Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 33 TAHUN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE,


HIPERTENSI GRADE I, ASITES, ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITIK
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepanitraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh :
Rizky Ramadhani Putri
30101800153

Pembimbing :
dr. Amrita, Sp.PD.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Rizky Ramadhani Putri


NIM : 30101800153
Fakultas : Kedokteran
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing : dr. Amrita, Sp.PD

Telah di presentasikan pada tanggal 22 November 2022

Pembimbing

dr. Amrita, Sp.PD

2
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 33 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kudus

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Nomor RM : 849xxx

Dirawat di ruang : Bougenville 3

Tanggal Masuk RS : 12 November 2022

B. DATA DASAR

ANAMNESIS : Autoanamnesis dengan penderita dan alloanamnesis dengan

suami pasien pada tanggal 14 November 2022

1. Keluhan Utama

Perut terasa penuh

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang wanita berusia 33 tahun datang ke RSUD Loekmono Kudus dengan

keluhan utama perut terasa penuh sejak satu hari SMRS. Pasien juga mengeluh

3
perutnya terus membesar dan sering cegukan post Hemodialisa 1 hari yang lalu.

Pasien juga sempat mengalami kejang 1x lalu pingsan. Perut terasa penuh yang

pasien rasakan makin memberat setelah makan, dan terasa panas dibagian perut

tengah atas Terkadang pasien suka ngos-ngosan saat beraktivitas. Pasien juga

mengeluh mual dan muntah serta batuk tidak berdahak. Keluhan tersebut

mengganggu aktivitas pasien.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien memiliki

Riwayat gagal ginjal dan hipertensi yang tidak terkontrol. Pasien mengaku baru

sekali menjalani cuci darah . Pasien tidak mengkonsumsi alcohol, jarang minum

jamu atau obat-obatan

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien.Kakak

pasien memiliki riwayat Hipertensi. Riwayat gula darah tinggi disangkal. Riwayat

penyakit jantung disangkal.

5. Riwayat Sosial Ekonomi

Ekonomi pasien cukup, kebersihan cukup, pasien bekerja sebagai Ibu

Rumah Tangga, pasien merupakan anggota BPJS kelas 3.

4
C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak lemas dan perut membesar

Kesadaran : Composmentis

TD  : 154/96 mmHg

RR : 20x/menit

Nadi    : 120 x/menit (isi dan tegangan cukup)

Suhu : 36oC

SpO2 : 97% 

1. Status generalis:

Kulit: pucat (-), ikterik (-), spider angioma-spiderangiomata (spider

telangiektasis) (-)

Kepala :Mesocephal

Mata : Konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)

Telinga : bentuk normal

Hidung : Sekret (-/-), deviasi (-/-), nafas cuping hidung (-)

Mulut : fetor hepatikum (-) pursed lips breathing (-)

Leher :Pembesaran KGB (-), deviasi trachea (-)

Interpretasi : Anemis

2. Paru-paru

 Inspeksi : RR : 22 x/menit, Hyperpigmentasi (-), tumor (-),


inflammation (-), spider nevi (-), pergerakan hemithorax dextra =
hemithorax sinistra
 Palpasi : Nyeri tekan (-), Deviasi trakea (-), Tumor (-), Stem

fremitus normal, pergerakan dinding thorax simetris

 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

5
 Auskultasi : Ronki (-/-), wheezing(-/-)

Interpretasi : Ronkhi pada dua lapang paru

3. Jantung:

 Inpeksi : ictus cordis tampak

 Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba kuat angkat, pulsus parasternal

(-), sternal lift (-), pulsus epigastrium (-)

 Perkusi :

Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra

Batas pinggang : ICS III linea parasternal sinistra

Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra

Batas kiri : ICS VII linea aksilaris anterior

 Auskultasi :

Katup aorta : SD I-II murni, regular

Katup tricuspid : SD I-II murni, regular

Katup pulmonal : SD I-II murni, regular

Katup mitral : SD I-II murni, regular

Bising :-

Interpretasi : Normal

Abdomen:

 Inspeksi :

Tampak cembung, warna kulit sama dengan sekitar, caput medusa (-),

hiperpigmentasi (-), benjolan (-)

