Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO Diabetes Melitus tipe II dengan Selulitis Pedis

No. ID dan Nama Peserta : dr. I Putu Edra Putra Indrawan


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Ibnu Sina Gresik
Topik : Medik
Tanggal Kasus : 29 April 2016
Nama Pasien : Tn.J No. RM : 466782
Tanggal Presentasi : - Pendamping : dr. Kurniati, Sp.KK
Tempat presentasi : -
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien dengan permasalahan kegawat-daruratan
Tujuan : Mengetahui pemeriksaan, diagnostik, dan tatalaksana pasien dengan DM tipe II +
Selulitis pedis
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & E-mail Pos
diskusi

Data Pasien Nama : Tn.J Umur : 65 tahun No. Registrasi : 466782


Alamat: Krajan, Kec. Menganti , Gresik
1. Keluhan Utama: Kaki Kanan Bengkak
Anamnesis (Autoanamnesis):
Pasien datang ke IGD dengan keluhan kaki kanan bengkak sejak 1 minggu sebelum MRS.
Pada awalnya luka hanya bebrbentuk seperti benjolan kecil berisi cairan kemudian lama-
kelaman kaki kanan menjadi bengkak , kemerahan , terasa panas dan nyeri serta kaki terasa
sulit digerakan karena bengkak. Pasien tidak merasa pernah kakinya terkena benda tajam atau
terluka saat beraktivitas . Pasien mengatakan tidak terasa ada demam selama 1 minggu
terakhir semenjak kaki membengkak , mual (-) , muntah (-) .

1
2. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Hipertensi disangkal
- DM (+) : terkontrol , hanya dengan obat minum Glimepirid 2mg 1-0-0 , insulin (-)
- Alergi disangkal
3. Riwayat Pengobatan: Pasien belum pernah berobat
4. Riwayat keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama
5. Pemeriksaan fisik
STATUS GENERALIS
Vital Sign :
TD : 130/92 N : 85 x/menit RR : 20 x/menit To: 37oC
KU : cukup Kesadaran : kompos mentis
K/L : Anemis (-) /icterus (-) /cyanosis (-) /dispneu (-)
Moon face (-) , Pembesaran KGB (-) , Struma (-)
Thorax : simetris , retraksi
Jantung
Inspeksi
Ictus cordis tampak pada ICS V midclavicular line sinistra
Pulsasi jantung tak tampak
Palpasi
Iktus cordis teraba di ICS V midclavicular sinistra, kuat angkat
Pulsasi teraba di apeks.
Perkusi
Batas kanan jantung di ICS IV parasternal line dextra
Batas kiri jantung di ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi
S1 normal; S2 normal , reguler , murmur (-)
Paru :
Inspeksi

2
Bentuk normal , Simetris
Pulsasi jantung tak tampak
Palpasi
Gerak nafas simetris
Fremitus raba normal .
Perkusi
Sonor
Auskultasi
suara nafas vesikuler + / + , wh - / - , rh - / -
Abdomen :
Inspeksi
flat, simetris, darm contour (-), darm steifung (-)
Palpasi
nyeri tekan pada perut kiri bawah
defans muscular (-)
Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
Timpani
Auskultasi
Bising usus + , meningkat

Ekstremitas : Hangat, Kering. CRT < 2


Edema : tungkai bawah +/-
STATUS LOKALIS
Pedis Dekstra :Inspeksi : edema(+), eritema(+) batas tidak tegas , bulae(-)
Palpasi : Teraba panas , nyeri tekan(+)

3
8. Pemeriksaan Penunjang

Foto Thorax tanggal 29 April 2016 :


Foto thorax dalam batas normal , CTR 55%
Laboratorium :
DL
Hb : 11.6
WBC : 5.500
LED = 43
HDT= 0/0/0/63/22/13
PCV = 34
PLT : 178.000
MCV = 93
MCH = 32
MCHC = 34
GDA : 127
Faal Ginjal
BUN : 12.7
Creatinin : 0.70
Faal Hepar
SGOT : 21,1
SGPT : 17,9
Serum Elektrolit
Na : 141
K : 3.1
Cl : 105

