Anda di halaman 1dari 63

CASE BASED DISCUSSION

INFECTIVE ENDOCARDITIS

OLEH

Desak Putu Losika Dewi

017.06.0027

PEMBIMBING

dr. Gusti Ayu Suryawati, M.Biomed, Sp.JP

KEPANITERAAN KLINIK SMF PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
RUMAH SAKIT UMUM BANGLI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
laporan Case Based Discussion ini dapat terselesaikan. Laporan ini dibuat dalam
rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar, di Rumah Sakit Umum Bangli. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Gusti Ayu Suryawati, M.Biomed, Sp. JP, selaku pembimbing dalam

Case Based Discussion ini,

Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, karena
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca.

Bangli, 27 Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................2
2.1 Identitas Pasien..........................................................................................2
2.2 Anamnesis.................................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................................3
2.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................5
2.5 Diagnosis Kerja.........................................................................................8
2.6 Penatalaksanaan.........................................................................................8
2.7 Rencana Kerja...........................................................................................9
2.8 Follow Up..................................................................................................9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................48
3.1 Infective Endocarditis (IE)......................................................................48
3.2 Penyakit Katup Jantung...........................................................................59
3.3 Congestive Heart Failure (CHF)............................................................64
3.4 Acute Decompensated Heart Failure (ADHF).......................................70
3.5 Hipertensi Pulmonal................................................................................71
BAB IV PENUTUP...............................................................................................73
4.1 Kesimpulan..............................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................74

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
1. Nama : IWS
2. Tanggal lahir : 31-12-1981
3. Usia : 39 tahun
4. Jenis kelamin : Perempuan
5. Agama : Hindu
6. Status : Menikah
7. MRS : 21-11-2021
8. Ruang : Cempaka
9. No. RM : 203175

2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama: Berdebar
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang sadar ke IGD RSUD Bangli dengan keluhan berdebar
sejak 3 hari SMRS. Pasien mengatakan keluhannya hilang dengan
sendirinya. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri pada dada kirinya
seperti tertindih benda berat, serta tembus ke punggungnya. Pasien juga
mengeluh Sesak nafas dirasakan saat beraktivitas (+). Sesak nafas saat
malam hari (-), pasien tidur menggunakan 1 bantal. Selain itu, pasien juga
mengeluhkan kakinya membengkak sejak kurang lebih 1 bulan. Keluhan
lain keringat dingin (+), mual (-), muntah (-), riwayat demam (-),
penurunan nafsu makan (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat hipertensi : (-)
b. Riwayat kencing manis : (-)
c. Riwayat penyakit jantung : (+)
d. Riwayat asma : (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
a. Riwayat hipertensi : (-)
b. Riwayat kencing manis : (-)
3

c. Riwayat penyakit jantung : (-)


d. Riwayat asma : (-)
5. Riwayat Sosial:
a. Merokok : (-)
b. Minum alkohol : (-)
6. Riwayat alergi : (-)
7. Riwayat Pengobatan : (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum: lemah
2. Kesadaran : Composmentis
3. GCS : E4V5M6
4. Tanda-Tanda Vital:
a. TD: 110/70 mmHg
b. Nadi: 150×/menit
c. RR: 22×/menit
d. Suhu: 36℃
e. SpO2: 98% udara ruang
f. BB: 60 kg
g. TB: 165 cm
h. IMT: 22,05 kg/m2
5. Status Generalis
a. Kepala: normocephali
b. Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil (+) isokor, edema
palpebral (-).
4

c. Hidung: discharge (-/-), nafas cuping hidung (-), deformitas (-/-),


deviasi septum nasi (-), mukosa hiperemis (-/-).
d. Mulut dan gigi: mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil
dan faring hiperemis (-), mukosa bibir kering (-), sianosis perioral (-),
carries gigi (-).
e. Telinga: discharge (-), kelainan kongenital (-)
f. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), JVP (5+4) cmH2O, deviasi trakea (-)
g. Thorax: Cor
- Inspeksi: Ictus cordis terlihat pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
- Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
- Perkusi:
Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 linea axilaris anterior sinistra
Batas atas jantung : ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung : ICS 3 linea midclavicula sinistra
- Auskultasi: S1, S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-).
h. Thorax: Pulmo (depan dan belakang)
- Inspeksi: Normochest, simetris kanan dan kiri, gerakan nafas
tertinggal (-), massa (-), tanda peradangan (-)
- Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak
ada nyeri tekan
- Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru.
- Auskultasi:
Vesikuler Rhonki Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + + + - -
5
i. Abdomen
- Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata
- Auskultasi: Bising usus (+)
- Perkusi:
Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

