Disusun oleh :
Nur Qisthiyah
G1A011027
2014
1
PRESENTASI KASUS
BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE (ECCE) III
Disusun oleh :
Nur Qisthiyah
G1A011027
2014
2
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
HIPERTENSI ESENSIAL GRADE II
Disusun oleh :
Nur Qisthiyah
NIM. G1A011027
3
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Tasih
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Pencari karet
Alamat :
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan :
Status : Menikah, memiliki dua orang anak
No. CM :
Tanggal Periksa : 23 November 2014
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pusing
2. Keluhan Tambahan
Leher terasa tegang, pegal-pegal di tangan dan di pinggang belakang.
4
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah merasakan gejala tersebut sebelumnya. Tidak terdapat
riwayat penyakit kuning, asma, penyakit jantung, kencing manis, ginjal,
operasi, alergi obat, dan transfusi darah. Pasien memiliki riwayat tekanan
darah tinggi.
6. Sosial Ekonomi
Pekerjaan bekerja sebagai pencari karet. Pasien sedang sibuk memikirkan
keluarganya, tepatnya keterbatasan pada kedua anaknya. Pasien gemar
makan gorengan dan makanan asin.
.
7. Riwayat Status Gizi
-
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis
Tanda Vital :
TD : 170/100 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36 0C
Tinggi badan :-
Berat badan :-
IMT :-
Status Generalis
5
Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : Mesosefal
Rambut : Normal, tidak mudah dicabut
Nyeri tekan : (-)
Venektasi temporal : (-/-)
Pemeriksaan Mata
Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Refleks cahaya (-/-), isokor
Pemeriksaan Telinga
Otorea (-/-), deformitas (-/-), discharge (-), nyeri tekan (-)
Pemeriksaan Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deviasi septum nasi (-), deformitas (-)
Pemeriksaan Mulut dan Faring
Bibir sianosis (-), bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), lidah
tremor (-), tepi lidah hiperemis (-), hiperemis (-/-)
Pemeriksaan Leher
- Trakea : Deviasi (-)
- Kel. Lymphoid : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Kel. Tyroid : Tidak teraba pembesaran
- JVP : Tidak Meningkat (5+2 cm)
Pemeriksaan Thorax :
Paru
Inspeksi : dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-),
retraksi (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi
parasternal (-)
Palpasi : VF lobus superior kanan = kiri
VF lobus inferior kanan = kiri
Ketinggalan gerak (-/-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
6
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, Wheezing (-/-), Rbk (-/-),
Rbh (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Kuat angkat (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC 2 LPD
Batas jantung kiri atas SIC 3 LMS
Batas jantung kanan bawah SIC 4 LPD
Batas jantung kanan bawah SIC5 LMS
Auskultasi : S1>S2, reguler, gallop (-), murmur (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Simetris, tanda radang (-), venektasi (-), caput
medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (-) normal
Perkusi : Tympani, pekak alih (-), pekak sisi(-)
Palpasi : NT (-)
Undulasi (-)
Hepar tidak teraba.
Lien tidak teraba.
Pemeriksaan Ekstremitas :
Oedem :
Superior - -
- -
Inferior
Sianosis :
Superior - -
- -
Inferior
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7
Belum dilakukan
F. DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi Esensial Grade II
G. DIAGNOSA BANDING
-
I. TERAPI
Non Medikamentosa
- Edukasi diit rendah garam
- Diet kombinasi DASH (buah, sayur, rendah lemak)
- Aktivitas fisik teratur (olahraga ringan)
Medikamentosa
- HCT tablet 12,5 mg 1x1 ac
- Captopril tablet 12,5 mg 3x1 ac
J. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : Dubia ad bonam
2. Quo ad functionam : Dubia ad bonam
3. Quo ad sanam : Dubia ad bonam
8
K. PENULISAN RESEP
9
I. PENDAHULUAN
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipertensi adalah salah satu penyakit kardiovaskular. Hipertensi sering
diartikan dengan tekanan darah tinggi di mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg
dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Marks, 2012).
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Dewasa >18 Tahun Menurut JNC-7
(Chobanian et al., 2003)
11
a. Umur
b. Riwayat keluarga
c. Obesitas
d. Rokok dan tembakau
e. Intake Na berlebih
f. Intake lemak jenuh berlebih
g. Konsumsi alkohol berlebih
h. Gaya hidup yang berubah-ubah
i. Stress
j. Kelebihan renin
k. Defisiensi mineral (Ca,K,Mg)
l. Diabetes Mellitus
C. Epidemiologi
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar
kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil
pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun keatas ditemukan prevalensi hipertensi
di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui
memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. “Ini
menunjukkan, 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76%
masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi”, kata Prof.
Tjandra Yoga (Kemenkes, 2009).
12
Gambar 1. Patogenesis Hipertensi (Hull, 1996).
13
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah (Kaplan, 1998).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Kaplan, 1998).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.
Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi
(Kaplan, 1998).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Kaplan,
1998).
14
E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan
gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan
patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan
tajam penglihatan. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita
hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari
hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Panggabean,
2009)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus) (Panggabean, 2009).
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan
untuk menilai tanda-tanda gagal jantung. Impuls apeks yang prominen. Bunyi
15
jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang
ditemukan murmur diastolic akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial
atau presistolik) dapat ditemukan bila tekanan akhir diastolic ventrikel kiri
meningkat akibat dilatasi dari ventrikel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama
disebut summation gallop. Paru perlu diperhatikan apakah ada suara napas
tambahan seperti ronki basah atau kering/mengi. Pemeriksaan perut ditujukan
untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal, dan asites. Auskultasi
bising sekitar kiri dan kanan umbilicus (renal artery stenosis). Arteri radialis,
a.femoralis, dan a.dorsalis pedis harus diraba. Tekanan darah di betis harus
diukur minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun)
(Panggabean, 2009).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi (Panggabean, 2009):
a. Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, dan silinder
b. Hemoglobin/hematokrit
c. Elektrolit darah: Kalium
d. Ureum/Kreatinin
e. GDP
f. Kolesterol total
g. EKG menunjukkan HVK pada 20-50% (kurang sensitif) tetapi masih
menjadi metode standar.
