Anda di halaman 1dari 7

SGD LBM 3 RIZKY R.

P 30101800153 [Publish Date]

Bengkak Seluruh Tubuh


Seorang anak laki laki usia 3 tahun 11 bulan dibawa ibunya datang ke RS Islam Sultan Agung Semarang
dengan keluhan bengkak seluruh tubuh selama 10 hari. Bengkak muncul terutama pagi hari di daerah
mata, dan kemudian menjadi bengkak pada kedua lengan dan tungkai pada siang harinya. Bengkak
bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting edema). Tanda vital : tekanan darah 95/60,
pernafasan 24x/m, nadi 90-100x/m, suhu 37 C. Pemeriksaan fisik konjungtiva anemis, edema palpebra
dan wajah, abdomen tampak cembung, perkusi shifting dullness positif, edema ekstremitas bawah,
edema pada skrotum. Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif 4+ disertai hematuria. Pada
pemeriksaan darah didapatkan: protein total 4,9g/dL, albumin 1,5 g/dL, kolesterol 450mg/dL, globulin
2g/dL, ureum 35mg/dL, kreatinin 0,4ml/dL.

STEP 1

1. Konjungtiva anemis :

 konjungtiva anemis atau conjunctiva pallor ialah suatu kondirsi di mana

konjungtiva (selaput lendir yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan

permukaan luar bola mata) berwarna putih dan kelihatan pucat. Ini merupakan

salah satu gejala anemia (haemoglobin kurang dari normal, normal = 13 – 16

g/dL).

2. Edema palpebra :
 istilah untuk pembengkakan di sekitar mata. Area di sekitar mata disebut rongga
mata atau orbit mata.
3. Edema skrotum :
 Pembengkakan skrotum adalah pembesaran kantong skrotum.
Pembengkakan skrotum bisa muncul karena cedera atau kondisi medis tertentu.
Penyakit ini mungkin disebabkan oleh penumpukan cairan, peradangan, atau
pertumbuhan abnormal di dalam skrotum.
4. Proteinuria massif 4+ :
 proteinuria masif (jumlah protein dalam urin > 50 mg/kgBB/24jam),
5. Shifting dullness :
 Pemeriksaan shifting dullness dilakukan dengan cara melakukan perkusi dari
umbilikus ke arah lateral hingga terjadi perubahan bunyi dari timpani ke pekak, lalu
berhenti di titik pekak. Setelah itu lakukan perkusi kembali ke arah sebaliknya, jika
suara berubah dari pekak menjadi timpani kembali, maka shifting
dullness dinyatakan positif. Pada pasien ini didapatkan shifting dullness positif.
6. Hematuria :
 Hematuria adalah kondisi yang ditandai dengan munculnya darah di dalam urine.
SGD LBM 3 RIZKY R.P 30101800153 [Publish Date]

STEP 7
1. Mengapa pasien bengkak seluruh tubuh terutama pada pagi hari di daerah mata dan
kemudian menjadi bengkak di kedua lengan pada siang harinya? (mekanisme oedem)

Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II


2. Mengapa ditemukan konjungtiva anemis pada pf?
 Sindrom nefrotik merupakan manifestasi glomerulonefritis terbanyak pada anak,
dengan gejala utama berupa proteinuria masif dan selektif. Sindrom ini mempengaruhi
eritropoiesis melalui 2 cara, yaitu mempengaruhi kadar eritropoietin (EPO) dan
transferin dalam darah. Pada pasien sindrom nefrotik, terjadi kehilangan EPO melalui
urin, sehingga kadarnya di dalam darah menurun. Pada SN relaps, kadar EPO di dalam
darah sangat menurun dan berhubungan dengan peningkatan proteinuria. Keadaan
ini menyebabkan anemia, yang dapat kembali normal seiring dengan pencapaian
keadaan remisi.
 Di samping defisiensi EPO, pasien SN juga kehilangan transferin melalui urin. Transferin
ialah glikoprotein ukuran sedang yang terutama disintesis di hati. Transferin bertugas
mengikat ion atom feri ke prekursor eritroid. Pada keadaan SN relaps, transferin
hilang melalui glomerulus. Karena transferin mengikat 2 atom ion feri, maka
SGD LBM 3 RIZKY R.P 30101800153 [Publish Date]

