Anda di halaman 1dari 36

RESPONSI ILMU BEDAH

UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA


Pembimbing

: dr. Agus Guntoro, Sp.BS

Penyusun

: Deffy Lettyzia R (2007.04.0.0016)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Siti Rochanah

Umur

: 41 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Jln. Wonocolo Krajan, Sepanjang

Status Perkawinan

: Menikah

Suku Bangsa

: Jawa

MRS

: 6 Maret 2013

Tanggal Pemeriksaan

: 8 Maret 2013

II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama

: Pengelihatan kedua mata kabur

b. Keluhan Tambahan

:-

c. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke RSAL dr. Ramelan dengan keluhan merasakan pengelihatan
kabur, awalnya pada mata sebelah kiri. Pasien merasakan ada titik-titik hitam pada
1

pandangan dan kelamaan pasien tidak jelas melihat pada pandangan sebelah luar. Pada
saat itu pasien berobat ke poli mata dan diberi obat tetes mata xytrol. Pasien rutin
kontrol ke poli mata tiap bulan. 6 bulan kemudian mata kanan mulai kabur dan tidak
bisa melihat pandangan sebelah luar juga. Oleh dokter mata dikonsulkan ke dokter
saraf dan pasien disuruh MRS pada tanggal 15 Februari 2013. Saat MRS dilakukan
pemeriksaan CT scan kepala dan didapatkan adanya tumor di sella tursica. Oleh
dokter saraf kemudian dikonsulkan ke dokter bedah saraf.
Pasien juga mengeluh nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri hilang
timbul, tumpul, berdenyut. Nyeri dirasakan di sekitar dahi dan mata juga pada
belakang kepala.Sejak kelahiran anak ketiga 6 tahun yang lalu, pasien mengaku
menstruasinya tidak lancar, sebelumnya rutin sebulan sekali, kemudian menjadi 3
bulan sekali. Pasien sempat berobat ke poli kandungan dan diberi obat (pasien lupa
nama obat) supaya menstruasinya lancar, tetapi hanya diminum selama 2 bulan saja.
Sejak 2 tahun terakhir pasien mengaku sudah tidak menstruasi sama sekali.
d. Riwayat Penyakit Dahulu

- Hipertensi

: Disangkal

- Diabetes Melitus

: Disangkal

- Riwayat trauma dan kecelakaan : Disangkal


e. Riwayat Penyakit Keluarga :
- tidak ada keluarga yang pernah memiliki keluhan seperti penderita

III.

- Hipertensi

: Disangkal

- Diabetes Melitus

: Disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 6 Maret 2013
Keadan Umum

:Tampak Sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign

:
TD

: 120/ 80 mmHg

Nadi : 84 x/ menit
RR

: 20 x/ menit
2

Suhu : 36,2 oC
* Status Generalis :
-

Kepala
Mata

: Bentuk kepala normal


: - Conjungtiva Anemis (-)
- Sklera Ikterus (-)
- Bola mata normal, exopthalmus (-) , strabismus (-)
- Pupil : bulat isokhor diameter 4 mm / 4 mm

Hidung
Telinga
Mulut
Leher

: Bentuk normal, sekret (-), perdarahan (-)


: Bentuk normal, sekret (-)
: Bentuk Normal
:
- Pembesaran KGB
(-)
- Pembesaran Tyroid
(-)
- JVP
(-)
- Deviasi Trachea
(-)

Thorax
-

: A. Paru
Ispeksi : Gerak nafas simetris
Palpasi : Gerak nafas simetris, fremitus raba simetris
Perkusi : Sonor pada kedua Hemithorax
Aukultasi : Suara nafas vesikuler, Rh - /- Wz -/-

B. Jantung

Abdomen

Extremitas

Ispeksi : Ictus cordis tak tampak


Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V MCL sin
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Aukultasi : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Ispeksi : Datar simetris


Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba pembesaran
Perkusi : Tympani
Aukultasi : Bising Usus (+), Normal

: Atas
- Akeal Hangat
- Oedema

:+/+
:-/-

Bawah
-

Akral hangat
Oedema

:+/+
:+/+
3

* Status Neurologis :
GCS : 4-5-6
Nervus
NI
N. Olfactorius
N II
N. Opticus

N III, IV, VI
N. Oculomotorius
N. Trochlearis
N. Abduscen
(pemeriksaan dengan
menggunakan
perintah)

NV
N. Trigeminus

N VII
N. Facialis

Uraian

Kanan

kiri

Pembauan

dbn

dbn

- Visus (light perseption)


- Melihat Warna
-Yojana pengelihan
- Funduskopi

dbn
dbn
60
Tde

dbn
dbn
60
tde

ditengah
dbn
dbn
dbn
dbn
dbn

ditengah
dbn
dbn
dbn
dbn
dbn

dbn

dbn

bulat
rata
4 mm

bulat
rata
4 mm

+
+
-

+
+
-

dbn
dbn
dbn

dbn
dbn
dbn

dbn
dbn

dbn
dbn

simetris
simetris
simetris

simetris
simetris
simetris

Kedudukan bola mata


Pergerakan bola mata ke medial
Pergerakan bola mata ke lateral
Pergerakan bola mata ke superior
Pergerakan bola mata ke inferior
Pergerakan bola mata ke medial
superior
Pergerakan bola mata ke medial
inferiror
Exopthalmus
Ptosis
Pupil : bentuk
Tepi
Diameter
Reflex cahaya langsung
Reflex cahaya tidak langsung
Reaksi Konvergensi

