Anda di halaman 1dari 42

LEMBAR PENGESAHAN

Tanggal Presentasi Pembimbing

16 Agustus 2022 dr. Rieva Ermawan Sp. OT (K)

Laporan Kasus Stase Rehabilitasi Medik

PEREMPUAN 54 TAHUN DENGAN ACUTE BACK PAIN EC BURST


FRACTURE VERTEBRAL THORACAL 12 DENIS MAYOR TYPE A,
ASIA E, HEMIPARESIS (D) EC SUSP STROKE NON HEMORAGIC DD
HEMORAGIC, DAN
HIPERTENSI STAGE 2

Oleh:
dr. Muh Fariza Audi P

Pembimbing:
Dr. dr. Noer Rachma, Sp. KFR (K)
dr. Rieva Ermawan Sp. OT (K)
dr. Bayu Sakti Jiwandono, Sp.OT

PPDS I ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI


ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI RSUD Dr. MOEWARDI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 54 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Klaten
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 01588455
Jaminan/ Asuransi : BPJS Kelas III

II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan dengan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien
di Ruang Flamboyan 10 RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 12 Agustus 2022.

Keluhan Utama : Nyeri punggung bawah

Riwayat Penyakit Sekarang:


1 hari SMRS saat pasien hendak ke dapur, pasien terpeleset dan terjatuh dengan posisi
terduduk. Setelah kejadian pasien merasakan nyeri pada punggung bawah. Pasien tidak
mengalami pingsan, muntah maupun kejang. Setelah kejadian pasien mengeluh nyeri
pada punggung bawah hingga tidak kuat berdiri. Tidak ada keluhan nyeri pada anggota
tubuh lain. Oleh keluarga pasien dibawa ke RS.Indriati, telah dilakukan pemeriksaan
radiologi dan injeksi analgetik. Karena keterbatasan fasilitas pasien di rujuk ke RSDM.

Riwayat Penyakit Dahulu:


- Riwayat penyakit sistemik (+)
1. Hipertensi sejak 11 tahun lalu, terkontrol dengan Captopril 12.5mg / 24 jam
2. Riwayat bicara pelo 11 hari lalu, tidak berobat
 Riwayat trauma disangkal
 Riwayat operasi sebelumnya disangkal
- Riwayat trauma disangkal

1
- Riwayat operasi sebelumnya disangkal
- Riwayat ambulasi: pasien dapat berjalan pincang tanpa menggunakan alat bantu
sejak 11 tahun lalu

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALISATA
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5
1. Tanda Vital
Tekanan darah : 174/111 mmhg
Nadi : 97x/menit
Suhu : 36,2˚C
Respirasi : 20x/menit
2. Status Gizi
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 155 cm
BMI : 22,8 kg/m2
Kesan : Normoweight
3. Kepala dan Leher
- Kepala : Bentuk kepala normal, tidak ditemukan jejas
- Leher : Dalam batas normal
- Mata
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Pupil isokor (3 mm/3 mm)
- Refleks cahaya direk/indirek (-/-)
-Visus (6/6 // 6/6 )
4. Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung tidak melebar
- Auskultasi : BJ I-II, regular, bising (-)
5. Paru

2
- Inspeksi : Pengembangan simetris
- Palpasi : Fremitus raba kanan kiri simetris
- Perkusi : Sonor /sonor
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+ /+)
suara tambahan ronki basah kering (-/-), wheezing(-/-)
6. Abdomen
- Inspeksi : Cembung, vena tak tampak
- Auskultasi : Bising usus normal
- Palpasi : Supel, hepar dan lien tak teraba
- Perkusi : Timpani

B. STATUS NEUROLOGIS
1. Kesan Umum dan Fungsi Luhur
a. Kepala : Bentuk kepala dalam batas normal
b. Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4 V5 M6
c. Fungsi luhur : Dalam batas normal

2. Tanda-tanda Perangsangan Selaput Otak


Kaku Kuduk : (-)
Tanda Brudzinki I : (-)
Tanda Brudzinki II : (-)
Tanda Brudzinki III : (-)
Tanda Brudzinki IV : (-)
3. Saraf Otak
a. Nervus Olfaktorius
Kanan Kiri
Anosmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
b. Nervus Optikus
Kanan Kiri
Visus 6/6 6/6
Kacamata (-) (-)
Lapang pandang normal normal
Warna normal normal

3
c. Nervus III, IV, VI
Kanan Kiri
Celah mata simetris simetris
Posisi bola mata di tengah di tengah
Gerak bola mata normal normal
Pupil ukuran 3 mm 3 mm
Pupil bentuk bulat bulat
R. cahaya langsung (-) (-)
R. cahaya tak langsung (-) (-)
Konvergensi (-)
Akomodasi (-)
d. Nervus V
Kanan Kiri
Sensorik I dbn dbn
Sensorik II dbn dbn
Sensorik III dbn dbn
Otot kunyah dbn dbn
Reflek masseter dbn dbn

e. Nervus VII Saat Diam Saat Gerak


Kanan Kiri Kanan Kiri
Otot dahi Simetris Simetris
Tinggi alis Simetris Simetris
Sudut mata Simetris Simetris
Sudut mulut Simetris Simetris
Nasolabial Simetris Simetris
Pejam mata normal normal
Meringis Simetris
Pengecap lidah Tidak dilakukan

f. Nervus VIII
Kanan Kiri
Pendengaran normal normal

4
Nistagmus (-) (-)

g. Nervus IX dan X
Kanan Kiri
Reflek muntah Tidak dilakukan
Posisi uvula di tengah
Arkus faring simetris
Bersuara normal

h. Nervus XI
Kanan Kiri
Bentuk otot normal normal
Angkat bahu terbatas terbatas
Berpaling sulit dievaluasi

i. Nervus XII
Kanan Kiri
Atrofi lidah (-) (-)
Gerak spontan normal
Posisi diam normal
Posisi dijulurkan normal

4. Pemeriksaan Sistem Motorik dan Reflek


a. Ekstremitas Superior
Lengan Atas Bawah Tangan
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
Tonus dbn dbn dbn dbn dbn dbn
Klonus (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Kekuatan 4+ 5 4+ 5 4+ 5

5
b. Ekstremitas Inferior
Tungkai Atas Bawah Kaki
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
Tonus Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn Dbn
Klonus (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Kekuatan 4+ 5 4+ 5 4+ 5

c. Refleks Fisiologis Kanan Kiri


Refleks Biceps +3 +2
Refleks Triceps +3 +2
Refleks Patela 0 0
Refleks Achiles 0 0

d. Refleks Patologis Kanan Kiri


Refleks Hoffman (-) (-)
Refleks Trommer (-) (-)
Refleks Babinski (-) (-)
Refleks Chaddock (-) (-)