4
ASESSMENT
Diabetes Mellitus tipe II + Selulitis Pedis Dekstra
PLANNING
MRS
Kompres kaki kanan
infus RL 14 tpm
inj Ceftriaxone 2x1g
Curcuma tab 3 x 1
OAD dilanjutkan
Foto pedis Dekstra AP + Lateral

Daftar Pustaka
1. Tjokroprawiro, Askandar dan Murtiwi, Sri bab Diabetes Mellitus pada Tjokroprawiro,
Askandar, Setiawan, Poernomo Boedi, Effendi, Chairul et al. 2015. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 2, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit
Pendidikan Dr. Soetomo, Surabaya
2. Crandall, Jill dan Shamoon, Harry Chapter 229 Diabetes mellitus pada Goldman, Lee and
Schafer, Andrew I., 2016. Goldman-Cecil Medicine 25th edition, Elsevier : Philadelphia
3. Handoko RP. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. Edisi Kelima.
FakultasKedokteranUniversitas Indonesia. 2007..
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of the skin: Clinical dermatology.
11th edition. Elsevier Inc. 2011
5. Jones, Robert E., Brashers, Valentina L., and Huether, Sue E., Chapter 21 Alteration of
Hormonal Regulation in McCance, Kathryn L., Huether, Sue E., Brashers, Valentina L. et
al. 2010. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and Children 6th
edition. Elsevier : Missouri
6. http://nanto14.blogspot.co.id/2012/11/ketoasidosis-diabetikum.html
7. PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. 2015.
8. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine. 7th edition. America:The McGraw-Hill
Companies.2008

5
Hasil Pembelajaran
1. Mengetahui definisi DM tipe II + Selulitis
2. Mengetahui gejala klinis DM tipe II + Selulitis
3. Prosedur diagnosis DM tipe II + Selulitis
4. Tatalaksana DM tipe II + Selulitis

6
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus
1. Subyektif
Pasien datang ke IGD dengan keluhan kaki kanan bengkak sejak 1 minggu
sebelum MRS. Pada awalnya luka hanya bebrbentuk seperti benjolan kecil berisi cairan
kemudian lama- kelaman kaki kanan menjadi bengkak , kemerahan , terasa panas dan
nyeri serta kaki terasa sulit digerakan karena bengkak. Pasien tidak merasa pernah kakinya
terkena benda tajam atau terluka saat beraktivitas . Pasien mengatakan tidak terasa ada
demam selama 1 minggu terakhir semenjak kaki membengkak , mual (-) , muntah (-) .
RPD : DM(+) terkontrol : hanya dengan obat minum Glimepirid 2mg 1-0-0 , insulin (-)

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : cukup
Kesadaran : GCS 456
Tekanan darah : 130/92 mmHg
Nadi : 85 x/ menit, kuat reguler
Pernapasan : 20 x/menit, spontan
Suhu : 36,2oC
Kepala & leher : anemia -
Thorax : simetris, Gerak nafas simetris , Batas jantung dalam batas normal ,
S1S2 tunggal , reguler , murmur(-).; Rh-/- wh -/-
Ekstremitas : Akral hangat+, edema -
Status Lokalis
pedis dekstra : Inspeksi : edema(+), eritema(+) batas tidak tegas , bulae(-)
Palpasi : Teraba panas , nyeri tekan(+)
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11.6
WBC : 5.500
PLT : 178.000
GDA : 127
Pemeriksaan Radiologi
Thorax dalam batas normal , CTR 55%

7
2. Assesment
Diabetes Mellitus tipe II + Selulitis Pedis Dekstra
3. Planning

Terapi
MRS
Kompres kaki kanan
infus RL 14 tpm
inj Ceftriaxone 2x1g
Curcuma tab 3 x 1
OAD dilanjutkan

Planing Diagnosa
Foto pedis Dekstra AP + Lateral
Monitoring
Observasi Vital Sign : TD, N, RR, Temp

