Anda di halaman 1dari 46

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DESEMBER 2019


UNIVERSITAS PATTIMURA

Vertigo Sentral Ec Stroke Hemoragik

OLEH:
Cynthia Manaha
2019-84-005

PEMBIMBING:

dr. Laura B. Huwae, Sp.S., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA


BAGIAN ILMU BEDAH RSUD dr. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Stroke hemoragik. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Bedah RSUD dr. M.
Haulussy.

Penyusunan laporan kasus ini dapat diselesaikan dengan baik karena adanya
bantuan, bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Laura Huwae, Sp.s selaku
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai
pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan penulisan laporan kasus ini ke
depannya. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat ilmiah bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Ambon, Juni 2020

Penulis

2
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny MSH
Umur : 89 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Tidak bekerja
Bangsa : Ambon/Indonesia
Alamat : Larike
Masuk Rumah Sakit : 02/03/2020 Pukul 21.19 WIT
Tanggal Pemeriksaan : 10/03/2020
Keluar Rumah Sakit : 16/03/2020
Tempat Pemeriksaan : Ruang bangsal neurologi
No. RM : 157704

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
a. Keluhan utama : Pusing berputar
b. Anamnesis Terpimpin:
Pasien perempuan 89 tahun datang dengan keluhan pusing berputar yang
dirasakan ± 1 hari SMRS. Keluhan ini timbul secara tiba-tiba saat pasien sedang
membersikan halaman, keluahn disertai mual dengan sakit seluruh bagian kepala
terutama daerah bagian belakang kepala, sakit yang dirasakan hilang timbul dan
keluhan yang dirasakan sedikit membaik saat istirahat. Tidak ada demam
sebelumnya, maupun muntah. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi namun tidak
terkontrol, riwayat trauma disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat kencing manis disangkal

3
 Riwayat kolesterol disangkal
d. Riwayat Pengobatan:
Riwayat konsumsi obat hipertensi ketika didapatkan dari puskesmas.
C. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Umum
Kesan : pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : GCS (E4V5M6)
b) Tanda Vital
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 68x/m
RR : 24x/m
Suhu : 36,50C
Gizi : kesan Baik

Skala nyeri VAS :

c) Status Generalis
 Kepala : Normosefal
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), eksoftalmus (-/ ),
endoftalmus (-/-)
 Telinga : othorrhea (-)
 Hidung : rhinorrhea (-)
 Mulut : dalam batas normal
 Leher : pembesaran KGB (-)
 Thorax
Paru paru
 Inspeksi : Bentuk simetris, pengembangan dada simetris kiri dan kanan
 Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)
 Perkusi : Sonor kedua lapang paru

4
 Auskultasi : Bunyi nafas Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
 Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : iktus kordis tidak teraba
 Perkusi : pekak
Batas jantung kanan pada ICS IV linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas pada ICS IV linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah pada ICS VI linea axilla anterior sinistra
 Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen
 Inspeksi : abdomen datar, jaringan parut (-)
 Palpasi : tidak terdapat luka/bekas luka, jaringan parut, lemas, tidak
terdapat tanda-tanda hipertensi portal tidak terdapat pembesaran hepar,
lien dan ginjal.
 Perkusi : timpani seluruh region abdomen
 Auskultasi : peristaltik usus kesan normal (5 x/m)

• Alat kelamin : tidak diperiksa

• Ekstremitas

Ekstremitas Superior Inferior


kanan kiri kanan kiri
Pucat - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan DBN DBN DBN DBN
Tonus otot normotonus normotonus normotonus normotonus
Sensibilitas normal normal normal normal
Atrofi otot eutrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Akral dingin - - - -
Luka - - - -

5
A. Status Neurologis
a) Kesadaran : GCS: E4V5M6
b) Pemeriksaan fungsi luhur : Penyerapan kurang baik
c) Saraf Kranial
 N. I (Olfaktorius) : Dalam batas normal
 N. II (Optikus) :
 Ketajaman penglihatan : OD/OS 3/60
 Lapangan penglihatan : OD/OS 3/60
 Funduskopi : tidak diperiksa
 N. III (Oculomotorius), N. IV (Troklearis), N. VI (Abdusens)
OD OS
 Celah kelopak mata N N
 Ptosis - -
 Exoftalmus/endoftal - -
mus
 Ptosis bola mata - -
 Pupil:
o Ukuran/bentuk 3 mm/bulat 3 mm/bulat
o Isokor/anisokor Isokor
o Refleks cahaya +/+ +/+
langsung/tidak
langsung
o Refleks akmodasi + +
 Gerakan bola mata + +
 Parese ke arah - -
 Nistagmus - -

 N. V (Trigeminus)

6
 Sensibilitas
o N.V1 : rasa
o N.V2 : rasa
o N.V3 : rasa
 Motorik N. V3
o Inspeksi/palpasi (istirahat/mengigit) : dalamb batas normal
o Refleks dagu/masseter : tidak ada refleks
o Refleks kornea : (+/+)

 N. VII (Facialis)
 Motorik M. M. M.
Frontalis Orbikularis Orbikularis
okuli oris
o Istirahat Simetris Simetris Simetris
o Gerak mimic Simetris Asimetris Asimetris
 Sensorik Khusus
o Pengecapan 2/3 anterior Dalam batas normal
lidah

 N. VIII (Vestibulokoklearis)
Pendengaran
o Tes Rinne Positif
:
o Tes Weber Tidak ada lateralisasi
:
o Tes Swabach Sama dengan pemeriksa
:
 Fungsi Vestibular Tidak normal
:

 N. IX (Glosofaringeus) & N. X (Vagus)


 Posisi arkus pharings (istirahat/ normal
AAH)
 Refleks telan/muntah tidak dievaluasi
 Pengecapan 1/3 bag. Belakang Tidak dievaluasi

7
lidah
 Suara normal
 takikardi/bradikardi (-)