5. Pemeriksaan Sistem Sensorik


Anggota gerak atas Anggota gerak bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
a. Rasa Exteroseptik Hipoesthesia setinggi Vth 11, anestesi setinggi VTh 12

b. Rasa Proprioseptik Hipoesthesia setinggi Vth 11, anestesi setinggi VTh 12

6. Pemeriksaan Sistem Otonom


a. Miksi : Pasien dapat BAK normal
b. Defekasi : Pasien belum BAB sejak kejadian

7. Kolumna Vertebralis
Kelainan bentuk : Gibbus (-)
Tanda Laseque : -/-
Tanda Patrick : -/-

6
Tanda Kontra Patrick : -/-
Tanda Kernig : -/-

1. RANGE OF MOTION

NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi Dalam batas normal Dalam batas normal
Ekstensi Dalam batas normal Dalam batas normal
Lateral bending kanan Dalam batas normal Dalam batas normal
Lateral bending kiri Dalam batas normal Dalam batas normal
Rotasi kanan Dalam batas normal Dalam batas normal
Rotasi kiri Dalam batas normal Dalam batas normal

Ekstremitas Superior ROM pasif ROM aktif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900
Ekstensi 0-300 0-300 0-300 0-300
Abduksi 0-1800 0-1800 0-1800 0-1800
Adduksi 0-450 0-450 0-450 0-450
External Rotasi 0-450 0-450 0-450 0-450
Internal Rotasi 0-550 0-550 0-550 0-550
Elbow Fleksi 0-800 0-800 0-800 0-800
Ekstensi 5-00 5-00 5-00 5-00
Pronasi 0-900 0-900 0-900 0-900
Supinasi 90-00 90-00 90-00 90-00
Wrist Fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900
Ekstensi 0-700 0-700 0-700 0-700

7
Ulnar deviasi 0-300 0-300 0-300 0-300
Radius deviasi 0-200 0-200 0-200 0-200
Finger MCP I fleksi 0-500 0-500 0-500 0-500
MCP II-IV fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900
DIP II-V fleksi 0-900 0-900 0-900 0-900
PIP II-V fleksi 0-1000 0-1000 0-1000 0-1000
MCP I ekstensi 0-00 0-00 0-00 0-00
Ekstremitas Inferior ROM pasif ROM aktif
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Hip Fleksi 0-85o 0-85o 0o 0o
Ekstensi 0-10o 0-10o 0o 0o
Abduksi 0-30o 0-30o 0o 0o
Adduksi 0-10o 0-10o 0o 0o
Eksorotasi 0-30o 0-30o 0o 0o
Endorotasi 0-30o 0-30o 0o 0o
Knee Fleksi 0-120o 0-120o 0o 0o
Ekstensi 0-10o 0-10o 0o 0o
Ankle Dorsofleksi 0-10o 0-10o 0o 0o
Plantarfleksi 0-10o 0-10o 0o 0o
Eversi 0-10o 0-10o 0o 0o
Inversi 0-10o 0-10o 0o 0o

2. INDEKS ADL BARTHEL

8
No Item yang dinilai Nilai

9
1 Makan (Feeding) 10
2 Mandi (Bathing) 5
3 Perawatan diri (Grooming) 5
4 Berpakaian (Dressing) 10
5 Buang air kecil (Bladder) 10
6 Buang air besar (Bowel) 10
7 Penggunaan Toilet 10
8 Transfer 15
9 Mobilitas 15
10 Naik turun tangga 10
Total 100 (Independen)

C. STATUS LOKALIS
Regio Spine
L: Skin intak, terdapat swelling pada regio thoracolumbar, terdapat local kyphotic
deformity
F: Terdapat posterior midline tenderness pada level thoracolumbar, tidak ada step off,
defisit neurologis (+)
M: ROM dalam batas normal

1
0
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Cek Lab darah pada tanggal 6 Agustus 2022

Complete Blood Count Hematology

Hemoglobin 15.4 Ureum 26

Hematocrit 45 Natrium 135

RBC 5.18 Kalium 4.1

WBC 5.8 Chlorida 1.23

Platelet 211

MCV 86.9

MCH 29.7

MCHC 34.1

RDW 12.4

Eosinofil 3.80

Basofil 0.50

Netrofil 80.20

Limfosit 11.80

Monosit 3.70

APTT 3.70

INR 1.050

b) Cek Lab darah pada tanggal 8 Agustus 2022

Complete Blood Count Hematology

Hemoglobin 14.1 GDS 94

Hematocrit 41 Ureum 36

RBC 4.62 Albumin 4.5

1
1
WBC 5.1 Creatinine 0.4

Platelet 186 SGOT 42

PT 12.9 SGPT 9

APTT 27.9 Bilirubin Total 0.47

INR 0.940 HBsAg Non reactive

Anti-HCV Non reactive

c) Foto Pelvis AP pada tanggal 06 Agustus 2022

Kesimpulan :
1. Mild wedge compression pada corpus VTh 12
2. Paravertebral muscle spasme
3. Spondylosis lumbalis

d) MSCT Thoraco lumbal pada tanggal 10 Agustus 2022

1
2
1
3
\

Kesimpulan:
1. Moderate biconcave compression pada corpus Vth 6 dan Th 12 disertai
paravertebral edema dan spinal cord edema setinggi level Vth 11-12
2. Bone bruise pada corups VTh 6 dan VTh 12
3. Degenerative disc disease of the spine berupa:
- Mild lumbar canal dan neural foraminal bilateral stenosis setinggi level 4-
5, L 5-S 1 disertai hipertrofi ligamentum flavum dan facet joint bilateral

1
4
- Bone marrow changes pada superior endplate corpus VTh 7, VL 1-2
(Modic II)
- Spondylosis lumbalis
4. Tak tampak hambatan aliran liquor cerebrospinalis

V. DIAGNOSIS
Orthopaedi:
- Acute Back Pain ec Burst Fracture Vertebral Thoracal 12 Denis Mayor Type A, ASIA
E (AO: Th12. A4. N0. M1)
- Hemiparesis (D) ec Susp Stroke Non Hemoragic dd Hemoragic
- Hipertensi Stage 2

VI. TATALAKSANA

Orthopaedi:
- Inline imobillization
- Inf. Nacl 0.9% : Tutosol 1:1 1500cc/24 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam

1
5
VII.DAFTAR MASALAH

A. DAFTAR MASALAH MEDIS


 Nyeri punggung bawah
B. DAFTAR MASALAH REHABILITASI MEDIK
 Fisioterapi
Gangguan nyeri
 Terapi wicara
Tidak ada
 Okupasi Terapi
Tidak ada
 Sosiomedik
Tidak ada
 Ortesa-protesa
Gangguan stabilitas
 Psikologi
Motivasi pasien

VIII. RESUME
A. ANAMNESIS
 Perempuan, 54 tahun, ibu rumah tangga
 Nyeri punggung bawah
 Riwayat trauma (+) terpeleset dan terjatuh dengan posisi terduduk

C. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNA
 Kesan umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos Mentis
 Gizi kesan normoweight dengan BB : 55 kg TB : 155 cm, BMI 22.8 kg/m2
 Tekanan darah: 174/111 mmHg
 Nadi : 97 x/mnt
 Suhu : 36.2C
 Pernafasan : 20 x/mnt

1
6
STATUS NEUROLOGIS
 Kesadaran/GCS : composmentis / E4V5M6
 Nervus Cranialis : dbn
 Kekuatan motorik : dbn
 Sistem Sensorik : normoestesia
 Sistem otonom : dbn

