Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG WANITA 29 TAHUN DENGAN ANEMIA SEDANG


NORMOSITIK NORMOKROMIK , NEUTROPENI DENGAN
PENINGKATAN SEL BLAST, TROMBOSITOPENIA DENGAN
TANDA PERDARAHAN, PIELONEFRITIS, DAN HAP

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Bagian Ilmu Penyakit


Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :
Emmanuel Joseph Bagus Hestu Pradipta
22010116220228

Dosen Pembimbing :
dr. Mika Lumban Tobing, SpPD, K-HOM

Residen Pembimbing :
dr. Juhendro

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Emmanuel Joseph Bagus Hestu Pradipta


NIM : 22010116220228
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam FK UNDIP
Judul Kasus Besar : Seorang Wanita 29 Tahun Dengan Anemia
Sedang Normositik Normokromik, Neutropeni
Dengan Peningkatan Sel Blast
,Trombositopenia Dengan Tanda Perdarahan,
Pielonefritis, dan HAP
Pembimbing : dr. Mika Lumban Tobing, SpPD, K-HOM
Residen Pembimbing : dr. Juhendro

Semarang, Januari 2018

Residen Pembimbing, Dosen Pembimbing,

dr. Juhendro dr. Mika Lumban Tobing, SpPD, K-HOM

ii
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS
Identitas pasien adalah sebagai berikut:
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 29 tahun 5 bulan
Alamat : Karanglo, Jatibarang, Brebes
Tanggal Lahir : 11 Juli 1988
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
Masuk RS : 22 November 2017
Bangsal : Rajawali 3A
No CM : C651950
Pembiayaan : BPJS Non PBI

1.2. DATA DASAR


ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dilakukan pada Kamis, 14 Desember 2017
pukul 17.00 WIB di Gedung Rajawali Lantai 4A RSUP Dr. Kariadi
Semarang
Keluhan Utama : Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang
±6 bulan sebelum masuk RSDK, pasien mengeluhkan lemas. Lemas
dirasakan pada seluruh tubuh. Lemas dirasakan terus menerus sepanjang
hari dan semakin memberat. Lemas dirasakan membuat pasien menjadi
cepat lelah saat beraktivitas sehingga pasien memilih sering berbaring di
tempat tidur. Lemas sedikit berkurang apabila pasien istirahat dan semakin
berat apabila pasien melakukan aktivitas. Pasien juga mengeluh pusing

1
berkunang-kunang, demam (+) nglemeng, dirasakan naik turun namun
tidak pernah sampai mencapai suhu normal, suhu sempat diukur dan
dikatakan paling tinggi 38,5oC, sudah sempat diberi paracetamol, sempat
turun namun kembali demam lagi. Muncul bintik perdarahan di kulit pada
kedua tangan dan kaki pasien. Gusi berdarah (-), mimisan (-). Pasien juga
mengeluh perut mulai membesar dan terasa penuh, serta berdebar-debar.
Mual (+), muntah (-). Nafsu makan menurun, terdapat penurunan berat
badan, dikatakan dari awal sakit sampai sekarang mencapai 7 kilogram.
Pasien tidak sedang haid, riwayat haid dengan jumlah banyak (-), periode
haid lama (-), batuk (+), pilek (-), sesak (-), nyeri dada (-), keringat malam
hari (-), muntah darah (-), kaki dan tangan bengkak (-). Selain itu, pasien
juga mengatakan perutnya nyeri pada bagian pinggang sebelah kanan dan
kiri yang menjalar sampai ke daerah ulu hati. Nyeri dirasakan tumpul dan
seperti terlilit. BAB hitam (-), BAK merah (-), BAK seperti teh (-),
perubahan volume saat BAK (-) .Pasien sempat masuk rumah sakit pada
bulan September untuk dilakukan BMP dan BMB, dan dikatakan hasil nya
mengarah ke anemia hipoplastik dan disarankan untuk tiap bulan kontrol
ke poli RSDK.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat di RSDK karena keluhan lemah dan telah dilakukan BMP serta
BMB dan dikatakan pemeriksaan nya mengarah ke anemia hipoplastik.
- Riwayat transfusi darah merah 2 kantong pada bulan Juli-September 2017
di RS Slawi, 6 kantong di RSDK, dan bulan November 2017 1,5 kantong
di RS Slawi, 8 kantong di RSDK
- Riwayat paparan radiasi berulang disangkal
- Riwayat memiliki penyakit keganasan disangkal
- Riwayat sakit kuning disangkal
- Riwayat pengobatan TB paru disangkal
- Riwayat kencing manis disangkal
- Riwayat darah tinggi disangkal
- Riwayat merokok disangkal

2
- Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria disangkal
- Riwayat mengunakan insektisida tanpa pelindung disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat anggota keluarga memliki keluhan serupa disangkal.
- Riwayat anggota keluarga memiliki penyakit keganasan disangkal.
- Riwayat kencing manis disangkal.
- Riwayat darah tinggi disangkal.

Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien merupakan ibu rumah tangga. Pasien memiliki 1 anak yang belum
mandiri. Pengobatan di Rumah Sakit dengan BPJS JKN NON PBI. Kesan
sosial ekonomi pasien cukup.

1.3. DATA OBJEKTIF


PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 14 Desember 2017 di Ruang
Rajawali 4A pukul 17.00 WIB.
Kesadaran : Composmentis, GCS E4M6V5 = 15
Keadaan Umum : Tampak lemah
Tanda Vital
Tekanan Darah : 140/100 mmHg
Frekuensi Nadi : 99 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 36,7oC
SpO2 : 94%
VAS :5-6
BB : 50 kg TB : 160 cm BMI : 19,53
Kepala : Mesosefal, rambut tidak mudah rontok, turgor dahi
cukup, facies cooley (-)
Wajah : malar rash (-)

3
Kulit : Turgor kulit cukup, ikterik (-), petekie (+)
minimal pada ekstremitas, spider naevi (-),
discoid rash (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik
(-/-)
Telinga : Discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-)
Hidung : Napas cuping hidung (-), discharge (-/-), epistaksis
(-)
Mulut : Bibir pucat (+), bibir sianosis (-), lidah kotor (-),
perdarahan gusi (-), hipertrofi ginggiva (-), atrofi
papil lidah (-).
Tenggorokan : Tonsil T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : Trakea di tengah, JVP R ± 0 cm, pembesaran
KGB
(+) colli posterior, kaku kuduk (-)
Thoraks : Simetris, retraksi suprasternal (-), retraksi
epigastrial (-), retraksi intercostal (-)
Paru Bagian Depan
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus paru kanan = paru kiri, stem
fremitus melemah
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar
SIC II-VI (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Paru Bagian Belakang
Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus paru kanan = paru kiri , stem
fremitus melemah
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar
SIC II-VI(+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

4
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 cm medial line
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas atas SIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan linea parasternal dextra
Batas kiri sesuai ictus cordis
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : BJ I-II murni, regular, bising (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Bentuk cembung, venektasi (-), luka (-), bekas
operasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-),
liver span 16 cm, area traube pekak (+), nyeri
ketok sudut costovertebral (+)
Palpasi : Supel, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae
dengan tepi tumpul dan permukaan rata, lien
teraba di schuffner 2, nyeri tekan (+) pada regio
epigastrium dan hipochondral dextra et sinistra,
balotemen ginjal (-)

Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Pucat -/- -/-
Petekie +/+ +/+
Clubbing finger -/- -/-
Capillary Refill Time <2”/<2” <2”/<2”

5
Rectal Toucher:
Inspeksi : tidak ada kelainan pada regio anoperineal
RT : tonus sphincter ani cukup, mukosa halus, tidak teraba massa, ampula
recti tidak kolaps.
Sarung tangan : feses (+), lendir (-), darah (-)
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah
Tabel Pemeriksaan Laboratorium Darah 9 Desember 2017
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN KET
RUJUKAN
Hematologi Paket
Hemoglobin 7.2 g/dL 12.00 – 15.00 L
Hematokrit 21.6 % 35 – 47 L
Eritrosit 2.57 106/uL 4.4 – 5.9 L
MCH 28 pg 27.00 – 32.00
MCV 84 fL 76 – 96
MCHC 33.3 g/dL 29.00 – 36.00
Leukosit 3.7 103/uL 3.6 – 11
Trombosit 22 103/uL 150 – 400 L
RDW 15.6 % 11.60 – 14.80 H
MPV 12.6 fL 4.00 – 11.00 H