 Auskultasi : Bising usus (+)

6
 Perkusi : Pekak pada 4 kuadran

- Perkusi 4 regio : Pekak

- Hepar : sulit dinilai

- Lien : sulit dinilai, traube space pekak

- Ginjal : nyeri ketok ginjal (-/-)

 Palpasi :

Nyeri tekan abdomen (-), Massa (-), defence muscular (-) Test undulasi (+),

shifting dullness (+), Hepar tidak dpat dinilai dan Lien tidak dapat dinilai

Interpretasi : Asites

4. Ekstremitas:

PEMERIKSAAN ATAS BAWAH


Edema -/- +/+
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Kesemutan / kebas -/- -/-
Palmar eritema -/-
Plantar eritema -/-
Kuku muchrche -/- -/-

Interpretasi : Oedem ekstremitas inferior

7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LABORATORIUM DARAH LENGKAP

2. FUNGSI GINJAL DAN ELEKTROLIT

3. FOTO THORAX

8
Cor : Membesar, batas kiri ke laterocaudal

Pulmo : Corakan bronkovaskuler normal, tak tampak opasitas di kedua paru

Diafragma sinus normal

Kesan : kardiomegali (LVH) dan pulmo normal

9
E. ABNORMALITAS DATA

1. Anamnesis :

• Perut terasa penuh


• Perut membesar
• Mual muntah
• Kedua kaki edema

2. Pemeriksaan Fisik :
- Hipertensi grade 1
- Kardiomegali
- Pitting edem kedua ekstremitas bawah
- Test undulasi (+) shifting dullness (+)

3. Pemeriksaan Penunjang :
- Kardiomegali (LVH)
- Anemia Normokromik,  
- Limfopenia, 
- Ureum dan kreatinin meningkat
- Uric acid meningkat

F. PROBLEM LIST

1. Anemia Mikrositik

2. Chronic Kidney Disease Stage V

3. Hipertensi Grade 1

4. Acites

10
G. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

1. PROBLEM 1 : CKD STAGE V

2. PROBLEM 2 : ANEMIA MIKROSITIK

3. PROBLEM 3 : HIPERTENSI GRADE I

11
4. ASITES

12
TINJAUAN PUSTAKA

A. CKD

Definisi Penyakit Ginjal Kronis adalah penurunan fungsi ginjal secara kronis yang
memerlukan waktu bulanan hingga tahunan yang ditandai dengan penurunan fungsi
ginjal (Glomerulus Filtration Rate) <60 ml/min/1.73mm2 dan rasio almbuminuria :
kreatinin sebesar > 30mg/g tidak terikat pada umur, tekanan darah, dan apakah
teradapat diabetes atau tidak pada pasien. Penyakit ginjal kronis juga tidak hanya
didefinisikan sebagai penyakit ginjal stase akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD),
namun juga diasosiasikan dengan komplikasi-komplikasi penyakit ginjal kronis seperti:
anemia, hiperparatiroid, hiperphospatemia, penyakit jantung, infeksi, dan fraktur yang
khusus terdapat pada CKD-MBD (Chronic Kidney Disease – Mineral Bone Disorder).
Namun penurunan GFR dan albuminuria tidak merupakan pengukuran yang
simptomatis simtomatis namun merupakan pengukuran langsung dari fungsi ginjal dan
kerusakan ginjal.

Penyebab tersering penyakit ginjal kronis yang diketahui adalah diabetes melitus,
selanjutnya diikuti oleh tekanan darah tinggi dan glomerulonephritis. Penyebab lainnya
dapat berupa idiopatik. Namun penyebab-penyebab dari penyakit ginjal kronis dapat
diklasifikasikan berdasarkan anatomi ginjal yang terlibat :

- Penyakit vaskular, yang dapat melibatkan pembuluh darah besar seperti bilateral artery
stenosis, dan pembuluh darah kecil seperti nefropati iskemik, hemolytic-uremic
syndrome, dan vasculitis

13
- Kelainan pada glomerulus yang dapat berupa
 Penyakit glomerulus primer seperti nefritis dan focal segmental
glomerulosclerosis
 Penyakit glomerulus sekunder seperti nefropati diabetic dan lupus nefritis
- Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal polikistik

- Nefropati obstruktif yang dapat berupa batu ginjal bilateral dan hyperplasia prostate

- Infeksi parasite (yang sering berupa enterobiasis) dapat menginfeksi ginjal dan
menyebabkan nefropati
Penyakit ginjal kronis juga dapat idiopatik yang mempunyai gejala yang berupa
penuruhnan aliran darah ke ginjal yang menyebabkan sel ginjal menjadi nekrosis.

KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut KDIGO pada tahun 2012 meliputi
kriteria penurunan GFR dan peningkatan rasio albuminuria dan serum kreatinin.
Klasifikasi penyakit ginjal kronis menurut KDIGO bertujuan untuk menentukan
penanganan pasien, dan urgensi penanganan dari penyakit ginjal kronis tersebut.
Kriteria pertama yang digunakan KDIGO untuk menentukan urgensi penyakit
ginjal kronis adalah GFR, GFR (Glomerulus Filtration Rate) merupakan kemampuan
glomerulus ginjal untuk memfiltrasi darah. GFR dapat dihitung dengan menggunakan
jumlah serum creatinine dengan rumus menggunakan formula GFR MDRD sebagai
berikut
GFR = 186 x Scr -0.830 x age0.230 x 1 (male) / 0.742 (female)
Hasil GFR dapat diinterpretasikan dengan tabel berikut

14
Selanjutnya dilakukan pengukuran albuminuria dan serum kreatinin untuk
mengetahui katergori penyakit ginjal kronis berdasarkan rasio almbuminuria dan serum
kreatinin. Kategori menurut KDIGO 2012 dapat dilihat pada tabel berikut

Dengan mengkombinasikan kedua kriteria diatas dapat dimasukkan ke cross-table


untuk mengetahui resiko referral untuk pasien ginjal kronis dan urgensi penanganan
penyakit ginjal kronis. Cross table untuk referral dapat dilihat pada gambar berikut

15
Pada pasien ini jika dihitung dengan rumus GFR didapatkan hasil 7,33 ml/min/1,73m sehingga
dapat dikatakan Grade 5

Manifestasi Klinis

Penyakit ginjal kronis secara umum pada stadium awal tidak terdapat gejala yang khas,
namun penyakit ginjal kronis stadium awal hanyak dapat dideteksi dengan peningkatan
serum kreatinin dan proteinuria. Namun jika fungsi ginjal terus menerus mengalami
penurunan akan menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:
- Peningkatan tekanan darah akibat kelebihan cairan dan produksi dari hormone
vasoaktif yang diekskresikan oleh ginjal melalui sistam Renin-Angiotensin-
Aldosterone-System (RAAS), menyebabkan resiko penderita penyakit ginjal kronis
menderita hipertensi atau penyakit jantung kongestif

- Akumulasi urea pada darah yang menyebabkan uremia, gejala uremia dapat berupa
pericarditis, ensefalopati, gastropati. Akibat jumlah urea yang tinggi dalam darah, urea
dapat diekskresikan melalui kelenjar keringat dalam konsentrasi tinggi dan mengkristal
pada kulit yang disebut dengan “uremic frost”

16
- Kalium terakumulasi dalam darah sehingga menyebabkan hiperkalemi yang
mempunyai gejala-gejala seperti malaise, hingga aritmia jantung. Hiperkalemi dapat
terjadi jika GFR dari ginjal mencapai <25 ml/min/1.73mm3 dimana kemampuan ginjal
mengekskresikan kalium melalui berkurang
- Penurunan produksi eritropoietin yang dapat menyebabkan penurunan produksi sel
darah merah yang dapat menyebabkan anemia, eritropoietin diproduksi di jaringan
interstitial ginjal, dalam penyakit ginjal kronis, jaringan ini mengalami nekrosis
sehingga produksi eritropoietin berkurang

- Overload volume cairan yang disebabkan oleh retensi natrium dan cairan pada ginjal
sehingga dapat menyebabkan edema ringan hingga edema yang mengancam nyawa
misalnya pada edema paru

- Hyperphosphatemia yang disebabkan oleh berkurangnya ekskresi phosphate oleh


ginjal. Hiperphospatemia meningkatkan resiko dari penyakit kardiovaskular, dimana
phosphate merupakan stimulus dari kalsifikasi vaskular

- Hipokalsemia yang disebabkan oleh stimulasi pembentukan FGF-23 oleh osteosit


dibarengi dengan penurunan masa ginjal. FGF-23 merupakan inhibitor dari enzim
pembentukan vitamin D yang secara kronis akan menyebabkan hipertropi kelenjar
paratiroid, kelainan tulang akibat panyakit ginjal, dan kalsifikasi vaskular.