Sensorik
V-1
V-2
V3
Motorik
M. Temporlais
M. Maseter
Waktu Diam:
- Kerutan dahi
- Tinggi alis
- Sudut mata

N IX, X
N.Glosopharingeus
N. Vagus

- Lipatan nasolabial
- Sudut mulut

simetris
simetris

simetris
simetris

Waktu gerak :
- Mengertukan dahi
- Menutup mata
- Bersiul
- Meringis
- Tersenyum

simetris
simetris
simetris
simetris
simetris

simetris
simetris
simetris
simetris
simetris

Kedudukan Ulvula
Saat berfonasi

dbn
dbn

dbn
dbn

Kedudukan lidah saat diam


Kedudukan lidah saat dijulurkan

dbn
dbn

dbn
dbn

N XII
N. Hypoglosus

Meningeal Sign :
- Kaku kuduk

: -

- Brudzinky I, II : - Kernig sign

: -

Reflex Fisiologis :
- BPR

: +1 / +1

- TPR

: +2 / +1

- KPR

: +1 / +1

- APR

: +1 / +1

Reflex Patologis :
- Babinsky

:-/5

- Chaddock

:-/-

- Hoffman

:-/-

- Tromer

:-/-

Sistem Motorik :
- Extremitas atas

:5/5

- Extremitas bawah

:5/5

Sistem Sensorik :

IV.

- Rasa Nyeri

: dbn

- Gerak Posisi

: dbn

- Rasa Tekan

: dbn

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan 6 Maret 2013
- Laboratorium
> Imuno Serologi
- T3
: 2,2 (N: 0,6-2,1 ng/ml)
- T4
: 6,2 (N: 5-13 ug/ml)
-TSHS : 7,6 (N: 0,4-7 Iu/ml)
> Endokrin dan Hormon
- Prolaktin
: 136,02 ng/ mL
(N: menstrual cycle : 1,3-25, menopousal phase : 0,7-19 )
- Growth hormon: 2,97 ng/mL (N: < 10)

Pemeriksaan CT-Scan ( 15 Februari 2013 )

10

11

12

Hasil MSCT Scan Kepala Irisan sejajar OML tanpa dan dengan kontras :
-

Tampak soft tissue mass inhomogen kesan terdapat area kistikdi dalamnya, yang
pada pemberian kontras tak tampak kontras enhancement, berukuran sekitar 3,3 x
3,86 x 2,8 cm menempati daerah suprasella yang menyebabkan balloning sella
meluas ke fossa media kanan, serta masuk ke sinus sphenoidalis kiri kanan dan kesan

mulai masuk ke sinus ethmoidalis kanan sisi posterior.


Ventrikel lateralis kiri kanan, III dan IV tampak baik, tak tampak area hypodens

periventrikuler
Pons dan cerebellum kesan baik
Sulci dan gyri normal
Tak tampak deviasi midline struktur
Mastoid kanan dan kiri tampak normal
Orbita, nervus optikus kanan dan kiri normal
Sinus frontalis kiri kanan, ethmoidalis kiri, maksilaris kanan normal
Tampak penebalan mukosa tipis di sinus maksilaris kanan.

Kesimpulan :
-

soft tissue mass inhomogen kesan terdapat area kistikdi dalamnya, yang pada
pemberian kontras tak tampak kontras enhancement, berukuran sekitar 3,3 x 3,86 x
2,8 cm menempati daerah suprasella yang menyebabkan balloning sella meluas ke
fossa media kanan, serta masuk ke sinus sphenoidalis kiri kanan dan kesan mulai

masuk ke sinus ethmoidalis kanan sisi posterior.


penebalan mukosa tipis di sinus maksilaris kanan.

V. RESUME
Anamnesa :
Penderita seorang wanita berusia 41 tahun, datang dengan keluhan:

Pengelihatan kanan kiri tampak kabur pada pengelihatan luar sejak 1 tahun yang
lalu.

keluhan nyeri kepala sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri hilang timbul, tumpul,
berdenyut. Nyeri dirasakan di sekitar dahi dan mata juga pada belakang kepala.
Gangguan siklus menstruasi sejak 6 tahun yang lalu, sudah tidak menstruasi sama
sekali sejak 2 tahun yang lalu

13

Pemeriksaan Fisik
Tanggal 6 Maret 2013
N. II : tes yojana pengelihatan : kanan :60
Kiri : 60
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
> Imuno Serologi
- T3
: 2,2 (N: 0,6-2,1 ng/ml)
- T4
: 6,2 (N: 5-13 ug/ml)
-TSHS : 7,6 (N: 0,4-7 Iu/ml)
> Endokrin dan Hormon
- Prolaktin
: 136,02 ng/ mL
(N: menstrual cycle : 1,3-25, menopousal phase : 0,7-19 )
- Growth hormon: 2,97 ng/mL (N: < 10)
CT Scan :
-

soft tissue mass inhomogen kesan terdapat area kistikdi dalamnya, yang pada
pemberian kontras tak tampak kontras enhancement, berukuran sekitar 3,3 x 3,86 x
2,8 cm menempati daerah suprasella yang menyebabkan balloning sella meluas ke
fossa media kanan, serta masuk ke sinus sphenoidalis kiri kanan dan kesan mulai

VI.

ASSASMENT
-

VII.

masuk ke sinus ethmoidalis kanan sisi posterior.


penebalan mukosa tipis di sinus maksilaris kanan.