Tabel Pemeriksaan Laboratorium Darah 22 November 2017


NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN KET
RUJUKAN
Kimia Klinik
LDH 1567 U/L 120-246 H
Asam urat 4.8 Mg/dl 2.6-6.0
SGOT 22 U/L 15 – 34
SGPT 10 U/L 15 – 60
Ureum 19 mg/dl 15-39
Kreatinin 0.8 mg/dL 0.6-1.30
Elektrolit
Natrium 136 mmol/L 136-145
Kalium 3.4 mmol/L 3.5-5.1 L
Chlorida 104 mmol/L 98-107
Retikulosit 0.768 % 1.5-1.5
Hitung Jenis
Eosinofil 1 % 1–3
Basofil 0 % 0–2

6
Batang 0 % 2–5
Segmen 2 % 47 – 80 L
Limfosit 21 % 20 – 40
Monosit 2 % 2 – 10
AMC = 61 %
Blast = 8 %
Lain-lain Eritrosit berinti = 2/100 Leukosit
Metamielosit = 2%
Mielosit = 3%
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit Anisositosis ringan (normositik, mikrositik)
Poikilositosis ringan (ovalosit, pear shape cell,
tear drop cell)
Polikromasi (+)
Trombosit Jumlah menurun
Bentuk normal
Leukosit Jumlah tampak meningkat
Ditemukan AMC 61% dengan rasio inti
sitoplasma besar, kromatin longgar, sitoplasma
kebiruan, anak inti tidak jelas, blast 8%, smudge
cell, neutropenia
Kesan Curiga keganasan hematologi akut
Saran BMP dan pengecatan sitokimia

Pemeriksaan Laboratorium Urin


Tabel Pemeriksaan Laboratorium Urin 23 November 2017
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN KET
RUJUKAN
SEKRESI – EKSKRESI
Urin Lengkap + Analyzer
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Berat jenis 1.010 1.003 – 1.025
Ph 7 4.8 – 7.4
Protein 25 mg/dl NEG
Reduksi NEG mg/dl NEG
Urobilinogen NEG mg/dl NEG
Bilirubin NEG mg/dl NEG
Aseton NEG mg/dl NEG
Nitrit NEG NEG
Blood:

7
250/uL
Sedimen
40.9
Epitel /uL 0.0 – 40.0 H
25-30/LPK
12.2
Epitel tubulus /uL 0.0 – 6.0 H
0-1/LPB
16.1
Lekosit /uL 0.0 – 20.0
0-2/LPB
303.0
Eritrosit /uL 0.0 – 25.0 H
5-7/LPB
Kristal NEG /uL 0.0 – 10.0
Silinder 0.66 /uL 0.0 – 0.5 H
Patologi
Granula kasar NEG /LPK NEG
Granula halus NEG /LPK NEG
2.64
Sil. Hialin /uL 0.0 – 1.20 H
0-2/LPK
Sil. Epitel NEG /LPK NEG
Sil. Eritrosit NEG /LPK NEG
Sil. Lekosit NEG /LPK NEG
2.64
Mucus /uL 0.0 – 0.50 H
+/POS
Yeast cell 0.00 /uL 0.0 – 25.0
318.4
Bakteri /uL 0.0 – 100.0 H
+/POS
Sperma NEG /uL 0.00 – 3.00
Kepekatan 12.7 Ms/cm 3.00 – 27.00

8
Pemeriksaan
USG
Abdomen (23
November
2017)

9
Gambar Hasil Pemeriksaan USG Abdomen

Hepar : Ukuran membesar (ukuran ± 16.7 cm), parenkim


homogen, ekogenitas normal, tak tampak nodul, v. porta
tak melebar, v. hepatika tak melebar
Duktus biliaris : intra dan ekstrahepatal tak melebar
Vesika felea : ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu,
tak tampak sludge
Pankreas : parenkim homogen, tak tampak massa maupun
kalsifikasi
Ginjal kanan : bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas,
tak tampak penipisan korteks, tak tampak batu, PCS tak
melebar, ureter proksimal tak melebar
Ginjal kiri : bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas,
tak tampak penipisan korteks, tak tampak batu, PCS tak
melebar, ureter proksimal tak melebar
Lien : membesar (ukuran ± 17.7 cm), tak tampak massa
Aorta : tak tampak nodul paraaorta
Vesika urinaria : dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu,
tak tampak massa
Uterus : ukuran tak membesar, endometrial line tak melebar, tak
tampak massa
Tak tampak cairan bebas intraabdomen.
Tak tampak cairan supradiafragma kanan kiri.

Kesan :
- Hepatosplenomegaly dengan parenkim homogen
- Tak tampak nodul pada hepar, lien, maupun
limfadenopatiparaaorta
- Tak tampak kelainan lain pada sonografi organ-organ
intraabdomen di atas.

10
Pemeriksaan X-Foto Thorax (11 Oktober 2017)

Gambar Hasil Pemeriksaan X-Foto Thorax

Cor : CTR <50%


bentuk dan letak normal
Pulmo : corakan vaskuler tampak normal
Tak tampak bercak mauppun nodul pada kedua lapangan paru
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Kesan :

11
- Cor tak membesar
- Pulmo tak tampak infiltrat

Pemeriksaan BMP (3 Oktober 2017)

Pembacaan Preparat Darah Tepi Tanggal 22 September 2017


Diff Count: dari seluruh lapangan pandang di zona baca hanya
ditemukan 11 leukosit yang terdiri dari 4 sel neutrofil segmen dan 7
sel limfosit
Pembacaan Preparat BMP Tanggal 22 September 2017
Tempat aspirasi SIPS Dextra, konsistesi tulang normal, aspirasi sulit,
fragmen sumsum tulang negatif
KESIMPULAN
Sumsum tulang Blood Tap
Hitung jenis tidak dapat dilkukan
Pengecatan sbb sulit dinilai
Sebaran sel berinti sangat longgar
Usul : konfirmasi diagnostik dari hasil biopsi

Pemeriksaan BMB
Makroskopik
1 keping jaringan sumsum tulang dengan ukuran panjang 1 cm, diameter
0.2 cm, warna coklat keputihan, keras.
Mikroskopik
Sediaan dari sumsum tulang hiposeluler menurut umur, terdiri atas keping-
keping jaringan tulang lamelar, berupa sel hematopoetik dan stroma
jaringan ikat fibrous.

Kesimpulan

12
Biopsi sumsum tulang hiposeluler menurut umur, inconclusive

1.5. DAFTAR ABNORMALITAS

1. Badan lemah
2. Demam (+) ngelemeng
3. Perut mulai membesar dan terasa penuh
4. Berdebar – debar
5. Mual
6. Penurunan berat badan
7. Batuk
8. Nafsu makan menurun
9. Nyeri kedua pinggang yang menjalar sampai ke ulu hati
10. BMP/BMB : anemia hipoplastik
11. Riwayat tranfusi darah merah
12. TD 140/100
13. Kulit petekie
14. Konjungtiva palpebral pucat (+/+)
15. Bibir pucat
16. Pembesaran KGB colli posterior
17. Stem fremitus melemah
18. Ronkhi basah kasar pada paru anterior dan posterior
19. Nyeri ketok sudut costovertebral (+)
20. Hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, Liver span 16 cm
21. Area traube pekak (+), lien teraba di schuffner 2
22. Hb ↓ (7.2 g/dL)
23. Ht ↓ (21.6 %)
24. Eritrosit ↓ (2.57 x 106/µL)

13
25. Trombosit ↓ (22 x 103/µL)
26. RDW ↑ (15.6 %)
27. MPV ↑ (12.6 fL)
28. LDH ↑ (1567 U/L)
29. Neutropeni netrofil segmen ↓ (2%)
30. Sel Blast 8% ,smudge cell, neutropenia
31. Eritrosit berinti 2/100 leukosit
32. Proteinuria 25 mg/d
33. Hematuria
34. Sedimen epitel ↑
35. Sedimen epitel tubulus ↑
36. Sedimen silinder ↑
37. Silinder hialin ↑
38. Mukus ↑
39. Bakteriuria ↑
40. USG : Hepatoplenomegali
41. Nyeri tekan (+) pada regio epigastrium dan hipochondral dextra et
sinistra
42. Anisositosis ringan (normositik, mikrositik)
Poikilositosis ringan (ovalosit, pear shape cell, tear drop cell)
43. BMB : Biopsi sumsum tulang hiposeluler menurut umur, inconclusive