8
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus bukanlah penyakit tunggal namun merupakan kelompok gangguan


klinis yang heterogen dimana terjadi intoleransi pada glukosa. Istilah diabetes mellitus digunakan
untuk menggambarkan sindrom yang dikarakteristikan dengan hyperglycemia kronik dan
gangguan metabolisme dari karbohidrat, lemak, dan protein.5
Menurut Tattersal (2003) sindroma poliuria yang menyerupai diabetes mellitus sudah
pernah dibahas sejak 3500 tahun yang lampau. Nama diabetes berasal dari bahasa Yunani yang
berarti SYPHON; rasa manis pada urine diabetes suda dikenal sejak awal milenium dan istilah
mellitus ditambahkan John Rollo pada akhir abad 18.1
Penyakit atau sindroma diabetes mulai dikenal di Mesir 1550 SM ( The Egyptian Papyrus
Ebers ). Aretaeus ( Greek Physician, 200 thn SM) pertama kali memberi istilah diabetes mellitus
; diabetes atau syphon atau flow - through atau run-through, yang berarti "mengalir terus",
sedangkan mellitus berarti madu atau manis. Jadi, diabetes mellitus sama berarti kencing manis. 1
Pada saat penelitian dilaksanakan penduduk Indonesia adalah 230 juta. Secara singkat
epidemiologi dan prevalensi diabetes mellitus di Indonesia dapat dilihat pada hasil penelitian
RISET KESEHATAN DASAR tahun 2007. 1
Diagnosis Prediabetes ditegakkan apabila kadar glukosa sesudah beban 75 gram hasilnya
antara 140 - 200 mg/dL. Diagnosis diabetes mellitus dapat dibuat bila glukosa darah sesudah
beban 75 gram : 200 mg/dL. Dengan asumsi populasi penduduk Indonesia sebanyak 230 juta,
jumlah penderita DM menurut hasil RISKESDAS 2007 adalah 10 juta, dengan prevalensi DM
5,7% (pria 4.9% dan wanita 6.4%). Sedangkan jumlah pasien prediabetes adalah 17.9 juta
dengan prevalensi TGT 10.2% ( pria 8.7 % dan wanita 10% ). Dari prevalensi DM 5.7% ternyata
terdiri dari 26.3% pasien yang mengetahui mengidap DM, sedangkan 73.7% tidak mengetahui
adanya DM sebelumnya. 1
Di Eropa, angka rerata tertinggi diabetes pada anak - anak ditemukan di Skandinavia,
dengan insiden untuk anak dari lahir hingga usia 14 tahun berkisar dari 57/100.000 per tahun di
Finlandia hingga 4/100.000 di Macedonia. Di Amerika Serikat, angka keseluruhan insiden
sekitar 19/100.000. Diabetes dengan onset dini membawa resiko herediter yang tinggi, dan ayah

9
yang terkena sering menstransmisikan diabetes tipe 1 pada anak dibangingkan pada ibu, dengan
resiko sekitar 6 - 9% dan 1 - 3%.2
Oleh karena kasus diabetes meitus tipe II merupakan permaslaahan global serta banyak
ditemukan pada praktek sehari =- hari , serta banyaknya komplikasi yang dapat timbul maka
penulis tertarik untuk mebahas kasus ini lebih mendalam .

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus


2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus bukanlah penyakit tunggal namun merupakan kelompok gangguan
klinis yang heterogen dimana terjadi intoleransi pada glukosa. Istilah diabetes mellitus digunakan
untuk menggambarkan sindrom yang dikarakteristikan dengan hyperglycemia kronik dan
gangguan metabolisme dari karbohidrat, lemak, dan protein.5
Diabetes mellitus adalah suatu sindroma hiperglikemia yang sering disertai kelainan
metabolisme yang terkait ( lemak dan protein ), yang disebabkan oleh karena defek sekresi dan
jumlah insulin ( DMT1), ataupun kombinasinya dengan resistensi insulin yang merupakan
penyebab awal (DMT2) defek sekresi dan jumlah insulin tersebut. Diabetes mellitus tipe 1
(DMT1) disebabkan karena destruksi sel beta pankreas yang kebanyakan akibat dari proses
autoimun ataupun idiopatik, dan penderita DMT1 cenderung mengidap ketoasidosis diabetik (
KAD).1
2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes menurut PERKENI 2011 dan ADA 20141(Askandar)