IX. DIAGNOSIS
Orthopaedi:
- Acute Back Pain ec Burst Fracture Vertebral Thoracal 12 Denis Mayor Type A, ASIA
E (AO: Th12. A4. N0. M1)
- Hemiparesis (D) ec Susp Stroke Non Hemoragic dd Hemoragic
- Hipertensi Stage 2

X. IMPAIRMENT, DISABILITAS, HANDICAP


1. Impairment
- Nyeri punggung bawah
2. Disability : -
3. Handicap : Pasien mampu menjalankan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain

XI. PENATALAKSANAAN
- Inline imobillization
Medikamentosa
 Inf. RL: Tutosol : Triomix : Kalbamin 1:1 1500cc/24 jam
 Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam
 Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
Non. Medikamentosa
 Fisioterapi
 Medikasi luka / 2 hari
 Diet TKTP 2000 kkal/hari

XII. PLANNING

1
7
1. Planning Terapi
Fisioterapi :
- Positioning
- Isometric Exercise
- Edukasi Kompres dingin 10 – 15 menit
- TENS
- Cryotheraphy regio Thoracal
- ROM Exercise
- General Pasif & Gentle Exercise
- Breathing exercise
OP:
- TLSO semirigid
2. Planning Edukasi
a. Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi
Akut: Nyeri, defisit neurologis
Kronik: Luka tekan, atrofi otot
b. Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan
c. Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi
3. Planning Monitoring: Evaluasi hasil terapi.
XIII. Target
Jangka Pendek :
 Pengurangan derajat nyeri pasien
Jangka Panjang :
 Perbaikan derajat nyeri pasien

XIV. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia
b. Ad sanam : dubia
c. Ad fungsionam: dubia

1
8
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi Tulang Belakang Thorakal


Tulang vertebra merupakan struktur komplek yang secara garis besar terbagi atas dua
bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai
artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Sedangkan
bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus
dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebrae. Bagian
posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (faset). Stabilitas
vertebra tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis
jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif) 1.

Gambar 1. Anatomi vertebra thorakal2


2.1.1. Tulang.
Pada bagian tulang belakang thorakal berisi dua belas vertebra (T1-T12). Diskus
intervertebralis, bersama dengan lamina, pedikel, dan prosesus artikular dari vertebra yang
berdekatan, menciptakan ruang di mana saraf tulang belakang keluar. Vertebra thorakal,
sebagai satu kelompok, menghasilkan kurva kifosis. Vertebra thorakal tampak unik karena

1
9
memiliki peran tambahan untuk memberikan perlekatan pada tulang rusuk. Vertebra thorakal
yang khas memiliki beberapa ciri yang berbeda dari vertebra servikal atau lumbal yang khas.
T5-T8 cenderung menjadi yang paling "tipikal" karena mengandung fitur yang ada di semua
vertebra thorakal. Karakteristik utama dari vertebra thorakal adalah adanya aspek kosta 3.
Ada enam faset per vertebra thorakal: dua pada prosesus transversal dan empat
demifaset segi dari prosesus transversus berartikulasi dengan tuberkulum dari tulang rusuk
yang terkait. Para demifacet dipasangkan secara bilateral dan terletak pada aspek
posterolateral superior dan inferior dari vertebra. Mereka diposisikan sedemikian rupa
sehingga demifacet superior dari vertebra inferior berartikulasi dengan kepala tulang rusuk
yang sama yang berartikulasi dengan demifacet inferior dari tulang rusuk superior3.
Vertebra thorakal menyediakan titik perlekatan untuk banyak otot: erector spinae,
interspinales, intertransversarii, latissimus dorsi, multifidus, rhomboid mayor, rhomboid
minor, rotatores, semispinalis, serratus posterior superior/inferior, splenius caput, splenius
cervicis, dan trapezius 3.
Batas dari lumbal spine adalah batas terakhir dari vertebra thoracal (T12) dan awal
dari vertebra sacralis (S1). Pada ruas vertebra lumbalis terdiri dari lima ruas tulang vertebra
(L1-L5) yang memungkinkan untuk melindungi dari tahanan aksial. Pada bagian ini, terdapat
struktur yang disebut cauda equina, yang berarti ekor kuda dalam bahasa latin. Cauda equina
merupakan akhir dari medulla spinalis setinggi L1-L2. Vertebra lumbalris terdiri dari tulang,
kartilago, ligament, syaraf, dan otot. Setiapbagian memiliki fungsi yang berbeda dan saling
berhubungan untuk system pergerakan dari vertebra lumbaris itu sendiri 3.
Vertebra lumbaris memiliki fungsi untuk menopang gaya aksial yang diberikan dari
tubuh bagian atas. Oleh karena itu column vertebra lumbaris lebih besar dibandingkan dengan
bagian vertebra lainnya. Selain untuk menahan beban aksian fungsi lainnya adalah
melindungi medulla spinalis dan akar syaraf dibelakangnya yang mempersarafi ekstremitas
bawah. pergerakan dari vertebra lumbaris memungkinkan untuk pergerakan fleksi, ekstensi,
rotasi, side binding. Bentuk vertebra lumbalis dilihat dari lateral memiliki kelengkungan yang
melengkung ke bagian anterior, sehingga disebut dengan lumbal lordosis 3.

2
0
Gambar 2. Vertebra Lumbalis (Hansen, 2012).
Setiap bagian dari ruas vertebra lumbaris memiliki komponen yang banyak, termasuk
bagian dari vertebral body dan struktur dorsalis dari vertebra lumbaris itu sendiri. Setiap
vertebral body memiliki dua pedikel yang menghubungkan dengan laminae. Pedikel
melindungi pergeseran bagian anterior dan posterior dari vertebra lumbaris itu sendiri. Pada
hubungan antara pedikel dan lamina, terdapat empat prosesus artikularis dan dua prosesus
transversus. Prosesus transversus memanjang ke lateral, berfungsi sebagai titik perlekatan
untuk ligamen dan otot. Proses artikular superior dan inferior membuat sendi zygapophyseal
(alias sendi facet). Sendi ini terjadi antara proses artikular superior vertebra dan proses
artikular inferior vertebra. Pars interarticularis adalah lokasi lamina antara prosesus
artikularis superior dan inferior dan rentan terhadap perkembangan fraktur stres
(spondylolysis) pada tulang belakang yang sedang tumbuh 4,5.
Terdapat struktur diantara column vertebra satu dengan yang disebut dengan diskus
lumbaris. Diskus lumbaris terdiri dari stuktur fibrocartilaginous. Struktur ini dibagi menjadi
bagian dalam yaitu nucleus pulposus dan bagian luar yang disebut anulus fibrosus. Struktur