ANALISIS SINTETIS
1,4,10,11,12,14,15,22,23,24,26,31,42,43Anemia sedang normositik
normokromik
3,5,6,8,16,20,21,28,29,30,40  Neutropeni disertai peningkatan sel Blast
13,25,27  Trombositopenia dengan tanda perdarahan
2,9,19,32,33,34,35,36,37,38,39,41  Pielonefritis
7,17,18  Infiltrat paru

1.6. DAFTAR MASALAH


Tabel Daftar Masalah

14
Masalah
No Masalah Aktif Tgl
Non Aktif
1. Anemia sedang 14-12-2017
normositik
normokromik
2. Neutropeni disertai 14-12-2017
peningkatan sel Blast

3. Trombositopenia dengan 14-12-2017


tanda perdarahan

4. Pielonefritis 14-12-2017

5. Infiltrat paru 14-12-2017

1.7. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Problem 1 : Anemia sedang normositik normokromik


Assessment : Keganasan hematologi (Leukimia akut)
Hipoplasia (Anemia aplastik)
IP Dx : BMP/BMB
IP Rx : - Infus RL 20 tpm
- Diet biasa 1700 kkal
- Usaha PRC 3 kolf -> premed difenhidramin 1 mg iv

IP Mx : Keadaan umum, tanda-tanda vital, tanda perdarahan, cek


Darah rutin post transfusi

IP Ex :

15
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
kemungkinan penyebab dari kekurangan darah yang dialami oleh
pasien.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan
pemeriksaan pada sumsum tulang untuk menegakkan diagnosis pasti
penyakit pasien.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan
transfusi untuk memperbaiki hemoglobin pasien.

Problem 2 : Neutropeni disertai peningkatan sel Blast


Assessment : Keganasan hematologi akut (AML, ALL)
IP Dx : BMP/BMB
IP Rx : - Infus RL 20 tpm
- Diet biasa 1700 kkal
IP Mx : Keadaan umum, tanda-tanda vital, tanda-tanda perdarahan
(intrakranial, retina, gusi, epistaksis, kulit, saluran cerna).

IP Ex :
- Menjelaskan kepada pasien mengenai kecurigaan penyakit dan
penjelasan mengenai penyakit tersebut.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan yaitu
BMP ulang atau pengambilan sumsum tulang untuk menegakkan
diagnosis pasti penyakit pasien.antibiotik

Problem 3 : Trombositopenia dengan tanda perdarahan

Assessment : Produksi yang berkurang


Destruksi yang berlebihan
IP Dx : BMP/BMB, cek studi koagulasi
IP Rx :
- Infus RL 20 tpm
- Diet biasa 1700 kkal
- Trombo afaresis 250 cc

16
IP Mx : Keadaan umum, tanda-tanda vital, bintik perdarahan di
kulit, tanda-tanda perdarahan lainnya (intrakranial, retina,
gusi, epistaksis, kulit, saluran cerna), darah rutin post
transfusi.

IP Ex :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien jika bintik merah
dikulit melebar dan pasien mengalami perdarahan lain seperti gusi
berdarah, mimisan, muntah darah, atau BAB darah segera untuk
melapor kepada dokter atau perawat yang bertugas.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan
pemeriksaan pada sumsum tulang untuk menegakkan diagnosis pasti
penyakit pasien.
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa akan dilakukan
transfusi untuk memperbaiki trombosit pasien.

Problem 4 : Pielonefritis
Assessment : Etiologi
IP Dx : Kultur urin, tes sensitivitas antibiotik
IP Rx :
- Infus RL 20 tpm
- Diet biasa 1700 kkal
- Injeksi paracetamol 1 gr/8 jam
- Injeksi ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam
- Bicnat 500 mg/8 jam PO
- MST 10 mg/ 12 jam PO
- Omeprazole 40 mg/12 jam PO
- Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam iv
IP Mx : Keadaan umum, tanda-tanda vital, urin rutin ulang 1
minggu lagi.

17
IP Ex :
- Menjelaskan kepada pasien mengenai kecurigaan penyakit dan
penjelasan mengenai penyakit tersebut.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan
kultur urin untuk menegakkan diagnosis.

Problem 5 : Infiltrat paru


Assessment : Non spesifik dd/ HAP,CAP
Spesifik dd/ TB paru
Metastasis paru
IP Dx : X-Foto thorax, kultur sputum, cek sputum BTA, gram,
tes sensitivitas antibiotik
IP Rx :
- O2 kanul 4 liter/menit
- Injeksi paracetamol 1 gr/8 jam
- Injeksi Ceftriaxone 2gr/24 jam
- Injeksi metil prednisolon 1x125 mg iv
- N asetil sistein 200 mg/8 jam
IP Mx : Keadaan umum ,tanda-tanda vital, RR
IP Ex :
- Menjelaskan kepada pasien mengenai kecurigaan penyakit dan
penjelasan mengenai penyakit tersebut dan akan dilakukan beberapa
pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dari batuk dengan demam
tersebut.

1.8. CATATAN KEMAJUAN


Tanggal 15 Desember 2017
S : Batuk disertai darah semenjak tadi malam, darah berupa bercak dan
pasti mengeluarkan darah tiap kali batuk, demam nglemeng (+), lemah (+),
sesak (+)
O : Kesadaran : Composmentis , GCS E4M6V5 = 15
Keadaan Umum : Tampak lemah,sesak

18
TD : 140/90 mmHg
HR : 105 x/menit
RR : 25 x/menit
T : 36,7 oC

PEMERIKSAAN (14 NILAI


HASIL SATUAN KET
Desember 2017) RUJUKAN
Hematologi Paket
Hemoglobin 9 g/dL 12.00 – 15.00 L
Hematokrit 27.6 % 35 – 47 L
Eritrosit 3.34 106/uL 4.4 – 5.9 L
MCH 26.9 pg 27.00 – 32.00 L
MCV 82.6 fL 76 – 96
MCHC 32.6 g/dL 29.00 – 36.00
Leukosit 115.6 103/uL 3.6 – 11 H
Trombosit 15 103/uL 150 – 400 L
RDW 17.3 % 11.60 – 14.80 H
MPV 9.9 fL 4.00 – 11.00

A : Anemia sedang Normositik normokromik (Hb=9)


Trombositopenia (15.000/ul)
Pielonefritis
Infiltrat paru disertai hemoptisis
Hiperleukositosis curiga kearah keganasan dengan kegawatan
hematologi
P:
- Infus RL 20 tpm
- O2 kanul 4 l/menit
- Diet biasa 1700 kkal
- Injeksi paracetamol 1 gr/8 jam
- Injeksi ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam (stop)
- Bicnat 500 mg/8 jam PO
- MST 10 mg/ 12 jam PO

19
- Omeprazole 40 mg/12 jam PO
- Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam iv
- PRC 2 kolf -> sudah masuk 1 kolf
- TC -> 4 kolf
- Injeksi metil prednisolon 1x125 mg iv
- N asetil sistein 200 mg/8 jam
- Asam traneksamat 3x500 mg

Program:
- X-Foto thorax, kultur sputum, cek sputum BTA, gram, studi koagulasi
- Memonitor KU TV/8 jam untuk tanda kegawatan hiperleukositosis serta
tanda perdarahan

Tanggal 16 Desember 2017


S : sesak (+), lemah (+), batuk darah (+) minimal
O : Kesadaran : Composmentis GCS E4M6V5 = 15
Keadaan Umum : Tampak lemah,sesak
TD : 140/100 mmHg
HR : 101 x/menit
RR : 25 x/menit
T : 36,6 oC

Pemeriksaan Laboratorium

PEMERIKSAAN NILAI
HASIL SATUAN KET
(15 Desember 2017) RUJUKAN
Koagulasi
Plasma Prothrombin Time (PPT)
Waktu
16.1 Detik H
prothrombin 9.4-11.3
PPT Kontrol 14.7 Detik H
Partial Tromboplastin Time (PTTK)
Waktu
27.6 Detik 27.7 - 40.2 L
Tromboplastin
APTT Kontrol 32.4 Detik 29.00 – 36.00

20
Pemeriksaan X Foto Thoraks

Cor : Apeks jantung bergeser ke laterocaudal, retrocardiac space


menyempit, retrosternal space tak menyempit
Pulmo : corakan vaskuler tampak meningkat
Tampak bercak pada lapagan paru kanan kiri disertai
multipel opasitas bentuk bulat pada lapangan paru kanan
Hemidiafragma kanan setinggi costa 10 posterior