1. Diabetes Mellitus tipe 1, destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insuli
absolut. Ada 2 macam : Autoimun dan idiopatik
2. Diabetes Mellitus tipe 2, bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin sebagai akibat dari
resistensi insulin. Menurut ADA 2014 DM tipe 2 adalah diabetes mellitus yang terjadi
akibat dari resistensi insulin yang akhirnya menyebabkan dekompensasi pankreas dengan
defek pada sekresi dan jumlah insulin
3. Diabetes Mellitus Tipe Lain ( DMTL ) :
a. Diabetes Mellitus akibat defek genetik fungsi sel beta
b. Diabetes Mellitus akibat defek genetik kerja insulin
c. Diabetes Mellitus akibat penyakit eksokrin pankreas
d. Diabetes Mellitus karena obat

11
e. Diabetes Mellitus akibat kelainan imunologis
f. Diabetes Mellitus akibat Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
4. Diabetes Mellitus Gestational. Diagnosis DMG adalah DM atau TGT atau GDPT yang
pertama kali diketahui pada saat kehamilan sedang berlangsung.1

2.1.3 Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak
dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap
dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler. 1,7
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi
ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. 1,7
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan
untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan 1. Kriteria diagnosis DM
untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT
tergantung dari hasil yang diperoleh. 1,7
TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
12
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L). 7

Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien
dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien
dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara
menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari.1

Tabel 1.1 Tabel kadar gula darah1

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah


sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil
positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan
tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.1
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan
mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut
bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan
dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up.1

13
Gambar 1.1 Alur diagnosis DM tipe II7

2.1.4 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes
Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan
tercapainya target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. 7
Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes

Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama . Evaluasi medis meliputi:

14
Riwayat Penyakit
o gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu termasuk A1C,
hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait DM
o pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
o riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
o pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi
gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara
mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
o pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan
makan dan program latihan jasmani
o riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia)
o riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
o gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,
saluran pencernaan, dll.)
o pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
o faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
o riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
o pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, status ekonomi
o kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan7
Pemeriksaan Fisik
o pengukuran tinggi dan berat badan
o pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi
berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
o pemeriksaan funduskopi
o pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid v pemeriksaan jantung
o evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
o pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
o pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis7
o tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain7

15
Evaluasi Laboratoris/penunjang lain
o glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
o A1C
o profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
o kreatinin serum
o albuminuria
o keton, sedimen dan protein dalam urin
o elektrokardiogram
o foto sinar-x dada7
Tindakan Rujukan
o ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut
o konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif
o konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi
o konsultasi dengan edukator diabetes
o konsultasi dengan spesialis kaki (podiatrist), spesialis perilaku (psikolog) atau
spesialis lain sesuai indikasi7

Pilar penatalaksanaan DM
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa
waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan
tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan
tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus
diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara
mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.7
Edukasi
Edukasi Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif
pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan

16
perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. 7
Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.
Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli
gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya
mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. 7
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. 7
Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan
sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan
metend1.indd 14-15 3/11/2008, 1:32 PM Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 (lihat tabel 4). Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk
mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas malasan.1,7
Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani.
1. Obat hipoglikemik oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

o pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid


o penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
17
o penghambat glukoneogenesis (metformin)
o penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa7

Pemicu Sekresi Insulin

1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua,
gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.8

2. Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari
2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.7

Penambah sensitivitas terhadap insulin


1. Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator
Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di
perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-
IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati
secara berkala. 1,7
Penghambat glukoneogenesis
1. Metformin