- Palpasi
Pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-)

j. Genitalia: Dalam batas normal


k. Ekstremitas
- Akral hangat
+ +
+ +
- Edema
- -
+ +
(pitting (pitting
edema) edema)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan EKG tanggal 21 November 2021

a. Irama: Ireguler
b. Heart rate: 147×/menit
c. Axis: RAD (Right Axis Deviation)
d. Gelombang P: Tidak terlihat jelas
e. PR interval: Tidak bisa dinilai
f. Kompleks QRS: rsR’ di sadapan V2-V3
6

g. Segmen ST: ST depresi di lead V2-V6


h. QT interval: 0,24 detik
i. Gelombang T: durasi 0,16 detik, amplitudo 0,2 mV
j. Gelombang U: tidak ada
Kesan: AF RVR, CRBBB, Iskemik anteroseptal
2. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 21 November 2021
Jenis Referensi
Nilai Keterangan
Pemeriksaan Rentang Nilai
Darah lengkap
WBC 12,2 × 109/L 3.5 – 10.0 Tinggi
LYM% 26.6% 15.0 – 50.0 Normal
LYM 3.2 × 109/L 0.5 – 5.0 Rendah
MID 0.5 × 109/L 0.1 – 1.5 Normal
MID% 3.3% 2.0 – 15.0 Normal
GRAN 8.5 × 109/L 1.2 – 8.0 Tinggi
GRA% 74.1% 35.0 – 80.0 Normal
RBC 5.56 × 1012/L 3.50 – 5.50 Tinggi
HGB 17.2 g/dl 11.5 – 16.5 Tinggi
HCT 54.2% 35.0 – 55.0 Rendah
MCV 97.4 fl 75.0 – 100.0 Tinggi
MCH 31.4 pg 25.0 -35.0 Normal
MCHC 32.3 g/dl 31.0 – 38.0 Normal
RDW% 13.5 % 11.0 – 16.0 Tinggi
RDWa 85.8 fl 30.0 – 150.0 Normal
PLT 201 × 109/L 150 – 400 Rendah
MPV 10.2 fl 8.0 – 11.0 Normal
PDW 14.1 fl 0.1 – 99.9 Normal
PCT 0.20% 0.01 – 9.99 Normal
7

Kimia darah
Creatinine 1.65 mg/Dl 0.6-1.1 Tinggi
Glukosa 76 mg/dL 75-115 Normal
Urea UV 53 mg/dL 10-50 Tinggi
CK-MB 253 U/L 0-25 Tinggi
Troponin 125.2 ng/L <19.00 Tinggi

3. Pemeriksaan Rapid Antigen COVID-19 tanggal 21 Desember 2021


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Antigen SARS CoV Negatif Negatif
2 (COVID-19)

4. Pemeriksaan Elektrolit tanggal 21 November 2021


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Keterangan
Kalium (K) 4.21 3.5-5.5 mmol/L Normal
Natrium (Na) 140.1 136-145 mmol/L Normal
Chlorida (Cl) 105.3 96-108 mmol/L Normal
Normalized ionized
1.15 1.05-1.35 mmol/L Normal
Calcium (nCa)
Total Calcium (TCa) 2.30 2.10-2.70 mmol/L Normal

5. Pemeriksaan Foto Thorax AP tanggal 21 November 2021


8

- Corakan bronkovaskular kesan normal, perselubungan groundglass


hemithorax kanan dengan sinus berselubung.
- Tidak tampak bercak berawan, cavitas, kalsifikasi maupun fibrosis di
apex.
- Cor ratio kesan membesar dengan apex tertanam, pinggang datar. CTR
65%
- Aorta tidak dilatasi.
- Sinus kiri lancip dan diafragma kesan baik.
- Tulang kesan baik.
Kesan: Gambaran mengesankan efusi pleura dextra yang menyebar karena
posisi Cardiomegaly (RVH).
2.5 Diagnosis Kerja
1. AF RVR
2. NSTEMI
3. ADHF Profil B
4. AKI dd ACKD

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di IGD Penatalaksanaan lanjutan (ruangan)
O2 nasal canule 4 lpm O2 nasal canule 2 lpm
IVFD NaCl 0,9% 8 tpm IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
Dobutamin 5- 20 mcg/kgBB= Drip Dobutamin5-20 mcg/kgBB
Targeeet MAP 65 Drip Vascon 0,05 mcg/kgBB
Drip Amiodaron 600 mg/24 jam

Loveno 2x 0,6 cc SC Drip Amiodaron 600 mg/24 jam


Morfin 2 mc (iv) k/p Loveno 2 x 0,6 cc (iv)
Asetosal 160 mg Morfin 2 mg (iv) k/p
Clopidogrel 1×75 mg (po)
Clopidogrel 1 x 75 mg Aspilet 1x 80 mg (po)
ISDN 5 mg k/p Diazepam 3×5 mg (po)
Diazepam 3 x 5 mg Laxadin 3×10 cc (po)
9

Laxadine 3 x 10 cc

2.7 Rencana Kerja


1. MRS
2. Echocardiografi
3. EKG tiap hari
10

2.1 Follow Up
1. Sabtu, 23 November 2021
Keluhan: Sesak (+), bengkak pada kedua kaki, Bak kemerahan (+)
sejak tadi sore, nyeri dada
Keadaan umum b : lemah
Kesadaran: Composmentis
GCS: E4V5M6
Tanda vital:
a. TD: 110/70 mmHg (MAP: 79 )
b. N: 104×/menit
c. RR: 27×/menit
d. SpO2: 99% nasal canule
e. Suhu: 36.2℃
f. CM: 1840 cc; CK: 950 cc
Pemeriksaan Fisik:
a. Kepala: normocephali
b. Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil (+) isokor, edema
palpebral (-).
c. Hidung: discharge (-/-), nafas cuping hidung (-), deformitas (-/-),
deviasi septum nasi (-), mukosa hiperemis (-/-).
d. ulut dan gigi: mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil
dan faring hiperemis (-), mukosa bibir kering (-), sianosis perioral
(-), carries gigi (-).
e. Telinga: discharge (-), kelainan kongenital (-)
f. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), JVP (5+3) cmH2O, deviasi trakea (-)
g. Thorax: Cor
- Inspeksi: Ictus cordis terlihat pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
- Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
11
12

