Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE (ECCE) III

HIPERTENSI ESENSIAL GRADE II

Diajukan kepada Yth :


dr. Edy Priyanto, Sp. OG, M. Kes

Disusun oleh :
Nur Qisthiyah
G1A011027

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2014

1
PRESENTASI KASUS
BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE (ECCE) III

HIPERTENSI ESENSIAL GRADE II

Diajukan kepada Yth :


dr. Anggoro Supriyo

Disusun oleh :
Nur Qisthiyah
G1A011027

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO

2014

2
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
HIPERTENSI ESENSIAL GRADE II

telah disetujui dan dipresentasikan


pada tanggal: November 2014

Disusun oleh :
Nur Qisthiyah
NIM. G1A011027

Purwokerto, November 2014


PRESEPTOR FAKULTAS, PRESEPTOR LAPANGAN,

dr. Edy Priyanto, Sp. OG, M. Kes dr. Anggoro Supriyo


NIP. 19800401.201404.1.001 NIP. 19710112.200212.1.002

3
PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Tasih
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Pencari karet
Alamat :
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan :
Status : Menikah, memiliki dua orang anak
No. CM :
Tanggal Periksa : 23 November 2014

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pusing

2. Keluhan Tambahan
Leher terasa tegang, pegal-pegal di tangan dan di pinggang belakang.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


KU : pusing
Onset : 5 hari ynag lalu
Kualitas : cenut-cenut
Kuantitas : terus-menerus
Faktor memperberat : bekerja/aktivitas, mengubah posisi (duduk ke
berdiri)
Faktor memperingan : istirahat

4
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah merasakan gejala tersebut sebelumnya. Tidak terdapat
riwayat penyakit kuning, asma, penyakit jantung, kencing manis, ginjal,
operasi, alergi obat, dan transfusi darah. Pasien memiliki riwayat tekanan
darah tinggi.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga disangkal. Anggota
keluarga tidak ada yang memiliki riwayat sakit kuning, asma, jantung,
kencing manis, tekanan darah tinggi, dan riwayat penyakit ginjal.

6. Sosial Ekonomi
Pekerjaan bekerja sebagai pencari karet. Pasien sedang sibuk memikirkan
keluarganya, tepatnya keterbatasan pada kedua anaknya. Pasien gemar
makan gorengan dan makanan asin.
.
7. Riwayat Status Gizi
-

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : tampak sakit ringan
 Kesadaran : komposmentis
 Tanda Vital :
TD : 170/100 mmHg
N : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
S : 36 0C
 Tinggi badan :-
 Berat badan :-
 IMT :-

Status Generalis

5
 Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : Mesosefal
Rambut : Normal, tidak mudah dicabut
Nyeri tekan : (-)
Venektasi temporal : (-/-)
 Pemeriksaan Mata
Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)
Pupil : Refleks cahaya (-/-), isokor
 Pemeriksaan Telinga
Otorea (-/-), deformitas (-/-), discharge (-), nyeri tekan (-)
 Pemeriksaan Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), deviasi septum nasi (-), deformitas (-)
 Pemeriksaan Mulut dan Faring
Bibir sianosis (-), bibir pucat (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), lidah
tremor (-), tepi lidah hiperemis (-), hiperemis (-/-)
 Pemeriksaan Leher
- Trakea : Deviasi (-)
- Kel. Lymphoid : Tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Kel. Tyroid : Tidak teraba pembesaran
- JVP : Tidak Meningkat (5+2 cm)
 Pemeriksaan Thorax :
Paru
Inspeksi : dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-),
retraksi (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi
parasternal (-)
Palpasi : VF lobus superior kanan = kiri
VF lobus inferior kanan = kiri
Ketinggalan gerak (-/-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

6
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, Wheezing (-/-), Rbk (-/-),
Rbh (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Kuat angkat (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC 2 LPD
Batas jantung kiri atas SIC 3 LMS
Batas jantung kanan bawah SIC 4 LPD
Batas jantung kanan bawah SIC5 LMS
Auskultasi : S1>S2, reguler, gallop (-), murmur (-)
 Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Simetris, tanda radang (-), venektasi (-), caput
medusa (-)
Auskultasi : Bising usus (-) normal
Perkusi : Tympani, pekak alih (-), pekak sisi(-)
Palpasi : NT (-)
Undulasi (-)
Hepar tidak teraba.
Lien tidak teraba.
 Pemeriksaan Ekstremitas :
Oedem :
Superior - -
- -
Inferior