Diagnosa klinis
Diagnosa topis
Diagnosa etiologis

: Hemianopsia Bitemporal
: Chiasma Opticum
: Tumor Suprasellar

PENATALAKSANAAN
Planning Diagnosa
- PA setelah operasi reseksi tumor
Planning Terapi
- Total reseksi tumor dan jaringan sekitarnya
14

- Antibiotik
Planning Monitoring
- Kadar Hb post operasi
- Jumlah drain post operasi
Planning edukasi
- Rajin kontrol ke poli bedah saraf setelah operasi

VIII. LAPORAN OPERASI


Operasi tumor suprasellar trans-frontal tanggal 16 Maret 2013 :
1. Inform concent, AB profilaksis
2. Posisi supinasi, kepala sedikit menoleh ke kiri, desinfeksi dengan betadine dan
dipersempit dengan doek steril.
3. Insisi bicoronal, dibuat flap kulit dan flap otot, burr hole 4mpat tempat dilanjutkan
kraniotomi dengan gigli saw, kemudian tulang diangkat.
4. Rawat perdarahan, sinus sphenoid dilebarkan dengan drill sampai basis.
5. Insisi duramater sampai tampak chiasma opticum, tampak tumor di suprasellar,
sebagian di ICA kanan dan kiri
6. Tumor yang tampak di eksisi, rawat perdarahan, pasang redon drain, fiksasi mini
screw, jahit kulit lapis demi lapis.
7. Operasi selesei.
Diagnosa Post Operasi : Tumor Suprasellar

IX.

FOLLOW UP
Tanggal 11 Maret 2013
SOAP
S : Nyeri kepala di bagian belakang, pengelihatan mata kanan dan kiri masih agak kabur,
menstruasi (-)
O : K.U : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Td

: 120/ 80 mmHg

- Nadi

: 74 x / menit

- RR

: 20 x / menit

- Suhu

: 36,7 0C

Status Neurologis :
GCS

: 4-5-6

Pemeriksaan Nervus Cranialis :


N. II : tes lapang pandang kanan 60, kiri 60
15

A : Tumor Suprasellar
P : - Infus RL 1500 cc/ 24 jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Tanggal 13 Maret 2013


SOAP
S : Mata bengkak, pipi kanan bengkak, tidak dapat membuka mata, nyeri kepala sebelah
kanan post operasi, semalam menggigil saat transfusi
O : K.U : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Td

: 100/ 70 mmHg

- Nadi

: 68 x / menit

- RR

: 20 x / menit

- Suhu

: 36,7 0C

Drain : 238 cc darah/ 48 jam


Status Neurologis :
GCS

: 4-5-6

Pemeriksaan Nervus Cranialis :


N. II : Tes lapang pandang sde (karena mata bengkak)
A : Post op Tumor Suprasellar H-2
P : - Infus RL 1500 cc/ 24 jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Tanggal 14 Maret 2013


SOAP
S : Mata bengkak, pipi kanan bengkak, nyeri kepala sebelah kanan post operasi, mual (-),
muntah (-), pengelihatan mata kiri sudah agak membaik, mata kanan masih agak
kabur
O : K.U : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Td

: 110/ 70 mmHg
16

- Nadi

: 86 x / menit

- RR

: 20 x / menit

- Suhu

: 36,7 0C

Drain : 10 cc darah/ 24 jam


Status Neurologis :
GCS

: 4-5-6

Pemeriksaan Nervus Cranialis :


N. II : tes lapang pandang kanan : 60, kiri 45
A : Post op Tumor Suprasellar H-3
P : - Infus RL 1500 cc/ 24 jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
- Tranfusi wholeblood sedang berlangsung

Tanggal 15 Maret 2013


SOAP
S : Mata masih bengkak tetapi sudah berkurang, pipi kanan bengkak, nyeri kepala
sebelah kanan post operasi, mual (-), muntah (-), pengelihatan mata kiri sudah agak
membaik, mata kanan masih agak kabur
O : K.U : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Td

: 120/ 80 mmHg

- Nadi

: 80 x / menit

- RR

: 20 x / menit

- Suhu

: 36 0C

Drain : 10 cc darah/ 24 jam


Status Neurologis :
GCS

: 4-5-6

Pemeriksaan Nervus Cranialis :


N. II : tes lapang pandang kanan : 60, kiri 45
A : Post op Tumor Suprasellar H-4
17

P : - Infus RL 1500 cc/ 24 jam


- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp
- Lepas drain

Tanggal 16 Maret 2013


SOAP
S : Mata masih bengkak tetapi sudah berkurang,

nyeri kepala sebelah kanan post

operasi, mual (-), muntah (-), pengelihatan mata kiri sudah agak membaik, mata kanan
sudah mulai membaik
O : K.U : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Td

: 120/ 80 mmHg

- Nadi

: 84 x / menit

- RR

: 20 x / menit

- Suhu

: 36 0C

Status Neurologis :
GCS

: 4-5-6

Pemeriksaan Nervus Cranialis :


N. II : : tes lapang pandang kanan : 45, kiri 45
A : Post op Tumor Suprasellar H-5
P : - Infus RL 1500 cc/ 24 jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

Tanggal 17 Maret 2013


SOAP
S : Mata masih bengkak tetapi sudah berkurang, nyeri kepala sebelah kanan post operasi
sudah berkurang, mual (-), muntah (-), pengelihatan mata kiri sudah agak membaik,
mata kanan sudah mulai membaik
O : K.U : tampak sakit sedang
Vital Sign : - Td

: 110/ 70 mmHg
18

- Nadi

: 84 x / menit

- RR

: 20 x / menit

- Suhu

: 36 0C

Status Neurologis :
GCS

: 4-5-6

Pemeriksaan Nervus Cranialis :