kehilangan transferin melalui urin mengakibatkan defisiensi zat besi. Defisiensi zat besi
pada SN dapat teratasi pada keadaan remisi atau dengan penggantian cadangan besi.
Transferinuria menyebabkan disosiasi zat besi di dalam lumen tubulus proksimal,
sehingga zat besi yang bebas akan menghasilkan zat radikal bebas di dalam lumen
tubulus ginjal yang kemudian memicu kerusakan tubulointerstisial ginjal, selanjutnya
menyebabkan kerusakan ginjal progresif.

3. Mengapa didapatkan proteinuria massif disertai hematuria?


 Ada 3 jenis proteinuria yakni glomerular, tubular dan overflow. Pada scenario
termasuk proteinuria yang glomerular. Proteinuria pada penyakit glomerular
disebabkan oleh meningkatnya filtrasi makromolekul melewati dinding kapiler
glomerulus hal ini sering disebabkan oleh kelainan podosit glomerular.
 Dalam keadaan patologis podosit mengalami banyak perubahan bentuk structural
pseudocyst formation, hipertrofi, terlepas dari membrane basal glomerulus dan
apoptosis.
 Dalam keadaan normal membrane basal glomerulus ini punya mekanisme
penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama
berdasarkan ukuran molekul dan yang kedua berdasarkan muatan listrik. Pada
sindroma nefrotik kedua mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu. Selain
itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos atau tidaknya protein
melalui membrane basal glomerulus.
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

4. Mengapa ditemukan hiperkolesterol dan hipoalbuminemia pada pasien?


 Hipoalbuminemia
 Pada SN hypoalbuminemia dapat terjadi karena proteinuria massif dengan akibat
dari penurunan onkotik plasma. Untuk pertahankan tekanan onkotik plasma maka
SGD LBM 3 RIZKY R.P 30101800153 [Publish Date]

hati berusaha meningkatkan sinstesis albumin. Peningkatan sintesis albumin di


hati ini tak dapat atasi hypoalbuminemia.
 Hipoalbuminemia dapat pula terjadi karena peningkatan reabsorbsi dan
katabolisme albumin oleh tubulus proksimal.
 Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II

5. Jelaskan perbedaan dari pitting oedem non pitting eodem!


 Pitting oedem : apabila ditekan ada bekas; tanda dari gangguang hepar, jantung,
ginjal dan pembuluh darah,
 Nonpitting oedem : tidak membekas jika ditekan, merupakan tanda dari kondisi
yang mempengaruhi saluran limpa, orang dengan limfodema, lipidemia

6. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan darah pada scenario?


Urinalisis :
Protein masif +4 : protein dlm urin > 500 mg/dL
Jika > 300 mg dlm 24 jam dikatakan proteinuria
Dalam Darah :
Protein total : 4,9 mg/dL (N : 6,1-8,2 mg/dL)
Albumin : 1,5 mg/dL (N : 3,5-6,4 mg/dL)
Kolestrol : 450 mg/dL (N : <200 mg/dL)
Globulin : 2 g/dL (N : 2,3-3,2 g/dL)
Ureum : 35 mg/dL (N : 15-40 mg/dL)
Kreatinin : 0,4 ml/dL (N : 0,5-1,5 mg/dL)

7. Bagaimana etiologi dan factor resiko pada kasus di scenario?


 Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
SGD LBM 3 RIZKY R.P 30101800153 [Publish Date]