Sianosis :
Superior - -
- -
Inferior

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

7
Belum dilakukan

F. DIAGNOSIS KERJA
Hipertensi Esensial Grade II

G. DIAGNOSA BANDING
-

H. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Darah: rutin, BUN, kreatinin
- Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, dan silinder
- EKG
- Foto dada

I. TERAPI
Non Medikamentosa
- Edukasi diit rendah garam
- Diet kombinasi DASH (buah, sayur, rendah lemak)
- Aktivitas fisik teratur (olahraga ringan)

Medikamentosa
- HCT tablet 12,5 mg 1x1 ac
- Captopril tablet 12,5 mg 3x1 ac

J. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : Dubia ad bonam
2. Quo ad functionam : Dubia ad bonam
3. Quo ad sanam : Dubia ad bonam

8
K. PENULISAN RESEP

dr. Nur Qisthiyah


SIP. 5567/MD/9908/VII
Jl. Dr. Gumbreg Purwokerto
087737237767
Purwokerto, 24 November 2014

R/HCT Tab mg 12,5 No. III


∫ 1 dd Tab I pc
____________________________________________________________ ∂
R/Captopril Tab mg 12,5 No. IX
∫ 3 dd Tab I pc
____________________________________________________________ ∂

Pro : Ny. Tasih


Usia : 35 th.
Alamat:

9
I. PENDAHULUAN

Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10 %.


Sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensi sekitar
14,3 % dan meningkat menjadi sekitar 39 % pada tahun 1985 sebagai penyebab
penyakit jantung Indonesia (Panggabean, 2009).
Sejumlah 85-90 % hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut
sebagai hipertensi primer (hipertensi essensial atau idiopatik). Hanya sebagian
kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak
ada data akurat mengenai prevalensi hipertensi sekunder. Diperkirakan terdapat
sekitar 6 % pasien hipertensi sekunder. Hampir semua hipertensi sekunder
didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan
fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena adanya komplikasi
pada organ-organ vital seperti jantung, ginjal, otak, dan paru (Panggabean, 2009).

10
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hipertensi adalah salah satu penyakit kardiovaskular. Hipertensi sering
diartikan dengan tekanan darah tinggi di mana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg
dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Marks, 2012).

B. Etiologi dan Predisposisi


Berdasarkan etiologinya, hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Hipertensi primer atau esensial
Sebab-sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Faktor
yang mempengaruhinya yaitu genetik, lingkungan, hiperaktifitas susunan saraf
simpatis, sistem renin angiotensis, defek oleh ekskresi Na, peningkatan Na dan
Ca intraseluler dan faktor yang meningkatkan resiko obesitas seperti alkohol,
merokok,dll (Mansjoer, 2010). Namun sebagian besar disebabkan oleh
ketidaknormalan tertentu pada arteri. Yakni mereka memiliki resistensi yang
semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas) pada arteri-arteri yang
kecil yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau arterioles), hal ini
seringkali berkaitan dengan faktor-faktor risiko hipertensi (Gardner, 2007).
2. Hipertensi sekunder
Disebabkan oleh suatu proses penyakit sistemik yang meningkatkan tahanan
pembuluh darah perifer atau cardiac output seperti penyakit ginjal kronis,
coarctatio aorta, Cushing’s Syndrome, feokromositoma, aldosteronisme primer,
hipertensi renovaskular, penyakit tiroid/paratiroid. Adapun obat-obatan yang
dapat menyebabkan hipertensi sekunder yaitu pil KB, tembakau dalam jumlah
besar atau dengan kafein, simpatomimetik, NSAID, estrogen terkonjugasi,
siklosporin, eritropoietin (Abdillah, 2010).

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Dewasa >18 Tahun Menurut JNC-7
(Chobanian et al., 2003)

Faktor resiko hipertensi yaitu (Margaret, 2005):

11
a. Umur
b. Riwayat keluarga
c. Obesitas
d. Rokok dan tembakau
e. Intake Na berlebih
f. Intake lemak jenuh berlebih
g. Konsumsi alkohol berlebih
h. Gaya hidup yang berubah-ubah
i. Stress
j. Kelebihan renin
k. Defisiensi mineral (Ca,K,Mg)
l. Diabetes Mellitus

C. Epidemiologi
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar
kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil
pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun keatas ditemukan prevalensi hipertensi
di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui
memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. “Ini
menunjukkan, 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76%
masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi”, kata Prof.
Tjandra Yoga (Kemenkes, 2009).

D. Patogenesis dan Patofisiologi


Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi
dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari
arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah
ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi
sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai
dengan peningkatan curah jantung dan/atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat
dilihat pada bagan (Hull, 1996).