 N. XI (Asesorius)
 Memalingkan kepala dengan/tanpa normal
tahanan
 Angkat bahu normal

 N.XII (Hipoglosus)
 Deviasi lidah Tidak ada
 Fasikulasi normal
 Atrofi Tidak ada
 Tremor Tidak ada
 Ataxia sulit dievaluasi

d) Tanda Rangsangan Meningeal


 Kaku kuduk : (-)
 Kernig sign : (-)
 Brudsinzki I : (-)
 Brudsinzki II : (-)

e) Pemeriksaan Motorik
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Trofi otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Otot Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Refleks
fisiologis
Biseps (++) Biseps (++) KPR (++) KPR (++)
Triseps (++) Triseps (++) APR (++) APR (++)
Refleks
patologik
Hoffman (- Hoffman- Babinski Babinski
Tromner (-) Tromner (-) (-) (-)
Chadock Chadock
(-) (-)
Gordon Gordon
(-) (-)
Schaefer Schaefer
(-) (-)

8
Oppenheim Oppenheim
(-) (-)
Kekuatan 2 4 2 4
Pergerakan - - - -
abnormal
yang spontan

f) Pemeriksaan Sensorik (sulit dievaluasi)


g) Pergerakan Koordinasi dan Keseimbangan
 Tes jari hidung Gerakan terpecah-pecah
 Tes tumit Gerakan terpecah-pecah
 Tes Romberg Tidak dapat dilakukan
 Tes pronasi- Tidak bisa melakukan
supinasi
 Tes pegang jari
Gait Tidak dilakukan
Otonom BAB (-), BAK (+), Keringat (+)

D. Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi : didapatkan sedikit peningkatan leukosit yaitu 11 x103/mm3
b. EKG : Normal
c. CT-scan kepala tanpa kontras: lesi hiperdens disertai perifokal edema pada
serebelum kiri yang tampak rupture minimal ke ventricle 4

E. Resume
Pasien perempuan 89 tahun datang dengan keluhan pusing berputar yang
dirasakan ± 1 hari SMRS. Keluhan ini timbul secara tiba-tiba saat pasien sedang
membersikan halaman, keluahn disertai mual dengan sakit seluruh bagian kepala
terutama daerah bagian belakang kepala, sakit yang dirasakan hilang timbul dan
keluhan yang dirasakan sedikit membaik saat istirahat. Tidak ada demam
sebelumnya, maupun muntah. Pasien juga memiliki riwayat Hipertensi namun tidak
terkontrol, riwayat trauma disangkal. Tanda-tanda vital dan pemeriksaan umum

9
dalam batas normal. Sebagian besar pemeriksaan neurologi didapatkan: Pada
pemeriksaan motorik, kekuatan ekstremitas dextra 5, sedangkan ekstremitas sinistra
4. Pada pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras ditemukan lesi hiperdens
diseratai perifokal edema pada cerebellum kiri yang tampak rupture minimal ke
ventrikel empat
F. Diagnosis Kerja
a. Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra, Vertigo, Hipertensi
b. Topis : Cerebellum hemisfer dextra
c. Etiologi : Hipertensi Grade II
d. Patologi : Demage vaskular
e. Tambahan : Hipertensi
f. Kesimpulan : Stroke Hemorrage ec Hipertensi Grade II
G. Diagnosis Banding
- SNH (Stroke non hemmoragic)
H. Penatalaksanaan
- IVFD Futrolit 20 tpm
- Citicolin inj 2 x 1 amp/hr (IV)
- Ranitidin inj 2 x 1 amp/hr (IV)
- Mertigo 3 x 6 mg tab/hr
- Amlodipine 10 mg 1 x 1
- Frego 5 mg
- Sohobion 1 x 1 amp/drip/hr
- Norages 3 x1 ampul/ iv

FOLLOW UP
Tanggal Hasil Pemeriksaan, Analisa, dan Tindak Lanjut
Catatan Perkembangan
S (Subjective), O (Objective), A P (Planning)
(Assesment)

10
10/03/2020 S: nyeri kepla berkurang, pusing R/
Hari perawatan berkurang, lemah pada badan  Th/ lanjut
ke-7 sebelah kiri - Futrolit 500 cc/8 jam
O: - Drip sohobion 1 amp/24
GCS : E4V5M6 jam
Kesadaran : Compos Mentis - Citicolin 2 x 500 mg/iv
TD :140/80 mmHg - Ketorolac 2 x1 amp/iv
Nadi : 66x/menit - Mertigo 3 x 6 mg
RR : 24x/menit - Clobazam 10 mg
Suhu : 360C - Nerages 3 x1 amp iv
RP : Tidak ada - Amlodipin 10 mg
KM :
5 3
5 3
A: SH, Hipertensi grade I
11/03/2020 S: nyeri kepla berkurang, pusing R/
Hari perawatan berkurang, lemah pada badan  Th/ lanjut
ke-8 sebelah kiri - Futrolit 500 cc/8 jam
O: - Drip sohobion 1 amp/24
GCS : E4V5M6 jam
Kesadaran : Compos Mentis - Citicolin 2 x 500 mg/iv
TD :130/70 mmHg - Ketorolac 2 x1 amp/iv
Nadi : 66x/menit - Mertigo 3 x 6 mg
RR : 24x/menit - Clobazam 10 mg
Suhu : 360C - Nerages 3 x1 amp iv
RP : Tidak ada - Amlodipin 10 mg
KM :
5 3
5 3
A: SH, Hipertensi grade I
12/03/2020 S: nyeri kepla berkurang, pusing R/
Hari perawatan berkurang, lemah pada badan  Th/ lanjut
ke-9 sebelah kiri - Futrolit 500 cc/8 jam
O: - Drip sohobion 1 amp/24
GCS : E4V5M6 jam
Kesadaran : Compos Mentis - Citicolin 2 x 500 mg/iv
TD :130/70 mmHg - Ketorolac 2 x1 amp/iv
Nadi : 66x/menit - Mertigo 3 x 6 mg
RR : 24x/menit - Clobazam 10 mg
Suhu : 360C - Nerages 3 x1 amp iv
RP : Tidak ada - Amlodipin 10 mg
KM :