21
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Kesan :
- Cardiomegaly (LV)
- Gambaran bronkopneumonia, curiga disertai nodul paru

Pemeriksaan Sputum
Pewarnaan BTA
BTA (-)
Leukosit >25/LPK

Pewarnaan Gram

Diplococcus Gram (+) (+)


Kuman bentuk batang (-) (+)
Streptococcus (+)

Pewarnaan Jamur (+)

. A : Anemia sedang Normositik normokromik (Hb=9)


Trombositopenia (15.000/ul)
Pielonefritis
Bronkopneumonia dd/HAP,CAP
Hiperleukositosis curiga kearah keganasan dengan kegawatan
hematologi

P:
- Infus RL 20 tpm
- Diet biasa 1700 kkal
- Injeksi paracetamol 1 gr/8 jam
- Injeksi ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam (stop)
- Bicnat 500 mg/8 jam PO

22
- MST 10 mg/ 12 jam PO
- Omeprazole 40 mg/12 jam PO
- Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam iv
- PRC 1 kolf
- TC -> 4 kolf
- O2 kanul 4 l/menit
- Injeksi levofloxacin 1x750 mg iv
- Injeksi metil prednisolon 1x125 mg iv
- N asetil sistein 200 mg/8 jam
- Asam traneksamat 3x500 mg

Program :
- Memonitor KU TV/8 jam untuk tanda kegawatan hiperleukositosis
serta tanda perdarahan, tanda dan gejala reaksi transfusi, tanda
perdarahan
- Cek darah rutin post transfusi
- Usul MSCT Thorax kontras

Tanggal 17 Desember 2017


S : semakin sesak (+), lemah (+), batuk darah (-)
O : Kesadaran : Composmentis GCS E4M6V5 = 15
Keadaan Umum : tampak lemah,sesak
TD : 140/100 mmHg
HR : 110 x/menit
RR : 28 x/menit
T : 36.7 oC
JVP : R +2cm

Pemeriksaan Laboratorium Post Transfusi PRC 2 Kolf dan TC 4


kolf
PEMERIKSAAN NILAI
HASIL SATUAN KET
(16 Desember 2017) RUJUKAN
Hematologi Paket

23
Hemoglobin 9.4 g/dL 12.00 – 15.00 L
Hematokrit 28.4 % 35 – 47 L
Eritrosit 3.47 106/uL 4.4 – 5.9 L
MCH 27.1 pg 27.00 – 32.00
MCV 81.8 fL 76 – 96
MCHC 33.1 g/dL 29.00 – 36.00
Leukosit 217.4 103/uL 3.6 – 11 H
Trombosit 19 103/uL 150 – 400 L
RDW 17.7 % 11.60 – 14.80 H

A : Anemia sedang Normositik normokromik (Hb=9.4)


Trombositopenia (19.000/ul)
Pielonefritis
Bronkopneumonia dd/HAP,CAP
Hiperleukositosis curiga kearah keganasan dengan kegawatan
hematologi

P:
- Infus RL 20 tpm
- Diet biasa 1700 kkal
- Injeksi paracetamol 1 gr/8 jam
- Injeksi ceftriaxone 2 gr/24 jam
- Ciprofloxacin drip 400 mg/12 jam (stop)
- Bicnat 500 mg/8 jam PO
- MST 10 mg/ 12 jam PO
- Omeprazole 40 mg/12 jam PO
- Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam iv
- O2 masker 8 l/menit
- Injeksi levofloxacin 1x750 mg iv
- Injeksi metil prednisolon 1x125 mg iv
- Asam traneksamat 3x500 mg
Program :
- Memonitor KU TV/8 jam untuk tanda kegawatan hiperleukositosis
serta tanda perdarahan

24
BAB II
PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang wanita 29 tahun datang ke RSDK dengan keluhan


lemah. Lemah dirasakan sejak ±6 bulan. Lemah dirasakan terus menerus
sepanjang hari dan semakin memberat sehingga membuat pasien menjadi cepat
lelah saat beraktivitas dan pasien memilih sering berbaring di tempat tidur. Pasien
juga mengeluh pusing berkunang-kunang, demam (+) ngelemeng, dirasakan naik
turun namun tidak pernah sampai mencapai suhu normal, suhu sempat diukur dan
dikatakan paling tinggi 38,50C, sudah sempat diberi paracetamol dan demamnya
sempat turun namun kembali demam lagi, serta muncul bintik perdarahan di kulit
pada kedua tangan dan kaki pasien. Pasien juga mengeluh perut mulai membesar
dan terasa penuh, serta berdebar-debar. Mual (+), muntah (-). Nafsu makan
menurun, terdapat penurunan berat badan sebesar 7 kilogram. Pasien juga
mengeluuhkan terdapat batuk dan nyeri perut dari bagian pinggang kanan dan kiri
serta menjalar sampai ke daerah ulu hati. Nyeri dirasakan tumpul dan dililit.
Pasien pernah masuk sebelumnya ke RSDK dengan keluhan yang sama dan telah
dilakukan BMP serta BMB dengan hasilnya anemia hipoplastik. Pasien memiliki
riwayat transfusi darah beberapa kali, 2 kantong pada bulan Juli- September di RS
Slawi dan 6 kantong di RSDK, lalu bulan November 1,5 kantong di RS Slawi dan
8 kantong di RSDK. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva palpebral
pucat (+/+), kulit petekie pada ekstremitas superior maupun inferior, bibir pucat,
pembesaran KGB colli posterior, stem fremitus melemah, ronkhi basah kasar pada

25
kedua paru anterior dan posterior, nyeri ketok sudut costovertebral, liver span 16
cm, area traube pekak, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, dan lien teraba di
schuffner 2.
Dari anamnesis, terdapat keluhan-keluhan yang mengarah kepada gejala
umum anemia. Gejala umum anemia disebut juga sindrom anemia yang terdiri
dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga berdenging (tinnitus), mata berkunang-
kunang, kaki terasa dingin, sesak napas dan dispepsia, serta pada pemeriksaan
fisik pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut,
telapak tangan dan jaringan di bawah kuku. Sindrom anemia timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini menjadi jelas pada setiap kasus anemia
setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (<7 g/dl).1

Untuk menunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan


penunjang darah rutin pada tanggal 9 Desember 2017. Hasil pemeriksaan
laboratorium mendukung ananmnesis dan pemeriksaan fisik untuk diagnosis
anemia yaitu didapatkan hemoglobin 7,2 gr/dL (↓), hematokrit 21,6 % (↓),
eritrosit 2,57x106/µL (↓). Nilai rujukan kadar hemoglobin untuk mendiagnosis
anemia pada orang dewasa menurut WHO dapat dilihat pada tabel berikut2

Tabel Kadar hemoglobin untuk mendiagnosis anemia menurut WHO


Anemia
Populasi Non Anemia
Mild Moderate Severe
Bayi usia 6-59 bulan ≥ 11.0 10.0-10.9 7.0-9.9 < 7.0
Anak usia 5 – 11 tahun ≥ 11.5 11.0-11.4 8.0-10.9 < 8.0
Anak usia 12 – 14 tahun ≥ 12.0 11.0-11.9 8.0-10.9 < 8.0
Wanita tidak hamil (usia ≥ 12.0 11.0-11.9 8.0-10.9 < 8.0
di atas 15 tahun)
Wanita hamil ≥ 11.0 10.0-10.9 7.0-9.9 < 7.0
Pria (usia di atas 15 tahun) ≥ 13.0 11.0-12.9 8.0-10.9 < 8.0

Sementara klasifikasi anemia berdasarkan gambaran morfologis dengan


melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi dibagi menjadi tiga golongan
yaitu:

26
Tabel Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi3
Anemia Hipokromik Anemia Normokromik
Anemia Makrositer
Mikrositer Normositik
MCV < 80 fl MCV 80 – 95 fl
MCV > 95 fl
MCH < 27 pg MCH 27 – 34 pg
1. Anemia defisiensi besi 1. Anemia pasca 1. Anemia megaloblastik
2. Thalasemia major perdarahan - Anemia defisiensi
3. Anemia akibat 2. Anemia aplastik – asam folat
penyakit kronik hipoplastik - Anemia defisiensi
4. Anemia sideroblastik 3. Anemia hemolitik B12
4. Anemia akibat penyakit 2. Anemia non
kronik megaloblastik
5. Anemia mieloptisik - Anemia pada
6. Anemia pada sindrom penyakit kronik hepar
mielodisplastik - Anemia pada
7. Anemia pada leukemia sindroma
akut mielodisplastik

Gambar Algoritma pendekatan diagnosis anemia dengan


kelainan hematologi3

Oleh karena itu, klasifikasi dari anemia pada pasien ini adalah anemia
sedang dengan hemoglobin 7,2 gr/dL serta berdasarkan gambaran morfologi
dengan melihat indeks eritrosit yaitu MCV 84 fL dan MCH 28 pg (normal)
sehingga dapat diklasifikasikan menjadi anemia normositik normokromik. Pada

27
anemia normositik, assessment yang dilakukan adalah retikulosit
dan pemeriksaan sumsum tulang untuk mengetahui etiologi dari anemia.

