INFEKSI
Pembimbing:
dr. Hastari, Sp.S
Disusun oleh:
Alfi Syahri Lubis
41181396000003
Segala puji bagi Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus
dipersiapkan mengenai Spondilitis TB
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik di stase
Neurologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini, terutama kepada:
Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan
saran untuk menyempurnakan makalah kasus dipersiapkan ini sangat penulis harapkan. Semoga
makalah ini dapat memberi manfaat dan menambah wawasan bagi penulis maupun pembaca, terutama
dalam bidang neurologi.
Penulis
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. RM
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SD
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien datang ke Poli Neuro RSUP Fatmawati dengan keluhan kelemahan pada anggota gerak
bawah sejak 2 minggu yang lalu. Kelemahan dirasakan mendadak, namun kaki masih bisa di
tekuk dan di gerakan sendiri. Keluhan disertai dengan nyeri pinggang vas 4-5, nyeri tidak
menjalar, lokasi nyeri tidak dapat ditunjuk, nyeri memberat saat perubahan posisi membaik
saat berbaring. Nyeri dirasakan hilang timbul,nyeri seperti ditusuk. Pasien juga mengeluh
adanya penurunan beart badan. 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh batuk
berdahak disertai sesak napas, sesak napas dirasakan memberat saat aktivitas membaik saat
istirahat. Pasien juga mengaku mengalami demam naik turun namun suhu tidak diukur
disertai keringat malam. Riwayat benjolan dan trauma di punggung di sangkal. Riwayat
kejang, penurunan kesadaran, sulit menelan disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini. Riwayat hipertensi, DM, jantung, paru
disangkal.
Keluhan serupa di keluarga tidak ada. Riwayat hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung pada
keluarga tidak diketahui.
Pasien bekerja sebagai karyawan pabrik. Saat ini pasien sudah tidak bekerja. Kegiatan pasien
sehari-hari di rumah, tinggal bersama orang tua. Riwayat merokok dan minum alkohol tidak
ada.
Status Generalis
Kepala
- Bentuk Normosefal
- Wajah Simetris
- Rambut Hitam, tidak mudah dicabut
- Mata Konjungtiva anemis (-/-); Sklera ikterik (-/-); Pupil
bulat isokor; Reflek cahaya langsung (+/+), tidak
langsung (+/+); oedem palpebra (-/-), Shadow test
(-/-), arkus sennilis (-/-)
- Hidung Deviasi septum (-); Epistaksis (-/-); Sekret (-/-);
- Telinga Aurikula normal; MAE lapang
- Mulut Oral hygine baik
Leher Trakea di tengah, tidak tampak pembesaran, KGB,
JVP 5-2cmH2O
Thoraks
- Paru
- Inspeksi Bentuk normal; simetris; Jejas (-); Massa (-),
Retraksi intercostal (-/-)
- Palpasi Nyeri tekan (-/-); Krepitasi (-/-)
- Perkusi Redup/Sonor
- Auskultasi Vesikuler melemah pada paru kanan, Rhonki (+/-),
Wheezing (-/-)
- Jantung
- Inspeksi
- Palpasi Ictus kordis tidak terlihat
Ictus kordis teraba di ICS VI linea midclavicula 1
- Perkusi jari medial sinistra, thrill (-). Heaving (-), lifting (-)
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternal
- Auskultasi dekstra, batas kiri jantung ICS V linea
midclavicular sinistra 1 jari ke medial
BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
- Inspeksi Datar; Jejas (-); Massa (-)
- Auskultasi Bising usus (+) normal
- Palpasi Supel; Nyeri tekan epigastrium (-); Hepar tidak
teraba; Lien tidak teraba
- Perkusi Timpani
Genitalia Tidak diperiksa
Ekstremitas CRT < 2detik, Oedema pretibial (-/-), Sianosis (-/-)
Status Neurologis
GCS E4M6V5
Pupil Bulat isokor, diameter 3mm/3mm, RCL (+/+), RCTL (+/+)
Tanda
Kaku kuduk (-) Brudzinsky I (-)
Rangsang
Lasegue <70/<70 Brudzinsky II (-)
Meningeal
Kernigue >135/>135
Nervus
Kanan Kiri
Kranialis
N.I Normosmia Normosmia
N. II
N. V (+)
Motorik
Sensorik
N. VII
Baik Baik
Motorik
M. Frontalis Normal Normal
Pengecap Lidah
Tidak dilakukan
N. VIII
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Rinne
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Weber
Tidak dilakukan
Swabach
Tidak ada deviasi
N. IX, N. X
Tidak ada deviasi
Uvula
Tidak ada deviasi
Arkus faring
M.