11
5 3
5 3
A: SH, Hipertensi grade I
13/03/2020 S: nyeri kepla berkurang, pusing R/
Hari perawatan berkurang, lemah pada badan  Th/ lanjut
ke-10 sebelah kiri - Futrolit 500 cc/8 jam
O: - Drip sohobion 1 amp/24
GCS : E4V5M6 jam
Kesadaran : Compos Mentis - Citicolin 2 x 500 mg/iv
TD :130/70 mmHg - Ketorolac 2 x1 amp/iv
Nadi : 66x/menit - Mertigo 3 x 6 mg
RR : 24x/menit - Clobazam 10 mg
Suhu : 360C - Nerages 3 x1 amp iv
RP : tidak ada
KM :
5 4
5 4
A: SH, Hipertensi grade I
14/03/2020 S: nyeri kepla berkurang, pusing R/
Hari perawatan berkurang, lemah pada badan  Th/ lanjut
ke-11 sebelah kiri - Futrolit 500 cc/8 jam
O: - Drip sohobion 1 amp/24
GCS : E4V5M6 jam
Kesadaran : Compos Mentis - Citicolin 2 x 500 mg/iv
TD :130/70 mmHg - Ketorolac 2 x1 amp/iv
Nadi : 66x/menit - Mertigo 3 x 6 mg
RR : 24x/menit - Clobazam 10 mg
Suhu : 360C - Nerages 3 x1 amp iv
RP : tdk ada - Amlodipin 10 mg
KM :
5 5
5 5
A: SH, Hipertensi grade I
15/03/2020 S: nyeri kepla berkurang, pusing R/
Hari perawatan berkurang, lemah pada badan  Th/ lanjut
ke-12 sebelah kiri - Futrolit 500 cc/8 jam
O: - Drip sohobion 1 amp/24
GCS : E4V5M6 jam
Kesadaran : Compos Mentis - Citicolin 2 x 500 mg/iv
TD :130/70 mmHg - Ketorolac 2 x1 amp/iv
Nadi : 66x/menit - Mertigo 3 x 6 mg
RR : 24x/menit - Clobazam 10 mg

12
Suhu : 360C -Nerages 3 x1 amp iv
RP : Tdk ada
KM :
5 5
5 5
A: SH, Hipertensi grade I
16/03/2020 S: nyeri kepla berkurang, pusing R/
Hari perawatan berkurang, lemah pada badan  Th/ lanjut
ke-13 sebelah kiri - Futrolit 500 cc/8 jam
O: - Drip sohobion 1 amp/24
GCS : E4V5M6 jam
Kesadaran : Compos Mentis - Citicolin 2 x 500 mg/iv
TD :130/70 mmHg - Ketorolac 2 x1 amp/iv
Nadi : 66x/menit - Mertigo 3 x 6 mg
RR : 24x/menit - Clobazam 10 mg
Suhu : 360C - Nerages 3 x1 amp iv
RP : Tdk ada
KM :
5 5
5 5
A: SH, Hipertensi grade I
I. Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia et malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

13
2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita.
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron. Otak merupakan organ yang
sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak mengalami
regenerasi kemampuan adaptif atau plastisitas. Pada otak dalam situasi tertentu
bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian- bagian yang rusak.
Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling penting
yang berperan dalam pemulihan stroke. Penyakit Vaskular yang mendasari stroke.
Secara garis besar sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi
dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian
tubuh lainnya.
Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf dengan komponen
bagiannya adalah :
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri serta tersusun dari k orteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi,
seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hermisfer
kiri), pusat penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan
gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area
asosiasi motoric (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial,
berbicara, motivasi dan inisiatif

14
b Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah
dari fisura lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini
berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan
dalam pembentukan dan perkembangan emosi.
c Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik digyrus post entralis
(area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
d Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi pengl
ihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari nervus optiku
dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori

Gambar 2.1 Lobus dan cerebrum, dilihat dari atas dan samping.
2.) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting

15
dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang diterima
inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga
bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke
bagian lain dari sistem saraf pusat. Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk
keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot - otot volunter secara
optimal. Bagian - bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan
lobus fluccolonodularis

Gambar 2.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas


3. Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses
kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan medulla
spinalis dibawahnya. Struktur - struktur fungsional batang otak yang penting adalah
jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian -
bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial. Secara garis besar
brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons dan medulla oblongata
Lesi-lesi vascular regional yang terjadi di otak sebagian besar disebabkan oleh proses
oklusi pada lumen arteri serebral. Sebagian lainnya disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah. Penyakit vascular utama yang menimbulkan penyumbatan ialah
Aterosklerosis dan arteriosclerosis. Penyakit-penyakit vascular oklusiv lainnya ialah
endarteritis reumatik dan sifilic, periarteritis nodosa dan lupus aretematosus diseminta
hanya sebagian kecil saja dari stroke disebabkan oleh oklusi akibat penyakit-penyakit

16
lainnya. Lagipula kelompok stroke terakhir terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
saja

Gambar 2.3 Brainstem

2.1.1 Anatomi Peredaran Darah Otak


Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang diperlukan
bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat mendesak dan vital,
sehingga aliran darah yang konstan harus terus dipertahankan. Suplai darah arteri ke
otak merupakan suatu jalinan pembuluh - pembuluh darah yang bercabang - cabang,

17
berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang
adekuat untuk sel.
1) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri
karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang
berakhir pada arten serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri
karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior yang
bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior saling
berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteria subklavia kanan merupakan
cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang
langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk
arten basilaris.
2) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus - sinus duramater, suatu
saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus - sinus
duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian
besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang
berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica magna
yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena anastomotica parva
yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena -vena serebri profunda memperoleh
aliran darah dari basal ganglia .

