Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMIA

Oleh :

Eddy Rosman, S.Ked


K1A1 12 080

Supervisor:

dr. Happy Handaruwati, M.Kes., Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Eddy Rosman, S.Ked

NIM : K1A1 12 080

Judul : Paralisis Periodik Hipokalemia

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik

pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Juni 2020

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Happy Handaruwati, M.Kes., Sp.S

1
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. FH
Umur : 21 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kambu
Agama : Islam
Pekerjaan : -
No. RM : 52 79 28
Tanggal masuk RS : 11 Maret 2020
DPJP : dr. Happy Handaruwati, M. Kes., Sp.S
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Lemah keempat anggota gerak
Anamnesis terpimpin : Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum
Bahteramas dengan lemah keempat anggota gerak
yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu, dimulai dari
kaki naik keatas. Sebelum terjadi kelemahan, pasien
mengaku kaki terasa kesemutan kemudian menjalar
ke tangan. Muntah (+) 6 kali, isi makanan, tidak
menyemprot. Nyeri ulu hati (+), sakit kepala (+),
Selain itu pasien juga mengeluh BAB cair sejak 1
hari yang lalu sebanyak 2x. BAB tidak berlendir
ataupun berdarah, BAB hanya berisi cairan dan
ampas. Pasien mengaku pernah masuk IGD dengan
keluhan lemah anggota gerak sebelumnya.

2
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit Sedang, Compos Mentis, Status Gizi : Baik
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
110/70 mmHg 100 x/Menit 22 x/Menit 37,10C/ Axillar
(Reguler)

Status Generalis
Kulit Berwarna kuning langsat, pucat (-), memar (-)
Kepala Normocephal
Rambut Berwarna Hitam
Mata Konjungtiva anemis(-/-), Sklera ikterik(-/-), Exopthalmus (-/-),
edema palpebra(-/-), Gerakan bola mata dalam batas normal,
refleks kornea(+), refleks pupil(+)
Hidung Epitaksis (-), Rinorhea(-)
Telinga Otorrhea (-), nyeri tekan mastoid(-)
Mulut Bibir pucat(-), bibir kering (-), perdarahan gusi(-), lidah kotor(-)
Leher Kaku kuduk(-), pembesaran kelenjar getah bening(-),
pembesaran tiroid(-)
Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi
Sonor
Auskultasi
Bunyi nafas bronkial, Rhonki(-/-), Wheezing(-/-)
Jantung Inspeksi

3
Iktus kordis tidak tampak
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa(-)
Perkusi
Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
BJ I dan II regular
Abdomen Inspeksi
Datar, ikut gerak nafas
Auskultasi
Peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan regio epigastriumv(+)
Perkusi
Tympani (+)
Status Neurologis
Kesadaran
GCS : E4V5M6
Kualitatif : Compos Mentis
1. Kepala
Posisi : Ditengah Bentuk/ukuran : Normocephal
Penonjolan : (-) Auskultasi : Normal
2. Saraf Cranialis
N. I
Penghidu : Normal

4
N. II
OD OS
Ketajaman penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan penglihatan Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan

N. III, IV, VI
Dextra Sinistra
Celah kelopak mata
Ptosis (-) (-)
Exoftalmus (-) (-)
Ptosis bola mata (-) (-)
Pupil
Ukuran/bentuk d: 2,5 mm/ bulat d: 2,5 mm/ bulat
Isokor/anisokor isokor isokor
RCL/RCTL (+)/(+) (+)/(+)
Refleks (+) (+)
akomodasi
Gerakan bola mata
Parese ke arah (-) (-)
Nistagmus (-) (-)
N. V
Sensibilitas : N.V1 : Sulit dinilai
N.V2 : Sulit dinilai
N.V3 : Sulit dinilai
Motorik : Inspeksi/palpasi : Sulit dinilai
(istirahat/menggigit)

5
Refleks dagu/masseter : Sulit dinilai
Refleks kornea : (-)
N. VII
Motorik M.Frontalis M. Orbicularis oculi M. Orbicularis oris
Istirahat Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Mimik Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai
Pengecap 2/3 depan : Tidak dilakukan pemerikasaan
N. VIII
Pendengaran : Normal
Tes rinne/weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi vestibularis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Posisi arkus faring : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks telan/muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecap 1/3 lidah belakang : Tidak dilakukan pemeriksaan
Suara : Tidak dilakukan pemeriksaan
Takikardi/bradikardi : DBN
N. XI
Memalingkan kepala dengan / tanpa tahanan : Normal
Angkat Bahu : Sulit pada bahu sebelah kanan
N. XII
Deviasi Lidah : Tidak ada
Fasikulasi : Sulit dinilai
Atrofi : (-)
Tremor : Tidak ada
Ataxia : Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Leher
Rangsang menings
Kaku kuduk : (-)