8. Bagiamana patofisiologi dari scenario?

9. Apa saja manifestasi klinis pada kasus di scenario tersebut?


Seperti di skenario
10. Bagaimana pemeriksaan fisik dan penunjang yang harus dilakukan?
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
a. Urinalisis. Biakan urin hanya dilakukan bila didapatkan gejala klinis yang
mengarah kepada infeksi saluran kemih.
b. Protein urin kuantitatif, dapat menggunakan urin 24 jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin pertama pagi hari
c. Pemeriksaan darah
 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit,
trombosit, hematokrit, LED)
 Albumin dan kolesterol serum
 Ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz Kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus
sistemik pemeriksaan ditambah dengan komplemen C4, ANA (anti
nuclear antibody), dan anti ds-DNA

11. Apa diagnose dan DD pada scenario tersebut?
kriteria berdasarkan Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak
(Ikatan Dokter Anak Indonesia 2012):
SGD LBM 3 RIZKY R.P 30101800153 [Publish Date]

1. Proteinuria masif (>40 mg/m2LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin


pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+);
2. Hipoalbuminemia < 2,5 g/dL;
3. Edema;
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia > 200 mg/dL (Konsensus IDAI, 2012) (Niaudet,
2014).

Dd
 Penyakit Liver (sirrosis hepar  tidak bisa sintesis albumin)

 Sembab nonrenal: gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, dan edema hepatal.

 Glomerulonefritis akut. : keadaan sblm mjd sindrom nefrotik

 Lupus sistemik eritematosus.

 Gg nutrisi

 Gg jantung

 Sindrom nefritik akut : manifest : hipertensi, hematuria, silinder eritrosit,


proteinuria ringan-sedang

 Sindrom Nefrotik KongenitalKelainan ini diturunkan melalui gen resesif autosomal.


Biasanya anak lahir premature(90%), plasenta besar (beratnya kira-kira 40% dari
berat badan). Lesi patognomonik adalah dilatasi kistik pada tubulus proksimal
ginjal. Gejala asfiksia dijumpai pada 75% kasus. Gejala pertama berupa edema, asites,
biasanya tampak pada waktu lahir atau dalam minggu pertama. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan
hipoproteinemia, proteinuria masif dan hiperkolestrolemia. Gejala klinik yaitu berupa
kelainan congenital pada muka seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga
letaknya lebih rendah dari normal. Prognosis jelek dan meninggal, karena infeksi
sekunder atau kegagalan ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan
ini secara dini adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya
meninggi.

12. Bagaimana prognosis dari kasus di scenario?
13. Bagaimana tatalaksana untuk kasus di scenario?
 SN Pertama kali -> dibawa ke rs ->dievaluasi
 Uji mantoux sblm pengobatan steroid utk mengetahui karna tb tidak
 Diit protein, kadar protein yg sesuai 2 gr/kg/bb/hari
SGD LBM 3 RIZKY R.P 30101800153 [Publish Date]

 Diuretik loop, furosemid dosis 1-2 mg bisa dikombinasikan dg spironolakton


dosis 2-3 mg. Ika tdk berhasil karena hipoalbunemia
 Antibiotik profilaksis contoh penisilin oral
 Jika membaik di imunisasi jika diperlukan

 Remisi : proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
 b. Relaps : proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
 Relaps jarang : relaps kurang dari 2x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal
atau kurang dari 4 x per tahun pengamatan
 Relaps sering (frequent relaps) : relaps ≥ 2x dalam 6 bulan pertama setelah
respons awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun
 c. Dependen steroid : relaps 2x berurutan pada saat dosis steroid
diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan
 d. Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan
prednison dosis penuh (full dose) 2 mg/kgbb/hari selama 4 minggu.
 e. Sensitif steroid : remisi terjadi pada pemberian
prednison dosis penuh selama 4 minggu
 (Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak, UKK Nefrologi
IDAI, 2005)
14. Apa saja komplikasi yang terjadi dari kasus di scenario?

Anda mungkin juga menyukai