- Perkusi:
Batas kanan jantung : ICS 5 linea midsternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 linea axilaris anterior Sinistra

Batas atas jantung: ICS 2 linea sternalis sinistra


Batas pinggang jantung : ICS 3 linea midclavicula sinistra
- Auskultasi:
Suara jantung utama : S1S2 tunggal ireguler, murmur (-), gallop
(-)
h. Thorax: Pulmo
- Inspeksi: Normochest, simetris kanan dan kiri, gerakan
nafas tertinggal (-), massa (-), tanda peradangan (-)
- Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru.
- Auskultasi:

Vesikuler Rhonki Wheezing

+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

i. Abdomen
- Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata
- Auskultasi: Bising usus (+)
13

 Perkusi:
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
- Palpasi: distensi (-), nyeri tekan (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-), Pemeriksaan asites: tes undulasi (-)
j. Ekstremitas
- Akral hangat
+ +
+ +
- Edema
- -
+ +
(pitting (pitting
edema) edema)
- CRT <2 detik
Pemeriksaan EKG

a. Irama: Ireguler
b. Heart rate: 104×/menit
c. Axis: RAD (Right Axis Deviation)
d. Gelombang P: Tidak terlihat jelas
e. PR interval: Tidak bisa dinilai
f. Kompleks QRS: rsR’ di sadapan V2-V3 Gelombang S
melebar di lead I, aVL, V5-V6
g. Segmen ST: ST depresi di lead V2-V6
h. QT interval: 0,24 detik
i. Gelombang T: 0,04 detik, amplitudo 0,1 mV
j. Gelombang U: tidak ada
Kesan: AF RVR, CRBBB, Iskemik anteroseptal
14

Diagnosis:
a. AF RVR
b. NSTEMI (H-3)
c. ADHF Profil B
d. AKI dd ACKD
e. Obs Hematuria

Terapi:
a. IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
b. O2 nasal canul 2 lpm
c. Drip Dobutamin 5-20 mcg/kgBB
a. Drip Vascon 0,05 mcg/kgBB  stop
b. Drip Amiodaron 600 mg/24 jam 2x 200 mg (po)
c. Loveno 2 x 0,6 cc (iv) 1x0,6 cc (sc)
d. Morfin 2 mg (iv) k/p
e. Clopidogrel 1×75 mg (po)
f. Aspilet 1x 80 mg (po)
g. Diazepam 3×5 mg (po)
h. Laxadin 3 x 10 cc
Monitoring:
- TTV, CMCK, Keluhan dan tanda-tanda perdarahan
Planning:
- EKG tiap hari, Ecokardiografy
15

2. Senin, 24 November 2021


Keluhan: Lemas (+), Sesak (+), Berdebar (+), nyeri dada (-)
Keadaan umum: Lemah
Kesadaran: Composmentis
GCS: E4V5M6
Tanda vital:
a. TD: 107/64 mmHg (MAP: 84 )
b. N: 100×/menit
c. RR: 24×/menit
d. SpO2: 96% nasal canule
e. Suhu: 36.5℃
f. CM: 1393 cc; CK: 1200 cc
Pemeriksaan Fisik:
a. Kepala: normocephali
b. Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil (+) isokor, edema
palpebral (-).
c. Hidung: discharge (-/-), nafas cuping hidung (-), deformitas (-/-),
d. deviasi septum nasi (-), mukosa hiperemis (-/-).
e. ulut dan gigi: mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil
dan faring hiperemis (-), mukosa bibir kering (-), sianosis perioral
(-), carries gigi (-).
f. Telinga: discharge (-), kelainan kongenital (-)
g. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), JVP (5+3) cmH2O, deviasi trakea (-)
h. Thorax: Cor
- Inspeksi: Ictus cordis terlihat pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
- Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
16

- Perkusi:
Batas kanan jantung : ICS 5 linea midsternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 linea axilaris anterior Sinistra

Batas atas jantung: ICS 2 linea sternalis sinistra


Batas pinggang jantung : ICS 3 linea midclavicula sinistra
- Auskultasi:
Suara jantung utama : S1S2 tunggal ireguler, mumur (-),
gallop (-)

a. Thorax: Pulmo
- Inspeksi: Normochest, simetris kanan dan kiri, gerakan
nafas tertinggal (-), massa (-), tanda peradangan (-)
- Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru.
- Auskultasi:

Vesikuler Rhonki Wheezing

+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

b. Abdomen
- Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata
- Auskultasi: Bising usus (+)
17

 Perkusi:
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani
- Palpasi: distensi (-), nyeri tekan (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-), Pemeriksaan asites: tes undulasi (-)
j. Ekstremitas
- Akral hangat
+ +
+ +
- Edema
- -
+ +
(pitting (pitting
edema) edema)
- CRT <2 detik