2
1
ini berfungsi sebagai bantalan tekanan yang dihasilkan dari gaya aksialis. (Devereaux, 2007;
Waxenbaum et al., 2022).
2.1.2. Vaskularisasi dan Nervus.
Vertebra thorakalis terutama disuplai oleh cabang-cabang arteri interkostalis
posterior. Dua arteri interkostalis posterior pertama bercabang dari arteri subklavia,
sedangkan sisanya bercabang dari aorta toraks. Arteri utama ini bercabang menjadi arteri
periosteal dan ekuator, yang kemudian bercabang menjadi cabang kanalis anterior dan
posterior. Cabang kanal vertebral anterior mengirim arteri nutrisi ke dalam tubuh vertebral
untuk memasok sumsum tulang belakang 3.
Vena spinalis membentuk pleksus vena di dalam dan di luar kanalis vertebralis.
Pleksus ini tidak memiliki katup dan memungkinkan pergerakan darah ke superior atau
inferior tergantung pada gradien tekanan. Darah akhirnya mengalir ke vena segmental dari
batang tubuh 3.
Medulla spinalis kaya akan pembuluh darah yang menyuplainya terdiri dari 3 arteri
utama yaitu, arteri spinalis anterior, arteri spinalis posterior, dan arteri radicular anterior dan
posterior. Arteri spinalis anterior menyuplai dua pertiga bagian anterior medula spinalis.
Terdapat dua arteri spinalis posterior yang menyuplai darah sepertiga posterior medulla
spinalis. Arteri radikular anterior dan posterior memberikan suplai darah kolateral ke
kolumna vertebralis. Arteri radikular ini berjalan bersama dengan akar saraf ventral dan
dorsal, memasok mereka dengan darah. Arteri Adamkiewicz adalah arteri radiculomedullary
terbesar dan menyediakan suplai vaskular ke sumsum tulang belakang lumbal6.
Lima pasang saraf spinal campuran muncul dari kedua sisi medula spinalis lumbal,
membawa serabut saraf motorik dan sensorik—saraf spinal bercabang setelah keluar dari
foramen saraf ke ramus ventral dan dorsal. Rami dorsalis mensuplai persarafan motorik ke
otot-otot erector spinae dan sensasi pada kulit di atas punggung. Rami ventral mensuplai serat
motorik dan sensorik ke otot-otot prevertebral lainnya dan ekstremitas bawah 7,8.
2.1.3. Artikulasio.
Permukaan atas dan bawah korpus dilapisi oleh kartilago hialin dan dipisahkan oleh
discus intervertebralis dan fibroblastilaginosa. Tiap discus memiliki anulus fibrosus di perifer
dan nukleus pulposus yang lebih lunak di tengah yang terletak lebih dekat ke bagian belakang
daripada bagian depan discus. Nukleus pulpsus kaya akan glikosaminoglikan sehingga
memiliki kandungan air yang tinggi, namun kandungan air ini berkurang dengan
bertambahnya usia. Kemudian nukleus bisa mengalami hernia melalui anulus fibrosus,
berjalan ke belakang (menekan medula spinalis) atau ke atas (masuk ke korpus vertebralis –

2
2
nodus Schmorl). Diskus vertebra lumbalis dan servikalis paling tebal, karena ini paling
banyak bergerak 9.
Persendian pada korpus vertebra adalah symphysis (articulation cartilaginosa
sekunder) yang dirancang untuk menahan berat tubuh dan memberikan kekuatan. Permukaan
yang berartikulasio pada vertebra yang berdekatan dihubungkan oleh diskus intervertebralis
dan ligamen. Discus intervertebralis menjadi perlengketan kuat di antara korpus vertebra,
yang menyatukannya menjadi kolummna semirigid kontinu dan membentuk separuh inferoir
batas anterior foramen intervertebralis. Pada agregat, discus merupakan kekuatan (panjang)
kolumna vertebralis. Selain memungkinka gerakan di antara vertebra yang berdekatan,
deformabilitas lenturnya memungkinkan discus berperan sebagai penyerap benturan 10.
2.1.4. Ligamentum.
Vertebra lumbal agar dapat stabil dibantu oleh ligament-ligamen yang berada di
lumbal. Berikut adalah sistem ligamen yang ada pada vertebra lumbal11:
a) Ligamen utama dari vertebra lumbal (lumbal spine) adalah ligamen longitudinal anterior.
Ligamen ini berfungsi sebagai stabilisator pasif pada saat gerakan ekstensi lumbal dan
merupakan ligamen yang tebal dan kuat.
b) Ligamen longitudinal posterior merupakan ligamen yang berperan sebagai stabilisator
pasif saat gerakan fleksi lumbal. Ligamen ini mengandung serabut saraf afferent nyeri
sehingga bersifat sensitif dan banyak memiliki sirkulasi darah.
c) Ligamen flavum merupakan ligamen yang mengandung serabut elastin lebih banyak
daripada serabut kolagen jika dibandingkan dengan ligamen lainnya di vertebra.
Ligamen flavum memiliki fungsi dalam mengontrol gerakan fleksi lumbal.
d) Ligamen supraspinosus dan interspinosus merupakan ligamen yang berperan dalam
gerakan fleksi lumbal. Ligamen intertransversal merupakan ligamen yang berfungsi
untuk mengontrol gerakan lateralfleksi pada daerah lumbal kearah kontralateral.
2.1.5 Otot
Tiga kelompok otot utama yang ada di tulang vertebralis lumbal yaitu: Pertama,
kelompok ekstensor terdiri dari erector spinae dan multifidi. Kelompok ini terletak di
belakang tulang belakang lumbal. Di wilayah ini, otot erector spinae termasuk longissimus
thoracis dan iliocostalis lumborum. Kontraksi kelompok ini menghasilkan momen ekstensi di
tulang belakang lumbal. Kelompok fleksor terletak di anterior tulang belakang lumbal dan
memungkinkan fleksi batang tubuh serta fleksi pinggul. Psoas mayor berasal dari prosesus
transversus T12-L4 dan bergabung dengan iliacus di paha menjadi iliopsoas (otot komposit).
The iliopsoas memainkan peran kunci dalam fleksi pinggul dan juga membantu dengan

2
3
lengkungan tulang belakang lumbal. Otot-otot perut (miring internal/eksternal, rektus
abdominis) memainkan peran yang lebih penting dalam fleksi trunkus. Akhirnya, upaya
bersama yang melibatkan beberapa otot diperlukan untuk membuat rotasi dan fleksi lateral
(tekuk samping) tulang belakang lumbal. Quadratus lumborum, psoas mayor, otot perut, dan
multifidi memainkan peran penting dalam menciptakan gerakan ini 12,13.
2.2. Radiologi
Pemeriksaan penunjang radiologi dibutuhkan untuk membantu dalam penegakkan
diagnosis cedera pada thorakolumbal. Pemeriksaan yag umum digunakan di antaranya adalah
foto polos, computed tomography, dan magnetic resonance imaging (MRI)14.

Gambar 3. Foto radiologi lateral tulang thoracolumbal normal14.


2.2.1. Foto Polos
Foto polos umum digunakan untuk menentukan kelainan pada tulang belakang. Salah
satu teknik yang mudah digunakan adalah dengan menggunakan metode ABC yang
diperkenalkan oleh Oakley15:
A. Appropriateness, Adequacy, Alignment (Kesesuaian, kecukupan, keselarasan).
Kesesuaian penting untuk mengetahui apakah indikasi pemeriksaan sudah benar
dan dilakukan pada pasien yang benar. Kecukupan menilai luas dari gambar yang
diperoleh. Keselarasan menilai aspek anterior korpus vertebra, aspek posterior korpus
vertebra, garis spinolaminar (dasar prosesus spinosus), ujung prosesus spinosus,
craniocervical dan jalur dan hubungan lainnya.
B. Bones (Tulang).
Menilai struktur tulang dari vertebra.
C. Jaringan Ikat.