N. II : tes lapang pandang kanan : 30, kiri 30
A : Post op Tumor Suprasellar H-6
P : - Infus RL 1500 cc/ 24 jam
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g
- Inj. Ranitidine 2 x 1 amp

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Tumor otak atau tumor intracranial adalah neoplasma atau proses desak ruang
(space occupying lesion atau space taking lesion) yang timbul di dalam rongga
tengkorak baik di dalam kmpartemen suprtentorial maupun intratentorial. Di dalam
hal iini mencakup tumor-tumor primer pada korteks, meningens, vaskuler, kelenjar
hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian
tubuh lainnya.[3]
Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak 10% dari neoplasma seluruh
tubuh, dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis
spinalis. Di Amerika di dapat 35.000 kasus baru dari tumor otak setiap tahun, sedang
menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10% dari seluruh
penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia data tentang
tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden tumor otak pada anak-anak
19

terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak usia 40-65
tahun.(1)
-Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74 persen) dibanding
perempuan (39,26 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai 60 tahun
(31,85 persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3
bulan sampai usia 50 tahun. Dari 135 penderita tumor otak, hanya 100 penderita (74,1
persen) yang dioperasi penuli,s dan lainnya (26,9 persen) tidak dilakukan operasi
karena berbagai alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi
tumor terbanyak berada di lobus parietalis (18,2 persen), sedangkan tumor-tumor
lainnya tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum,
brainstem, cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi
Anatomi (PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (39,26
persen), sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat
ditentukan. (2)
-Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan
pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi
membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan
tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya
timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak
yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak. Walaupun
demikian ada bebrapa jenis tumor yang mempunyai predileksi lokasi sehingga
memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak. Dengan pemeriksaan radiologi dan
patologi anatomi hampir pasti dapat dibedakan tumor benigna dan maligna.(1)

20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Anatomi Kelenjar Hipofise[4]


Secara Anatomi, Hypofisis cerebri atau glandula pituitari adalah struktur
lonjong kecil yang melekat pada permukaan bawah otak melalui infundibulum.
Lokasinya sangat terlindungi baik yaitu terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis.
Disebut master endocrine gland karena hormon yang dihasilkan kelenjar ini banyak
mempengaruhi kelenjar endokrin lainya.
Dibagi menjadi 2 lobus :
1. Lobus anterior ( adenohypofisis), dibagi lagi menjadi:
a. Pars anterior ( pars distalis )
b. Pars intermedia
Dipisahkan oleh suatu celah, sisa kantong embrional. Juluran dari pars anterior
yaitu pars tuberalis meluas keatas sepanjang permukaan anterioar dan lateral tangkai
hypofisis.
2. Lobus posterior (neurohypofisis) terdiri dari :
a. Lobus posterior ( pars nervosa)
b. Tangkai hipofisis (infundibulum)
c. Eminensia medialis
Neurohipofisis berasal dari jaringan neural dan mempunyai hubungan
langsung dengan hipotalamus dan susunan saraf pusat

21

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Hipofise[9]


Vaskularisasi[4]
Vaskularisasi kelenjar hipofisis disediakan dari 2 pasang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotid interna, yaitu arteri hipofisialis superior memperdarahi pars
tuberalis dan infundibulum dalam eminentia mediana membentuk anyaman kapiler,
yaitu pleksus kapilaris primer dan arteri hipofisialis inferior terutama memperdarahi
lobus poeterior, beberapa juga memperdarahi lobus anterior.

Gambar 2. Vaskularisasi kelenjar hipofise[9]

22

II.

Fisiologi Kelenjar Hipofise[4]


Dipandang dari sudut fisiologi, kelenjar hipofisis dibagi menjadi:
1) Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior berperan utama dalam
pengaturan fungsi metabolisme di seluruh tubuh. Hormon-hormonnya yaitu:
a) Hormon Pertumbuhan
Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi
pembentukan protein, pembelahan sel, dan deferensiasi sel.
b) Adrenokortikotropin (Kortikotropin)
Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan
mempengaruhi metabolism glukosa, protein dan lemak.
c) Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin)
Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid,
dan selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh
tubuh.
d) Prolaktin
Meningkatkan pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.
e) Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein
Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.
2) Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Ada 2 jenis hormon:
a) Hormon Antideuretik (disebit juga vasopresin)

23

Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan
membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh.
b) Oksitosis.
Membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke putting susu
selama pengisapan dan mungkin membantu melahirkan bayi pada saat akhir
masa kehamilan.
3) Pars Intermedia
Daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang relative
avaskular, yang pada manusia hamper tidak ada sedangkan pada bebrapa jenis
binatang rendah ukurannya jauh lebih besar dan lebih berfungsi.
Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel
kelenjar hipofisis anterior. Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada
kedua ujungnya, dan makanya disebut system portal.dalam hal ini system yang
menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar hipofisis disebut juga system
portal hipotalamus hipofisis. System portal merupakan saluran vascular yang
penting

karena

memungkinkan

pergerakan

hormone

pelepasan

dari

hypothalamus ke kelenjar hipofisis, sehingga memungkinkan hypothalamus


mengatur fungsi hipofisis. Rangsangan yang berasal dari tak mengaktifkan
neuron dalam nucleus hypothalamus yang menyintesis dan menyekresi protein
degan berat molekul yang rendah. Protein atau neuro hormone ini dikenal
sebagai hormone pelepas dan penghambat. Hormon hormon ini dilepaska
kedalam pembuluh darah system portal dan akhirnya mencapai sel sel dalam
kelenjar hipofisis. Dalam rangkaian kejadian tersebut hormon- hormon yang
dilepaskan oleh kelenjar hipofisis diangkt bersama darah dan merangsang
kelenjar-kelenjar lain ,menyebabkan pelepasan hormon hormon kelenjar
sasaran. Akhirnya hormon hormon kelenjar sasaran bekerja pada
hipothalamus dan sel sel hipofisis yang memodifikasi sekresi hormone.