18
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama
dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-
pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular,
sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.
Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. 1,7
Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak
menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan
ialah kembung dan flatulens. 1,7
2. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan: 7

o Penurunan berat badan yang cepat


o Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
o Ketoasidosis diabetik
o Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
o Hiperglikemia dengan asidosis laktat
o Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
o Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
o Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
o Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni: 1,7

o insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


o insulin kerja pendek (short acting insulin)

19
o insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
o insulin kerja panjang (long acting insulin)

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian
dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO
tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua
macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang
berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik
di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga
OHO. 7
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO
dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja. 7
2.2 Selulitis
2.2.1 Definisi
Selulitis merupakan Infeksi akut yang memiliki kemiripan dengan erisipelas, yaitu infeksi
yang ditandai dengan area yang merah, nyeri, panas pada kulit yang terkena. Namun bila pada
erysipelas hanya mengenai bagian superficial sedangkan pada selulitis dapat mengenai jaringan
subkutan.8
2.2.2. Etiologi
Dewasa: Staphylococcus aureus, Group A Streptococcus (paling sering), Streptococcus
beta hemolyticus grup B, C, G, P. aeruginosa.

20
Anak-anak: Pneumococci, Neisseria meningitides grup B (periorbita), Haemophilus
influenza type b.
Infeksi kronis jaringan lunak: Nocardia brasiliensis, Sporothrixschenckii, Madurella
species, Scedosporum species, Nontuberculous Mycobacteria (NTM).
Gigitan dan air liur anjing dan kucing: P. multocida dan Pasteurella species.3,4
2.2.3. Patogenesis
Kuman masuk melalui lesi pada kulit atau mukosa seperti Tinea pedis dan ulkus pada
kaki merupakan media yang baik untuk kuman. Setelah kuman masuk dan menyebar melalui
celah jaringan muncul hialuronidase memecah polisakarida, dan fibrinolisin merusak barier
fibrin, lecithinase merusak membrane sel. Kerusakan jaringan lokal ini dapat memicu infeksi
bakteri anaerobik. Biasanya respon individu yang terinfeksi ringan namun pada selulitis adanya
reaksi sitokin dan super antigen dari bakteri menyebabkan infeksi jaringan yang hebat. Infeksi
biasanya diikuti oleh bakteremia/sepsis.3
2.2.4. Faktor resiko
Imunitas yang terganggu seperti diabetes mellitus
penyalah gunaan obat dan alkohol,
kemoterapi,
limfedema kronis,
episode selulitis/ erysipelas sebelumnya,
perawatan dirumah sakit yang terlalu lama,
usia ekstrim,
Retakan dan pengelupasan pada kulit
Riwayat penyakit pembuluh darah perifer
Cedera atau trauma dengan luka terbuka
Gigitan atau sengatan serangga 4,8
Pemakaian kortikosteroid
Luka dari operasi
Higiene yang kurang. 4,8
2.2.5 Manifestasi klinis
Demam, mengigil merupakan gejala klinis sebelum selulitis muncul. Demam dan
mengigil ini dihubungkan dengan adanya infeksi Grup A Streptococcus. Biasanya juga

21
ditemukan adanya nyeri lokal pada luka. Adanya lesi kemerahan yang tidak meninggi dan batas
tidak jelas (beda dengan erysipelas) yang nyeri dan panas merupakan tempat masuknya bakteri.
Lesi dapat berkembang menjadi vesikel, bula, erosi, abses, perdarahan dan nekrosis pada plak
tersebut. Kadang ditemukan limfangitis karena pembesaran pada kelenjar limfe regional yang
disertai nyeri.3
2.2.6 Diagnosis
Berdasarkan morfologi dari lesi dan penyakit yang menyertai, riwayat terkena gigitan
serangga dan usia. Konfirmasi diagnosis menggunakan kultur pada pasien yang
immunocompromised. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk kecurigaan
necrotizing fasciitis.3,8
2.2.7 Penatalaksanaan
1. Disarankan tirah baring serta bagian tubuh yang terkena diimobilisasi.
2. Dapat diberikan penicillin seperti amoxycilline dengan dosis 500mg sehari 3 kali p.o.
atau amoxycilline dengan clavulanic acid 20mg/kgbb/hari selama 10 hari.
3. Pilihan obat yang lain seperti Erythromycin stearat 250-500mg sehari 4 kali, anak
40mg/kgbb/hari, Cloxacilin 250-500mg sehari 4 kali p.o.selama 10 hari, Clindamycin
150-300mg sehari 4 kali anak 15mg/kgbb/hari selama 10 hari, Ciprofloxacine 500mg
sehari2 kali selama 7 hari (untuk anak di atas 13 tahun).3