Gambar Algoritma pendekatan diagnosis anemia


normositik3

Selain kondisi anemia, kondisi trombositopenia juga perlu diperhatikan


pada pasien. Pasien ini memiliki jumlah trombosit yang rendah, yaitu 22.000/uL.
Kondisi trombositopenia pada pasien juga dapat menyebabkan risiko perdarahan
spontan pada kulit, mukosa oral, mukosa hidung, retina, intrakranial. Perdarahan
biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia yang sering dijumpai di
ekstremitas seperti yang dijumpai pada pasien ini atau berupa epistaksis,
perdarahan gusi dan retina. Selain itu pada pasien ini juga ditemukan adanya
batuk darah karena pneumoni sebagai manifestasi klinik yang tidak wajar karena

28
adanya malfungsi dari adanya trombosit, maka dari itu diperlukan monitoring
berkala tanda-tanda tersebut bila keadaan trombositopenia menetap.4 Anamnesis
dan pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan darah rutin/lengkap, dan penilaian ulang
apusan darah tepi merupakan komponen penting dalam evaluasi awal pasien
trombositopenia. Apakah pasien sedang menjalani terapi tertentu. Pada kelainan-
kelainan bawaan yang jarang, berkurangnya produksi trombosit umumnya
disebabkan oleh kelainan sumsum tulang.5

Gambar Algoritma evaluasi trombositopenia6

Dari bagan diatas dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini terdapat
platelet count kurang dari 150.000 uL, dan didapatkan abnormalitas pada
hemoglobin dan sel darah putih pada pemeriksaan laboratorium darah. Maka

29
evaluasi yang sebaiknya dilakukan menurut bagan diatas adalah pemeriksaan
sumsum tulang melalui BMP atau BMB.
Pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi pasien, didapatkan adanya sel
blast. Normalnya sel ini tidak didapatkan pada darah tepi karena pada proses
hematopoiesis sel blast (sel-sel muda) hanya berada dalam sumsum tulang dan
akan berdifrensiasi menjadi sel matang yang kemudian dilepaskan ke darah tepi.7
Hematopoiesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel-sel
darah. Tempat utama terjadinya hemopoiesis berada di yolk sac (kantung kuning
telur) pada beberapa minggu pertama gestasi. Sejak usia enam minggu sampai
bulan ke 6-7 masa janin, hati dan limpa merupakan organ utama yang berperan
dan terus memproduksi sel darah sampai sekitar 2 minggu setelah lahir. Sumsum
tulang adalah tempat yang paling penting sejak usia 6-7 bulan kehidupan janin
dan merupakan satu-satunya sumber sel darah baru selama masa anak dandewasa
yang normal. Sel-sel yang sedang berkembang terletak di luar sinus sumsum
tulang dan sel yang matang dilepaskan kedalam rongga sinus. Proses ini terjadi
pada masa prenatal (masih dalam kandungan) dan post natal (setelah lahir). 7
Sejak 3 bulan sebelum kelahiran, sumsum tulang menjadi lokasi utama
hematopoiesis dan akan berlanjut sebagai sumber sel darah setelah lahir dan
sepanjang kehidupan. Proses pembentukan darah dapat terjadi di nodus
limfatikus, lien, timus, hepar apabila individu dalam keadaan patologis (sumsum
tulang sudah tidak berfungsi atau kebutuhan meningkat). Pembentukan darah di
luar sumsum tulang ini disebut hematopoiesis ekstrameduler.
Asal mula dari seluruh sel-sel dalam sirkulasi darah berasal dari sel stem
hematopoietic pluripoten yang mempunyai kemampuan untuk pembaharuan diri
dan mampu berkembang menjadi progenitor multipoten. Selanjutnya, progenitor
multipoten akan berkembang menjadi progenitor oligopoten yakni common
lymphoid progenitor (CLP) dan common myeloid progenitor (CMP). Sel induk
yang mempunyai komitmen untuk berdiferensiasi melalui salah satu garis turunan
sel dan membentuk suatu jalur sel khusus disebut sel stem committed. 7
Berbagai sel stem committed bila ditumbuhkan dalam biakan akan
menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu sel stem committed yang
menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E/colony

30
forming unit-erythrocyte). Demikian pula unit yang membentuk koloni granulosit
dan monosit yang disebut CFU-GM, dan seterusnya. Sel punca myeloid dan sel
punca limfoid berkembang langsung menjadi sel prekursor. Generasi berikutnya
adalah sel prekursor (-blast). Setelah beberapa kali pembelahan, sel precursor
akan berkembang menjadi bagian sesungguhnya dari darah, contohnya, monoblast
akan berkembang menjadi monosit.7
Sel induk pluripoten yang bereaksi terhadap berbagai rangsangan spesifik
akan membelah, berdiferensiasi, dan mengalami proses kematangan menjadi sub
sel dewasa dengan fungsi spesifik.Berbagai bahan untuk stimulasi dibentuk oleh
sel di bawah pengaruh berbagai stress untuk mempertahankan homeostasis dalam
system imunitas. Bahan yang disekresi oleh sel-sel ini secara umum dinamakan
sitokin dan beraksi secara autokrin maupun parakrin. Salah satu ciri kerja factor
pertumbuhan yang penting adalah bahwa dua factor atau lebih dapat bekerja
sinergis dalam merangsang suatu sel tertentu untuk berproliferasi atau
berdiferensiasi. Kerja satu factor pertumbuhan pada suatu sel dapat merangsang
produksi factor pertumbuhan lain atau reseptor factor pertumbuhan. Faktor
pertumbuhan dapat menyebabkan proliferasi sel, tetapi juga dapat menstimulasi
diferensiasi, maturasi, menghambat apoptosis, dan mempengaruhi fungsi sel
matur.7
Faktor pertumbuhan hematopoietic berupa hormone glikoprotein yang
mengatur proliferasi dan diferensiasi sel-sel progenitor hematopoietic dan fungsi
sel-sel darah matur. Faktor pertumbuhan dapat bekerja secara lokal di tempat
produksinya melalui kontak antar sel atau bersirkulasi dalam plasma. Limfosit T,
monosit dan makrofag serta sel stroma adalah sumber utama factor pertumbuhan
kecuali eritropoietin, yang 90%-nya disintesis di ginjal dan trombopoietin yang
terutama diproduksi di hati. 7

31
Gambar Perkembangan Hematopoiesis8

Pasien sempat dilakukan BMP pada tanggal 22 September 2017. Dari hasil BMP
didapatkan sumsum tulang blood tap, hitung jenis tidak dapat dilakukan,
pengecatan sbb sulit dinilai, sebaran sel berinti sangat longgar dengan usul :
konfirmasi diagnostik dari hasil biopsi. Biopsi kemudian dilakukan dan
mendapatkan hasil sumsum tulang hiposeluler menurut umur.
Anemia aplastik adalah anemia yang disertai dengan pansitopenia (atau
bisitopenia) pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum
tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau
pendesakan sumsum tulang. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus
bersifat hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai
anemia hipoplastik.7 Selain itu, masih ada istilah lain seperti anemia refrakter,
hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmieloftisis
dan anemia paralitik toksik.9 Penyebab anemia aplastik antara lain7:
1. Primer