III.

Klasifikasi[4]
24

Kelenjar hipofisis adalah substrat umum untuk transformasi neoplastik,


sehingga menimbulkan sekitar 15 persen dari semua tumor intrakranial. Ini adalah
struktur neuroendokrin komposit, terdiri dari dua lobus yang berbeda, masingmasing berbeda dalam asal embrio, morfologi, fungsi, dan proses patologis.
Selain tumor hipofisis yang tepat, neoplasma di wilayah Sellar mungkin
berasal dari salah satu dari berbagai meningeal, elemen saraf, glial, pembuluh darah,
osseus, dan embrional yang berkumpul di wilayah tersebut. Tumor tersebut,
meskipun secara histologis berbeda dan keragaman hayati, seringkali menyamar
sebagai adenoma hipofisis dan perbedaan preoperative mungkin sulit untuk
membuat. Menambahkan lebih lanjut untuk diagnosis diferensial massa Sellar
berbagai non-neoplastik tumor like condition peradangan dan lain-lain, yang
kadang-kadang menyebabkan pembesaran hipofisis radiografis dan hampir selalu
menyebabkan kebingungan diagnostik klinis. Differential diagnosis dari banyak
tumor dan tumor like condition di wilayah suprasellar tercantum pada tabel 1.
Tabel 1. Classification of Pituitary Tumors and Tumor like Conditions
Tumor derived from adenohypophyseal cells
Adenoma
Carcinoma
Other primary tumors of the sella turcica
Angioma and angiosarcoma
Chordoma
Choristoma
Craniopharyngioma
Fibroma and fibrosarcoma
Glioma (optic nerve, infundibulum, posterior lobe, hypothalamus)
Granular cell tumor (posterior lobe, pituitary stalk)
Ganglioglioma
Ganglioneuroma
Germinoma ( ectopic pinealoma)
Hamartoma (hypothalamus)
Melanoma
Meningioma
Paraganglioma
25

Sarcoma
Teratoma
Metastatic tumors
Carcinoma
Sarcoma, leukemia, lymphoma, histicytosis X
Tumor like condition
Infammatory
Infectious
Lymphocytic hypophysitis
Sarcoidosis, giant cell granuloma
Pseudotumor
Mucocele
Infiltrative
Amyloidosis
Hemochromatosis
Mucopolysaccharidosis
Tabel 1. Klasifikasi pituitary tumor dan tumor like condition[4]

Adenoma hipofisis adalah neoplasma epitel umum yang terdiri dari dan
berasal dari sel-sel adenohypophyseal. Mereka mewakili antara 10 dan 15 persen dari
semua tumor intrakranial.
Seperti tumor kelenjar endokrin lain, adenoma hipofisis bervariasi dalam
ukuran, tingkat pertumbuhan, penampilan radiologis, presentasi klinis, fungsi
endokrin, komposisi selular, dan morfologi. Dalam kebanyakan kasus mereka secara
histologis jinak, tumbuh lambat, neoplasma kecil terbatas pada turcica sella.
Beberapa, namun. tumbuh lebih cepat, menyerang jaringan sekitarnya, dan
menyebabkan gejala lokal seperti visual, sakit kepala gangguan. dan kompresi dari
hipofisis nontumorous, sehingga berbagai tingkat hypopituitarism.
Adenoma hipofisis dapat diklasifikasikan menurut ukuran mereka,
penampilan radiografi, fungsi endokrin, morfologi, dan cytogenesis. Ahli bedah saraf
sering mengklasifikasikan adenomas hipofisis atas dasar ukuran dan invasiveness,
sebagaimana ditentukan oleh studi pencitraan (magnetic resonance imaging,
26

computed tomography, dan x-ray film tengkorak). Sehubungan dengan ukuran,


mikroadenoma lebih kecil dari 1 cm dengan diameter terbesar, dan adenoma makro
yang lebih besar dari ini. Invasiveness dievaluasi dari penampilan radiografi sella
tersebut. Mikroadenoma ditetapkan sebagai 0 grade atau kelas 1 tumor, tergantung
pada apakah penampilan Sellar adalah normal, atau apakah ringan, perubahan Sellar
fokus yang hadir, masing-masing. Macroadenomas yang menyebabkan pembesaran
Sellar difus, kerusakan fokal, dan kehancuran Sellar luas dan erosi diklasifikasikan
sebagai kelas 2, kelas 3, dan kelas 4, masing-masing. Macroadenomas lebih lanjut
subclassified oleh tingkat ekstensi suprasellar. (Tabel-2).