Pemeriksaan EKG

a. Irama: Ireguler
b. Heart rate: 100×/menit
c. Axis: RAD (Right Axis Deviation)
d. Gelombang P: Tidak terlihat jelas
e. PR interval: Tidak bisa dinilai
f. Kompleks QRS: rsR’ di sadapan V2-V3
g. Segmen ST: ST depresi di lead V3-V6
h. QT interval: 0,24 detik
i. Gelombang T: durasi 0,04 detik, amplitudo 0,1 mV
j. Gelombang U: tidak ada
Kesan: AF NVR, CRBBB, Iskemik anteroseptal
18

Diagnosis:
a. AF NVR
b. NSTEMI (H-4)
c. ADHF Profil B
d. AKI dd ACKD
e. Obs Hematuria  Teratasi
Terapi:
a. IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
b. O2 nasal canul 2 lpm  Down titrasi
c. Drip Dobutamin 5-20 mcg/kgBB
d. Drip Vascon 0,05 mcg/kgBB  stop
e. Drip Amiodaron 600 mg/24 jam 2x 200 mg (po)
f. Loveno 1x0,6 cc (sc)
g. Morfin 2 mg (iv) k/p
h. Clopidogrel 1×75 mg (po)
i. Aspilet 1x 80 mg (po)
j. Diazepam 3×5 mg (po)
k. Laxadin 3 x 10 cc
Monitoring:
Monitoring:
- TTV, CMCK, Keluhan dan tanda-tanda perdarahan
- INR : >7.85, swab 1  negatif
Planning:
- EKG tiap hari, Ecokardiografy
19

3. Selasa, 25 November 2021


Keluhan: Sesak (+) berkurang, lebih nyaman tidur setengan duduk,
berdebar (-), nyeri dada (-), BAK jernih, lemas (+)
Keadaan umum: lemah
Kesadaran: Composmentis
GCS: E4V5M6
Tanda vital:
a. TD: 108/68 mmHg (MAP: 80)
b. N: 95×/menit
c. RR: 22×/menit
d. SpO2: 97% nasal canule
e. Suhu: 36.5℃
f. CM: 1312 cc; CK: 1200 cc
Pemeriksaan Fisik:
a. Kepala: normocephali
b. Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil (+) isokor, edema
palpebral (-).
c. Hidung: discharge (-/-), nafas cuping hidung (-), deformitas (-/-),
d. deviasi septum nasi (-), mukosa hiperemis (-/-).
e. ulut dan gigi: mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil
dan faring hiperemis (-), mukosa bibir kering (-), sianosis perioral
(-), carries gigi (-).
f. Telinga: discharge (-), kelainan kongenital (-)
g. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), JVP (5+3) cmH2O, deviasi trakea (-)
h. Thorax: Cor
i. Inspeksi: Ictus cordis terlihat pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
j. Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
20

- Perkusi:
Batas kanan jantung : ICS 5 linea midsternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 linea axilaris anterior Sinistra

Batas atas jantung: ICS 2 linea sternalis sinistra


Batas pinggang jantung : ICS 3 linea midclavicula sinistra
- Auskultasi:
Suara jantung utama : S1S2 tunggal ireguler, murmur (-), gallop
(-)

a. Thorax: Pulmo
- Inspeksi: Normochest, simetris kanan dan kiri, gerakan
nafas tertinggal (-), massa (-), tanda peradangan (-)
- Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru.
- Auskultasi:

Vesikuler Rhonki Wheezing

+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

b. Abdomen
- Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata
- Auskultasi: Bising usus (+)
 Perkusi:
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani 21
Timpani Timpani Timpani
- Palpasi: distensi (-), nyeri tekan (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-), Pemeriksaan asites: tes undulasi (-)
k. Ekstremitas
- Akral hangat
+ +
+ +
- Edema
- -
- -
 CRT <2 detik

Pemeriksaan EKG

a. Irama: Ireguler
b. Heart rate: 95×/menit
c. Axis: RAD (Right Axis Deviation)
d. Gelombang P: Tidak terlihat jelas
e. PR interval: Tidak bisa dinilai
f. Kompleks QRS: rsR’ di sadapan V2-V3
g. Segmen ST: ST depresi di lead V2-V6
h. Gelombang T: Inverted V3-V5
i. QT interval: 0,24 detik
j. Gelombang U: tidak ada
Kesan: AF NVR, CRBBB, Iskemik anteroseptal

Diagnosis:
a. AF NVR
b. NSTEMI (H-5)
c. ADHF Profil B
d. AKI dd ACKD
e. Hematuria  Teratasi
Terapi:
22

4. Rabu, 26 November 2021


Keluhan: Batuk (+), lemas (+), nyeri dada (-), berdebar
Keadaan umum: sedang
Kesadaran: Composmentis
GCS: E4V5M6
Tanda vital:
a. TD: 97/75mmHg
b. N: 91×/menit
c. RR: 20×/menit
d. SpO2: 98% nasal canule
e. Suhu: 36℃
f. CM: 550 cc; CK: 600 cc
Pemeriksaan Fisik:
a. Kepala: normocephali
b. Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil (+) isokor, edema
palpebral (-).
c. Hidung: dischar ge (-/-), nafas cuping hidung (-), deformitas (-/-),
d. deviasi septum nasi (-), mukosa hiperemis (-/-).
e. ulut dan gigi: mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil
dan faring hiperemis (-), mukosa bibir kering (-), sianosis perioral
(-), carries gigi (-).
f. Telinga: discharge (-), kelainan kongenital (-)
g. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), JVP (5+3) cmH2O, deviasi trakea (-)
h. Thorax: Cor
- Inspeksi: Ictus cordis terlihat pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
- Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
23