32
a. Kelainan kongenital
1) Fanconi
2) Non fankoni
3) Dyskeratosis congenita
b. Idiopatik: penyebabnya tidak dapat ditentukan (50-70%)
2. Sekunder
a. Akibat radiasi, bahan kimia atau obat
b. Akibat obat-obat idionsinkratik
c. Karena penyebab lain:
1) Infeksi virus : hepatitis virus/virus lain
2) Akibat kehamilan
Mekanisme terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui kerusakan sel
induk (seed theory), kerusakan lingkungan mikro (soil theory) dan mekanisme
imunologik.7
Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukopenia,
dan trombositopenia. Gejala ini dapat berupa:7
1. Sindroma anemia : gejala anemia bervariasi dari ringan sampai berat
2. Gejala perdarahan: paling sering timbul dalam bentuk perdarahan kulit sperti
petechie dan echymosis. Perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis,
perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis/melena dan pada
wanita dapat berupa menoragia. Perdarahan organ lebih jarang dijumpai,
tetapi jika terjadi perdarahan otak sering bersifat fatal.
3. Tanda-tanda infeksi dapat berupa ulserasi mulut atau tenggorok, selulitis
leher, febris, dan sepsis atau syok septik.
4. Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali, atau limfadenopati lebih
jarang dijumpai.
Kelainan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia aplastik adalah:7
1. Anemia normokromik normositik disertai retikulositopenia
2. Anemia sering berat dengan kadar Hb<7 g/dl
3. Leukopenia dengan relatif limfositosis, tidak dijumpai sel muda dalam darah
tepi
4. Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat

33
5. Sumsum tulang: hipoplasia sampai aplasia. Aplasia tidak menyebar secara
merata pada seluruh sumsum tulang, sehingga sumsum tulang yang normal
dalam satu kali pemeriksaan tidak dapat menyingkirkan diagnosis anemia
aplastik, harus diulangi pada tempat-tempat yang lain.
6. Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat
Diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan adanya pansitopenia atau
bisitopenia di darah tepi dengan hipoplasia sumsum tulang, serta dengan
menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada sumsum tulang.7
Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International Agranuloscytosis
and Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah: 7
1. Satu dari tiga sebagai berikut:
a. Hemoglobin <10 g/dl, atau hematokrit <30%
b. Trombosit <50x109/L
c. Leukosit <3,5x109/L, atau neutrofil <1,5x109/L
2. Dengan retikulosit <30x109/L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat):
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel
hemopoietik atau selularitas normal oleh hiperplasia eritroid fokal dengan
deplesi seri granulosit dan megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik.
4. Pansitopenia karena obat sitotastika atau radiasi terapeutik harus diekslusi

Klasifikasi anemia aplastik sebagai berikut:


Tabel 14. Klasifikasi Anemia Aplastik9
Klasifikasi Kriteria
Anemia aplastik berat
 Selularitas sumsum tulang < 25%
 Sitopenia sedikitnya 2 dari 3 seri sel  Hitung neutrofil < 500/uL
darah  Hitung trombosit <20.000/uL
 Hitung retikulosit absolut <60.000/uL
Anemia aplastik sangat berat Sama seperti di atas kecuali hitung
neutrofil < 200/uL
Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposeluler namun

34
sitopenia tidak memenuhi kriteria
berat

Terapi anemia aplastik secara garis besar terdiri atas:


1. Terapi Konservatif
Terapi immunosupresif merupakan modalitas terapi terpenting untuk
sebagian besar pasien anemia aplastik. Obat-obatan yang termasuk dalam
terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau
antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CsA). Mekanisme
kerja ATG atau ALG pada kegagalan sumsum tulang tidak diketahui dan
mungkin melalui:
- Koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal
- Stimulasi langsung atau tidak langsung terhadap hemopoiesis
Regimen immunosupresi yang paling sering dipakai adalah ATG dari
kuda (ATGam) dosis 20 mg/kgBB/hari selama 4 hari, atau ATG kelinci
(thymoglobulin dosis 3,5 mg/kgBB/hari selama 5 hari) plus CsA (12-15
mg/kgBB, bid) umumnya selama 6 bulan. Angka respon terhadap ATG
kuda bervariasi dari 70-80% dengan kelangsungan hidup 5 tahun 80-90%.9
ATG atau ALG diindikasikan pada: 9
a. Anemia aplastik bukan berat
b. Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok
c. Anemia aplastik berat, yang berumur >20 tahun, dan pada saat
pengobatan tidak terdapat infeksi atau perdarahan atau dengan
granulosit >200/mm3.
Kortikosteroid dapat ditambahkan untuk mencegah reaksi alergi
(melawan penyakit serum intrinsik terhadap terapi ATG), yaitu
prednisolon 1 mg/kgBB selama 2 minggu pertama pemberian ATG.
Siklosporin bekerja dengan menghambat aktivasi dan proliferasi prekursor
limfosit sitotoksik. Dosisnya 3-10 mg/kgBB/hari per oral dan diberikan
selama 4-6 bulan. Dapat pula diberikan intravena. Angka keberhasilan
setara dengan ATG.9
Kombinasi ATG, siklosporin dan metilprednisolon memberikan angka
remisi 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan

35
metilprednisolon memberikan angka remisi 46%. Dosis siklosporin yang
diberikan 6 mg/kgBB/hari per oral selama 3 bulan. Dosis metilprednisolon
5 mg/kgBB/hari per oral selama seminggu kemudian berangsur-aangsur
dikurangi selama 3 minggu.9
2. Terapi Penyelamatan (Salvage Therapies)
a. Siklus immunosupresi berulang
Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon
dengan siklus immunosupresi ATG ulangan. Upaya melakukan terapi
penyelamatan dapat menunda transplantasi sumsum tulang. Namun
dampaknya masih kontroversional. Pasien dengan saudara yang cocok
dan tidak berespon terhadap ATG/CsA harus menjalani TST.9
b. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik
Penggunaan granulocyte-colony stimulating factor (G-CSF, Filgrastim
dosis 5 mg/kg/hari) atau GM-CSF (Sargramostim dosis 250
mg/kg/hari) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil walaupun tidak
bertahan lama. Faktor-faktot pertumbuhan hematopoietik tidak boleh
digunakan sebagai modalitas satu-satunya terapi anemia aplastik. 7,9
c. Steroid anabolik
Steroid anabolik dapat digunakan secara luas sebelum penemuan terapi
imunosupresif. Androgen merangsang produksi eritropoietin dan sel-
sel induk sumsum tulang. Saat ini, androgen hanya sebagai terapi
penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi imunosupresif.
Androgen yang tersedia antara lain oksimetilon dan danazol.
Oksimetilon diberikan dalam dosis 2-3 mg/kgBB/hari. efek terapi
tampak setelah 6-12 minggu. Awasi efek samping berupa virilisasi dan
gangguan fungsi hati.9
d. Kortikosterois dosis rendah sampai menengah
Fungsi steroid masih belum jelas. Ada yang memberikan prednisolon
60-100 mg/hari, jika dalam 4 minggu tidak ada respon sebaiknya
dihentikan karena memberikan efek samping serius.7
3. Terapi defnitif

36
Terapi definitif untuk anemia aplastik adalah transplantasi sumsum
tulang (TST). TST allogenik tersedia untuk sebagian kecil (hanya sekitar
30% yaang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Dengan
perbaikan umum, TST memberikan kelangsungan hidup jangka panjang
sebesar 94% (dengan donor saudara yang cocok).TST ditawarkan sebagai
pilihan kepada pasien anak dan dewasa muda yang memiliki donor cocok.9
TST allogenik dengan saudara kandung HLA-A,B, DR-matched,
mencapai angka keberhasilan remisi komplit permanen lebih dari 80%
pada kelompok pasien terpilih yang berumur <40 tahun dan bisa hidup
lama. Makin meningkat umur, makin meningkaat pula kejadian dan
beratnya reaksi penolakaan sumsum tulang donor yang disebut graft-
versus-host disease (GVHD). Terapi sumsum tulang antara umur 40-50
tahun mengandung risiko meningkatnya GVHD dan mortalitas.9
Regimen conditioning yang paling sering adalah siklofosfamid dan
ATG telah terbukti lebih unggul daripada regimen terdahulu yaitu
siklofosfamid plus total thoracoabdominal irradiation. Perbaikan pada
perawatan pasien dan terapi GVHD membuat TST menjadi prosedur yang
jauh lebih aman dan pilihan bagi lebih banyak pasien.9
4. Terapi suportif
Merupakan terapi untuk mengatasi akibat pansitpenia.7
a. Untuk mengatasi infeksi antara lain:
1) Higiene mulut
2) Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat
dan adekuat. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika
berspektrum luas yang dapat megatasi kuman gram positif dan
negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik (ampisilin)
dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin
generasi ketiga. Jika hasil biakan sudah datang, sesuaikan
antibiotika dengan hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7 hari panas
tidak turun pikirkan infeksi jamur, dapat diberikan amphotericin-B
atau flukonazol parenteral.