2
4
Hal yang diperhatikan dalam pemeriksaan jaringan ikat, diantaranya adalah
jaringan lunak pra-vertebral, ruang pra-gigi, ruang diskus intervertebralis, dan celah
interspinosa.

2.2.2. Computed tomography Scan (CT scan)


Computed tomography Scan (CT scan) sering dijadikan pilihan pertama untuk
pasien tidak sadar atau polytrauma karena kemudahan operasional, kemudahan untuk
dipelajari, kemampuan CT yang lebih besar untuk mendeteksi fraktur selain
radiografi. Pemindaian CT Scan juga digunakan untuk mendeteksi pola karakteristik
fraktur yang tidak terlihat pada film biasa, seperti, fraktur mid-sagital melalui dinding
posterior vertebral dan lamina, ketidakstabilan rotasi pada sendi atlantoaxial.,
menunjukkan jika Dens terpisah dari anterior arch C1 dengan peningkatan rotasi
(hiper-rotasi)14

Gambar 4. Foto radiologi lateral tulang thoracolumbal normal14.


2.2.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah pencitraan pilihan untuk memastikan
cidera diskoligamen. MRI juga dipilih jika radiografi CT scan laeral cervical spine
negative. MRI adalah modalitas utama untuk evaluasi pasien dengan tanda atau gejala
neurologis untuk menilai cedera jaringan lunak pada korda, diskus dan ligamen. Short
Tau Inversion Recovery (STIR) sangat membantu dalam memvisualisasikan cedera
jaringan lunak posterior dan dengan demikian membantu mendiagnosis fraktur yang
tidak stabil (terutama jika memilih pengobatan konservatif)14

2
5
Gambar 5. Foto MRI lateral tulang thoracolumbal normal14

Gambar 6. Foto radiologi lateral tulang thoracolumbal normal 14.

2.3 Acute Back Pain


Nyeri punggung bawah akut didefinisikan sebagai nyeri yang menjalar dari costae
terbawah hingga pantat dan terkadang tungkai bawah. Rasa sakit umumnya dirasakan di
kedua sisi garis tengah dan biasanya berlangsung hingga enam minggu. Nyeri punggung
bawah akut diperkirakan mempengaruhi hingga 80% dari populasi orang dewasa di
Singapura, sehingga menyebabkan kecemasan dan kelemahan yang signifikan pada pasien.

2
6
Kondisi ini paling sering mempengaruhi orang dewasa yang berusia antara 30 sampai 40
tahun 15
Sebagian besar nyeri punggung bawah bersifat tidak spesifik, di mana tidak
ditemukan penyebab atau struktur yang dapat diidentifikasi untuk menjelaskan nyeri yang
dirasakan pada pasien. Pada kebanyakan pasien, nyeri dapat sembuh sendiri dan sembuh
dalam waktu dua minggu dengan intervensi minimal. Selain spasme punggung karena
aktivitas yang berlebihan, penyebab umum nyeri punggung bawah lainnya termasuk patologi
pada diskus intervertebralis seperti adanya robekan annular, herniasi diskus, degenerative
disc diseases, facet joint osteoarthritis, spondylolisthesis degeneratif dan stenosis tulang
belakang. Penyebab nyeri punggung yang jarang termasuk connective tissue disease dan
spondyloarthropathy inflamasi seperti ankylosing spondylitis, infeksi seperti spondylodiscitis,
tumor dan patah tulang patologis 16.
Anamnesis yang lengkap dan menyeluruh merupakan langkah awal untuk mencapai
diagnosis yang tepat atas keluhan pasien. Informasi umum yang berkaitan dengan nyeri
pertama-tama dapat diperoleh melalui pertanyaan mengenai lokasi yang tepat terkait nyeri di
punggung, onset, karakter, durasi dan perjalanan waktu, asosiasi, faktor yang memperburuk
dan mengurangi, dan tingkat keparahannya. Penting untuk kemudian menyingkirkan tanda-
tanda bahaya / red flags nyeri punggung dari etiologi yang serius, dengan menanyakan
riwayat kanker, penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, kondisi
imunosupresi, penggunaan obat intravena, gejala infeksi saluran kemih, demam, riwayat
trauma yang signifikan, retensi urin, dan inkontinensia kandung kemih dan usus. Adanya
tanda-tanda bahaya ini memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan etiologi
serius dari nyeri punggung bawah akut seperti patologi intra-abdomen mayor, sindrom cauda
equina, fraktur dan keganasan. Anamnesis lebih lanjut kemudian dapat diperoleh mengenai
ada atau tidak adanya sciatika (nyeri pada panggul). Adanya nyeri yang menjalar seringkali
dapat memberikan petunjuk mengenai etiologi nyeri punggung. Nyeri tungkai bawah bilateral
dapat mengarah ke central disc prolapse atau diagnosis stenosis spinal. Nyeri tungkai bawah
unilateral dalam distribusi dermatomal menyiratkan adanya kompresi atau iritasi pada nerve
root. Patologi pada nerve root L1-L3 mengakibatkan nyeri pada pinggul dan paha, sedangkan
patologi pada nerve root L4-S1 sering mengakibatkan nyeri di bawah lutut hingga kaki dan
pergelangan kaki. Lokalisasi yang lebih rinci dari kehilangan kekuatan motorik dan sensorik
dapat dicoba dengan melihat grafik American Spinal Injury Association, yang memetakan
kekuatan otot dan dermatom spesifik ke tingkat neurologis masing-masing 15

