, skoliosis, asimetris
e. Exstermitas Atas
Posisi saat istirahat, gerak spontan, grip, koordinasi motor halus
3. Pemeriksaan Refleks
a. Refleks tendon
b. Refleks Patologis / klonus
c. Refleks Primitif menetap

11

Asymetric tonic neck reflex dan Neck righting refleks
Disebut juga posisi menengadah, muncul pada usia satu bulan dan
akan menghilang pada sekitar usia lima bulan. Saat kepala bayi
digerakkan ke samping, lengan pada sisi tersebut akan lurus dan
lengan yang berlawanan akan menekuk (kadang-kadang pergerakan
akan sangat halus atau lemah). Jika bayi baru lahir tidak mampu
untuk melakukan posisi ini atau jika reflek ini terus menetap hingga
lewat usia 6 bulan, bayi dimungkinkan mengalami gangguan pada
neuron motorik atas. Berdasarkan penelitian, reflek tonick neck
merupakan suatu tanda awal koordinasi mata dan kepala bayi yang
akan menyiapkan bayi untuk mencapai gerak sadar.

Graps reflex
Reflek ini muncul pada saat kelahiran dan akan menetap hingga usia
5 sampai 6 bulan. Saat sebuah benda diletakkan di tangan bayi dan
menyentuh telapak tangannya, maka jari-jari tangan akan menutup
dan menggenggam benda tersebut. Genggaman yang ditimbulkan
sangat kuat namun tidak dapat diperkirakan, walaupun juga
dimungkinkan akan mendorong berat badan bayi, bayi mungkin juga
akan menggenggam tiba-tiba dan tanpa rangsangan. Genggaman
bayi dapat dikurangi kekuatannya dengan menggosok punggung atau
bagian samping tangan bayi.
c. Pemeriksan neuroradiologik
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan penyebab Cerebral
Palsy perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan adalah CT scan kepala, yang merupakan
pemeriksaan imaging untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT scan dapat menjabarkan
area otak yang kurang berkembang, kista abnormal, atau kelainan lainnya. Dengan informasi
dari CT Scan, dokter dapat menentukan prognosis penderita Cerebral Palsy.
MRI kepala, merupakan tehnik imaging yang canggih, menghasilkan gambar yang
lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat dengan tulang
dibanding dengan CT scan kepala.
Dikatakan bahwa neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak Cerebral
Palsy jika etiologi tidak dapat ditemukan.
12

Pemeriksaan ketiga yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan otak adalah
USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala mengeras dan UUB
tertutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding CT dan MRI, tehnik tersebut dapat
mendeteksi kista dan struktur otak, lebih murah dan tidak membutuhkan periode lama
pemeriksaannya.

d. Pemeriksaan Lain


Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang
berhubungan dengan Cerebral Palsy, termasuk kejang, gangguan mental, dan visus atau
masalah pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
Jika dokter menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan (Level A, Class I-
II evidence. EEG akan membantu dokter untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan
menunjukkan penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan
derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan sebenarnya
karena keterbatasan pergerakan, sensasi atau bicara, sehingga anak Cerebral Palsy
mengalami kesulitan melakukan tes dengan baik.
Jika diduga ada masalah visus, dokter harus merujuk ke optalmologis untuk dilakukan
pemeriksaan; jika terdapat gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke dokter THT. Identifikasi
kelainan penyerta sangat penting sehingga diagnosis dini akan lebih mudah ditegakkan.
Banyak kondisi diatas dapat diperbaiki dengan terapi spesifik, sehingga dapat memperbaiki
kualitas hidup penderita Cerebral Palsy.