22
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang pasien bernama Tn.S , usia 65 tahun , datang ke IGD dengan keluhan kaki kanan
bengkak sejak 1 minggu sebelum MRS. Pada awalnya luka hanya berbentuk seperti benjolan
kecil berisi cairan kemudian lama- kelaman kaki kanan menjadi bengkak , kemerahan , terasa
panas dan nyeri serta kaki terasa sulit digerakan karena bengkak. Pasien tidak merasa pernah
kakinya terkena benda tajam atau terluka saat beraktivitas . Pasien mengatakan tidak terasa ada
demam selama 1 minggu terakhir semenjak kaki membengkak , mual (-) , muntah (-) . Pasien
memiliki riwayat Diabetes Mellitus tipe II yang terkontrol .
Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum GCS 456 , tekanan darah : 130/92
mmHg, nadi : 85 x/ menit, kuat reguler , RR : 20 x/menit, spontan , suhu : 36,2oC . Pada
Pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan pada kepala / leher , thorax , abdomen . Pada
pemeriksaan ekstrimitas , terdapat edema pada tungkai bawah kanan . Status lokalis pedis
dekstra didapatkan adanya eritema luas dengan batas yang tidak tegas , tidak didapatkan adanya
bullae , pada perabaan pedis terasa hangat dan terdapat nyeri tekan . Pada pemeriksaan
laboratorium , pemeriksaan darah rutin tidak menunjukan adanya leukositosis , GDA pasien 127
menandakan saat ini kadar gula darah pasien terkontrol namun hal ini masih perlu ditindak
lanjuti baik dengan pemeriksaan Gula darah Puasa/2 jam PP atau HbA1c untuk evalusi lebih jauh
mengenai kadar gula darah . Pada pemeriksaan foto Thorax tidak didapatkan adanya kelainan .
Bila meninjau hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik , Pasien diduga mengalami selulitis
pedis dekstra hal ini diakibatkan karena pasien memiliki faktor resiko berupa DM tipe II yang
menunjukan adanya proses immuno-compromised , dalam artian adanya gangguan pada imun
tubuh ; Selain itu didapatkan riwayat adanya luka kecil berupa benjolan berisi cairan yang
kemudian diikuti pembengkakan kaki setelah beberapa waktu , ada kemungkinan bahwa luka
tersebut menjadi port de entry dari bakteri yang menyebabkan terjadinya proses infeksi pada
kaki . Bakteri yang tersering pada orang dewasa adalah Staphylococcus aureus, Group A
Streptococcus dan Streptococcus beta hemolyticus grup B . Setelah kuman masuk dan menyebar
melalui celah jaringan muncul hialuronidase memecah polisakarida, dan fibrinolisin merusak
barier fibrin, lecithinase merusak membrane sel. Kerusakan jaringan lokal ini dapat memicu
infeksi bakteri anaerobik. Biasanya respon individu yang terinfeksi ringan namun pada selulitis