Sternokleidomastoideus Tidak ada deviasi
Fasikulasi
Tremor
Sistem 555 555
motorik 5 5
333 333
3 3
Kekuatan
Otot
Trofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Normotonus Normotonus
Sistem Sensasi raba : hipostesi
sensorik Sensasi nyeri : normal
HEMATOLOGI
Hematokrit 34.1% 33 – 45
Indeks eritrosit
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
FUNGSI GINJAL
Hitung Jenis
Basofil 0 0–1
Eosinofil 0 1–3
Netrofil 76 50 – 70
limfosit 16 20 – 40
Monosit 5 2–8
Luc 3 <=5
Elektrolit
Jumlah darah
limfosit absolut Hasil
1173 Nilai Rujukan
>=1500
Natrium (darah) 132 136 -145
Rasio(darah
Kalium neutrofil
) limfosit 4.7
3.4 3.5 -5.1
Klorida (darah) 95 98 -107
LED 102.0 0 - 20
Diabetes
Gula darah sewaktu 94 70 – 140
Glukosa 2 jam PP 119 70 – 139
Lemak
Trigliserida 123 <=150
Kolesterol total 154 <=200
Kolesterol HDL 18 >=60
Kolesterol LDL direk 112 <=99
Foto toraks
V. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : paraparese umn, hipostesi, laseque (+/+), babinski (+/+),
chadok(+/+),gordon (+/+)
VI. TATALAKSANA
Medikamentosa
Mekobalamin 500mg
Etambutol 1000 mg
Streptomisin 750 mg
Curcuma
Aspar k
neurodex
Non Medikamentosa
Konsul paru
Konsul penyakit dalam
Rencana MRI
VII. PROGNOSIS
4. Manifestasi Klinik
Seperti manifestasi klinik pasien TB pada umumnya, pasien mengalami keadaan sebagai
berikut, berat badan menurun selama 3 bulan berturutturut tanpa sebab yang jelas, demam lama tanpa
sebab yang jelas. Gejala pertama biasanya dikeluhkan adanya benjolan pada tulang belakang yang
disertai oleh nyeri. Untuk mengurangi rasa nyeri, pasien akan enggan menggerakkan punggungnya,
sehingga seakan-akan kaku. Pasien akan menolak jika diperintahkan untuk membungkuk atau
mengangkat barang dari lantai. Nyeri tersebut akan berkurang jika pasien beristirahat. Keluhan
deformitas pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada 80% kasus disertai oleh timbulnya gibbus
yaitu punggung yang membungkuk dan membentuk sudut, merupakan lesi yang tidak stabil serta
dapat berkembang secara progresif. Kelainan yang sudah berlangsung lama dapat disertai oleh
paraplegia ataupun tanpa paraplegia. Abses dapat terjadi pada tulang belakang yang dapat menjalar ke
rongga dada bagian bawah atau ke bawah ligamen inguinal. Paraplegia pada pasien spondilitis TB
dengan penyakit aktif atau yang dikenal dengan istilah Pott’s paraplegi, terdapat 2 tipe defisit
neurologi ditemukan pada stadium awal dari penyakit yaitu dikenal dengan onset awal, dan paraplegia
pada pasien yang telah sembuh yang biasanya berkembang beberapa tahun setelah penyakit primer
sembuh yaitu dikenal dengan onset lambat.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi dapat ditemukan fokus infeksi pada bagian anterior korpus vertebre
dan menyebar ke lapisan subkondral tulang. Pada beberapa kasus infeksi terjadi di bagian anterior dari
badan vertebrae sampai ke diskus intervertebrae yang ditandai oleh destruksi dari end plate. Elemen
posterior biasanya juga terkena. Penyebaran ke diskus intervertebrae terjadi secara langsung sehingga
menampakkan erosi pada badan vertebra anterior yang disebabkan oleh abses jaringan lunak.
Ketersediaan Computerized Tomography Scan (CT Scan) yang tersebar luas dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) telah meningkat penggunaannya pada manajemen TB tulang belakang.