2
7
Pemeriksaan standar ‘look, feel, move dan tes khusus' untuk mengevaluasi sistem
muskuloskeletal harus dilakukan. Tes khusus termasuk straight leg raise test. Pemeriksaan ini
berguna untuk mengidentifikasi adanya gangguan pada nerve root lumbosakral, biasanya
karena diskopati lumbar dan iritasi akar saraf. Penting untuk melakukan pemeriksaan
neurologis menyeluruh agar kerusakan pada spine dapat dilokalisasi. Pencitraan umumnya
tidak diindikasikan untuk sebagian besar pasien dengan nyeri punggung bawah. Namun, pada
pasien dengan nyeri yang menetap lebih dari enam minggu atau yang memiliki tanda dan
gejala yang menunjukkan etiologi serius, perlu dilakukan pencitraan diagnostik. Foto polos
dapat menjadi alat skrining yang berguna untuk menngetahui patologi yang jelas tetapi
cenderung memiliki nilai diagnostik yang kecil, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
rendah. Jika radiografi terlihat normal tetapi terdapat kecurigaan klinis yang tinggi akan
adanya patologi yang serius, penting untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
pencitraan resonansi magnetik (MR). Pencitraan MR memungkinkan tampilan tiga dimensi
jaringan lunak dan tulang yang lebih detail dibandingkan dengan radiografi. Computed
tomography (CT) tulang belakang diindikasikan apabila ada kontraindikasi untuk pencitraan
MR. Penting untuk mengkorelasikan temuan pencitraan CT dan MR dengan temuan klinis,
karena hasil positif palsu akan cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Tes darah
seperti hitung darah lengkap, LED dan Hs-CRP dapat dilakukan jika dicurigai terdapat
infeksi atau neoplasma 17.
Edukasi dan modifikasi aktifitas setelah mengesampingkan etiologi yang serius,
rencana perawatan dengan tujuan menghilangkan nyeri, peningkatan fungsional dan
meminimalkan waktu istirahat dapat didiskusikan dengan pasien. Peregangan sederhana yang
dapat dilakukan adalah peregangan lutut ke dada dan peregangan rotasi punggung bawah 15.
 Peregangan dari lutut ke dada: pasien disarankan untuk berbaring terlentang di lantai dan
menarik satu lutut ke arah dada dan menahannya di dada selama lima detik sebelum
mengulangi pada lutut lainnya.
 Peregangan rotasi di bagian punggung bawah,: pasien disarankan untuk berbaring
terlentang di lantai, menjaga bahu tetap di lantai. Selanjutnya, pasien perlu
menggulingkan kedua lutut yang ditekuk ke satu sisi, menahan posisi tersebut selama 5-
10 detik, sebelum mengulanginya pada lutut yang lain.
Metode sederhana lainnya untuk meredakan nyeri punggung adalah meminta pasien
untuk berbaring terlentang di lantai dan menempatkan bola tenis di antara punggung dan
lantai, terutama di area punggung yang ototnya tegang. Tindakan berguling sisi ke sisi yang

2
8
sederhana dapat dilakukan, melepaskan otot-otot yang tegang dan menghilangkan rasa sakit.
Metode lain untuk menghilangkan nyeri adalah akupunktur, penggunaan alat support lumbar,
pijat) dan manipulasi tulang belakang chiropractic. Metode-metode ini dapat mengurangi
nyeri jangka pendek 15.

2.4 Burst Fracature


Burst fracture adalah bentuk spesifik dari fraktur kompresi yang membutuhkan
kekuatan yang cukup besar dari kompresi aksial dan fleksi pada tulang yang sehat. Karena
jumlah kekuatan yang dibutuhkan, kominusi dari tubuh vertebral terjadi dengan fragmen
yang bergeser secara sentrifugal. Fragmen tulang yang bergeser ke posterior dapat
menciptakan tekanan ekstrinsik pada permukaan ventral medula spinalis, sehingga
menyebabkan neuropati. Hingga 50% dari fraktur burst dapat menyebabkan cedera
neurologis tergantung pada diameter fraktur, dan seberapa besar ia mengoklusi kanal tulang
belakang 18.
Dalam beberapa kasus dengan anamnesis yang bervariasi atau mekanisme cedera
yang tidak jelas, sulit untuk membedakan apakah pencitraan diindikasikan untuk pasien atau
tidak. Alat skrining dan pedoman telah dikembangkan untuk menentukan apakah pencitraan
radiografi diperlukan atau tidak. Canadian C-Spine Rules (CCSR) dan National Emergency
X-Radiography Utilization Group (NEXUS) telah dirancang untuk membantu menentukan
apakah pasien berisiko rendah memerlukan pencitraan tulang belakang leher atau tidak.
CCSR telah ditemukan lebih unggul daripada Pedoman NEXUS pada populasi lebih dari
8000 pasien. Pedoman ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi, dan hanya
melewatkan satu pasien saat digunakan oleh dokter dibandingkan dengan enam belas pasien
yang terlewat saat menggunakan NEXUS. CCSR terdiri dari algoritma yang menanyakan tiga
pertanyaan dengan jawaban 'ya/tidak' (Lihat Gambar 7). Satu studi menunjukkan bahwa
dokter mampu secara efektif menggunakan algoritma ini 83% dari waktu, dan mampu
mengurangi pencitraan tulang belakang leher ruang gawat darurat sebesar 13% tanpa efek
samping 18.

2
9
Gambar 7. Canadian C-Spine Rule18.

Apabila terjadi burst fracture, akan terlihat temuan radiografi berupa fraktur kompresi
dengan retropulsi tulang ke dalam kanal tulang belakang, pelebaran jarak interpedikular, dan
hilangnya tinggi korpus vertebra posterior. Pencitraan CT penting untuk menentukan derajat
retropulsi tulang ke dalam kanalis spinalis dan untuk mendeteksi adanya trauma osseus
tambahan. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) merupakan modalitas yang optimal untuk
menentukan adanya kelainan jaringan lunak, termasuk cedera pada cord 9.
Mayoritas burst fracture thoracolumbar dapat diobati secara nonoperatif dengan brace
ketika pasien baik secara neurologis. Sebuah brace thoracolumbosacral (TLSO) biasanya
menjadi pilihan pengobatan pada burst fracture thoracolumbar jika pengobatan nonoperative
direncanakan. Jika fraktur berada di tulang belakang lumbar bagian bawah, ekstensi hingga
paha mungkin diperlukan. Indikasi absolut untuk perawatan bedah adalah ketidakstabilan
biomekanik, gangguan neurologis dengan kompresi saraf, dan penurunan neurologis
progresif. Indikasi relatif termasuk ketidakmampuan untuk menahan habitus tubuh,

3
0
deformitas progresif meskipun menggunakan bracing, dan multifraktur. Kontroversi muncul
ketika memutuskan fraktur burst dianggap "unstable." Secara klasik, dikatakan unstable
apabila terdapat perubahan lebih dari 50% tinggi corpus vertebral, angulasi >20 derajat, dan
kompromi kanal >30%; namun, baru-baru ini, pentingnya kompleks ligamen posterior (PLC)
telah menjadi fokus. Pencitraan tingkat lanjut sangat penting dalam menentukan PLC. Jika
PLC terganggu, ahli bedah mendukung stabilisasi bedah dalam banyak kasus 19.
The Thoracolumbar Injury Classification and Severity Score (TLICS) baru-baru ini
digunakan oleh ahli bedah untuk menentukan apakah operasi diperlukan. Skor ini didasarkan
pada morfologi cedera, integritas PLC, dan status neurologis. Jika pembedahan diindikasikan,
pilihan pengobatan dapat hanya anterior, posterior saja, atau anterior posterior. Biasanya
apabila PLC keluar, dapat diindikasikan pendekatan posterior atau gabungan. Pendekatan
anterior diindikasikan jika ada cedera sumsum tulang belakang inkomplit dengan compromise
kanal yang signifikan; namun, banyak ahli bedah sekarang dapat melakukan dekompresi
anterior melalui pendekatan posterior.