18
Gambar:2.4 Circulus Willisi
2.1.2 Sistem Ventrikel Otak
Lapisan selaput otak terdiri dari tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid, dan
piameter. Durameter terdiri dari lapisan periostal dan meningeal yang terpisah pada
beberapa tempat di ruang sinus venosus. Arachnoid terdapat pada bagian vili
arachnoidales yang berada di ruang sinus sagitalis. Sistem liquor cerebrospinalis
terdiri dari spatium cerebrospinalis internum dan spatium cerebrospinalis externum.
Spatium cerebrospinalis internum merupakan sistem ventrikuler yang terdiri dari
empat ventrikulares dan dua ventriculus lateralis (I dan II) di dalam hemispherii
telenchepalon, ventriculus tertius terletak pada diencephalon sedangkan ventriculus
quartus terletak pada rombenchepalon. Spatium cerebrospinalis externum terletak di
antara dua lapisan leptomenix

19
2.1.3 Anatomi Liquor Serebrospinalis
Liquor Cerebrospinalis (LCS) adalah cairan yang mengisi system ventrikel dan
ruang subaracnoid yang berfungsi untuk melindungi otak dari benturan, bakteri
dan berperan sebagai pembersih lingkungan otak. LCS terkandung dalam sistem
ventrikel otak dan ruang subarachnoid kranial dan tulang belakang, volume LCS
rata - rata adalah 150 ml, sebanyak 25 ml terdapat dalam ventrikel dan
sebanyak 125 ml dalam ruang subarachnoid. Ruang LCS adalah sistem
tekanan dinamis. Tekanan dalam LCS menentukan tekanan intrakranial dengan
nilai fisiologis sekitar 3 – 4 mmHg sebelum usia satu tahun, dan sekitar 10 - 15
mmHg pada orang dewasa.
2.1.4 Sistem Vestibuler dan koordinasi gerak
Anatomi dan fisiologi saraf vestibuler
Reseptor saraf vestibularis ialah sel-sel rambut (sel neuroepitelial) yang
terdapat dikrista ampularis pada kanal semikularis, dimakula pada utrikulus dan
macula di telinga dalam. Implus dari sel-sel rambut ini dihantar melalui sel serabut
bipolar dari ganglion vestibular yang terletak dilantai meatus akustikus internus.
Serabut-serabut sel bipolar inilah yang membentuk saraf vestibularis. Serabut-serabut
ini berjalan di meatus akustikus internus bersama nervus koklearis dan memasuki
batang otang di perbatasan pons dan medulla oblongata. Serabut saraf vestibularis ini
bersinaps di inti-inti vestibularis, yang terdiri atas initi vestibularis medialis
(Schwalbe), inti vestibularis superior (Bechterew), inti vestibularis lateralis (Deiter)
dan inti vestibularis inferior (Spinal). Sebagian kecil dari serabut saraf vestibularis
berjalan langsung ke serebelum dan berakhir di korteks lobus nodulo-flokularis. Dari
kelompok inti-inti vestibularis ini keluar serabut-serabut yang mengadakan hubungan
dengan inti-inti atau daerah lainnya diantaranya adalah dengan batang otak, medulla
spinalis, serebelum, dan mungkin juga serebrum
 Hubungan batang otak.

20
Serabut dari inti vestibularis mengadakan hubungan dengan inti saraf otak II,
IV dan VI (yang mengurus otot ekstraokular). System vestibuler memainkan peranan
dalam mengurus gerak terkonjugasi bola mata yang reflektoris terhadap gerakan
seperti posisi kepala. Sistem vestibular juga ikut berperan dalam membuat mata dapat
memfiksasi pada benda yang diam pada saat kepala dan badan berada dalam keadaan
bergerak.
 Hubungan dengan medulla spinalis.
Hubungan dengan medulla spinalis terjadi melalui trakstus vestibule spinalis
lateralsis dan medialis. Implus yang melalui serabut pada traktus ini ikut membantu
reflex miotatik lokal ikut mengatur tonus otot ekstensor badan dan anggota gerak
terhadap gravitasi , dan mempertahankan sikap tegak.
 Hubungan dengan serebelum.
Bagian vestibuler dari serebelum (archicerebellum) berperan dalam
mempertahankan keseimbangan. Hal ini dilakukan melalui serabut dari inti
vestibularis ke motor neuron medulla spinalis, dan melalui hubungan serebelo-
retikuler dan retikulospinl. Paleocerebellum mempengaruhi tonus otot,dalam
hubungannya dengan sikap dan gerakan, melalui inti-inti vestibuler dan nucleus
ruber. System vestibuler terutama berfungsi ditingkat batang otak, serebelum dan
spinal. Hubungannya dengan korteks serebri belum berhasil dibuktikan dengan baik.
Sering dikemukakan bahwa daerah vestibular di korteks serebri berlokasi di gyrus
temporalis superior, di depan daerah akustik. Pendapat ini, antara lain didasarkan atas
terdapatnya kadang-kadang perasaan vertigo atau perasaan puyeng yang kadang-
kadang timbul bila daerah gyrus temporalis superior diberi rangsangan listrik.
Hubungan anatomis yang erat anatara system vestibularis dan akustik dapat pula
menyokong konsep bahwa di korteks pun presentasinya akan berdekatan. Namun
demikian, system vestibuler ialah mempunyai fungsi propioseptif dan atas dasar
fisiologis presentasi di daerah parietal lebih dapat diterima.

21
System vestibular mempunyai fungsi majemuk dan kompleks. Implus kinetik
yang berasal dari kanalisi semisirkularis menstimulasi gerak kompensasi guna
keseimbangan. Implus yang berasal dari otolit memberi informasi mengenai letak di
ruangan dan mencetuskan reflex yang diperlukan dalam mempertahankan
keseimbangan pada tiap macam sikap. Dengan demikian system vestibuler erat
hubungannya dengan serebelum. System vestibuler ikut berperan dalam koordinasi,
terutama koordinasi gerakan badan dan anggota gerak, sebagai jawaban terhadap
rangsangan dari kanalis semisirkulasir. Mekanisme otolit, melalui serabut
vestibulospinalis, penting dalam mengatur tonus otot , dan penting bagi reflex sikap,
reflex tegak. System vestibuler juga penting dalam reflex okuler, fiksasi dan gerak
terkonjugasi dari kepala dan mata, yang memungkinkan seseorang memfiksasi
pandangannya pada benda yang diam bila kepala dan badannya bergerak.