Pemeriksaan lanjutan antara lain (Panggabean, 2009):
a. TSH
b. Leukosit darah
c. Trigliserida, HDL, kolesterol LDL
d. Kalsium dan fosfor
e. Foto toraks
f. Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih dini dan
lebih spesifik (spesifisitas sekitar 95-100%). Indikasi ekokardiografi pada
pasien hipertensi adalah:
1) Konfirmasi gangguan jantung atau murmur
2) Hipertensi dengan kelainan katup
3) Hipertensi pada anak atau remaja
4) Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat
16
5) Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya (gangguan
fungsi diastolik atau sistolik).
Ekokardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolic
(gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, preudo normal atau tipe
restriktif).
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Prinsip pengobatan farmakologi:
a. Dimulai dosis rendah, dinaikkan secara perlahan
b. Kombinasi obat yang sesuai dosis rendah sehingga mengurangi efek
samping
c. Bila respon kecil atau terdapat efek samping, diberikan golongan obat lain
d. Penggunaan obat berefek jangka panjang, sehingga cukup diberikan sekali
sehari akan memperbaiki kepatuhan penderita dan variabilitas tekanan
darah (Joewono, 2003).
Tujuan pengobatan pasien hipertensi menurut European Society of
Hypertension/ESH (2007):
a. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
b. Target tekanan darah <140/90 mmhg, untuk individu berisiko tinggi
(diabetes, pasca infark miokard, stroke, proteinuria) <130/ 80 mmhg
c. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.
17
Gambar 2. Klasifikasi dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi Pada Orang
Dewasa Menurut JNC 7 (Chobanian, 2003).
18
Algoritma penatalaksanaan hipertensi adalah sebagai berikut:
19
b) Dosis maksimal sehari : 100 mg
3) Indapamid
a) Dosis awal : 2,5 mg od
b) Dosis maksimal sehari : 5 mg
b. Antagonis kalsium
Mekanisme kerja dari golongan antagonis kalsium adalah menghambat
kalsium untuk masuk ke sel otot polos pembuluh darah sehingga
menurunkan TPR dan terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang
menyebabkan turunnya tekanan darah. Antagonis kalsium dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1) Vascular acting dihydrophyridin
Bekerja di pembuluh darah, contoh obatnya adalah nifedipin dan
amlodipin.
2) Spesifik miokardium
Bekerja secara spesifik di otot jantung, contoh obatnya adalah verapamil
dan diltiazem.
c. ACE inhibitors
Mekanisme kerja dari golongan ACE inhibitor adalah menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II di reseptor angiotensin I dan II sehingga
terjadi penurunan TPR dan hipertrofi miokard. Berikut contoh obat ACE
inhibitor:
1) Kaptopril
a) Dosis awal : 6,25 mg tid
b) Dosis pemeliharaan: 25 – 50 mg tid
2) Enalapril
a) Dosis awal : 2,5 mg od
b) Dosis pemeliharaan: 20 mg bid
3) Lisinopril
a) Dosis awal : 2,5 mg od
b) Dosis pemeliharaan: 5 – 20 mg od
d. Angiotensin receptor antagonists (ARB)
Mekanisme kerja dari obat ini adalaha menghambat aktivitas angiotensin II
hanya di reseptor AT1 sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan
pengeluaran aldosteron dan ADH. Contoh obat ARB diantaranya:
1) Kandesartan
20
a) Dosis awal : 4 – 8 mg od
b) Dosis maksimal : 32 mg od
2) Losartan
a) Dosis awal : 25 – 50 mg od
b) Dosis maksimal : 50 – 100 mg od
e. Beta blocker
Mekanisme kerja obat ini adalah menurunkan aktivitas noradrenalin dan
adrenalin juga menghambat pelepasan renin. Contoh obat dari golongan beta
blocker adalah propanolol dan metoprolol.
2. Nonfarmakologis
Pada laporannya yang ketujuh, Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC)
menganjurkan modifikasi gaya hidup dalam mencegah dan menangani tekanan
darah tinggi, selain terapi dengan obat. Termasuk dalam modifikasi gaya hidup
adalah penurunan berat badan, penerapan diet kombinasi Dietary Approach to
Stop Hypertension (DASH), reduksi asupan garam, aktivitas fisik yang teratur,
dan pembatasan asupan alkohol. Selain itu, berhenti merokok juga dianjurkan
untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan. Masing-masing
mempunyai efek penurunan tekanan darah yang berperan dalam pencegahan
komplikasi hipertensi dan bila dijalankan secara bersamaan akan mempunyai
efek penurunan tekanan darah yang lebih nyata (Ridjab, 2007).
21
beberapa hari dalam seminggu
Membatasi Pria : tidak minum alcohol > 2 2-4 mmHg
konsumsi minuman/hari
alkohol Wanita : tidak minum > 1/hari
22
III. KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Ridjab, Denio. 2007. Modifikasi Gaya Hidup dan Tekanan darah. Majalah
Kedokteran Indonesia, Vol. 7 No. 3.
Roslina.2008. Analisa Determinan Hipertensi Esensial di Wilayah Kerja Tiga
Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007. Tesis. Program Magister
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Kesehatan
Komunitas/Epidemiologi Universitas Sumatera Utara.
25