2.5 Klasifikasi Denis


Spine injuries dapat dibagi menjadi stable dan unstable. Dikatakan stable apabila
komponen vertebra tidak mengalami displace pada saat menopang beban fisiolgis, dan
sebaliknya, dikatakan tidak stabil apabila ada risiko signifikan displasemen dan kerusakan
pada jaringan neural20. Kejadian fraktur lebih umum terjadi pada laki-laki dan kebanyakan
terjadi di usia antara 20-40 tahun 21. Hanya 10% fraktur spinal yang bersifat unstable dan
kurang dari 5% yang berkaitan dengan kerusakan cord 20.
Thoracolumbal merupakan salah satu lokasi paling sering terjadinya cedera spinal.
Namun, kejadian fraktur atau dislokasi jarang ditemui 21. Cedera thoracolumbal mayoritas
terjadi pada area transisi, yaitu antara T11 sampai L2 . Pada bagian tiga seperempat atas
20,21

segmen thorakal terlindung oleh susunan tulang rusuk, sehingga apabila terjadi fraktur
cenderung stabil. Berbeda dengan kanal spinal yang cenderung sempit sehingga cedera spinal
kord biasanya jarang terjadi, namun ketika terjadi biasanya utuh 20.
Secara umum pathogenesis cedera thoracolumbal dibagi menjadi tiga, fraktur
insufisiensi energi rendah, fraktur minor pada prosesus vertebralis, fraktur energi tinggi atau
fraktur dislokasi. Mekanisme cedera yang umum adalah kompresi, rotasi/translasi dan
distraksi20.

Denis Classification

3
1
Di bawah sistem klasifikasi Denis, tulang belakang dibagi menjadi tiga kolom yang
meliputi22:
a. Anterior Column
 Anterior longitudinal ligament (ALL)
 Anterior two-thirds of the vertebral body and annulus
b. Middle Column
 Posterior one-third of the vertebral body and annulus
 Posterior vertebral wall
 Posterior longitudinal ligament (PLL)
c. Posterior Column
 Semua struktur posterior hingga PLL, termasuk lengkungan tulang posterior dan
kompleks ligamen posterior (ligamentum supraspinous, ligamen interspinous,
kapsul, dan ligamentum flavum)
Berdasarkan temuan dalam studinya, Denis kemudian mengklasifikasikan cedera
thoracolumbal menjadi empat jenis utama, berdasarkan keterlibatan kolom dan mekanisme
cedera20,21:
a. Kompresi
Struktur yang terlibat:
 Fraktur kolumna anterior corpus vertebra dengan kolumn tengah yang masih utuh
 Kegagalan kolumna anterior dalam kompresi
 Mungkin melibatkan superior atau inferior endplate, atau keduanya
Mekanismenya berupa fleksi anterior & axial loading. Terdapat empat subtipe fraktur
kompresi 20:
 Tipe A - keterlibatan kedua end-plate
 Tipe B - keterlibatan end-plate superior
 Tipe C - inferior end-plate
 Tipe D - tekuk korteks anterior dengan kedua end-plate utuh.
b. Burst
Struktur yang terlibat20:
• Fraktur kompresi kolumna anterior dan tengah. Kolom posterior mungkin atau
mungkin tidak terlibat jika ada fraktur lamina atau jika terjadi robekan dural atau
jebakan saraf.
• Mungkin melibatkan endplate superior atau inferior, atau keduanya

3
2
Mekanismenya adalah kompresi aksial. Lima jenis fraktur burst yang berbeda dapat
dijelaskan21:
 Tipe A: Kedua end-plate fraktur. Tulang tertarik kembali ke dalam kanal.
 Tipe B: Fraktur end-plate superior. Hal ini umum dan terjadi karena kombinasi
beban aksial dengan fleksi.
 Tipe C: Fraktur end-plate inferior.
 Tipe D: Burst rotation. Fraktur ini dapat salah didiagnosis sebagai fraktur-
dislokasi. Mekanisme cedera ini adalah kombinasi dari beban aksial dan rotasi.
 Tipe E: Burst lateral flexion. Jenis fraktur ini berbeda dari fraktur kompresi
lateral karena menunjukkan peningkatan jarak interpedikulat pada roentgenogram
anteroposterior.

Gambar 8. Gambaran Burst Fracture21.

c. Flexion-Distraction (Seatbelt-Type)
Struktur yang terlibat20:
• Biasanya keterlibatan ketiga kolom
• Tidak ada translasi
Mekanismenya cedera fleksi pada kolom tengah dan posterior dengan distraksi
posterior dari gaya tarik. ALL berfungsi sebagai sumbu rotasi, dan kolom anterior
mungkin gagal karena kompresi21.
Seatbelt-Type dapat dibagi menjadi dua subtype 22.
 One level injury: fraktur sederhana yang menembus tulang, atau sebagai
gangguan ligamen yang melewati kompleks ligamen posterior dan diskus
intervertebralis.

3
3
 Two level injury: Kolom tengah pecah baik melalui tulang atau diskus. Pola
cedera ini sebanding dengan kondisi yang disajikan pada fraktur hangman.

Gambar 9. Gambaran Seatbelt-type21.


d. Fracture-Dislocation
Struktur yang terlibat: ketiga kolom
Mekanisme: geser, rotasi, dan kompresi.
Ada tiga subtipe fraktur-dislokasi berdasarkan mekanisme cedera20.

Gambar 9. A.Flexion rotation; B. Flexion distraction; and C. Shear22.

3
4
Gambar 10. Klasifikasi berdasarkan Denis 22.

2.4 ASIA Impairment Scale


Pada tahun 1982, American Spinal Injury Association menerbitkan International
Standards for Neurological Classification of Spinal Injury, yakni sistem penilaian dan
klasifikasi yang akan sekarang berkembang menjadi American Spinal Injury Association
Impairment Scale (ASIA Impairment Scale). ASIA Impairment Scale menggantikan skala
Frankel yang dimodifikasi dan menjadi gold standard internasional untuk mengevaluasi
cedera tulang belakang 23.
Sejak awal, ASIA Impairment Scale telah direvisi beberapa kali karena penulisnya
terus menyempurnakan langkah-langkah pemeriksaan neurologis dan rincian nilai klasifikasi.
Revisi ini telah meningkatkan reproduktifitas ASIA Impairment Scale dan memungkinkan
pemahaman yang lebih baik tentang terapi dan implikasi skala 23.
ASIA Impairment Scale adalah pemeriksaan standar yang terdiri dari pemeriksaan
motorik berbasis myotomal, pemeriksaan sensorik berbasis dermatomal, dan pemeriksaan
anorektal. Berdasarkan temuan pemeriksaan ini, tingkat keparahan cedera dapat ditetapkan.
Pemeriksaan sensorik mengevaluasi 28 dermatom spesifik bilateral untuk sensasi sentuhan
ringan (umumnya dengan kapas) dan pinprick. Setiap komponen pemeriksaan dicatat untuk
setiap dermatom dan lateralitas. Nilai 0 menunjukkan tidak adanya sensasi, 1 menunjukkan
gangguan atau perubahan sensasi, dan 2 menunjukkan sensasi normal. Pemeriksaan sensorik
unilateral normal terdiri dari 28 dermatom masing-masing dengan 2/2 poin untuk sentuhan

3
5
ringan dan 2/2 poin untuk tusukan jarum, menghasilkan 112 poin total. Skor total 224 secara
bilateral adalah pemeriksaan sensorik yang sepenuhnya normal. Ketidakmampuan untuk
membedakan sensasi pinprick dari sentuhan ringan secara teknis dinilai sebagai 0 24.
Pemeriksaan motorik terdiri dari penilaian lima kelompok otot tertentu di ekstremitas
atas dan lima kelompok otot tertentu di ekstremitas bawah, yang mewakili miotom cervical
dan lumbal . Kekuatan motorik dinilai menggunakan skala universal 6-poin (dinilai dalam 0–
5). Kekuatan motorik dicatat untuk setiap kelompok otot secara bilateral. Skor motorik
bilateral maksimum pada individu yang sehat adalah 100, 50 untuk skor 5/5 di semua miotom
ekstremitas atas dan bawah kanan, dan 50 lainnya untuk kiri 23.