6
Kernig’s sign : (-)
Kelenjar limfe : Pembesaran (-)
Arteri karotis : Bruit (-)
Kelenjar gondok : Pembesaran (-)

4. Abdomen
Refleks kulit dinding perut :
N N N

N N N

N N N

5. Kolumna vertebralis
Inspeksi : Normal
Palpasi : Normal
Perkusi : Normal
Pergerakan : Normal
6. Ekstremitas
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Pergerakan ↓ ↓ ↓ ↓
Tonus ↓ ↓ ↓ ↓
Kekuatan otot 4 4 3 3

Refleks fisiologis
Dextra Sinistra
Biceps ↑↑ ↑↑
Triceps ↑↑ ↑↑
Radius ↑↑ ↑↑
Ulna ↑↑ ↑↑

7
Klonus
Lutut : (-)
Kaki : (-)
Refleks patologis
Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Hoffmann : -/- Babinski : -/-
Tromner : -/- Chaddock : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Oppenheim : -/-
Sensibilitas
Ekstroseptif : - Nyeri :
- Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Rasa raba halus : Tidak dilakukan pemeriksaan

Proprioseptif : - Rasa sikap : Tidak dilakukan pemeriksaan


- Rasa nyeri dalam : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi kortikal : - Rasa diskriminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Stereognosis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pergerakan abnormal spontan : (-)
Gangguan koordinasi
Tes jari hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes pronasi supinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes tumit : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes pegang jari : Tidak dilakukan pemeriksaan
Gangguan keseimbangan
Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Gait : Tidak dilakukan pemeriksaan

8
Pemeriksaan fungsi luhur :
Reaksi emosi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi bicara : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi psikosensorik (gnosis) : Tidak dilakukan pemeriksaan
Intelegensia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi psikomotorik (praksia) : Tidak dilakukan pemeriksaan

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Kimia Darah (11 Maret 2020)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
SGPT 27 [U/L] (< 31)
SGOT 32 [U/L] (< 31)

2. Elektrolit (11 Maret 2020)


Parameter Hasil Nilai Rujukan
Natrium Darah 140,1 [mmol/L] 135,0-145,0
Kalium Darah 2,6 [mmol/L] 3,5-5,5
Klorida Darah 97,0 [mmol/L] 98,0-108,0

E. DIAGNOSIS
Klinis : Tetraparese
Topis : Miogenik
Etiologi : Paralisis Periodik Hipokalemia
F. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Hipokalemi karena gastroenteritis
2. Tirotoksikosis
3. Botulisme
4. Neuropati akibat keracunan logam berat
5. SGB
6. Polimiosistis akut

9
G. PENATALAKSANAAN
Non-farmakologi Farmakologi
1. Bed rest 1. IVFD NaCl 0,9% + KCL 1 flacon tiap ganti
cairan (32 tpm)
2. Aspar-K 3x1 tab
3. Injeksi Ondancetron 1 ampul/8 jam/iv
4. Injeksi Pantoprazole 40 mg/12 jam/iv

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Periodik paralisis hipokalemia (PPH) merupakan salah satu bentuk paling

sering paralisis periodik, yaitu sekelompok kelainan otot heterogen yang ditandai

