Pembimbing :
dr. Ananda Setiabudi, Sp.S
Disusun oleh :
Maya Liana
030.09.147
Hematom epidural adalah sebuah proses akumulasi darah di rongga antara duramater
dan tulang. Hematoma epidural bisa terjadi di dalam cranium maupun di medulla spinalis.
Angka insidensi EDH sekitar 2% dari penderita cedera kepala dan 2-15% pada cedera kepala
yang fatal. EDH dianggap sebagai sebuah komplikasi yang cukup serius dari cedera kepala.
Diagnosis yang cepat dan tepat dapat mempercepat penatalaksanaan dan memperbaiki
prognosis pasien.[2]
Di Amerika Serikat, EDH merupakan 2 persen komplikasi dari cedera kepala. Kasus
cedera kepala sendiri terdapat 400.000 kasus per tahun. Kejadian ini meningkat seiring
dengan terjadinya kecelakaan lalulintas. Banyak terjadi pada usia produktif dan dewasa
muda. Hal serupa juga terjadi di Indonesia.
EDH terjadi akibat benturan linier pada tulang cranium yang menyebabkan lepasnya
lapisan duramater dari tulang kepala dan robeknya pembuluh darah akibat regangan. Terjadi
perdarahan dan akumulasi dari darah tersebut menyebabkan tekanan intracranial meningkat.
Regio temporoparietal merupakan daerah yang paling sering mengalami EDH dengan
presentasi sebanyak 66% dari keseluruhan kasus EDH.[2]
Kasus EDH sangat menarik dikarenakan angka kejadian yang cukup tinggi,
berbanding lurus dengan angka kejadian kecelakaan lalulintas. Namun trauma selain
kecelakaan lalulintas juga kerapkali menyebabkan EDH. Sebagai dokter umum, merupakan
sebuah tantangan untuk mendiagnosis dan memberikan terapi secara cepat dan tepat,
disamping mengambil keputusan untuk melakukan rujukan ke dokter spesialis neurologi atau
bedah saraf.[2]
BAB II
LAPORAN KASUS
NEUROLOGI
RSUD BUDHI ASHI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. B (91-91-38) Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 55 Tahun Suku bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : - Pendidikan :-
Alamat : Jl. Cenghay Ujung RT 01/07 Desa/Kelurahan Rawa Bunga, Jatinegara
Tanggal masuk RS : 01 Maret 2014
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Teraba ictus cordis sela iga V, 1cm sebelah lateral linea
midklavikularis kiri.
Perkusi :
Batas kanan : Sela iga III-V linea sternalis kanan.
Batas kiri : Sela iga V, 1cm sebelah lateral linea midklavikularis kiri.
Batas atas : Sela iga III linea parasternal kiri.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop (-), Murmur (-).
Abdomen
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, datar, simetris, smiling
umbilicus (-), dilatasi vena (-)
Palpasi
Dinding perut : supel, tidak teraba adanya massa / benjolan, defense muscular (-),
tidak terdapat nyeri tekan pada epigastrium, tidak terdapat nyeri lepas.
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Ginjal : ballotement -/-
Perkusi : timpani di keempat kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas
Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas. edema (-).