TABLE-2 Classification of Pituitary Adenomas According to Radiographic Appearance


Grade 0

Intrapituitary adenoma: diameter < I cm, normal sella

Grade 1
Intrapituitary adenoma: diameter < I cm, focal bulging or other minor changes in sellar appearance
Grade 2

Intrasellar adenoma: diameter> 1 cm. enlarged sella. no erosion

Grade 3

Diffuse adenoma: diameter> 1 cm. enlarged sella, localized erosion/destruction

Grade 4

Invasive adenoma: diameter> 1 cm, extensive destruction of bony structures, "ghost" sella

Tumors can be further subclassified by the degree of suprasellar extension:


A:
Extension to suprasellar cistern only
B:

Extension to recesses of the third ventricle

C:

Extension to involve the whole anterior third ventricle

Tabel 2. Klasifikasi adenoma pituitari berdasarkan radiografi[4]

Klasifikasi adenoma hipofisis atas dasar aktivitas endokrin mereka (Tabel-3)


memiliki daya tarik yang cukup praktis untuk kedua endokrinologi klinis dan ahli
bedah saraf. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pengukuran kadar hormon darah,
27

tumor hipofisis dapat dibedakan secara luas sebagai salah satu fungsi atau tidak
berfungsi. Kategori pertama terdiri dari tumor hipofisis yang menghasilkan GH,
PRL, ACTH, dan TSH, yang menghasilkan fenotipe klinis, masing-masing, dari
acromegaly, dari sindrom amenore-galaktore pada wanita dan penurunan libido dan
impotensi pada pria, penyakit Cushing, dan hipertiroidisme. Tumor yang
hipersekresi hormon gonadotropic (LH / FSH) dan subunit alpha glikoprotein
hormonal juga terjadi, tetapi mereka tidak menghasilkan sindrom klinis dikenali
endokrin dan karena itu umumnya diklasifikasikan sebagai nonfunctioning.
Beberapa adenoma hipofisis cosecrete lebih dari satu produk hormonal, dan ini
ditunjuk adenoma hipofisis plurihormonal.

Table-3 Classification of Pituitary Adenomas According to Endocrine Function

Adenomas with growth hormone excess


Adenomas with prolactin excess
Adenomas with ACTH excess
Adenomas with TSH excess
Adenomas with FSH/LH excess
Plurihormonal adenomas
Adenomas with no apparent hormonal function

Tabel 3. Klasifikasi adenoma pituitari berdasar fungsi endokrin[4]

IV.

Patofisiologi[5]
Tumor intrakranial primer atau neoplasma adalah suatu peningkatan sel-sel
intrinsik dari jaringan otak dankelenjar pituitari dan pineal.
Tumor sekunder/metastase merupakan penyebab tumor intrakranial,
kebanyakan merupakan metastase dari tumor paru-paru dan payudara. Prognosis
untuk pasien dengan tumor intrakranial tergantung pada diagnosa awal dan
penanganannya, sebab pertumbuhan tumor akan menekan pada pusat vital dan
28

menyebabkan kerusakan serta kematian otak. Meskipun setengah dari seluruh


tumor adalah jinak, dapat juga menyebabkan kematian bila menekan pusat vital.
Gejala-gejala dari tumor intrakranial akibat efek lokal dam umum dari tumor. Efek
lokal berupa infiltrasi, invasi dan pengrusakan jaringan otak pada bagian tertentu.
Ada juga yang langsung menekan pada struktur saraf, menyebabkan degenerasi dan
gangguan sirkulasi lokal. Edema dapat berkembang dan terjadi peningkatan takanan
intrakranial (TIK). Peningkatan TIK akan dipindahkan melalui otak dan sistem
ventrikel. Dapat juga terjadisistem ventrikel ditekan dan diganti sehingga
menyebabkan obstruksi sebagian vebtrikel. Papilledema akibatdari efek umum dari
peningkatan TIK, kematian biasanya akibat dari kompressi otak tengah akibat
V.

herniasi.
Gejala Klinis[4]
Tanda dan gejala klinis yang tampil pada penderita adenoma pituitary
diakibatkan oleh hipersekresi atau hiposekresi satu atau beberapa hormone hipofise.
Keluhan gejala tersering adalah gangguan penglihatan, yang biasanya terjadi secara
perlahan-lahan mulai dari beberapa bulan sampai beberapa tahun. Nyeri kepala juga
merupakan keluhan umum yang kerap timbul (20%) pada semua stadium adenoma.
Keluhan ini lebih sering terjadi pada wanita-wanita dengan akromegali, dan ia idak
mempunyai, korelasi dengan ukuran adenoma, tetapi lebih berkaitan dngan ada
tidaknya produksi hormone somatotropik. Funduskopi menampakkan diskus optic
yang pucat. Lapang pandangan terganggu berupa hemianopsia bitemporal pada 70%
kasus (parsial/komplit) dan 30% menunjukkan defek homonimum skotoma sentralis
tau defek-defek ireguler lainnya.
Papil edema agak jarang dijumpai pada tumor minor yang masih kecil dan
terbatas di dalam sella. Proptosis biasanya merupakan tanda adanya stasis vaskuler
di sinus kavernosus atau tumor telah meluas sampai fisura orbitalis superior. Paresis
otot-otot ekstraokuler dapat terjadi pada 10% kasus, terutama melibatkan N.III.
Manifestasi neurologis

adenoma pituitary selain dari gangguan system visual,

jarang terjadi.
VI.