- Perkusi:
Batas kanan jantung : ICS 5 linea midsternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 linea axilaris anterior Sinistra

Batas atas jantung: ICS 2 linea sternalis sinistra


Batas pinggang jantung : ICS 3 linea midclavicula sinistra
- Auskultasi:
Suara jantung utama : S1S2 tunggal ireguler, murmur (-), gallop
(-)

a. Thorax: Pulmo
- Inspeksi: Normochest, simetris kanan dan kiri, gerakan
nafas tertinggal (-), massa (-), tanda peradangan (-)
- Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru.
- Auskultasi:

Vesikuler Rhonki Wheezing

+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

b. Abdomen
- Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata
- Auskultasi: Bising usus (+)
 Perkusi:
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani 24
Timpani Timpani Timpani
- Palpasi: distensi (-), nyeri tekan (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-), Pemeriksaan asites: tes undulasi (-)
i. Ekstremitas
- Akral hangat
+ +
+ +
- Edema
- -
- -
 CRT <2 detik

Pemeriksaan EKG

a. Irama: Ireguler
b. Heart rate: 91×/menit
c. Axis: Normoaxis
d. Gelombang P: Tidak terlihat jelas
e. PR interval: Tidak bisa dinilai
f. Kompleks QRS: rsR’ di sadapan V2-V3
g. Segmen ST: ST depresi di lead V2-V6
h. QT interval: 0,24 detik
i. Gelombang T: T inverted di V2-V4
j. Gelombang U: tidak ada
Kesan: AF RVR, CRBBB, Iskemik anteroseptal

Diagnosis:
a. AF NSR
b. NSTEMI (H-6)
c. ADHF Profil B
d. AKI dd ACKD
Terapi:
a. IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
25

5. Kamis, 27 November 2021


Keluhan: Batuk (-), berdebar (-), sesak (-), nyeri dada (-), bengkak
pada kaki (-), lemas (+)
Keadaan umum: sedang
Kesadaran: Composmentis
GCS: E4V5M6
Tanda vital:
a. TD: 108/78 mmHg
b. N: 94×/menit
c. RR: 22×/menit
d. SpO2: 99% nasal canule
e. Suhu: 36℃
f. CM: 950 cc; CK: 1000 cc
Pemeriksaan Fisik:
a. Kepala: normocephali
b. Mata: anemis (-/-), ikterik (-/-), reflek pupil (+) isokor, edema
palpebral (-).
c. Hidung: discharge (-/-), nafas cuping hidung (-), deformitas (-/-),
d. deviasi septum nasi (-), mukosa hiperemis (-/-).
e. ulut dan gigi: mukosa pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil
dan faring hiperemis (-), mukosa bibir kering (-), sianosis perioral
(-), carries gigi (-).
f. Telinga: discharge (-), kelainan kongenital (-)
g. Leher: Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-), JVP (5+3) cmH2O, deviasi trakea (-)
h. Thorax: Cor
- Inspeksi: Ictus cordis terlihat pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
- Palpasi: Ictus cordis teraba pada ICS 5 linea axilaris anterior
sinistra.
26

- Perkusi:
Batas kanan jantung : ICS 5 linea midsternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 5 linea axilaris anterior Sinistra

Batas atas jantung: ICS 2 linea sternalis sinistra


Batas pinggang jantung : ICS 3 linea midclavicula sinistra
- Auskultasi:
Suara jantung utama : S1S2 tunggal ireguler, murmur (-), gallop
(-)

i. Thorax: Pulmo
- Inspeksi: Normochest, simetris kanan dan kiri, gerakan
nafas tertinggal (-), massa (-), tanda peradangan (-)
- Palpasi: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan
kiri, tidak ada nyeri tekan
- Perkusi: Sonor diseluruh lapang paru.
- Auskultasi:

Vesikuler Rhonki Wheezing

+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

j. Abdomen
- Inspeksi: Abdomen datar, warna kulit merata
- Auskultasi: Bising usus (+)
 Perkusi:
Timpani Timpani Timpani
Timpani Timpani Timpani 27
Timpani Timpani Timpani
- Palpasi: distensi (-), nyeri tekan (-), hepatomegaly (-),
splenomegaly (-), Pemeriksaan asites: tes undulasi (-)
a. Ekstremitas
- Akral hangat
+ +
+ +
- Edema
- -
- -
- CRT <2 detik

Pemeriksaan EKG

a. Irama: Ireguler
b. Heart rate: 94×/menit
c. Axis: Normoaxis
d. Gelombang P: Tidak terlihat jelas
e. PR interval: Tidak bisa dinilai
f. Kompleks QRS: rsR’ di sadapan V2-V3
g. Segmen ST: ST depresi di lead V4-V6
h. QT interval: 0,24 detik
i. Gelombang T: durasi 0,04 detik, amplitudo 0,2 mV
j. Gelombang U: tidak ada
Kesan: AF RVR, CRBBB, Iskemik anterolateral

Diagnosis:
e. AF NSR
f. NSTEMI (H-6)
g. ADHF Profil B
h. AKI dd ACKD
28

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Atrial Fibrilasi


1. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang
paling umum (ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan
ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan frekuensi denyut
jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi
merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang
tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik atrium.
Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa
darah jantung.

Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali


dengan absennya gelombang P, yang diganti oleh fibrilasi atau
oskilasi antara 400- 700 permenit dengan berbagai bentuk, ukuran,
jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan dengan respon ventrikel
yang cepat dan tak teratur bila konduksi AV masih utuh. Irama
semacam ini sering disebutsebagai gelombang “f”.

Gambaran elektrokardiogram atrial fibrilasi adalah irama yang tidak


teratur dengan frekuensi laju jantung bervariasi (bisa normal/lambat/cepat).
Jika laju jantung kurang dari 60 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan
respon ventrikel lambat (SVR), jika laju jantung 60-100 kali permenit disebut
atrial fibrilasi respon ventrikel normal (NVR) sedangkan jika laju jantung
lebih dari 100 kali permenit disebut atrial fibrilasi dengan respon ventrikel
cepat (RVR). Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat dengan gelombang
P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil
sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.

2. Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial
fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:

a. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi
29
pertama. Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi
AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.

b. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai
episode pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal
AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri
dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.

c. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten
AF perlu penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan irama
sinus kembali normal.

d. Kronik/permanen AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada
permanen AF, penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena
dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama sinus yang normal.

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF


juga sering diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF
akut dan AF kronik. AF akut dikategorikan menurut waktu berlangsungnya
atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu
AF yang berlangsung lebih dari 48 jam. Berdasarkan ada tidaknya penyakit
yang mendasari, AF dapat dibedakan menjadi:
1. AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit
sistemik lainnya.
2. AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik
seperti gangguan tiroid. Berdasarkan bentuk gelombang P AF
dibedakan atas.
3. Etiologi
Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih
cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup
waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-
paru dan tubuh. Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa
faktor-faktor, diantaranya adalah:
30

a. Peningkatan tekanan/resistensi atrium (Penyakit katup jantung,


kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium, hipertrofi jantung,
kardiomiopati dan hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary
disease dan cor pulmonal chronic), serta tumor intracardiac.
b. Proses infiltratif dan inflamasi (pericarditis/miocarditis,
amiloidosis dan sarcoidosis dan faktor peningkatan usia)
c. Proses infeksi (demam dan segala macam infeksi)
d. Kelainan Endokrin (hipertiroid, feokromositoma)
e. Neurogenik (stroke dan perdarahan subarachnoid)
f. Iskemik Atrium (infark myocardial)
g. Obat-obatan (alcohol dan kafein)
h. Keturunan/genetic/
4. Tanda dan gejala
AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF
sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya
FA, penyakit yang mendasarinya. Fibrilasi atrium (AF) biasanya
menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini
terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya
dengan darah untuk memompa ke paru- paru dan tubuh. Atrial fibrilasi
sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan penderita mengalami palpitasi
(perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat atau "berdebar" dalam
dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak
napas, cepat lelah, laju denyut jantung meningkat, intoleransi terhadap
olahraga, sinkop atau gejala tromboemboli, atau dapat disertai gejala-
gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak
nafas),terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160
denyutan/menit).

Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau
kerusakan organ tubuh lainnya yang berkaitan dengan emboli systemik
(1,6). AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar
penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang
pada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi
gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.
31

5. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan
multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses
depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal,
fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.
Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava
superior dan sinus coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal
elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada atrium dan menggangu
potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA.

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial


aksi yang berulang dan melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme
multiple wavelet reentry tidak tergantung pada adanya fokus ektopik
seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit
banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada
multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang
atrium dan kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada
pembesaran atrium biasanya akan disertai dengan pemendekan periode
refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah
yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan
depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF.

Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis


timbulnya gelombang yang menetap dari Multiple wavelet reentry
depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial
premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara
cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi
ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan
bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan
fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang
mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel,
atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak
di dalam atrium.
32

Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang


tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi
lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.
Fibrilasi atrium dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada
demam reumatik, atau gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada
penderita aterosklerosis.

Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi


penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri
dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE,
trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan
stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾
stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena
stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan
hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis
atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada
AF.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain:
1. Anamnesis:
Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode
pertama, paroksismal, persisten, permanen) Menentukan beratnya gejala
yang menyertai: berdebar-debar, lemah, sesak napas terutama saat
aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal
jantung kongestif Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari
FA misalnya Hipertiroid

2. Pemeriksaan fisik:

Tanda vital: denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya,


tekanan Darah,Tekanan vena jugularis Ronki pada paru menunjukkan
kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
33

Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan


terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising pada auskultas
kemungkinan adanya penyakit katup jantung. Hepatomegali:
kemungkinan terdapat gagal jantung kanan Edema perifer:
kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif

3. Laboratorium: hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok) enzim


jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung
4. Pemeriksaan EKG: dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA),
hipertropi ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-
eksitasi (sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)
5. Foto rontgen toraks
6. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflowdan TEE (Trans Esopago Echocardiography) untuk
melihat thrombus di atrium kiri

7. Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama


ventrikel sulit dikontrol
8. Uji latih: identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol
laju irama jantung.

9. Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring,


studi elektrofisiologi.
7. Penatalaksanaan Medis
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol
ketidakteraturan irama jantung, menurunkan peningkatan denyut jantung
dan menghindari/mencegah adanya komplikasi tromboembolisme.
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat
dilakukan untuk AF. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri
adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk mengontrol
ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada dasarnya
kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi
(Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical
Cardioversion).
34

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk


mencegah adanya komplikasi dari AF. Pengobatan yang digunakan
adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan
obat ini berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus
dalam pembuluh darah serta cabang-cabang vaskularisasi.
Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah
terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah:

 Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi
dalam proses pembentukan sumbatan fibrin untuk mengurangi atau
mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan sangat
cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam
waktu ± 1 jam dengan bioavailabilitas 100%. Warfarin di
metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi (bentuk
D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan
lama kerja ± 40 jam.

 Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit
(COX2) dengan cara asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek
dari COX2 ini adalah menghambat produksi endoperoksida dan
tromboksan (TXA2) di dalam trombosit. Hal inilah yang
menyebabkan tidak terbentuknya agregasi dari trombosit. Tetapi,
penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat menyebabkan
pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah,
terutama faktor II, VII, IX dan X.

b. Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan


peningkatan denyut jantung, yaitu obat digitalis, β-blocker dan
antagonis kalsium. Obat-obat tersebut bisa digunakan secara individual
ataupun kombinasi.
35

 Digitalis
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung
dan menurunkan denyut jantung. Hal ini membuat kinerja jantung
menjadi lebih efisien. Disamping itu, digitalis juga memperlambat
sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel. Hal ini
mengakibatkan peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium
yang abnormal.
 β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem
saraf simpatis. Saraf simpatis pada jantung bekerja untuk
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini
akan berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.
 Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas
jantung akibat dihambatnya ion Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam
intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada membran sel.

c. Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat


dilakukan untuk menteraturkan irama jantung. Menurut pengertiannya,
kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang berfungsi untuk
mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung.
Pada dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan
farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik
(Electrical Cardioversion).

1) Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)


a. Amiodarone
b. Dofetilide
c. Flecainide
d. Ibutilide
e. Propafenone
f. Quinidine
36

2) Electrical Cardioversion Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung


melalui dua pelat logam (bantalan) ditempatkan pada dada. Fungsi
dari terapi listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali
normal atau sesuai dengan NSR (nodus sinus rhythm). Pasien AF
hemodinamik yang tidak stabil akibat laju ventrikel yang cepat disertai
tanda iskemia, hipotensi, sinkop peru segera dilakukan kardioversi
elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 joule. Bila tidak
berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien dipuasakan dan
dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek.

a. Operatif
 Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan
membuatan sayatan pada daerah paha. Kemudian dimasukkan
kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk kedalam
jantung.
Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi
menghancurkan fokus ektopik yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya AF.

 Maze operation

Prosedur maze operation hamper sama dengan catheter


ablation, tetapi pada maze operation, akan mengahasilkan suatu
“labirin” yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan system
konduksi sinus SA

 Artificial pacemaker

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang


ditempatkan di jantung, yang berfungsi mengontrol irama dan
denyut jantung.
37

3.2 Infark miokard (IM)


1. Definisi
Infark miokard (IM), umumnya dikenal sebagai serangan jantung,
didefinisikan sebagai kematian ireversibel sel miokard yang disebabkan oleh
iskemia. Menurut ketiga definisi yang universal dari IMA yang dilaksanakan
oleh 11 gabungan dari European Society of Cardiology (ESC), American
College of Cardiology (ACC) Foundation, American Heart Association (AHA),
dan World Heart Federasi (WHF), infark miokard akut didiagnosis ketika salah
satu dari dua kriteria sebagai berikut terpenuhi.
2. Klasifikasi
Klasifikasi IMA berdasarkan jenis penyebabnya ESC / ACCF / AHA / WHF
mengklasifikasikan infark miokard menjadi 5 tipe berdasarkan penyebab yang
mendasari:
a. Infark Miokard Tipe 1
Infark miokard spontan yang berkaitan dengan ruptur aterosklerosis
plak, fissuring, ulserasi, erosi, atau diseksi dengan trombus intraluminal
dalam satu atau 14 lebih arteri koroner, yang menyebabkan penurunan
aliran darah miokard atau emboli trombosit distal sehingga mengakibatkan
miosit nekrosi.
b. Infark Miokard Tipe 2
Infark miokard sekunder yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
iskemik. Peningkatan kebutuhan oksigen dan nutrien (misalnya, disfungsi
endotel koroner, kejang arterikoroner, embolus arteri koroner,
tachyarryhthmias / bradiaritmia, anemia, gagal pernafasan, hipertensi, atau
hipotensi).
c. Infark Miokard Tipe 3
Merupakan kematian jantung mendadak yang tak terduga. Infark
miokard yang mengakibatkan kematian ketika biomarker tidak ditemukan
hal ini disebabkan kematian terjadi sebelum sampel darah diperoleh atau
sebelum munculnya biomarker dalam sirkulasi darah.
38