2.7 Penatalaksanaan Cerebral Palsy
Tidak ada terapi spesifik terhadap Cerebral palsy. Terapi bersifat simtomatik, yang
diharapkan akan memperbaiki kondisi pasien. Terapi yang sangat dini akan dapat mencegah
atau mengurangi gejala-gejala neurologik. Untuk menentukan jenis terapi atau latihan yang
diberikan dan untuk menentukan keberhasilannya maka perlu diperhatikan penggolongan
Cerebral palsy berdasarkan derajat kemampuan fungsionalnya, yaitu derajat ringan, sedang
dan berat. Tujuan terapi pasien Cerebral palsy adalah membantu pasien dan keluarganya
memperbaiki fungsi motorik dan mencegah deformitas serta penyesuaian emosional dan
pendidikan sehingga penderita sedikit mungkin memerlukan pertolongan orang lain,
diharapkan penderita bisa mandiri. Perlu ditekankan pada orang tua penederia Cerebral Palsy,
bahwa tujuan dari pengobatan bukan membuat anak menjadi seperti anak normal lainnya.
13

Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu team antara dokter
anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikologi, fisioterapi,
occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua penderita. (5)

Secara garis besar, penatalaksanaan penderita Cerebral Palsy adalah sebagai berikut :
1. Aspek medis
a) Gizi
Gizi yang baik perlu bagi setiap anak, khususnya bagi penderita Cerebral Palsy, karena
sering terdapat kelainan pada gigi, kesulitan menelan, sukar untuk menyatakan
keinginan untuk makan. (8)
b) Obat-obatan
Pada keadaan tonus otot berlebihan, obat dari golongan benzodiazepin dapat menolong,
misalnya diazepam, klordiazepoksid (librium), nitrazepam (mogadon). Pada keadaan
koreoatestosis diberikan artan. Imipramin (tofranil) diberikan pada penderita dengan
depresi. (5)
c) Pembedahan
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk melakukan
pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan
stereotaktik dianjurkan pada penderita dengan gerakan koreo-atetosis yang
berlebihan.(5)
d) Terapi rehabilitasi
Terapi rehabilitasi meliputi fisioterapi, okupasional terapi, terapi wicara serta ortotik
dan prostetik.
- Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu
program latihan di rumah. Fisioterapi ini diakukan sepanjang penderita hidup. (5)
Fisioterapi dini dan intensif bertujuan untuk :
a. Mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot yang apabila berlanjut akan
menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy). Latihan yang digunakan dalam
terapi Cerebral Palsy diantaranya adalah latihan luas gerak sendi, stretching,
latihan penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri,
latihan jalan.
14

b. Menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang pada akhirnya akan
menimbulkan posisi tubuh yang abnormal. Kontraktur dapat menggangu
keseimbangan dan memicu hilangnya kemampuan yang sebelumnya. Dengan
melakukan terapi saja atau dengan kombinasi penopang khusus (alat orthesa), kita
dapat mencegah komplikasi dengan cara melakukan peregangan pada otot yang
spastik.
Contoh : Jika anak mengalami spastik pada otot hamstring, terapi dan keluarga
seharusnya mendorong anak untuk duduk dengan kaki diluruskan untuk
meregangkan ototnya.
c. Meningkatkan perkembangan motorik anak
Terapi fisik (Motor function training) adalah meningkatkan perkembangan
motorik anak. Cara kerja untuk mendukung tujuan tersebut dengan tehnik Bobath.
Dasar dari program tersebut adalah refleks primitif akan tertahan pada anak
Cerebral Palsy yang menyebabkan hambatan anak untuk belajar mengontrol
gerakan volunter. Terapis akan berusaha untuk menetralkan refleks tersebut dengan
memposisikan anak pada posisi yang berlawanan. Jadi, sebagai contoh, jika anak
dengan Cerebral Palsy normalnya selalu melakukan fleksi pada lengannya, terapis
seharusnya melakukan gerakan ekstensi berulang kali pada lengan tersebut.
- Okupasional terapi
Tujuan dari terapi okupasi adalah :
a. Meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri
b. Memperbaiki kemampuan motorik halus
c.Penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan
lain.
d. Evaluasi penggunaan alat-alat bantu
- Terapi wicara
Angka kejadian gangguan bicara pada penderita ini diperkirakan berkisar
antara 30% - 70%. Gangguan bicara disini dapat berupa disfonia, disritmia, disartria
dan bentuk campuran. Terapi wicara membantu anak mempelajari berkomunikasi
secara bervariasi tergantung tingkat gangguan bicara dan bahasanya. (8)
- Ortotik
Dengan menggunakan brace dan bidai (splint), tongkat ketiak, tripod, walker,
kursi roda dan lain-lain. Secara umum program bracing ini bertujuan untuk stabilitas
15