- Asidosis metabolic yang disebabkan oleh akumulasi dari fosfat dan urea. Asidosis juga
dapat disebabkan oleh penuruan kemampuan produksi ammonia pada sel-sel ginjal.

- Anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu: peningkatan
inflamasi yang disebabkan oleh akumulasi urea, penurunan eritropoietin dan penurunan
fungsi sumsum tulang.

17
Hipertensi
Mekanisme kerusakan ginjal oleh hipertensi disebabkan oleh penebalan sel-sel tunica
intima pada glomerulus ginjal, penebalan sel tunica intima menyebabkan mengecilnya
vaskular yang berujung pada mengecilnya aliran pembuluh darah ke bagian glomerulus,
berkurangnya aliran pembuluh darah ke glomerulus menyebabkan aktifnya system
Renin Angiotensin-Aldosteron yang menyebabkan kenaikan tekanan darah lebih lanjut
sehingga terjadi kerusakan ginjal yang permanen.

Awalnya mekanisme aktifasi system Renin-Angiotensin-Aldosterone dapat


mengkompensasi kurangnya aliran darah ke ginjal, namun seiring waktu akan
menyebabkan nekrosis pada sel ginjal. Kerusakan glomerulus ginjal dapat menyebabkan
Global sclerosis dimana terjadi kerusakan yang permanen dari glomerulus atau Focal
segmental necrosis yang merupakan system kompensasi ginjal dimana terjadi
pembesaran glomerulus pada suatu area karena kerusakan nefron pada area lain pada
ginjal. Secara kronik perubahan-perubahan pada glomerulus ginjal akan menyebabkan
kematian nefron yang akan menyebabkan penurunan GFR secara perlahan

Diabetes Melitus
Patofisiologi penyakit ginjal kronis untuk diabetes melitus melibatkan hiperglikemia
yang memicu pembentukan reactive oxygen species (ROS) dan Advanced
Glycosylation End Products (AGE). Pembentukan AGE dan ROS menyebabkan terjadi
stress oxidative pada jaringan nefron ginjal. Peningkatan stress oxidative pada nefron
ginjal menyebabkan kenaikan permeabilitas ginjal lalu terjadinya proteinuria, efek lain
kenaikan permeabilitas glomerulus juga mengaktifkan system RAAS yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah dan lebih jauh meningkatkan permeabilitas ginjal
dan memperparah kerusakan ginjal.
Mekanisme lain dari kerusakan ginjal dimana AGE dan ROS menstimulasi
pembentukan growth factor, growth factor yang terbentuk berupa TGF, VEGF, dan
PDGF. Pembentukan growth factor tersebut dapat menyebabkan terjadinya fibrosis
pada ginjal dan menurunkan GFR.

18
B. HIPERTENSI GRADE I

Definisi Hipertensi

Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHg dan/atau TDD


≥90 mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan.
Berdasarkan pengukuran TDS dan TDD di klinik, pasien digolongkan menjadi
sesuai dengan tabel 1 berikut.

Pada pasien ini didapatkan tekanan darahnya 154/96 mmHg sehingga pasien termasuk
dalam katergori Hipertensi Grade 1.