Pemeriksaan Penunjang[6]
Large Tumours
1. Skull X-ray
Tumor besar menyebabkan ekspansi atau ballooning dari fosa
hipofisis dan dapat mengikis lantai.
2. CT scan
29

Dengan peningkatan kontras menunjukkan tumor mengisi fossa


hipofisis dan memperluas ke dalam kompartemen suprasellar.
3. MRI
Memberikan anatomi lebih detail, jelas menggambarkan
perpanjangan suprasellar dan efek pada struktur yang berdekatan.
Microadenoma
1. CT-scan
Koronal ct scan dengan kontras dapat menunjukkan wilayah
dengan kepadatan rendah di jaringan kelenjar (atau mungkin
menunjukkan penyimpangan dari tangkai hipofisis dari garis tengah).
2. MRI
MRI adalah sedikit lebih baik daripada CT scan dalam
mendeteksi mikroadenoma namun keduanya memiliki false positive
dan false negative
3. CT angiography atau MR angiography
CT angiografi atau MR angiografi mungkin diperlukan
sebelum

operasi

transphenoidal

untuk

menyingkirkan

adanya

aneurisma.
Adenoma Fungsional
1. Adenoma yang bersekresi Prolaktin
Penilaian kadar serum prolactin, kadar serum lebih dari 150
ng/ml biasanya berkorelasi dengan adanya prolactinomas. Kadar
prolactin antara 25-150 ng/ml terjadi pada adanya kompresi tangkai
hipofisis sehingga pengaruh inhibisi dopamin berkurang, juga pada
stalk effect (trauma hypothalamus, trauma tungkai hipofisis karena
operasi).
2. Adenoma yang bersekresi growth hormone
Pengukuran kadar GH tidak bisa dipercaya karena sekresi
hormon ini yang berupa cetusan, walaupun pada keadaan adenoma.
Normal kadar basal Gh <1 ng/ml, pada penderita acromegali bisa
meningkat sampai > 5 ng/ml, walaupun pada penderita biasanya tetap
normal. Pengukuran kadar somatemedin C lebih bisa dipercaya,
karenakadarnya yang konstan dan meningkat pada acromegali. Normal
kadarnya 0,67 U/ml, pada acromegali mebningkat sampai 6,8 U/ml.
Dengan GTT kdar GH akan ditekan sampai < 2 ng/ml sesudah
pemberian

glukosa

oral

(100

gr),

kegagalan

penekanan

ini

menunjukkan adanya hpersekresi dari GH. Pemberian GRF atau TRH


perdarahan infusakan meningkatkan kadar GH, pada keadaan normal
30

tidak. Jika hipersekresi telah ditentukan maka pastikan sumbernya


dengan MRI, jika dengan MRI tidak terdapatsesuatu adenoma hipofisis
harus dicari sumber ektopik dari GH.
3. Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Hormon TSH, LH dan FSH masing-masing terdiri dari alpha
dan beta subarakhnoidunit, alpha subarakhnoid unitnya sama untuk
ketiga hormon,sedangkan betasubarakhnoid unitnya berbeda. Dengan
teknik immunohistokimia yang spesfik bisa diukur kadar dari alpha
subarakhnoid unit atau kadar alpha dan beta subarakhnoid unit.Pada
tumor ini terdapat peninggian kadar alpha subarakhnoid unit, walaupun
padaadenoma non fungsional 22% kadar alpha subarakhnoid unitnya
juga meningkat. MRIdengan gadolinium, pada pemeriksaan ini tidak
bisa dibedakan antara adenoma yangsatu dengan yang lainnya
4. Adenoma yang bersekresi ACTH
CRH dilepaskan dari hipotalamus dan akan merangsang sekresi
ACTH dari adenihipofisis, ACTH akan meningkatkan produksi dan
sekresi cortisol dari adrenalcortex yang selanjutnya dengan umpan
balik negatif akan menurunkan ACTH. Pada kondisi stres fisik dan
metabolik kadar cortisol meningkat, secara klinik sulit mengukur
ACTH, maka cortisol dalam sirkulasi dan metabolitnya dalam urine
digunakan untuk status diagnose dari keadaan kelebihan adrenal.
Cushingssyndroma secara klinik mudah dikenal tapi sulit untuk
menentukan etiologinya.
VII.

Diagnosis[5]
Bagi seorang ahli bedah saraf dalam menegakkan diagnosis tumor
otak

adalah

dengan

mengetahui

informasi

jenis

t u m o r,

k a r a k t e r i s t i k n y a , l o k a s i n ya , b a t a s n ya , h u b u n g a n n y a dengan sistem
ventrikel, dan hubungannya dengan struktur vital otak misalnya sirrkulus
willisi dan hipotalamus. Selain itu juga diperlukan periksaan
r a d i o l o g i s c a n g g i h y a n g invasive maupun non invasive. Pemeriksaan
non invasive mencakup CT-Scan dan MRI bila p e r l u d i b e r i k a n k o n t r a s
agar

dapat

menget ahui

batas-batas

t u m o r.P e m e r i k s a a n

i n v a s i v e seperti angiografi serebral yang dapat memberikan gambaran system


pendarahan tumor, dan h u b u n g a n n ya d e n g a n s ys t e m p e m b u l u h d a r a h
31

s i r k u l u s w i l l i s y s e l a i n i t u d a p a t m e n g e t a h u i hubungan massa tumor


dengan vena otak dan sinus duramater yang fital itu.
-Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai
menderita tumor otak yaitu m e l a l u i a n a m n e s i s d a n p e m e r i k s a a n
f i s i k n e u r o l o g i k ya n g t e l i t i , a d a p u n p e m e r i k s a a n p e n u n j a n g ya n g
d a p a t m e m b a n t u y a i t u C T-S c a n d a n M R I . D a r i a n a m n e s i s k i t a
d a p a t mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang mungkin
sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya ada tidaknya
nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik
neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan
defisit lapangan pandang.
VIII. Diagnosis Banding[7]
Lesi primer di daerah suprasellar muncul terutama dari tiga bidang:
hipofisis, saraf optik dan hipotalamus, meninges dan struktur mesenchymal
sekitarnya. Berikut ini adalah daftar dari tumor lebih sering terlihat :
Primary Tumor

Pituitary adeomatous tumos

Pituitary adenoma

Pituitary adenoma-neuronal choristoma (PANCH)