Gangguan saraf Vestibularis


Gangguan saraf vestibularis atau hubungannya dengan sentral dapat
menyebabkan terjadinya vertigo, rasa tidak stabil, kehilangan keseimbangan,
nystagmus dan salah tunjuk (Past Pointing).Vertigo merupakan keluhan yang sering
dikemukakan oleh penderita dengan gangguan system vestibular.ini merupakan rasa
bergerak (penderita merasa bahwa sekitarnya bergerak, atau dirinya yang bergerak),
dan biasanya disertai oleh rasa tidak stabil dan kehilangan keseimbangan.
Pemeriksaan saraf vestibularis
Telah dekemukakan di atas bahwa gangguan vestibular dapat menyebabkan
antara lain: vertigo, nystagmus, kehilangan keseimbangan dan salah tunjuk (past
pointing). Gejala ini menunjukan adanya gangguan pada reseptor vestibuler, saraf
vestibularis atau hubungan sentralnya. Pada nystagmus sudah dapat dideteksi waktu
memeriksa gerak bola mata namuun kadang-kadang dibutuhkan tes lain untuk
menimbulkannya atau untuk memperjelasnya. Untuk menimbulkan atau memperjelas
nystagmus dapat dilakukan maneuver nylen-Barany/maneuver Hallpike atau tes
kalori

22
Maneuver Nylen-Barany atau maneuver Hallpike. Untuk membangkitkan
vertigo dan nystagmus posisional pada penderita dengan gangguan system vestibuler
dapat dilakukan maneuver Hallpike pada tes ini pasien disuruh duduk ditempat tidur
periksa kemudian ia direbahkan sampai kepalanya tergantung di pinggir dengan sudut
sekitar 30 derajat di bawah horizon. Selanjutnya kepala ditolehkan ke kiri. Tes
kemudian diulangi dengan kepala melihat lurus dan diulangi lagi dengan kepala
melihat ke kanan. Penderita disuruh tetap membuka matanya agar pemeriksa dapat
melihat sekitarnya muncul nystagmus. Perhatikan kapan nystagmus mulai muncul,
berapa lama berlangsung serta jenis nystagmus. Kemudian kepada penderita
ditanyakan apa yang dirasakannya. Apakah ada vertigo dan apakah vertigo yang
dialaminya pada tes ini serupa dengan vertigo yang pernah dialaminya. Pada lesi
perifer, vertigo lebih berat dan didapatkan masa laten selama sekitar 2-30 detik. Pada
lesi perifer vertigo biasanya lebih berat, lebih berat daripada lesi sentral. Pada lesi
perifer nystagmus setelah beberapa saat akan berkurang dan berhenti walaupun
kepala masih tetap dalam posisinya hal ini disebut dengan habituasi sedangkan pada
lesi vestibular sentral nystagmus tidak berkurang atau mereda, tidak menjadi capai
dan nystagmus akan tetap timbul bila maneuver ini diulang-ulang, jadi tidak
didapatkan habituasi

Tabel Ciri Nistagmus Posisional


Lesi Perifer Lesi Sentral
Vertigo Berat Ringan
Masa Laten Ya Tidak
Jadi capai/lelah Ya Tidak
Habituasi Ya Tidak

Tes untuk menilai keseimbangan

23
Untuk menilai keseimbangan penderita, dapat dilakukan tes Romberg yang
dipertajam dan tes melangkah ditempat (stepping test). Tes Romberg yang dipertajam
pada tes ini penerita berdiri dengan kaki yang satu di depan yang lainnya; tumit kaki
yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lainnya (tandem). Lengan dilipat pada
dada dan mata kemudian ditutu. Tes ini berguna menilai adanya disfungsi system
vestibular. Orang yang normal mampu berdiri dalam sikap roberg yang dipertajam
selama 30 detik atau lebih
Tes melangkah di tempat (Stepping test). Penderita disuruh berjalan ditempat,
dengan mata ditutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa.
Sebelumnya dikatakan kepadanya bahwa ia harus berusaha agar tetap di tempat, dan
tidak beranjak dari tempatnya selama tes ini. Tes ini dapat mendeteksi gangguan
system vestibular. Hasil tes ini dianggap abnormal bila kedudukan akhir penderita
beranjak lebih dari 1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30
derajat.
Salah tunjuk (past pointing)
Penderita disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh
telunjuk pemeriksa. Kemudian ia disuruh menutup mata, mengangkat lengannya
tinggi-tinggi (sampai vertical) dan kemudian kembali ke posisi semula. Pada
gangguan vestibular didapatkan salah tunjuk (deviasi), demikian juga dengan
gangguan serebelar. Tes ini dilakukan dengan lengan kanan-kiri, selain penderita
disuruh mengangkat lengannya tinggi-tinggi, dapat pula dilakukan dengan
menurubkan lengan ke
Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebelum. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa gangguan utama dari lesi di serebelum ialah adanya dissinergia,
yaitu kurangnya koordinasi. Artinya bila dilakukan gerakan yang membutuhkan kerja
sama antara otot, maka otot-otot tidak dapat bekerja sama dengan baik, walaupun
tidak didapatkan kelumpuhan. Hal ini terlihat jika pasien berdiri, jalan, membungkuk
atau menggerakan anggota badan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada
dissinergia ini yaitu gangguan gerakan dan dismetria. Selain itu serebelum ikut

24
berpartisipasi dalam mengatur sikap, tonus, mengintegrasi dan mengkoordinasi
gerakan somatik. Lesi pada serebelum dapat menyebabkan gangguan sikap dan tonus,
dissinergia atau gangguan koordinasi gerakan (ataksia). Gerakan menjadi terpecah-
pecah, atau kombinasi gerakan yang seharusnya dilakukan secara simultan atau
secara sinkron dan harmonis menjadi terpecah-pecah dan dilakukan satu persatu serta
kadang simpang siur. Dissinergia ialah kehilangan kemampuan untuk melakukan
gerakan majemuk dengan tangkas, harmonis dan lancar. Gejala klinis yang kita
dapatkan pada gangguan serebelar ialah adanya gangguan koordinasi gerakan
(ataksia), disdiadokhokinesia, dismetria, termor intensi, disgrafia (makrografia),
gangguan sikap, nystagmus, fenomena rebound, astenia, atonia, dan disartia.