Kelenjar Getah Bening
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
STATUS NEUROLOGIS
A. GCS : E4V5M6 Compos Mentis
B. Gerakan Abnormal : -
C. Leher : sikap baik, gerak terbatas
E. Nervus Kranialis
N.I ( Olfaktorius )
Subjektif Tidak Dilakukan
N. II ( Optikus )
Tajam penglihata (visus bedside) normal normal
Lapang penglihatan Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Melihat warna Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Ukuran Isokor, D 3mm Isokor, D 3mm
Fundus Okuli Tidak dilakukan
N.V (Trigeminus)
Membuka mulut + +
Menggerakan Rahang + +
Oftalmikus + +
Maxillaris + +
Mandibularis + +
N. VII ( Fasialis )
Perasaan lidah ( 2/3 anterior ) Tidak Dilakukan
Motorik Oksipitofrontalis Baik Baik
Motorik orbikularis okuli Baik Baik
Motorik orbikularis oris Baik Baik
N.VIII ( Vestibulokoklearis )
Tes pendengaran Tidak dilakukan
Tes keseimbangan Tidak dilakukan
N. IX,X ( Vagus )
Perasaan Lidah ( 1/3 belakang ) Tidak Dilakukan
Refleks Menelan Baik
Refleks Muntah Tidak Dilakukan
N.XI (Assesorius)
Mengangkat bahu Baik
Menoleh Baik
N.XII ( Hipoglosus )
Pergerakan Lidah Baik
Disatria Tidak
Kanan Kiri
Ekstremitas Bawah
Postur Tubuh Baik Baik
Atrofi Otot Eutrofik Eutrofik
Tonus Otot Normal Normal
Gerak involunter (-) (-)
Kekuatan Otot 5555 5555
G. Refleks
Pemeriksaan Kanan Kiri
Refleks Fisiologis
Bisep + +
Trisep + +
Patella + +
Achiles + +
H. Gerakan Involunter
Kanan Kiri
Tremor - -
Chorea - -
J. Fungsi Autonom
Miksi : Baik
Defekasi : Baik
Sekresi keringat : Baik
02 Maret 2014
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Kimia Klinik
Lemak
Kolesterol Total 155 mg/dL <200
Trigliserida 70 mg/dL <150
HDL direk 45 mg/dL ≥40
Kolesterol LDL 96 mg/dL <100
Asam urat 2,5 mg/dL <7
Kesan : CTR >50%, corakan normal, tidak tampak proses spesifik, sinus
costofrenikus tajam.
CT Scan Kepala Non-Kontras (1 Maret 2014)
CT Scan
CT Scan Kepala dengan Kontras (01 Maret 2014)
Kesan :
Epidural hematoma di temporal dextra (volume ±4,35cc)
Suspek hematom maxillaries bilateral
Fraktur dinding anterior dan lateral sinus maxillaries dextra; fraktur dinding lateral
sinus maxillaris sinistra; fraktur os zygomaticus dextra
Saran : Pasien dikonsulkan ke spesialis bedah saraf karena ditemukannya epidural hematom.
CT Scan Kepala dengan Kontras (6 Maret 2014)
Kesan :
Epidural hematom di temporal dextra dengan volume ±5,85cc.
Cerebellum dan pons baik.
V. RESUME
Pasien laki-laki, 50 tahun, datang ke IGD RSUD Budhi Asih pada tanggal 1 Maret
2014 pukul 11.30 dengan keluhan pingsan setelah jatuh dari pohon 1 jam SMRS. Pasien jatuh
dari pohon dengan ketinggian ± 5 meter. Dengan posisi terjatuh kepala belakang yang
terbentur tanah. Setelah terjatuh, pasien pingsan selama kurang dari 10 menit. Setelah
pingsan pasien langsung sadar penuh dan mengaku merasakan sakit kepala yang berdenyut di
sisi yang terkena benturan yaitu sebelah kanan. Pasien sempat muntah menyembur 1x.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6), TD
120/70 mmHg, nadi 76 x/menit, pernapasan 19x/menit, dan suhu 36,3oC. Pada pemeriksaan
neurologis tidak ditemukan defisit.
Pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis dan hiperglikemia. Pada foto thorax
PA didapatkan CTR>50%. Pada pemeriksaan CT-Scan ditemukan adanya epidural hematoma
pada temporal dextra dengan volume ±4,35cc.
.
VI. Diagnosis
Diagnosis klinis : Pingsan, sakit kepala berdenyut, muntah
Diagnosis etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis topis : Epidural temporal dextra
Diagnosa patologis : Pecah pembuluh darah meningens
VII. Penatalaksanaan:
1. Non medikamentosa
o Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan pengobatan yang
diberikan.
o Apabila keluarga pasien menemukan pasien mengalami penurunan kesadaran,
diharapkan keluarga pasien segera melapor ke petugas medis.