Invasive pituitary adenoma

Pituitary carcinoma

Granular-cell tumor (pituicytoma)

Craniopharyngioma

Glial neoplasm

Meningioma

Germ cell tumor, epidermoid cyst, and dermoid cyst


32

Chordoma

Hypothalamic hamartoma and hamartoblastoma

Langerhans histiocytosis

Gangliocytoma

Others
Secondary tumor

Metastatic carcinoma

Metastatic melanoma

Leukemic and lymphomatous involvement

Langerhans' histiocytosis

Others
Pseudotumor

Pituitary hyperplasia

Lymphocytic hypophysitis

Lymphocytic infundibuloneurohypophysitis

Granulomatous hypophysitis

Plasma cell-granuloma, primary intracranial or secondary

Giant cell granuloma

Sarcoidosis

Pituitary apoplexy
33

IX.

Rathke's cleft cyst

Mucocele from the paranasal sinuses

Abscess

Arachnoid cyst

Others

Managemen[6]
1. Terapi Medikamentosa
Dopamin agonis konsentrasi hormon yang lebih rendah yang
abnormal, terutama prolaktin. Pada prolaktinoma, tingkat prolaktin biasanya
rendah dan tumor menyusut, tetapi pasien membutuhkan terapi jangka
panjang sebagai sumber terus berlanjut. Penghentian pengobatan dapat
mengakibatkan ekspansi kembali tumor yang cepat. Agen digunakan
termasuk bromocriptine dan cabergoline, diberikan dalam jangka panjang.
Somatostatin analog: misalnya octreotide, menghambat produksi
hormon pertumbuhan dan menyebabkan beberapa penyusutan tumor pada
sebagian pasien. Tidak lagi menggunakan terapi jangka panjang.
GH rceptor antagonist: pegvisomant memungkinkan tumor mensekresi
GH dengan respon yang memadai untuk operasi, radiasi atau octreotide.
2. Terapi Operatif
a. Trans-sphenoidal
Melalui sayatan di gusi bagian atas, mukosa hidung adalah
dilucuti dari septum dan fossa pitutary didekati melalui sinus sphenoid.
Mikroskop fluoroskopi intraoperatif, neuronavigation atau real-time
MRI digunakan untuk bimbingan. Melalui rute ini kelenjar pituitari
dapat langsung divisualisasikan dan dieksplorasi untuk mikroadenoma.
Bahkan tumor besar dengan extentions suprasellar dapat diambil dari
bawah, tidak perlu dilakukan kraniotomi.
Saat ini banyak menggunakan metode trans nasal endoscopic
untuk mengangkat tumor. Hal ini untuk menghindari sayatan sublabial
dan meminimalkan retraksi septum dan ketidaknyamanan pasca
operasi. Metode ini sangat meningkatkan visualisasi dari sinus secara
luas dan struktur intrasellar.
b. Trans-frontal
34

Melalui

flap

kraniotomi,

lobus

frontal

ditarik

untuk

memberikan akses langsung ke tumor hipofisis. Metode ini biasanya


diperuntukkan untuk tumor dengan ekstensi frontal atau lateral yang
besar.
X.

Prognosis[8]
Telah digambarkan bahwa perbaikan visual pasca operasi ditentukan oleh
berbagai faktor, termasuk usia, durasi kambuh, dan keparahan gangguan visual,
kondisi preoperatif optik disk, ukuran tumor, lokasi, edema peritumoral, keterlibatan
dengan kanal optik, perlekatan dengan membran arakhnoid, dan tingkat
pengangkatan tumor. Namun, beberapa analisis menunjukkan bahwa kekambuhan,
kondisi preoperatif disk optik, durasi gangguan penglihatan, dan edema peritumoral
merupakan faktor yang paling berpengaruh.
Terapi operatif adalah kunci untuk reseksi tumor suprasellar untuk
mendapatkan hasil visual yang diinginkan. Tingkat kekambuhan, kondisi preoperatif
disk optik, durasi gangguan penglihatan, dan edema peritumoral mungkin faktor
yang paling penting yang mempengaruhi hasil visual yang pasca operasi

DAFTAR PUSTAKA
1. Berttolone SJ. Tumor of the central nervous system concepts in cancer medicine,
1982:649-659
2. Hakim A.A. Tindakan Bedah pada Tumor Cerebellopontine Angle, Majalah
Kedokteran Nusantara Vol. 38 No 3, 2005.
3. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf, Gramedia Pustaka Utama Vol IV, 2010.
4. General
features
and
classification
pituitary
adenomas.
http://pituitaryadenoma.net/classificationpituitary.htm
5. Adenoma
Hipofisis.
http://www.scribd.com/doc/57833969/ADENOMAHIPOFISIS
6. Lindsay, Kenneth W. Neurology and neurosurgery illustrated. 5th edition, Elsevier,
2010.
7. How To Work Up A Sellar-Suprasellar Mass
http://moon.ouhsc.edu/kfung/jty1/neurohelp/ZNEWWU02.htm

35

8. Surgical Management and Evaluation of Prognostic Factors Influencing


Postoperative Visual Outcome of Suprasellar Meningiomas. Wang, Chuan-Wei; Li,
Ying-Yu; Zhu, Shu-Gan; Yang, Yang; Wang, Hong-Wei; Gong, Jie; Liu, YuGuang. World Neurosurgery vol. 75 issue 2 February, 2011. p. 294-302
9. The McGraw- Hill companies, Inc. Permission required for reproduction or
display.

36

Anda mungkin juga menyukai