dengan serangan paralisis flaksid episodik dengan intensitas dan durasi

bervariasi. Pertama diperkenalkan oleh Musgrave pada tahun 1727, didalami

lebih lanjut oleh Hartwig pada tahun 1874; Aitken, dkk pada tahun 1937

menunjukkan hubungan kadar kalium serum yang rendah dengan pulihnya

kelemahan otot setelah pemberian kalium.1

Periodik paralisis hipokalemi (HKPP) digambarkan sebagai suatu

serangan berulang kelemahan otot yang dihubungkan dengan penurunan kadar

kalium darah. Ada dua jenis HKPP yaitu tiroksikosis HKPP yang berhubungan

dengan tiroksikosis dan HKPP familial yang merupakan kelainan genetik

autosomal dominan.2

B. Patofisiologi

Hipokalemia Periodik Paralisis diperkirakan berhubungan dengan

peningkatan aktivitas pompa Na/K ATPase, yang menyebabkan terjadinya

kalium intraselluler shift. Terdapat suatu hipotesis dimana pasien tiroksikosis

HKPP mempunyai suatu predisposisi aktivasi Na/K ATPase akibat peningkatan

hormone tiroid dan hiperinsulinisme.2

11
Pada kondisi normal keseimbangan ion intra selular dan ekstraselular

yang mengatur voltase potensial istirahat sel (-90 mV) diatur oleh ion Na + dan K+

tubuh. Tetapi pada HKPP, dimana kadar kalium ekstraselular yang lebih rendah

mengakibatkan keseimbangan potensial kalium berubah lebih negative sehingga

sehingga Na+ lebih banyak masuk ke intraselular dan kalium terlambat dan lebih

sedikit yang keluar ke ekstra selular. Hal ini mengakibatkan potensial istirahat sel

berada pada voltase -50 mv dan menyebabkan gangguan elektrik dan otot tidak

dapat dieksitasi.2

Gejala-gejala yang diakibatkan oleh perubahan polarisasi membran

menyebabkan gangguan pada fungsi jaringan yang dapat dieksitasi seperti otot.

Studi-studi elektrofisiologi saat ini menyebutkan bahwa defek yang fundamental

pada HKPP melibatkan peningkatan permeabilitas membran natrium otot, namun

masalah utama pada HKPP berhubungan dengan kanal kalsium. Data genetik

yang berhubungan menyatakan suatu defek pada pengikatan dihydropteridin,

sensitif voltase, kanal kalsium otot rangka.2

Berbeda dari penyebab genetik primer, periodik paralisis sekunder akibat

hipokalemia dapat disebabkan oleh penyebab lain seperti tiroksikosis periodik

paralisis, diet tinggi karbohidrat, renal tubular asidosis, dan keracunan.2

C. Etiologi

Hipokalemia dapat disebabkan oleh kurangnya asupan kalium,

perpindahan kalium ke dalam sel, atau peningkatan kehilangan kalium. Penyebab

lain adalah intoksikasi barium dan kelebihan mineralokortikoid. Pada

12
tirotoksikosis terjadi peningkatan hormon tiroid yang menyebabkan influks

kalium ke dalam sel melalui pompa ATPase. Pada intoksikasi barium,

hipokalemia terjadi karena kehilangan kalium meningkat akibat diare berat dan

muntah-muntah; selain itu, diduga juga disebabkan karena terganggunya kerja

kanal ion kalium akibat ikatan ion barium di kanal tersebut. Peningkatan

mineralokortikoid, misalnya pada kasus hiperaldosteronisme primer (sindrom

Conn), menyebabkan peningkatan ekskresi kalium melalui urin.1

Berdasarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu

idiopatik periodik paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis dan secondary

periodik paralisis hipokalemi tanpa tirotoksikosis. Selain itu faktor genetik juga

mempengaruhi terjadinya paralisis hipokalemi, terdapat 2 bentuk dari

hipokalemic periodik paralysis yaitu familial hipokalemi dan sporadik

hipokalemi. Familial hipokalemi diturunkan secara autosomal dominan,

kebanyakan kasus dinegara Barat dan sebaliknya di Asia kasus terbanyak adalah

sporadik hipokalemi yang disebabkan oleh tirotoksikosis hipokalemi.3

D. Epidemiologi

Insidens penyakit ini diperkirakan 1 dari 100.000 populasi. Dua jenis PPH

yaitu PPH yang diturunkan atau familial dan PPH didapat (acquired). PPH

didapat bisa ditemukan pada kasus tirotoksikosis, sehingga sering disebut sebagai

paralisis periodik tirotoksik. PPH familial diturunkan secara autosomal dominan;

awitan pada usia peripubertas; dapat mengenai semua ras, paling dominan pada

13
ras Asia; perbandingan risiko laki-laki dan perempuan adalah 2:1; 50% orang

dengan gen pembawa bergejala ringan atau asimptomatis.1

E. Manifestasi Klinis

Hipokalemia Periodik paralisis familial tejadi akibat kondisi autosomal

dominan pada dua pertiga kasus dan menyebar pada sepertiganya. Onset

terjadinya sering pada dewasa muda. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan

dengan perempuan dikarenakan penurunan penetrasi kalium. Tampilan klinis

yang paling menonjol dari hipokalemia adalah pada sistem neuromuskular,

walaupun sistem lainya seperti kardiovaskular dan gastrointestinal dapat juga

terkena. Beberapa pasien mengeluhkan kelemahan otot, terutama pada

ekstremitas bawah, dan kelemahan umum otot rangka merupakan keadaan umum

pada kekurangan kalium yang berat. Serangan sering dicetuskan oleh aktivitas

berat, makanan tinggi karbohidrat, makanan dengan kadar natrium yang tinggi,

intoksikasi alcohol, perubahan suhu tubuh yang mendadak, suara maupun

cahaya.2

Hipokalemia yang sangat berat dapat menyebabkan paralisis total pada

sistem respiratori, bulbar dan otot cranial. Kematian oleh karena gagal nafas dan

aritmia jantung pernah dilaporkan. Frekuensi serangan bervariasi dari harian

sampai tahunan, dan setiap serangan dapat bertahan dari beberapa jam sampai

beberapa hari. Beberapa pasien dapat jatuh ke serangan yang abortif atau

berkembang menjadi kelemahan otot kronik selama sisa hidupnya. Pada

pemeriksaan fisik, selain kelemahan otot juga ditemukan reflek tendon dalam

14
yang menurun sampai hilang. Sistem sensorik dan kesadaran tidak terganggu.

Pasien juga sering mengalami nyeri otot dan gangguan kognitif selama

serangan.2

F. Diagnosis4

1. Anamnesis

Kelumpuhan anggota gerak terutama pada pagi hari setelah bangun tidur,

setelah periode istirahat sehabis latihan otot berat. Tanda awal berupa nyeri

otot, disusul kelemahan otot, dimulai pada ekstremitas bawah lalu ekstremitas

atas, badan, dan leher, Otot pernapasan dan otot menelan jarang terkena.

Keluhan sensorik tidak didapati.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Kelumpuhan anggota gerak dan kekuatan otot saat serangan, otot respirasi

dan otot menelan jarang terkena

b) Tidak ada gangguan sensoris

c) Refleks tendon menurun

3. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Penunjang Laboratorium: darah rutin, gula darah, ureum

creatinin, elektrolit darah, fungsi tiroid (sesuai indikasi)

b) Pemeriksaan Penunjang Lain: EMG, EKG, Biopsi otot (atas indikasi)

15
4. Kriteria Diagnosis

a) Awitan akut dengan gejala kelumpuhan anggota gerak. Otot respirasi dan

otot menelan jarang terkena. Refleks tendon mungkin menurun. Tidak ada

gangguan sensoris.

b) Faktor presipitasi : banyak makan karbohidrat, terlalu lelah, cuaca dingin.

c) Kadar kalium darah bisa hiperkalemia, normokalemia, atau hipokalemia.

Yang terbanyak hypokalemia.

5. Diagnosis Banding

Hipokalemi karena gastroenteritis, tirotoksikosis, Botulisme, neuropati akibat

keracunan logam berat, SGB, polimiosistis akut, tick paralisis, miastenia

gravis, infeksi HIV, porfira intermitten akut.

G. Tatalaksana4

1. Rawat inap pada fase akut sampai kelumpuhan berkurang

2. Fase Akut : pemberian K secara per oral atau parenteral (pada kasus

hipokalemia)

3. Profilaksis: Diet tinggi Kalium, rendah Na, rendah karbohidrat spironolacton

100 mg/hari p.o

4. Tiamin HCl 50 mg/hari

5. Terapi hipertiroidism sesuai indikasi

6. Fisioterapi pada kelemahan berkepanjangan

7. Edukasi: Menghindari faktor pencetus seperti makan banyak karbohidrat,

terlalu lelah, dan cuaca dingin.