23
adanya reaksi sitokin dan super antigen dari bakteri menyebabkan infeksi jaringan yang hebat.
Infeksi biasanya diikuti oleh bakteremia/sepsis.
Diagnosis Selulitis dapat ditegakkan sesuai dengan gambaran klinis pada pasien berupa
lesi kemerahan yang tidak meninggi dan batas tidak jelas (beda dengan erysipelas) yang nyeri
dan panas merupakan tempat masuknya bakteri. Lesi dapat berkembang menjadi vesikel, bula,
erosi, abses, perdarahan dan nekrosis pada plak tersebut. Kadang ditemukan limfangitis karena
pembesaran pada kelenjar limfe regional yang disertai nyeri . Hal ini sesuai dengan gambaran
klinis pada Tn.S. Konfirmasi diagnosis menggunakan kultur pada pasien yang
immunocompromised.
Penatalaksanaan Selulitis meliputi tirah baring serta imobilisasi bagian tubuh yang
terkena infeksi sehingga pasien ini disarankan untuk MRS. Pasien ini diberikan inj. Ceftriaxone
2 x 1 g ditujukan karena adanya infeksi bakterial , sehingga proses infeksi tidak berkelanjutan .
PAda pasien ini dilakukan kompres luka dengan tujuan agar terasa dingin dan mengurangi
kemerahan serta proses inflamasi . Karena pasien ini memiliki gula darah yang terkontrol sampai
saat ini maka obat anti Diabetes dapat dilanjutkan . Pemantauan kadar gula dibutuhkan agar
proses infeksi tidak meluas dan menurunkan kemungkinan terjadinya nekrosis.

24
BAB IV
RINGKASAN

Diabetes mellitus adalah suatu sindroma hiperglikemia yang sering disertai kelainan
metabolisme yang terkait ( lemak dan protein ), yang disebabkan oleh karena defek sekresi dan
jumlah insulin ( DMT1), ataupun kombinasinya dengan resistensi insulin yang merupakan
penyebab awal (DMT2) defek sekresi dan jumlah insulin tersebut. Diabetes mellitus tipe 1
(DMT1) disebabkan karena destruksi sel beta pankreas yang kebanyakan akibat dari proses
autoimun ataupun idiopatik, dan penderita DMT1 cenderung mengidap ketoasidosis diabetik (
KAD).1
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan
untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan 1. Kriteria diagnosis DM
untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi
kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT
tergantung dari hasil yang diperoleh. 1,7
TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 125 mg/dL (5.6 6.9 mmol/L). 7
Selulitis merupakan Infeksi akut yang memiliki kemiripan dengan erisipelas, yaitu infeksi
yang ditandai dengan area yang merah, nyeri, panas pada kulit yang terkena. Namun bila pada
erysipelas hanya mengenai bagian superficial sedangkan pada selulitis dapat mengenai jaringan
subkutan.8
Diagnosis berdasarkan morfologi dari lesi dan penyakit yang menyertai, riwayat terkena
gigitan serangga dan usia. Konfirmasi diagnosis menggunakan kultur pada pasien yang

25
immunocompromised. Biopsi dan pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk kecurigaan
necrotizing fasciitis.3,8

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Tjokroprawiro, Askandar dan Murtiwi, Sri bab Diabetes Mellitus pada Tjokroprawiro, Askandar,
Setiawan, Poernomo Boedi, Effendi, Chairul et al. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
2, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo, Surabaya
2. Crandall, Jill dan Shamoon, Harry Chapter 229 Diabetes mellitus pada Goldman, Lee and
Schafer, Andrew I., 2016. Goldman-Cecil Medicine 25th edition, Elsevier : Philadelphia
3. Handoko RP. ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN. Edisi Kelima.
FakultasKedokteranUniversitas Indonesia. 2007.
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of the skin: Clinical dermatology. 11th
edition. Elsevier Inc. 2011.
5. Jones, Robert E., Brashers, Valentina L., and Huether, Sue E., Chapter 21 Alteration of
Hormonal Regulation in McCance, Kathryn L., Huether, Sue E., Brashers, Valentina L. et al.
2010. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and Children 6th edition.
Elsevier : Missouri
6. http://nanto14.blogspot.co.id/2012/11/ketoasidosis-diabetikum.html
7. PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. 2015
8. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine. 7th edition. America:The McGraw-Hill Companies.2008

27

Anda mungkin juga menyukai