2.2 Definisi dan Etiologi Stroke

Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut disebabkan oleh iskemik
atau perdarahan berlangsung 24 jam atau meninggal, tapi tidak memiliki bukti yang
cukup untuk diklasifikasikan
Dimana iskemik adalah kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu
kebutuhan darah dan oksigen ke jaringan otak, sedangkan haemoragik adalah
keluarnya darah ke jaringan otak dan ekstravaskular di dalam cranium
Stroke haemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang dengan cepat
yang disebabkan oleh perdarahan di parenkim otak atau sistem ventrikel yang tidak
disebabkan oleh trauma
2.3 Epidemiologi
Stroke adalah salah satu sindrom neurologi yang merupakan ancaman terbesar
menimbulkan kecatatan dalam kehidupan manusia. Di Amerika Serikat, stroke
menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kangker.
Insiden stroke di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 700.000 orang per tahun,
dimana 20% dari insiden tersebut akan meninggal pada tahun pertama. Diperkirakan
jumlah ini akan meningkat menjadi 1 juta per tahun pada tahun 2050. Insiden global
stroke secara internasional tidak diketahui

25
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi stroke ini akan
meningkat dari 1,1 juta di tahun 2000 menjadi 1,5 juta jiwa pada tahun 2025,
berdasarkan proyeksi populasi penduduk. Di Indonesia insiden stroke sebesar
51,6/100.000 penduduk, dimana penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan
dan profil usia dibawah 41 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun sebesar 54,2% dan
usia lebih dari 65 tahun sebesar 33,5%.
2.4 Faktor Resiko
Faktor yang dapat menyebabkan penyakit stroke, dari berbagai studi yang
sudah dilakukan untuk mengetahui beberapa faktor risiko untuk terjadinya stroke
dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak
(nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well
documented atau less well documented)
1. Non modifiable risk factors: (usia, jenis kelamin, berat badan lahir rendah,
ras/etnis, genetik)
2. Well-documented and modifiable risk factors; hipertensi, merokok, diabetes atrial
fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu seperti dislipidemia, stenosis arteri
karotis, sickle cell diseases, terapi hormonal pasca menopause, diet yang buruk,
inaktifitas fisik, obesitas.
3. Less well-documented and modifiable risk factors: sindroma metabolik
hypercoagulability, penyalahgunaan alcohol, inflamasi, penggunaan kontrasepsi
oral, infeksi, Sleep-disoerdered breathing, nyeri kepala migren,
hiperhomosisteinemia, peningkatan lipoprotein, peningkatan lipoprotein-
associated phospholipase
2.5 Patofisiologi Stroke Hemoragik

26
Ada dua bentuk CVA bleeding

1.    Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi
dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal,
nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2.    Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak,
ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK
yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan

27
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari
darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak
walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20
mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
Table I. perbedaan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid
GEJALA PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepla Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering local
Tanda rangsangan +/- +++
meningeal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
2.6 Diagnosis Stroke

28
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik
yang spesifik:7,8
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang
tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis
dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya
sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak.
Sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut
(minggu 1-2) akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya
edema serebri atau komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan neurologic, dan pemeriksaan penunjang.
DASAR DIAGNOSA
Anamnesis
Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan,
mulut mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan
ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat,
sedang bekerja atau sewaktu istirahat.
Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke
misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung. Dicatat obat-
obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit
lainnya.
Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma,
dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis
tersebut harus memperoleh informasi tentang berikut ini:
1. Karakteristik gejala dan tanda:
 Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?

29
 Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan apakah
seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
 Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
 Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris,
hilangnya kemampuan motorik atau visual) atau positif (misalnya menyebabkan
sentakan tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa
mengangkat tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
 Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
 Apakah onsetnya mendadak?
 Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul, ataukah progresif
dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara fungsi normal dan
abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
 Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
 Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan.
 Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
 Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina,
infark miokard, intermittent claudicatio, atau arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?
 Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus obat
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-obatan rekreasional
seperti amfetamin).

30
Pemeriksaan Fisik
Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti
tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran
penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow agar
pemantauan selanjutnya lebih mudah. Jika pasien tidak dapat berespon terhadap
stimulasi verbal, harus mencoba membangkitkan respon stimulasi taktil dengan cara
mengguncang hingga mencubit, menekan kuku, dan mencubit dada, tetapi seandainya
penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai
pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau
adakah disfasia.
Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang disampaikan
maka menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan mengingat nama
objek atau kata), kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang sulit dengan gagap
semuanya menunjukkan dugaan afasia. Ketidakmampuan untuk memperhatikan
stimuli pada satu sisi lapang pandang atau tubuh menunjukkan neglect syndrome.
Temuan tunggal berupa ketidakmampuan pasien untuk menentukan atau
mengidentifikasi tangan kirinya sendiri adalah bukti kuat untuk kejadian disfungsi
parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan pemantauan pasien berupa:
 Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi
 Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
 Pemeriksaan Doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
 Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda tajam
 Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli noxious
(menggelitik hidung)
 Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara
berbicara dan memeriksa mulut
 Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus, kekuatan
gerakan jari tangan atau jari kaki

31
 Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi
sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat level gangguan
sensibilitas pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis,
sesuai dermatomnya)
 Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
dysdiadokokinesis
 Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke
tangan pemeriksa
 Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat, yang
kiri normal)
 Refleks patologis (Babinski, Chaddock).7,8

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
 Pemeriksaan darah rutin
 Pemeriksaan kimia darah lengkap:
o Gula darah sewaktu
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali turun.
o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT, SGPT, CPK,
dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total lipid)
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):
o Waktu prothrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma

32
 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:
o Protein S
o Protein C
o ACA
o Homosistein
 Pemeriksaan Neurokardiologi
Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung atau
pada stroke dapat terjadi perubahan-perubahan elektrokardiografi sebagai akibat
perdarahn oatak yang menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini
pemeriksaan khusus atas indikasi, misalnya CK-MB follow-up nya akan
memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik, mengarah
kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka
pemeriksaan echocardiography terutama Transesofagial ekokardiografi dapat
diminta untuk visualisasi emboli cardial.
 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah
1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan
ini sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark
otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-Scan otak mungkin tidak
memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama,
biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan
hemisferik. Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses
patologik di batang otak.
2. Pemeriksaan foto toraks:

33
 Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
 Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.6.7

2.7 Penatalaksaan
Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan
tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak
tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan
kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer
lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia
darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain
di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta
memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta
telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada
keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta
tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.2,3
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan
hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan

34
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan
isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari
cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika
fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun,
dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥
130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan
infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan
darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid,
penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500
mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu
tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin,
karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan
peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena
0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau

35
keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama
3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif,
dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:
Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut,
harus disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan
kardiologik maupun neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak
dan sel-sel neuron harus diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak
mrmpunyai “anaerob glycolysis” sehingga “survival time” hanya beberapa menit
pada iskemik otak fokal dan lebih lama (mendekati 60’) pada iskemia global. Terapi
medic stroke merupakan intervensi medic dengan tujuan mencegah luasnya proses
sekunder dengan menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta
merestorasikan fungsi neurologic yang hilang.
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:
1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke,
kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan
perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan ibat-obat yang dapat menghancurkan emboli
atau thrombus pada pembuluh darah.

Terapi trombolisis
Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA (recombinant
– tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut baik i.v
maupun intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan
dengan pengobatan ini, terapi penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak
terjadi sebelum ada perubahan irreversible pada otak yang terkena terutama daerah
penumbra.

36
1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut.
Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Obat ini
diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan
thrombus baru. Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor
koagulasi dan mencegah/memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi
thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan. Uji
klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan
menurunkan mortalitas penderita stroke akut.

Terapi neuroprotektif
Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan
kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-onat ini berperan dalam
menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat “ischemic
cascade”. Termasuk dalam kaskade ini adalah: kegagalan hemostasis Calsium,
produksi berlebih radikal bebas, disfungsi neurotransmitter, edema serebral, reaksi
inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi mikrosirkulasi. Proses “delayed neuronal
injury” ini berkembang penuh setelah 24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10
hari. Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain:
citicoline, pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini melalui beberapa
percobaan dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.7,8
Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi
wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit
yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah
sakit dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.

37
Terapi fase subakut:
- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi, terapi wicara,
terapi kognitif, dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Komplikasi dan Prognosis Stroke
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering
mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga
berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut
adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada
pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan
dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat
volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis
biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat
mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko
kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional
yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.
Pencegahan Stroke

38
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan
yang dapat dilakukan adalah:
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan
sebagainya.

39
DISKUSI
Menurut WHO stroke didefinisikan sebagai suatu tanda klinis yang
berkembang secara cepat akibat gangguan anggota otak fokal atau global dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular. Stroke haemoragik
adalah disfungsi neurologis yang berkembang dengan cepat yang disebabkan oleh
perdarahan di parenkim otak atau sistem ventrikel yang tidak disebabkan oleh trauma.
Pada pasien ini deficit neurologis akut terjadi tanpa adanya pencetus yang jelas
berupa trauma atau infeksi sebelumnya sehingga mengarah pada suatu lesi vascular
karena onset lesi vascular timbul secara mendadak sehingga pada pasien ini mengarah
pada suatu keadaan yang disebut strok. Pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda
dari peningkatan tekanan intracranial.
Stroke hemoragik diklasifikasikan menjadi dua yaitu perdarahan intraserebral
dan perdarahan subarachnoid. Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang
primer yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan
oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi selain itu faktor
penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah
seperti hemofila, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amyloidosis serebrovaskular. Sedangkan
perdarahan subarakhnoidal adalah keadaan terdapat masuknya darah ke dalam ruang
subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahanya aneurisma (50%), pecahnya
malformasi arteriovena atau MAV(5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausa tidak

40
diketahaui. Pada pasien ini didapatkan pasien mempunyai riwayat hipertensi yang
tidak terkontrol
Gejala perdarahan Intraserebral (PIS) gejala yang sering dijumpai pada
perdarahan intraserebral adalah nyeri kepala berat, mual, muntah dan adanya darah di
rongga subarachnoid pada pemeriksaan pungsi lumbal merupakan gejala penyerta
yang khas, serangan seringkali di siang hari, waktu beraktivitas dan saat
emosi/marah.Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65%
terjadikurang dari setengah jam, 23% antara 1/2 -2 jam, dan 12% terjadi setelah 3
jam). Sedangkan gejala perdarahan subarahknoid (PSA) dijumpai gejala nyeri kepala
yang hebat, nyeri dileher dan punggung , mual, muntah, fotofobia, .pada pemeriksaan
fisik dapat dilakukan pemeriksan kaku kuduk, Lasegue, dan Kernig untuk mengetahui
kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa nyeri maka telah terjadi gangguan pada
fungsi saraf. Pada pasien ini didapatkan adanya keluhan pusing berputar, disertai
mual, nyeri kepala bagian belakang dan terjadi tiba-tiba, siang hari saat pasien sedang
membersikan halaman rumah, dari gejala ini dicurigai pasien mengalami perdarahan
intraserebral. Pada pemeriksaan rangsangan selaput otak tidak ditemukan positif .
Paresis (Kelemahan) merupakan berkurangnya kekuatan otot sehingga gerak
volunter sukar tapi masih bisa dilakukan walaupun dengan gerakan yang terbatas,
pada pasien ini terjadi paresis pada satu sisi anggota gerak tangan dan kaki yaitu
sebelah kiri sehingga disebut hemiparesis sinistra. Hemiparesis pada pasien ini timbul
dengan onset mendadak. Defisit neurologis dapat disebabkan oleh lesi neuron
motorik baik setinggakat system saraf pusat maupun system saraf tepi. Defisit
neurologis yang terjadi mengenai satu sisi anggota gerak tubuh pasien, hal ini
mengarahkan pada kemungkinan lesi vascular serebri yang terjadi adalah pada sisi
kontralateralnya yaitu dihemisfer dekstra karena adanya proses penyilangan saraf
dibatang otak. Defisit neurologis tidak selalu mengenai keseluruhan sraf motorik,
gejala klinis yang diperlihatkan tergantung pada lokasi lesi di korteks motorik otak.
Pada pasien ini kemungkinan terjadi hemiparesis yang merupakan jalur sraf motorik