Gambar 10. ASIA Impairment Scale 23.

Tambahan berupa pemeriksaan anorektal sangat penting untuk menentukan


jenis cedera apakah komplit/inkomplit dan mengevaluasi adanya spinal syok. Sfingter ani
eksternal diperiksa untuk mengetahui adanya kontraksi motorik volunter dan kemampuan
untuk merasakan tekanan anal yang dalam. Keduanya dinilai dalam bentuk biner, 0 apabila
tidak ada dan 1 apabila ada. Refleks bulbocavernosus dinilai melalui pemeriksaan rektal, di
mana kontraksi sfingter anal internal dan eksternal yang teraba timbul sebagai respons
terhadap penekanan glans penis atau klitoris. Menarik-narik kateter urin juga dapat

3
6
menimbulkan refleks. ASIA Impairment Scale juga memasukkan tingkat cedera neurologis
dalam klasifikasinya. Hal ini didefinisikan sebagai tingkat fungsi paling kaudal dari nerve
root dengan keutuhan sensasi dan fungsi motorik Grade 3 keatas; tingkat sensorik normal
terendah dapat diganti di daerah tanpa miotom yang siap diuji (seperti di thoracic spine) 23.
Tingkat cedera tulang belakang (SCI) didefinisikan oleh American Spinal Injury
Association (ASIA) Impairment Scale (dimodifikasi dari klasifikasi Frankel), menggunakan
kategori berikut 24:
 A = Complete: Tidak ada fungsi sensorik atau motorik di segmen sakral S4-S5
 B = Incomplete: Fungsi sensorik ada, tetapi tidak dengan motorik, dipertahankan
di bawah tingkat neurologis dan meluas melalui segmen sakral S4-S5
 C = Incomplete: Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan
sebagian besar otot kunci di bawah tingkat neurologis memiliki grade otot kurang
dari 3
 D = Incomplete: Fungsi motorik dipertahankan di bawah tingkat neurologis, dan
sebagian besar otot kunci di bawah tingkat neurologis memiliki tingkat otot yang
lebih besar atau sama dengan 3
 E = Normal: Fungsi sensorik dan motorik normal

3
7
Daftar Pustaka.
1. Pearce EvelynC. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis - Evelyn Clare Pearce -. PT

Gramedia Pustaka Utama. 2016;

2. Hansen J. Netter’s Clinical Anatomy. Vol. 44, Medicine & Science in Sports & Exercise.

2012.

3. Waxenbaum JA, Futterman B. Anatomy, Back, Cervical Vertebrae. StatPearls. 2018;

4. Devereaux MW. Anatomy and Examination of the Spine. Vol. 25, Neurologic Clinics. 2007.

5. Waxenbaum JA, Reddy V, Futterman B. Anatomy, Back, Thoracic Vertebrae. StatPearls.

2022.

6. Kaiser JT, Reddy V, Lugo-Pico JG. Anatomy, Back, Spinal Cord Arteries. StatPearls. 2020.

7. Singh O, al Khalili Y. Anatomy, Back, Lumbar Plexus. StatPearls. 2019.

8. Eovaldi BJ, Varacallo M. Anatomy, Back, Spinal Nerve-Muscle Innervation. StatPearls.

2019.

9. Mazumdar S. Anatomy at a Glance. Anatomy at a Glance. 2009.

10. Moore KL, Dalley AF. Anatomi berorientasi klinis. Vol. 1, Erlangga. 2013.

11. Ansar, Sudaryanto. Biomekanik Osteokinematika dan Arthokinematika. Kementrian

Kesehatan RI Politeknik Kesehatan Makassar; 2011.

12. Alexander CE, Varacallo M. Lumbosacral Radiculopathy. StatPearls [Internet]. 2022 May 1

[cited 2022 Jul 15];1–8. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430837/

13. Kuligowski T, Skrzek A, Cieślik B. Manual therapy in cervical and lumbar radiculopathy: A

systematic review of the literature. Vol. 18, International Journal of Environmental Research

and Public Health. 2021.

14. Made Widhi Asih. Peranan Imaging pada Trauma Tulang Belakang. Denpasar: RSUP

Sanglah, Departement Radiologi FK UNUD-RSUP Sanglah Denpasar; 2017.

3
8
15. See QY, Tan JB, Kumar DS. Acute low back pain: diagnosis and management. Singapore

Med J. 2021 Jun;62(6):271-275. doi: 10.11622/smedj.2021086. PMID: 34409471; PMCID:

PMC8801838.

16. Downie A, Williams CM, Henschke N, et al. Red flags to screen for malignancy and fracture

in patients with low back pain:systematic review. BMJ. 2013;347:f7095.

17. Patel ND, Broderick DF, Burns J, et al. ACR Appropriateness criteria low back pain. J Am

Coll Radiol. 2016;13:1069–78.

18. Cox J, DeGraauw C, Klein E. Pathological burst fracture in the cervical spine with negative

red flags: a case report. J Can Chiropr Assoc. 2016 Mar;60(1):81-7. PMID: 27069270;

PMCID: PMC4807678.

19. Gupta, S., Sciubba, D. M., Mikhael, M. M., & Nicolaou, S. (Eds.). (2016). Spine Imaging: A

Case-based Guide to Imaging and Management. Oxford University Press.

20. Zhang A, Chauvin BJ. Denis Classification. StatPearls [Internet]. 2021 Jul 30 [cited 2022

Aug 11]; Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544310/

21. Denis F. The three column spine and its significance in the classification of acute

thoracolumbar spinal injuries. Spine (Phila Pa 1976). 1983;8(8). 22.

22. Long C. Handbook of Physical Medicine Rehabilitation. 2nd ed. Saunders Company; 1999.

569–570 p. 19. McCormack T, Karaikovic E, Gaines RW. The load sharing

classification of spine fractures. Spine (Phila Pa 1976). 1994;19(15).

23. Roberts TT, Leonard GR, Cepela DJ. Classifications In Brief: American Spinal Injury

Association (ASIA) Impairment Scale. Clin Orthop Relat Res. 2017 May;475(5):1499-1504.

doi: 10.1007/s11999-016-5133-4. Epub 2016 Nov 4. PMID: 27815685; PMCID:

PMC5384910.

24. Aarabi B, Sansur CA, Ibrahimi DM, Simard JM, Hersh DS, Le E, et al. Intramedullary

Lesion Length on Postoperative Magnetic Resonance Imaging is a Strong Predictor of ASIA

3
9
Impairment Scale Grade Conversion Following Decompressive Surgery in Cervical Spinal

Cord Injury. Neurosurgery. 2017 Apr 1. 80 (4):610-620

4
0

Anda mungkin juga menyukai