37
3) Transfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman
gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak memberikan
respon antibiotik adekuat. Granulosit konsentrat sangat sulit dibuat
dan masa efektifnya sangat pendek.
b. Usaha untuk mengatasi anemia: berikan transfusi pack red cell (PRC)
jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia
yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9-10 mg/dl, tidak perlu
sampai Hb normal, karena akan menekan eritropoesis internal. Pada
penderita yang akan dipersiapkan TST, pemberian transfusi harus lebih
berhati-hati.
c. Usaha untuk mengatasi perdarahan: berikan transfusi konsentrat
trombosit jika terdapat perdarahan mayor atau trombosit <20.000/mm3.
Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit
karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat
mengurangi perdarahan kulit.7
Gejala pada pasien di mana terdapat anemia normokromik normositik dan
trombositopenia ini juga dapat ditemukan pada keganasan hematologi, dalam
kasus ini yaitu leukemia. Pemeriksaan darah tepi kemudian didapatkan sel blast
8%.. Pemeriksaan darah tepi tersebut tidak dapat menyingkirkan kemungkinan
diagnosis leukemia. Leukemia ialah keganasan hematologik akibat proses
neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada berbagai
tingkatan sel induk hemopoietik sehingga terjadi ekspansi progresif dari
kelompok (clone) sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel
leukemia beredar secara sistemik. Leukemia akut merupakan leukemia dengan
perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita rata-rata meninggal
dalam 2-4 bulan. Namun dengan pengobatan yang baik ternyata leukemia akut
mengalami kesembuhan lebih banyak dibandingkan dengan leukemia kronik.7
Proses patofisologi leukemia akut dimulai dari tranformasi ganas sel induk
hematologik atau turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel
leukemia akan mengkibatkan:
1. Penekanan hemopoesis normal sehingga terjadi bone marrow failure

38
2. Infiltrasi sel leukemia ke dalam organ sehingga menimbulkan
organomegali
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik7
Leukemia akut dapat diklasifikasikan menurut klaasifikasi FAB (French
American British Group), tetapi dalam praktik sehari-hari cukup dibagi menjadi 2
golongan besar7:
1. Acute lymphoblastic leukemia (ALL)
Secara morfologik,menurut FAB dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. L1: ALL dengaan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari
ALL
b. L2: sel lebih besar, inti reguler, kromatin bergumpal, nukleoli
prominen dn sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari ALL.
c. L3: ALL mirip dengan limfoma burkit, yaitu sitoplasma basofil dengan
banyak vakuola, hanya merupaakan 1% dari ALL
Secara immunofenotipe, ALL dibagi menjadi 3 subtipe:
a. Common-ALL (c-ALL)
b. Null ALL
c. T-ALL
d. B-ALL

2. Acute myeloid leukemia (AML)


Klasifikasi morfologik yang umum dipakai ialah klasifikasi dari FAB:
a. M0: Acute myeloid leukemia without differentiation
b. M1: Acute myeloid leukemia without maturation
c. M2: Acute myeloid leukemia with maturation
d. M3: Acute promyelocytic leukemia
e. M4: Acute myelomonocytic leukemia
f. M5: Acute monocytic leukemia
i. Subtipe M5a : tanpa maturasi
ii. Subtipe M5b : dengan maturasi
g. M6: Erythroleukemia
h. M7: Megakaryocytic leukemia

39
WHO membuat klasifikasi untuk leukemia mieloid akut, yang pada
dasarnya merupakan klasifikasi MIC (Morphology, immunophenotype,
cytogenic).
Tabel 15. Klasifikasi AML menurut WHO10
I AML dengan translokasi sitogenetik rekuren
AML dengan t(8;21)(q22;q22), AML 1(CBFa)/ETO
AML dengan t(15;17)(q22;q11-12) dan varian variannya PML/RARa
AML dengan eosinofil sumsum tulang abnormal dengan inv (16)
(p13q22) atau t(16;16)(p13;q11), CBFb/MHY11
AML dengan abnormalitas 11q23 (MLL)
II AML dengan multilineage dysplasia
dengan sindrom mielodisplasia
tanpa sindrom mielodisplasia
III AML dan sindrom mielodisplastik yang berkaitan dengan terapi
akibat obat alkilasi akibat epipodofilotoksin (beberapa
merupakankelainan limfoid) tipe lain
IV AML tidak terspesifikasi
AML differensiasi minimal
AML tanpa maturasi
AML dengan maturasi
AML dengan differensiasi monositik
Leukemia monositik akut
Leukemia eritroid akut
Leukemiamegakariositik akut
Leukemiabasofilik akut
Panmielosis akut dengan mielofibrosis

Diagnosis leukemia akut harus dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan


sumsum tulang. Pemeriksaan darah tepi normal tidak dapat menyingkirkan
kemungkinan diagnosis, terutama pada aleukemic leukemia. Tahap-tahap
diagnosis leukemia akut:
1. Tentukan adanya leukemia akut
a. Klinis

40
i. Adanya gejala gagal sumsum tulang: anemia, perdarahan, dan
infeksi, sering disertai tanda-tanda hiperkatabolik.
ii. Sering dijumpai organomegali: limfadenopati, hepatomegali, atau
splenomegali
b. Darah tepi dan sumsum tulang
i. Blast dalam darh tepi > 5%
ii. Blast dalam sumsum tulang >30%
2. Tentukan jenisnya: dengan pengecatan sitokimia ditentukan klasifikasi
FAB. Jika terdapat fasilitas, lakukan
i. Immunophenotyping
ii. Pemeriksaan sitogenetika (kromosom)
Pada pemeriksaan BMP, hasil menunjukkan blood tap sehingga
pembacaan preparat sulit dilakukan. Dalam menyingkirkan diagnosis leukemia,
pemeriksaan BMP ulang seharusnya dilakukan.
Pada pasien ini juga ditemukan tanda-tanda pneumonia nosokomial, dari
anamnesis didapatkan adanya batuk yang disertai dengan dahak. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan adanya sesak dan pada pemeriksaan pru terdapat
stem fremitus yang melemah pada kedua sisi, dan ronkhi basah kasar pada kedua
paru. Pada pemeriksaan penunjang X foto thoraks ditemukan gambaran
pneumonia dengan adanya infiltrat pada kedua paru dan pada pemeriksaan sputum
untuk pewarnaan gram ditemukan diplococcus, streptococcus dan kuman bentuk
batang gram (-)
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah
pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi
sebelum masuk rumah sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah
pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi
endotrakeal.
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia
komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug
resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive
Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram

41
positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia
nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi.

Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC Atlanta),
diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :

1 Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
. menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit
2
Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
.
• Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif 
 
• Ditambah 2 diantara kriteria berikut:
- suhu tubuh > 380C
      - sekret purulen
- leukositosis
       
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS :
1
Dirawat di ruang rawat intensif
.
2 Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 >
. 35 % untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3 Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau
. kaviti dari infiltrat paru
4 Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan
. atau disfungsi organ yaitu :
• Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
• Memerlukan vasopresor > 4 jam
 
• Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
• Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
 

     

Pemeriksaan yang diperlukan adalah :


 

42
1 Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum
. atau aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika
fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan biakan kuman
secara semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika
ditemukan 106 colony-forming units/ml dari sputum, 105 – 106 colony-
forming units/ml dari aspirasi endotrracheal tube, 104 – 105 colony-
forming units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) , 103 colony-
forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102 colony-
forming units/ml dari vena kateter sentral . Dua set kultur darah aerobik
dan anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri dan kanan)
sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri patogen pada >
20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting untuk
menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua pasien pneumonia
nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah. 
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan
langsung dan biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan
pandang kecil (lpk) dan sel epitel < 10 / lpk.
2
Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit
.
3 Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan
. maka dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil
melalui tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus
dengan kateter ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL).
Tindakan lain adalah aspirasi transtorakal.12
       