2. Medikamentosa
Dari Spesialis Saraf :
IVFD Asering/12 jam
IVFD Manitol
Inj. Ceftriaxone 1x1gr
Inj. Citicholin 2x1gr iv
Inj. Ketorolac 3x1 amp
Mertigo 3x1
Kapsul racikan : Paracetamol 300mg, Diazepam 1mg, Ericaf ½ tab
dain caps 2x1
IX. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Lab :
GDS 161
Leukosit 19.100
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi
fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanent.[1] Penyebab yang
paling sering terjadi adalah kecelakaan motor, jatuh, kekerasan, cedera olahraga, dan trauma
tembus. Risiko terjadinya cedera kepala lebih sering pada laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 2:1.[5]
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara
tabula interna dan duramater dengan cirri berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa
cembung. Paling sering terletak diregio temporal atau temporoparietal dan sering akibat
robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal arterial, namun
mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. EDH terjadi pada sekitar 2%
pasien dengan cedera kepala dan 5-15% dari pasien dengan cedera kepala yang fatal.
Intrakranial hematoma epidural dianggap komplikasi yang paling serius dari cedera kepala,
membutuhkan diagnosis segera dan intervensi bedah. Daerah temporoparietal dan arteri
meningeal media paling sering (66%) terlibat pada kasus EDH. EDH juga paling sering
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan ratio 4:1. EDH jarang terjadi pada
pasien usia kurang dari 2 tahun dan lebih dari 60 tahun dikarenakan durameter menempel erat
pada tabula interna.[2]
Pada identitas didapatkan pasien berjenis kelamin laki-laki, dimana laki-laki memiliki
perbandingan yang lebih tinggi untuk terjadinya cedera kepala dan epidural hematoma
dibandingkan perempuan.
Pada anamnesis pasien dikatakan pingsan selama kurang lebih 10 menit akibat jatuh
dari pohon dengan ketinggian ± 5 meter. Pasien mengalami gangguan kesadaran akibat
cedera kepala. Menurut penelitian cedera kepala di Scottish Hospital, yang digolongkan
kedalam kasus cedera kepala adalah[4] :
a. Adanya riwayat benturan pada kepala.
b. Laserasi kulit kepala atau dahi.
c. Penurunan kesadaran walaupun singkat.
Keluhan lain yang ditemukan pada pasien ini adalah pasien sadar setelah pingsan
kurang dari 10 menit lalu menurut keluarga pasien dan pasien sendiri pun mengaku tidak
merasakan rasa mengantuk atau pingsan kembali. Pasien tidak mengalami adanya lucid
interval. Menurut sumber, kurang dari 20% pasien EDH yang menunjukkan adanya lucid
interval. Pasien juga merasakan adanya sakit pada kepalanya pada sisi yang terkena benturan.
Pasien juga mengalami muntah menyembur. Gejala-gejala yang timbul tersebut sesuai
dengan gejala peningkatan tekanan intracranial. Dimana gejala-gejala peningkatan tekanan
intracranial adalah sebagai berikut[1] :
Nyeri kepala
Muntah proyektil
Kejang
Papil edema
Penurunan kesadaran
Pandangan ganda
Trias Cushing : Tekanan darah tinggi, penurunan frekuensi nadi, dan pola napas yang
abnormal.
Pada pemeriksaan neurologi didapatkan GCS E4V5M6 pada saat pasien pertama kali
datang. Dengan GCS ini pasien sadar penuh dan digolongkan mengalami cedera kepala
ringan dalam klasifikasi cedera kepala. Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai
secara kuantitatif penurunan kesadaran dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya
penderita cedera kepala. Berdasarkan skor GCS, beratnya cedera kepala dibagi atas :
a. Cedera kepala ringan : GCS 13 – 15
b. Cedera kepala sedang : GCS 9 – 12
c. Cedera kepala berat : GCS 3 - 8
Pada pasien ini juga tidak ditemukan adanya kelainan neurologis, seperti hemiparesis,
hipestesia, paresis nervus kranialis, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan adanya gambaran hiperdens pada daerah
epidural. Lesi hiperdens menggambarkan adanya perdarahan. Pada pasien dapat disimpulkan
terjadi lesi perdarahan pada epidural (epidural hemorrhage). Perdarahan merupakan salah
satu morfologi dari sebuah cedera kepala.
Secara morfologi cedera kepala dapat dibagi atas:
a. Fraktur kranium.