(terutama bracing untuk tungkai dan tubuh), mencegah kontraktur, mencegah
kembalinya deformitas setelah operasi serta agar tangan lebih berfungsi. (8)
Pemakaian nightsplint mengambil keuntungan dari tonus yang menurun yang terjadi
selama tidur untuk menambah regangan otot antagonis yang lemah.
2. Aspek non medis
- Pendidikan
Mengingat selain kecacatan motorik, juga sering disertai kecacatan mental, maka pada
umumnya pendidikannya memerlukan pendidikan khusus (Sekolah Luar Biasa)
- Pekerjaan
Tujuannya adalah agar penderita dapat bekerja produktif, sehingga dapat
berpenghasilan untuk membiayai hidupnya.

2.8 Prognosis Cerebral Palsy
Beberapa faktor sangat menentukan prognosis Cerebral Palsy, tipe klinis, derajat
kelambatan yang tampak pada saat diagnosis ditegakkan, adanya refleks patologis, dan yang
sangat penting adalah derajat defisit intelegensi, sensoris, dan emosional. Tingkat kognisi
sulit ditentukan pada anak kecil dengan gangguan motorik, tetapi masih mungkin diukur.
Di negeri yang telah maju misalnya Ingris dan Scandinavia, terdapat 20 -25%
penderita Cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh dan 30-50% tinggal di
Institute Cerebral palsy. (5)
Prognosis penderita dengan gejala motorik yang ringan adalah baik; makin banyak
gejala penyertanya (retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan
pendengaran) dan makin berat gejala motoriknya, makin buruk prognosisnya. (5)









16

DAFTAR PUSTAKA
1. Saharso D. Palsi Serebral dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Divisi Neuropediatri
Bag./SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: FK
UNAIR/RS DR. Soetomo, 2006.
2. Soetjiningsih, dr. DSAK. 1995. Tumbuh Kembang Anak / oleh Soetjiningsih ; Editor
IG.N. Gde Ranuh. Jakarta : ECG, 223 35.
3. Nelson KB, Swaiman KF, Russman BS. 1994. Cerebral Palsy. In Swaiman KF. Ed.
Pediatric Neurology : Principles and Practice. St Louis : Mosby. pp :312- 5.
4. Cummins, S.K. et al. 1993. Cerebral Palsy in Four Northern California Counties, Births
1983 through 1985. The Journal of Pediatrics, August 1993;123:207 211.
5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 2. Jakarta :
Infomedika Jakarta ; 2007
6. Gilroy John M.D. 1992. Cerebral Palsy in Basic Neurology. 2 nd ed International : 64
66.
7. Rudolph C D, Rudolph A M, Hostetter M K, Lister G, Siegel N J. Rudolph's Pediatrics,
21
st
Ed. McGraw-Hill. USA. 2003
8. Anonim. 2002. Cerebral Palsy dalam buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Editor :
Rusepno Hasan dan Husein Alatas. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Cetakan Kesepuluh (2002). Jakarta : Infomedika. Hal : 884-88
9. Johnston MV. Encephalopaties: Cerebral Palsy dalam Kliegman: Nelson Textbook of
Pediatrics, 18th ed. eBook Nelson Textbook of Pediatrics, 2007.
10. Adnyana IMO. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran
1995, No.104; 37-40

Anda mungkin juga menyukai