41
serta adanya gangguan koordinasi gerak dan vertigo yang terjadi disebabkan oleh
karena lesi yang terjadi pada serebelum.
Perdarahan Intraserebral didiagnosis didasarkan atas gejala dan tanda-tanda
klinis dari hasil pemeriksaan. Untuk pemeriksaan tambahan dapat dilakukan dengan
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), Magnetic Resonance Imaging
(MRI), Elektrokardiografi (EKG), Elektroensefalografi (EEG), Ultrasonografi (USG),
dan angiografi serebral. Pada pasien ini dilakukan CT-Scan dan didapatkan lesi
hiperdens disertai perifokal edema pada serebelum kiri yang tampak rupture minimal
ke ventricle 4

Karena pendarahan intracerebral sering dikaitkan dengan peningkatan tekanan


intracranial, sebagian besar terapi yang digunkan dalam Pengaturan ini diarahkan
untuk menurunkan ICP atau mencegah ekspansi hematoma, yang terjadi 28%-38%
dari ICH yang muncul dalam 3 jam setelah onset gejala. Setibanya di gawat darurat,
pasien dengan pendarahan intraserebral perlu segera dievaluasi untuk stabilisasi
tanda-tanda vital dan perlindungan jalan napas. Jika pasien memiliki tingkat
kesadaran tertekan dan skor Skala koma Glasgow 8 atau kurang, intubasi endottrakeal
harus diikuti. Ini paling baik dilakukan dengan pemberian agen IV kerja pendek
seperti thiopental (1-5 mg/kg) atau lidokain ( 1 mg/kg) untuk memblokir peningkatan
ICP yang dihasilkan dari stimulasi trakea.
Mengikuti evaluasi yang muncul dari tanda-tanda vital dan studi laboratorium
pemeriksaan klinis dan CT Scan diperlukan untuk menetapkan topografi dan ukuran
pendarahan intracerebri, yang menentukan rencana untuk managemen lebih lanjut.
Keputusan ini dibuat sehubungan dengan konsultan bedah saraf.
Pengujian laboratorium dalam kasus yang menunjukan pendarahan intraserebral
harus mencakup hitung darah lengkap untuk gangguan hematologi, skrining
toksikologi untuk penggunaan obat simpatomimetik, dan glukosa serum karena kadar
yang meningkat telah dikaitkan dengan ekspansi hematoma dan hasil yang lebih
buruk. Studi koagulasi sangat penting. Terutama dalam kasus perdarahan pada pasien

42
yang menerima antikoagulan, yang sebelumnya diobati dengan trombolitik, atau
pasien dengan penyakit hati. Abnormalitas koagulasi pada pasien yang menerima
antikoagulan harus diobati secara darurat karena jika antikoagulan tidak dibalik, itu
dapat menyebabkan pembesaran hematoma secara progresif.

Kesimpulan

Adanya anamnesis dan pemeriksaan yang baik serta ditunjang dengan


pemeriksaan penunjang yang sesuai dapat membantu menegakan diagnose pada
pasien ini. pasien didiagosa menderita hemiparesa dextra, penurunan fungsi
penglihatan yang disebabkan oleh adanya massa intracranial. Penatalaksanaan yang
dapat dilakukan pada pasien ini berupa pengobatan medikamentosa yang diharapkan
dapat menurunkan edem dan peningkatan tekanan intracranial, sehingga diharpkan
dapat mengurangi gejala klinis yang ditimbulkan.

43
REFERENSI
1. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland Edisi ke-29. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2015
2. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran, 2009.
3. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
4. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka
Cendekia Press, 2009
5. Brass LM. Stroke. Available at
http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf. Accessed on 10th January
2012.
6. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology
in Clinical Medicine. California: University of California, San Framsisco,
2006: 233-271.
7. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-
1633.
8. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri
Ketiga. Jakarta, 2004.
9. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara
Komprehensif. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.

44
10. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2009. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2009.
11. Truelsen, T. Begg, S. Mathers, C. The Global Burden of Cerebrovascular
Disease. 2000. Burden of Diseases. World Health Organization. 2000.
Tersedia di:
http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke.pdf
(Akses: 8 November 2012)
12. Hinkle, JL. Guanci, MM. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs.
2007; 39 (5): 285-293, 310
13. Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of
Localization. Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16
14. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 8 Dari 1000 Orang Indonesia
Terkena Stroke.2011. Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1703-8-dari-1000-
orang-di-indonesia-terkena-stroke.html (Akses: 8 November 2012)
15. Trent MW, John T, Sung CT, Christopher GS, Sthepen MT. Pathophysiology,
treatment, animal and cellular models of human ischemic stroke. Molecular
Neurodegeneration.2011;6:11
16. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan
Metabolisme Otak. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hlm: 801-808
17. Janice L, Hinkle, Mary MK. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs.
2007; 39:285-293, 310
18. Jan, S. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J
Med.2005;352:1791-8
19. Stoll, G. Kleinschnitz, C. Nieswandt, B. Molecular Mechanisms of Thrombus
Formation in Ischemic Stroke: Novel Insights and Targets for Treatment. The
American Society ofHematology. Blood. 2008; 112(9): 3555-3562

45
46

Anda mungkin juga menyukai