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak. Dibagi atas :
o Fraktur kalvaria :
1. Bisa berbentuk garis atau bintang
2. Depresi atau non depresi
3. Terbuka atau tertutup.
o Fraktur dasar tengkorak :
1. Dengan atau tanpa kebocoran cerebrospinal fluid(CSF)
2. Dengan atau tanpa paresis N.VII.
b. Lesi intrakranium
Lesi intrakranium dapat digolongkan menjadi :
o Lesi fokal :
1. Perdarahan epidural
2. Perdarahan subdural
3. Perdarahan intraserebral
o Lesi difus :
1. Komosio ringan
2. Komosio klasik
3. Cedera akson difus
Morfologi pada pasien ini adalah sebuah lesi fokal intrakranium yaitu berupa
perdarahan epidural. Dan secara gambaran klinis pun terdapat gambaran perdarahan epidural.
Gejala yang sering tampak :
Penurunan kesadaran, bisa sampai koma dapat terjadi lucid interval (20% pasien
EDH)
Nyeri kepala yang hebat
Bingung
Penglihatan kabur
Susah bicara
Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.
Mual
Pusing
Berkeringat
Pucat
Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.[1]
Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologi, serta didukung oleh hasil CT-
scan, dapat ditegakkan diagnosis pada pasien ini.
Diagnosis klinis : Pingsan, sakit kepala berdenyut, muntah
Diagnosis etiologi : Trauma kapitis
Diagnosis topis : Epidural temporal dextra
Diagnosa patologis : Pecah pembuluh darah meningens
Secara teori, prinsip penatalaksanaan pada cedera kepala tergantung dari tingkat GCS
pasien. Pasien tersebut memiliki tingkat kesadaran compos mentis dengan GCS E4V5M6.
Maka algoritma penatalaksanaan berdasarkan ATLS adalah sebagai berikut :
1. Memastikan Airway, Breathing, dan Circulation dalam keadaan baik.
2. Pasien diposisikan dengan kepala ditinggikan 30 derajat.
3. Melakukan pemeriksaan fisik untuk menilai seberapa berat cedera kepala, dan apakah
ada cedera di bagian lain. Segera lakukan pembersihan luka apabila terdapat luka,
hentikan juga bila ada perdarahan.
4. Melakukan pemeriksaan radiologis pada pasien untuk menentukan apakah ada
kelainan organik intrakranial.
5. Menilai gejala peningkatan Intrakranial dengan mengobservasi pasien. Didukung
dengan hasil pemeriksaan radiologi, segera tentukan apakah perdarahan intrakranial
perlu segera di evakuasi oleh spesialis bedah saraf. Indikasi operasi apabila
perdarahan dengan volume >30cc atau adanya midline shift.
6. Bila TIK tinggi, untuk menurunkan tekanan intrakranial dapant menggunakan diuretik
yaitu manitol. Pemberian manitol dilakukan dengan dosis 0,5-1 gram/kgBB dalam 20
menit pertama dan dilanjutkan dengan 0,25-0,5 gram/kgBB habis dalam 24-48 jam.
Osmolaritas harus dijaga agar tidak melebihi 310 mOsm
7. Berikan neuroprotektor jika diperlukan, seperti golongan Asetilkolin (Citicolin) atau
Piracetam.
8. Berikan obat-obatan simtomatik untuk mengurangi gejala seperti sakit kepala, pusing
berputar, mual, dan lain-lain.[1]
Pada pasien, tatalaksana yang telah diberikan adalah :
1. Pada pasien ABC sudah aman, kemudian pasien diposisikan kepala lebih tinggi.
2. Luka pada pasien segera ditangani, luka dijahit dan perdarahan dihentikan.
3. Pemeriksaan radiologi sudah dilakukan dan ditemukan EDH, maka berikutnya pasien
diobservasi untuk mencari tanda peningkatan TIK.
4. Dilakukan pemberian manitol. Pada tahap awal, pasien diberikan manitol dengan
dosis 250cc/15 menit, dilanjutkan dengan pemberian maintenance yaitu dengan dosis
3x100cc, 2x100, 1x100. Hal ini tidak sesuai dengan teori, namun pada praktik klinis,
dosis tersebut diberikan untuk dosis maintenance dan mengurangi gejala peningkatan
TIK.
5. Pasien juga diberikan neuroprotektor yaitu injeksi Citicolin 500 mg
6. Obat obatan simptomatik diberikan yaitu Ketorolac, Mertigo, dan kapsul racikan
(Diazepam, Paracetamol dan Ericaf)
DAFTAR PUSTAKA