43
Gambar Ringkasan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial

44
Tatalaksana pada pasien nini adalah diberikan antibiotik berupa injeksi
levofloxacin, menurut rekomendasi antibiotik yang dapat diberikan pada beberapa
jenis pneumonia nosokomial dijelaskan dalam tabel-tabel berikut :
Antibiotik yang
Patogen potensial
direkomendasikan
• Streptocoocus pneumoniae Betalaktam +
• Haemophilus influenzae antibetalaktamase 
• Metisilin-sensitif (Amoksisilin klavulanat)
Staphylocoocus aureus atau
• Antibiotik sensitif basil Gram Sefalosporin G3
negatif enterik nonpseudomonal
- Escherichia coli (Seftriakson, sefotaksim)
- Klebsiella pneumoniae atau
- Enterobacter spp Kuinolon respirasi
- Proteus spp (Levofloksasin,
- Serratia marcescens Moksifloksasin)

Antibiotik yang
atogen potensial
direkomendasikan
• Patogen MDR tanpa atau Sefalosporin antipseudomonal
dengan patogen pada Tabel (Sefepim, seftasidim,
diatas sefpirom)
Pseudomonas aeruginosa atau 
Klebsiella pneumoniae  Karbapenem antipseudomonal
(ESBL) (Meropenem, imipenem)
Acinetobacter sp atau
ß-laktam / penghambat ß
  laktamase
(Piperasilin – tasobaktam)
Methicillin resisten 
Staphylococcus aureus  ditambah
(MRSA) Fluorokuinolon
antipseudomonal
(Siprofloksasin atau
levofloksasin)
atau
Aminoglikosida
(Amikasin, gentamisin atau
tobramisin)

ditambah
Linesolid atau vankomisin atau
teikoplanin

45
Pasien ini juga didiagnosis dengan pielonefritis, dasar diagnosis tersebut
adalah dari anamnesis pasien mengeluhkan adanya nyeri kedua pinggang yang
menjalar sampai ke bagian atas perut dan rasa nyeri nya seperti tumpul sert dililit.
Lalu pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri ketok sudut costovertebral disertai
nyeri tekan. Lalu pada pemeriksaan urin ditemukan meningkatnya bakteri,
eritrosit, disertai silinder-silinder patologis dan sedimen epitel.
Pielonefritis akut non komplikata adalah infeksi akut pada parenkim dan
pelvis ginjal dengan sindroma klinis berupa demam, menggigil dan nyeri
pinggang yang berhubungan dengan bakteriuria dan piuria tanpa adanya faktor
risiko. Faktor risiko yang dimaksud adalah kelainan struktural dan fungsional
saluran kemih atau penyakit yang mendasari yang meningkatkan risiko infeksi
atau kegagalan terapi antibiotika.
Pielonefritis akut ditandai oleh menggigil, demam (>38o C), nyeri pada
daerah pinggang yang diikuti dengan bakteriuria dan piuria yang merupakan
kombinasi dari infeksi bakteri akut pada ginjal.
Urinalisis (dapat menggunakan metode dipstik) termasuk penilaian sel
darah merah dan putih, dan nitrit, direkomendasikan untuk diagnosis rutin.
Hitungan koloni uropatogen ≥104 /mL dianggap sebagai petanda bakteriuria yang
bermakna secara klinis. Pada pasien dengan cedera korda spinalis dan pasien
lanjut usia diagnosis akan lebih sulit ditegakkan karena tidak dapat melokalisasi
bagian tubuh yang sakit. Pada wanita hamil perlu diberikan perhatian khusus
karena akan memberikan dampak yang lebih berat baik terhadap ibu maupun
janin. Kebanyakan pria dengan ISK disertai demam ada hubungannya dengan
infeksi prostat yang dapat dilihat dari peningkatan PSA dan volume prostat
sehingga evaluasi urologi rutin harus dilakukan.
Evaluasi saluran kemih bagian atas dengan USG dan foto BNO untuk
menyingkirkan kemungkinan obstruksi atau batu saluran kemih. Pemeriksaan
tambahan, seperti IVP/CT-scan, seharusnya dipertimbangkan bila pasien masih
tetap demam setelah 72 jam untuk menyingkirkan faktor komplikasi yang lebih
jauh seperti abses ginjal. Untuk diagnosis faktor penyebab yang kompleks pada
wanita hamil, USG atau magnetic resonance imaging (MRI) dijadikan pilihan
untuk menghindari risiko radiasi pada janin.11

46
Berikut ini adalah deskripsi beberapa agen antimikroba yang umum digunakan
dalam terapi infeksi saluran kemih:
1. Siprofloksasin Obat golongan kuinolon ini bekerja dengan menghambat
DNA gyrase sehingga sintesa DNA kuman terganggu. Siprofloksasin
terutama aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk Salmonella,
Shigella, Kampilobakter, Neiseria, dan Pseudomonas. Obat ini juga aktif
terhadap kuman Gram positif seperti Str. pneumonia dan Str. faecalis, tapi
bukan merupakan obat pilihan utama untuk Pneumonia streptococcus .
2. Trimetropim-Sulfametoksazol (kotrimoksazol) Sulfametoksazol dan
trimetoprim digunakan dalam bentuk kombinasi karena sifat sinergisnya.
Kombinasi keduanya menghasilkan inhibisi enzim berurutan pada jalur
asam folat. Mekanisme kerja sulfametoksazol dengan mengganggu sintesa
asam folat bakteri dan pertumbuhan lewat penghambat pembentukan asam
dihidrofolat dari asam para-aminobenzoat. Dan mekanisme kerja
trimetoprim adalah menghambat reduksi asam dihidrofolat menjadi
tetrahidrofolat.
3. Amoksisillin Amoksisilin yang termasuk antibiotik golongan penisilin
bekerja dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang
sensitif, penisilin akan menghasilkan efek bakterisid. Amoksisillin
merupakan turunan ampisillin yang hanya berbeda pada satu gugus
hidroksil dan memiliki spektrum antibakteri yang sama. Obat ini
diabsorpsi lebih baik bila diberikan per oral dan menghasilkan kadar yang
lebih tinggi dalam plasma dan jaringan.
4. Seftriakson Seftriakson merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi ketiga. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertumbuhan kuman,
berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman
untuk ketangguhan dindingnya.Seftriakson memiliki waktu paruh yang
lebih panjang dibandingkan sefalosprin yang lain sehingga cukup
diberikan satu kali sehari. Obat ini diindikasikan untuk infeksi berat seperti
septikemia, pneumonia, dan meningitis.

47
5. Gentamisin Gentamisin merupakan aminoglikosida yang paling banyak
digunakan. Spektrum anti bakterinya luas, tetapi tidak efektif tehadap
kuman anaerob
6. Ampisilin Ampisilin adalah antiseptik infeksi saluran kemih, otitis
media, sinusitis, bronkitis kronis, salmonelosis invasif da n gonore.
Ampisilin efektif terhadap beberapa mikroba gram-negatif dan tahan asam,
sehingga dapat diberikan per oral.

DAFTAR PUSTAKA

48
1. Bakta, I Made. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. In: Setiati S, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p.
2575–81
2. WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of
anaemia and assessment of severity: Vitamin and Mineral
Nutrition Information System, 2011
3. Greer JP, Arber DA, Glader B, editors. Disorders of the red cells. In:
Wintrobe’s Clinical Hematology. 13th ed. Philadelphia; 2014. p. 587–
1029
4. Ashariati, Ami.. Myelodysplastic Syndrome. In: Setiati S, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014. p. 2711–
14
5. Sianipar NB. Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya. Cermin Dunia
Kedokt. 2014;41(6):416–21.
6. Konkle BA. Disorders of Platelets and Vessel Walls. In: Harrison’s
Hematology and Oncology. New York: The McGraw-Hill Companies,
Inc; 2010. p. 224–34
7. Bakta, I Made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC. 2006. P. 3-131
8. Commons.wikimedia.org. : Hematopoiesis new. Diakses tanggal 19
Oktober 2017.
9. Widjanarko A, Sudoyo A, Salonder H. Anemia Aplastik. In: Setiati S,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. VI. Jakarta: Interna Publishing;
2014. p. 2646–56
10. Karnianda J. Leukemia Mieloblastik Akut. In: Setiati S, Alwi I, Sudoyo A,
editors, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Hematologi. Jakarta:
Interna Publishing, 2014: p. 2671-7
11. https://www.medbox.org/guideline-penatalaksanaan-infeksi-saluran-
kemih-dan-genitalia-pria-2015/download.pdf
12. http://www.klikpdpi.com/konsensus/pnenosokomial/pnenosokomial.html

49
50

Anda mungkin juga menyukai