CT scan dikerjakan untuk dapat menjelaskan sklerosis tulang belakang dan destruksi pada
badan vertebrae sehingga dapat menentukan kerusakan dan perluasan ekstensi posterior jaringan yang
mengalami radang, material tulang, dan untuk mendiagnosis keterlibatan spinal posterior serta
keterlibatan sacroiliac join dan sacrum. Hal tersebut dapat membantu memandu biopsi dan intervensi
perencanaan pembedahan. Pemeriksaan CT scan diindikasikan bila pemeriksaan radiologi hasilnya
meragukan.
Magnetic resonance imaging (MRI) dilaksanakan untuk mendeteksi massa jaringan,
appendicular TB, luas penyakit, dan penyebaran subligamentous dari debris tuberculous. Biopsi
tulang juga dapat bermanfaat pada kasus yang sulit, namun memerlukan tingkat pengerjaan dan
pengalaman yang tinggi serta pemeriksaan histologi yang baik. Pada pemeriksaan histologi akan
ditemukan nekrosis kaseosa dan formasi sel raksasa, sedangkan bakteri tahan asam tidak ditemukan
dan biakan sering memberikan hasil yang negatif.
6. Diagnosis
Diagnosis spondilitis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Konfirmasi etiologi dengan ditemukannya bakteri tahan asam berbentuk batang pada spesimen biopsi.
Ironisnya, diagnosis biasanya baru dapat ditegakkan pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas
tulang belakang dan defisit neurologis. Secara klinis gejala dari tuberkulosa tulang dan sendi adalah
non- spesifik dan secara klinis sering lamban, sehingga sering menimbulkan keterlambatan yang
signifikan dalam mendiagnosis dan yang dihasilkan adalah destruksi tulang dan sendi.
7. Tatalaksana
Pengobatan non-operatif dengan menggunakan kombinasi paling tidak 4 jenis obat anti
tuberkulosis. Pengobatan dapat disesuaikan dengan informasi kepekaan kuman terhadap obat.
Pengobatan INH dan rifampisin harus diberikan selama seluruh pengobatan. Regimen 4 macam obat
biasanya termasuk INH, rifampisin, dan pirazinamid dan etambutol. Lama pengobatan masih
kontroversial. Meskipun beberapa penelitian mengatakan memerlukan pengobatan hanya 6-9 bulan,
pengobatan rutin yang dilakukan adalah selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama pengobatan biasanya
berdasarkan dari perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik pasien.
Pengobatan operatif
a. Debridement adalah suatu tindakan membuang jaringan mati berupa jaringan lunak, nanah,
dan sekuester. Tindakan ini dapat dilakukan dengan cara kuretase, pencucian, osteotomi, dan
nekrotomi. Pendekatan yang dapat dilakukan antara lain, pendekatan transpedikular, anterior,
posterior, dan melalui kostotransverektomi.
b. Refreshing (refresh tepi defek) Refreshing dilakukan dengan tujuan mencapai bagian tulang
dan jaringan sehat. Tindakan ini dapat dicapai dengan melakukan osteotomi, nekrotomi,
kuretase, dan sequeterektomi. Pembuktian bahwa tindakan telah mencapai bagian tulang dan
jaringan sehat dilakukan melalui pemeriksaan makroskopis dengan memperhatikan tanda-
tanda vital jaringan seperti tulang mengkilap, darah segar dari tulang, dan tidak lagi terdapat
jaringan yang mudah lepas.
c. Stabilisation (stabilisasi kesatuan vertebra) Stabilisasi dicapai dengan menambahkan dan
menempatkan benda kaku untuk menyangga struktur tulang yang tidak stabil. Alat yang
digunakan berupa sistem sekrup dan rod yang pada umumnya terbuat dari titanium yaitu suatu
material logam yang bersifat inert. Sistem sekrup dan rod ini dapat dipasang di sisi anterior
maupun posterior tergantung pada operator yang memasang berdasarkan sisi tulang belakang
yang dianggap kuat menyangga tulang belakang yang tidak stabil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Faried, A., Hidayat, I., Yudoyono, F. and Hanafi, R., 2015. Spondylitis
tuberculosis in neurosurgery department Bandung Indonesia. JSM Neurosurg
Spine, 3(3), p.1059
2. Alavi, S.M. and Sharifi, M., 2010. Tuberculous spondylitis: risk factors and
clinical paraclinical aspects in the south west of Iran. Journal of infection and
public health, 3(4), pp.196-200
3. Chen, C.H., Chen, Y.M., Lee, C.W., Chang, Y.J., Cheng, C.Y. and Hung, J.K.,
2016. Early diagnosis of spinal tuberculosis. Journal of the Formosan Medical
Association, 115(10), pp.825-836