16
2. Komplikasi

Komplikasi dari hipokalemik periodik paralisis adalah batu ginjal (akibat

pemberian acetazoleamide), aritmia jantung waktu serangan, kesukaran bernafas,

berbicara atau menelan (jarang), kelemahan otot progressif.5

3. Prognosis4

Ad vitam : ad bonam

Ad Sanationam : ad malam

Ad Fungsionam : ad bonam

17
BAB III

RESUME DAN ANALISIS KASUS

A. RESUME

Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Umum Bahteramas dengan lemah

keempat anggota gerak yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu, dimulai dari kaki

naik keatas. Sebelum terjadi kelemahan, pasien mengaku kaki terasa kesemutan

kemudian menjalar ke tangan. Muntah (+) 6 kali, isi makanan, tidak

menyemprot. Nyeri ulu hati (+), sakit kepala (+), Selain itu pasien juga mengeluh

BAB cair sejak 1 hari yang lalu sebanyak 2x. BAB tidak berlendir ataupun

berdarah, BAB hanya berisi cairan dan ampas. Pasien mengaku pernah masuk

IGD dengan keluhan lemah anggota gerak sebelumnya.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit sedang,

dengan nilai GCS E4V5M6. Tanda vital TD 110/70 mmHg, nadi 100 x/menit,

pernapasan 22 x/menit, suhu 37,1°C. Kekuatan otot ekstremitas superior dextra

dan sinistra: 4. Kekuatan otot ekstremitas inferior dextra dan sinistra: 3.. Pada

pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT 32 U/L (rujukan < 31), kalium

darah 2,6 mmol/L (rujukan 3,5-5,5), klorida darah 97,0 mmol/L (rujukan 98,0-

108,0).

18
B. ANALISA KASUS

Pasien merupakan seorang perempuan berusia 21 tahun, dengan lemah

keempat anggota gerak yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu, dimulai dari kaki

naik keatas. Sebelum terjadi kelemahan, pasien mengaku kaki terasa kesemutan

kemudian menjalar ke tangan. Periodik paralisis hipokalemi (HKPP)

digambarkan sebagai suatu serangan berulang kelemahan otot yang dihubungkan

dengan penurunan kadar kalium darah. Pada hasil pemeriksaan laboratorium

didapatkan hipokalemia. Tatalaksana pada kasus ini dimulai dengan pemeriksaan

airway, breathing, dan circulation. Tidak ditemukan masalah pada airway.

Tatalaksana breathing dengan pemberian oksigen nasal kanul 2-3 liter per menit

(tidak dilakukan karena pasien tidak sesak). Tatalaksana circulation ialah dengan

menaikkan kepala 20˚-30˚ agar menurunkan tekanan intrakranial. Tekanan darah

dipertahankan dalam batas maksimum, agar tidak terjadi penurunan perfusi di

otak.

Tampilan klinis yang paling menonjol dari hipokalemia adalah pada

sistem neuromuskular, walaupun sistem lainya seperti kardiovaskular dan

gastrointestinal dapat juga terkena. Beberapa pasien mengeluhkan kelemahan

otot, terutama pada ekstremitas bawah, dan kelemahan umum otot rangka

merupakan keadaan umum pada kekurangan kalium yang berat. Serangan sering

dicetuskan oleh aktivitas berat, makanan tinggi karbohidrat, makanan dengan

kadar natrium yang tinggi, intoksikasi alcohol, perubahan suhu tubuh yang

mendadak, suara maupun cahaya. Penatalaksanaan pada kasus ini ialah

19
pemberian cairan NaCl 0,9% + KCL 1 flacon tiap ganti cairan (32 tpm), Aspar-

K 3x1 tab, Injeksi Ondancetron 1 ampul/8 jam/iv, dan Injeksi Pantoprazole 40

mg/12 jam/iv.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Winarno, A.N.S., dan Tooy, C.K. 2018. Paralisis Periodik Hipokalemik diduga

Familial yang Dipicu Vomitus. CDK-261 45(2): 120-123.

2. Dinata, G.S., dan Syafrita, Y. 2018. Profil Pasien Periodik Paralisis Hipokalemia

Di Bangsal Saraf RSUP DR M Djamil. Jurnal Kesehatan Andalas 7(2): 91-96.

3. Ulfa, R. 2013. Periodik Paralisis Hipokalemi Pada Wanita Berusia 25 Tahun.

Medula 1(5): 65-71.

4. Kurniawan, M., dkk. 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi. Perhimpunan

Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta. Hal. 246.

5. Widjajanti, A., dan Agustini, S.M. 2005. Hipokalemik Periodik Paralisis.

Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 12(1): 19-22.

21

Anda mungkin juga menyukai