12
Gambar 1. Patogenesis Hipertensi (Hull, 1996).

Patofisiologi hipertensi dibagi menjadi 3 keabnormalan sirkulasi utama,


yaitu:
1. Meningkatnya resistensi arteriolar
2. Meningkatnya kekakuan dari arteri besar
3. Lebih cepatnya refleksi dari denyut nadi arterial (Hansen, 2009).
Meningkatnya resistensi dan kekakuan pada pembuluh darah, merupakan
hasil dari perubahan struktural yang termasuk penipisan dan fraktur pada elastin,
meningkatnya deposisi dari kolagen, dan meningkatnya ketebalan dinding pembuluh
darah. Hal tersebut yang menimbulkan peningkatan pada sistolik yang lebih terlihat
daripada tekanan diastolik. Pada orang yang sudah tua, meningkatnya kekakuan
arterial merupakan faktor yang paling sering terjadi dan memungkinkan terjadinya
hipertensi sitolik terisolasi, dimana tekanan sistolik meningkat tetapi tekanan
diastolik normal atau rendah (meningkatnya denyut nadi). Refleksi dari denyut nadi
mengacu pada bertemu pengulangan curah jantung untuk menjaga resistensi arteri.
Ketika arteri melakukan compliant secara normal, refleksi ini terjadi ketika diastol
dan sistol ketika pengisian dari arteri koronaria. Pada hipertensi, refleksi terjadi lebih
cepat atau prematur yaitu ketika sistol, mengkontribusi ke overload pembuluh darah
di arkus aorta dan koronari, arteri karotid, dan arteri renal (Hansen, 2009).

13
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah (Kaplan, 1998).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Kaplan, 1998).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah.
Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi
(Kaplan, 1998).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Kaplan,
1998).

14
E. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan
gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ
yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Perubahan
patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan
urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah
(BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan
tajam penglihatan. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita
hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari
hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Panggabean,
2009)

Sebagian besar manifestasi klinis terjadi setelah mengalami


hipertensi bertahun-tahun, berupa (Corwin, 2007):
a. Sakit kepala ketika terjaga, kadang disertai mual dan muntah. Hal ini
terjadi akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan tekanan darah kapiler.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada
retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan
pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus) (Panggabean, 2009).
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan
untuk menilai tanda-tanda gagal jantung. Impuls apeks yang prominen. Bunyi

15
jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang
ditemukan murmur diastolic akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial
atau presistolik) dapat ditemukan bila tekanan akhir diastolic ventrikel kiri
meningkat akibat dilatasi dari ventrikel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama
disebut summation gallop. Paru perlu diperhatikan apakah ada suara napas
tambahan seperti ronki basah atau kering/mengi. Pemeriksaan perut ditujukan
untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal, dan asites. Auskultasi
bising sekitar kiri dan kanan umbilicus (renal artery stenosis). Arteri radialis,
a.femoralis, dan a.dorsalis pedis harus diraba. Tekanan darah di betis harus
diukur minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun)
(Panggabean, 2009).

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal meliputi (Panggabean, 2009):
a. Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, dan silinder
b. Hemoglobin/hematokrit
c. Elektrolit darah: Kalium
d. Ureum/Kreatinin
e. GDP
f. Kolesterol total
g. EKG menunjukkan HVK pada 20-50% (kurang sensitif) tetapi masih
menjadi metode standar.
Pemeriksaan lanjutan antara lain (Panggabean, 2009):
a. TSH
b. Leukosit darah
c. Trigliserida, HDL, kolesterol LDL
d. Kalsium dan fosfor
e. Foto toraks
f. Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan HVK lebih dini dan
lebih spesifik (spesifisitas sekitar 95-100%). Indikasi ekokardiografi pada
pasien hipertensi adalah:
1) Konfirmasi gangguan jantung atau murmur
2) Hipertensi dengan kelainan katup
3) Hipertensi pada anak atau remaja
4) Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat

16
5) Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya (gangguan
fungsi diastolik atau sistolik).
Ekokardiografi-Doppler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolic
(gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, preudo normal atau tipe
restriktif).

4. Gold Standar Diagnosis


Diagnosis hipertensi didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang penting untuk mengidentifikasi faktor resiko dan respon pasien terhadap
terapi yang akan diberikan. Anamnesis mencakup kebiasaan pasien
mengkonsumsi makanan tinggi garam, gaya hidup, dan stressor sosial dan
psikologis (Rafey, 2013). Pengukuran tekanan darah yang akurat adalah kunci
diagnosis. Pengukuran tekanan darah dilakukan setelah cukup istirahat 5-10
menit (Roslina, 2008). Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk membantu
menemukan apakah terdapat kerusakan jantung atau tidak (Madhur, 2013).

F. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
Prinsip pengobatan farmakologi:
a. Dimulai dosis rendah, dinaikkan secara perlahan
b. Kombinasi obat yang sesuai dosis rendah sehingga mengurangi efek
samping
c. Bila respon kecil atau terdapat efek samping, diberikan golongan obat lain
d. Penggunaan obat berefek jangka panjang, sehingga cukup diberikan sekali
sehari akan memperbaiki kepatuhan penderita dan variabilitas tekanan
darah (Joewono, 2003).
Tujuan pengobatan pasien hipertensi menurut European Society of
Hypertension/ESH (2007):
a. Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular
b. Target tekanan darah <140/90 mmhg, untuk individu berisiko tinggi
(diabetes, pasca infark miokard, stroke, proteinuria) <130/ 80 mmhg
c. Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.

17
Gambar 2. Klasifikasi dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi Pada Orang
Dewasa Menurut JNC 7 (Chobanian, 2003).

18
Algoritma penatalaksanaan hipertensi adalah sebagai berikut:

Gambar 3.Algoritma Penatalaksanaan Hipertensi menurut JNC 7 (Chobanian,


2003).

Adapun obat-obatan yang merupakan obat hipertensi, yaitu (ESH,


2007):
a. Diuretik tiazid
Mekanisme kerja dari golongan tiazid yaitu meningkatkan ekskresi Na dan
air sehingga volume ekstrasel berkurang dan cardiac output juga berkurang
sehingga terjadi vasodilatasi. Contoh obat golongan diuretik tiazid
diantaranya (Brunton et al, 2006):
1) HCT
a) Dosis awal : 25 mg od/bid
b) Dosis maksimal sehari : 200 mg
2) Klortalidon
a) Dosis awal : 12,5 – 25 mg od

19
b) Dosis maksimal sehari : 100 mg
3) Indapamid
a) Dosis awal : 2,5 mg od
b) Dosis maksimal sehari : 5 mg
b. Antagonis kalsium
Mekanisme kerja dari golongan antagonis kalsium adalah menghambat
kalsium untuk masuk ke sel otot polos pembuluh darah sehingga
menurunkan TPR dan terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang
menyebabkan turunnya tekanan darah. Antagonis kalsium dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1) Vascular acting dihydrophyridin
Bekerja di pembuluh darah, contoh obatnya adalah nifedipin dan
amlodipin.
2) Spesifik miokardium
Bekerja secara spesifik di otot jantung, contoh obatnya adalah verapamil
dan diltiazem.
c. ACE inhibitors
Mekanisme kerja dari golongan ACE inhibitor adalah menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II di reseptor angiotensin I dan II sehingga
terjadi penurunan TPR dan hipertrofi miokard. Berikut contoh obat ACE
inhibitor:
1) Kaptopril
a) Dosis awal : 6,25 mg tid
b) Dosis pemeliharaan: 25 – 50 mg tid
2) Enalapril
a) Dosis awal : 2,5 mg od
b) Dosis pemeliharaan: 20 mg bid
3) Lisinopril
a) Dosis awal : 2,5 mg od
b) Dosis pemeliharaan: 5 – 20 mg od
d. Angiotensin receptor antagonists (ARB)
Mekanisme kerja dari obat ini adalaha menghambat aktivitas angiotensin II
hanya di reseptor AT1 sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan
pengeluaran aldosteron dan ADH. Contoh obat ARB diantaranya:
1) Kandesartan

20
a) Dosis awal : 4 – 8 mg od
b) Dosis maksimal : 32 mg od
2) Losartan
a) Dosis awal : 25 – 50 mg od
b) Dosis maksimal : 50 – 100 mg od
e. Beta blocker
Mekanisme kerja obat ini adalah menurunkan aktivitas noradrenalin dan
adrenalin juga menghambat pelepasan renin. Contoh obat dari golongan beta
blocker adalah propanolol dan metoprolol.

2. Nonfarmakologis
Pada laporannya yang ketujuh, Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC)
menganjurkan modifikasi gaya hidup dalam mencegah dan menangani tekanan
darah tinggi, selain terapi dengan obat. Termasuk dalam modifikasi gaya hidup
adalah penurunan berat badan, penerapan diet kombinasi Dietary Approach to
Stop Hypertension (DASH), reduksi asupan garam, aktivitas fisik yang teratur,
dan pembatasan asupan alkohol. Selain itu, berhenti merokok juga dianjurkan
untuk mengurangi resiko kardiovaskular secara keseluruhan. Masing-masing
mempunyai efek penurunan tekanan darah yang berperan dalam pencegahan
komplikasi hipertensi dan bila dijalankan secara bersamaan akan mempunyai
efek penurunan tekanan darah yang lebih nyata (Ridjab, 2007).

Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup Pada Hipertensi (Ridjab, 2007)


Rentang
Modifikasi Rekomendasi Penurunan
SBP
Menurunkan Menjaga berat badan normal (BMI 5-20 mmHg;
berat badan 18.4–24.9) penurunan 10
kg
Diit Konsumsi diit buah, sayur, rendah 8-14 mmHg
hipertensi lemak dan menurunkan diit lemak
jenuh
Diet rendah Menurunkan intake garam tidak 2-8 mmHg
garam lebih dari 100 mmol/day (2.4 g
natrium atau 6 g garam dapur)
Aktivitas fisik Aktivitas fisik aerobik secara 4-9 mmHg
teratur (jalan-jalan di pagi hari)
minimal 30 min/hari, selama

21
beberapa hari dalam seminggu
Membatasi Pria : tidak minum alcohol > 2 2-4 mmHg
konsumsi minuman/hari
alkohol Wanita : tidak minum > 1/hari

22
III. KESIMPULAN

A. Hipertensi adalah salah satu penyakit kardiovaskular. Hipertensi sering


diartikan dengan tekanan darah tinggi di mana tekanan sistoliknya di atas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
B. Klasifikasi hipertensi berdasarkan etiologi dapat dibagi menjadi hipertensi
primer atau esensial dan hipertensi sekunder. Adapun klasifikasi menurut
JNC-7, yaitu klasifikasi tekanan darah menjadi normal, prehipertensi,
hipertensi stadium 1, dan hipertensi stadium 2.
C. Penegakkan diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis (manifestasi klinis
yang muncul), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
D. Terapi medikamentosa dilakukan berdasar pedoman pengobatan menurut
JNC-7. Obat-obatan yang direkomendasikan adalah diuretik tiazid, antagonis
kalsium, ACE inhibitor, Angitensin Receptor Antagonist (ARB), dan beta
blocker.
E. Terapi nonmedikamentosa diakukan dengan memodifikasi gaya hidup, seperti
penurunan berat badan, diet kombinasi DASH, reduksi asupan garam,
aktivitas fisik yang teratur, dan membatasi konsumsi alkohol.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Yuwono. 2010. Implementasi Medical Diagnosis Fuzzy Pada Diagnosis


Penyakit Jantung Hipertensi. Surakarta: ITS.
Chobanian A. V., Bakris G. L., Black H. R., et al. 2003. The Seventh Report of
The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure. J Hypertension, 42: 1206-52.
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
European Society of Hypertension–European Society of Cardiology Guidelines
Committee. 2007. European Society of Hypertension–European Society of
Cardiology Guidelines for the Management of Arterial Hypertension. J
Hypertens. 21: 101 1-53.
Gardner, F. Samuel. 2007. Smart Treatment for High Blood Pressure. Jakarta:
Prestasi Pustakarya.
Hansen, 2009. Pathophysiology Foundations of Disease and Clinical
Intervention. USA: W.B. Saunders Company.
Hull, Alison. 1996. Penyakit Jantung, Hipertesi, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi
Aksara.
Joewono, B. S. 2003. Ilmu Penyakit Jantung. Surabaya: UNAIR.
Kaplan, M. Norman. 1998. Hypertension in The Population at large In Clinical
Hypertension: Seventh Edition. Baltimore, Maryland USA: Williams &
Wilkins.
Kemenkes. 2009. Masalah Hipertensi di Indonesia. Jakarta: Kemenkes.
Madhur, M. S. 2013. Hypertension. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview (Accessed
November 25th 2014).
Mansjoer, A. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Marks, J. W. 2012. High Blood Pressure (Hypertension). Available at:
http://www.medicinenet.com/high_blood_pressure/article.htm (Accessed
th
November 25 2014).
Panggabean, Marulam M. 2009. Penyakit Jantung Hipertensi. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Rafey, M.A. 2013. Hypertension. Available at:
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/n
ephrology/arterial-hypertension/ (Accessed November 25th 2014).

24
Ridjab, Denio. 2007. Modifikasi Gaya Hidup dan Tekanan darah. Majalah
Kedokteran Indonesia, Vol. 7 No. 3.
Roslina.2008. Analisa Determinan Hipertensi Esensial di Wilayah Kerja Tiga
Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007. Tesis. Program Magister
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Kesehatan
Komunitas/Epidemiologi Universitas Sumatera Utara.

25

Anda mungkin juga menyukai