C. ANEMIA MIKROSITIK

Anemia terutama disebabkan oleh defisiensi Erythropoietic Stimulating


Factors (ESF).7 Dalam keadaan normal90 % eritropoeitin (EPO) dihasilkan di
ginjal tepatnya oleh juxtaglomerulus dan hanya 10% yang diproduksi di hati.
Eritropoetin mempengaruhi produksi eritrosit dengan merangsang proliferasi,

19
diferensiasi dan maturasi prekursor eritroid. Keadaan anemia terjadi karena
defisiensi eritropoietin yang dihasilkan oleh sel peritubular sebagai respon
hipoksia local akibat pengurangan parenkim ginjal fungsional. Respon tubuh
yang normal terhadap keadaan anemia adalah merangsang fibroblas peritubular
ginjal untuk meningkatkan produksi EPO, yang mana EPO dapat meningkat
lebih dari 100 kali dari nilai normal bila hematokrit dibawah 20%. Pada pasien
PGK, respon ini terganggu sehingga terjadilah anemia dengan konsentrasi EPO
yang rendah, dimana hal ini dikaitkan dengan defisiensi eritropoietin pada PGK.
Faktor lain yang dapat menyebabkan anemia pada PGK adalah defisiensi besi,
defisiensi vitamin, penurunan masa hidup eritrosit yang mengalami hemolisis,
dan akibat perdarahan.

Anemia merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang sering


terjadi, bahkan dapat terjadi lebih awal dibandingkan komplikasi PGK lainnya
dan hampir pada semua pasien penyakit ginjal tahap akhir. Anemia sendiri juga
dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas secara bermakna dari PGK.
Adanya anemia pada pasien dengan PGK dapat dipakai sebagai prediktor risiko
terjadinya kejadian kardiovaskular dan prognosis dari penyakit ginjal sendiri.
Klasifikasi anemia menurut WHO ialah:

Anemia berdasarkan morfologinya:

20
Pada pasien ini didapatkan Hb 7,1 g/dl sehingga termasuk kriteria Anemia Sedang menurut
WHO. Dan ditemukan kadar MCV 73,2 fl sehingga termsuk kriteria Anemia Mikrositik.

D. ASITES

21
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.

Asites dapat disebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan

cairan di rongga peritoneum dapat terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni

transudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya dengan sirosis hati dan

hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga

peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi. Asites juga

menyebabkan pengelolaan penyakit dasarnya menjadi semakin kompleks.

Infeksi pada cairan asites akan lebih memperberat perjalanan penyakit dasarnya

oleh karena itu asites harus dikelola dengan baik (Setiati et al., 2014).

Pemeriksaan serum asites albumin gradien > 11g/dL mampu

membedakan asites akibat hipertensi portal. Protein, LDH, dan kultur cairan

dapat dilakukan untuk konfirmasi etiologi asites. Tatalaksana asites akibat

sirosis dapat diberikan diuretic spironolactone 100 mg yang dikombinasikan

dengan furosemide 40 mg, parasentesis dapat dilakukan dengan pemberian

albumin intravena 8g/liter asites. (Talley, Frankum and Currow, 2015).

DAFTAR PUSTAKA

22
Kuncoro, Arie Soeroyo.; 2009; 30:38-40 ISSN 0126/3773; Jurnal Kardiologi Indonesia;

Jakarta

Yancy, C.W.; Jessup, M.; Bozkurt, B.; Butler, J.; Casey, D.E., Jr.; Drazner, M.H.;

Fonarow, G.C.; Geraci, S.A.; Horwich, T.; Januzzi, J.L.; et al. 2013

ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: A report of the

American College of Cardiology Foundation/American Heart Association

Task Force on Practice Guidelines. J. Am. Coll. Cardiol. 2013, 62, e147–e239.

Watson, R.D.; Gibbs, C.R.; Lip, G.Y. ABC of heart failure. Clinical features and

complications. BMJ Br. Med. J. 2000, 320, 236–239.

Setiati, S. et al. (2014) Ilmu Penyakit Dalam, Ilmu Penyakit Dalam.

Talley, N. J., Frankum, B. and Currow, D. (2015) Essentials Of Internal Medicine. 3rd

edn. Australia: Elsevier. doi: 10.4324/9781315297576-6.

Mahmood, S. S., & Wang, T. J. (2013). The epidemiology of congestive heart failure:

the Framingham Heart Study perspective. Global heart, 8(1), 77–82.

https://doi.org/10.1016/j.gheart.2012.12.006

Moreno Chulilla, J. A., Romero Colás, M. S., & Gutiérrez Martín, M. (2009).

Classification of anemia for gastroenterologists. World journal of

gastroenterology, 15(37), 4627–4637. https://doi.org/10.3748/wjg.15.4627

23

Anda mungkin juga menyukai