d. Infark Miokard Tipe 4


1. Infark Miokard Tipe 4a Infark miokard terkait dengan percutaneous
coronary intervention [PCI]. Peningkatan nilai biomarker (CTN) 5 kali
lebih besar dari nilai normal. Selain itu, salah satu dari berikut
diperlukan: (1) gejala sugestif dari iskemia miokard; (2) perubahan
EKG iskemik baru atau BBB baru; (3) kehilangan angiografi patensi
dari arteri koroner utama atau aliran lambat persisten atau tidak ada
aliran atau embolisasi; atau (4) demonstrasi baru hilangnya
miokardium atau gambaran kelainan pada dinding jantung.
2. Infark Miokard Tipe 4b Infark miokard berhubungan dengan trombosis
stent yang terdeteksi dengan angiografi koroner atau otopsi.
e. Infark Miokard Tipe 5
Infark miokard terkait dengan bypass arteri koroner (CABG).
Peningkatan nilai biomarker jantung 10 kali lebih besar dari pasien dengan
nilai CTN normal
Klasifikasikan IMA berdasar EKG 12 sadapan
a. IMA ST-elevasi (STEMI)
Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih
luas meliputi seluruh ketebalan miokardium dan ditandai dengan adanya
elevasi segmen ST pada EKG
b. IMA non ST-elevasi (NSTEMI)
Oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan
miokardium, sehingga tidak ditandai adanya elevasi segmen ST pada
39

3. Etiologi
Aterosklerosis adalah penyakit utama yang bertanggungjawab untuk
sebagian besar kasus sindrom koroner akut. Aterosklerosis merupakan penyakit
vaskuler yang ditandai dengan penebalan dinding arteri yang membentuk unit
lesi, atau ateroma (dungkul arteri). Lesi aterosklerosis terdiri dari lemak dilapisi
jaringan ikat fibrosa (fibrous cap). Timbulnya plak ateroma ini dapat
menyebabkan penyempitan lumen arteri, dan apabila plak ateroma pecah
(ruptur), akan menimbulkan trombosis dan gangguan aliran arteri
(Suryohudoyo, 2002). Gangguan aliran darah ini dapat menyebabkan terjadinya
iskemia dan kematian jaringan di daerah aliran arteri. Apabila hal ini terjadi
pada arteri koroner, dapat menimbulkan gangguan jantung ditandai nyeri dada
(Angina pectoris) dan kematian otot jantung (Infark miokard).
Infark miokard akut rata-rata 90% disebabkan oleh trombus akut yang
menyumbat arteri koroner. Diperkirakan yang menjadi pemicu utama
terjadinya 13 trombosis koroner adalah ruptur plak dan erosi. IMA terjadi bila
trombus arteri koroner berkembang pesat di situs cedera vaskular. Cedera ini
diproduksi atau difasilitasi oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan
akumulasi lipid.
40

4. Faktor Risiko
a. Jenis Kelamin
Wanita dikatakan memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan
lakilaki. Hal ini mungkin akibat wanita mengalami IMA pada usia yang lebih
tua, cenderung lebih sering menderita diabetes dan sering mendapat terapi
kurang agresif. Wanita lebih sering mengalami nyeri dada atipikal sehingga
datang terlambat ke rumah sakit dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
trombolitik. Wanita relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause,
dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya
efek perlindungan estrogen pada wanita.
b. Usia Risiko
Aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit
yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada penelitian Ruiz dkk.,
didapatkan bahwa terjadinya aterosklerosis dipercepat dengan bertambahnya
usia, penelitian ini dibagi 2 kelompok usia yaitu usia 65tahun. Penelitian ini
dilakukan secara in vivo untuk menilai karakteristik dan komposisi plak dan
juga menjelaskan bahwa dengan penuaan, peningkatan plak, necrotic core,
dan peningkatan kadar kalsium yang secara signifikan menunjukkan efek
yang berhubungan dengan pengembangan aterosklerosis.
c. Riwayat keluarga/Ras
Riwayat keluarga dari penyakit koroner dini meningkatkan risiko
individu untuk terkena aterosklerosis dan infark miokard. Penyebab kejadian
koroner keluarga adalah multifaktorial dan termasuk unsur-unsur lain, seperti
komponen genetik dan praktek kesehatan umum yang diperoleh (misalnya
merokok, diet tinggi lemak)
d. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia merupakan peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida
serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol total, LDL, atau
trigliserida berkaitan dengan peningkatan risiko aterosklerosis koroner dan
infark miokard. Kadar HDL yang kurang dari 40 mg / dL juga dapat menjadi
penyebab peningkatan risiko.
41

The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan bahwa


kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The
Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa
penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard.
e. Hiperglikemi
Hiperglikemi sering terjadi pada kondisi IMA. Kondisi ini merupakan
prediktor morbiditas dan mortalitas pada pasien IMA dengan atau tanpa
riwayat diabetes. Pasien dengan diabetes dengan kadar gula darah masuk
tinggi ataupun tidak juga merupakan faktor risiko yang kuat. Kontrol glukosa
ketat dibutuhkan pada pasien ini. Kontrol glukosa dapat mengurangi
inflamasi dan memperbaiki ejeksi fraksi pasien dengan IMA.
f. Diabetes militus
Diabetes militus adalah kumpulan gejala akibat peningkatan kadar gula
darah karena kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Pada
diabetes militus akan timbul proses penebalan membran basalis dari kapiler
dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran
darah ke jantung. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan menjaga kadar gula
darah agar tetap normal.
g. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan
darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah
dari ventrikel kiri. Mengakibatkan kerja jantung bertambah, sehingga
ventrikel kiri 18 hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.
h. Merokok
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena penyakit jantung kororner
sebesar 50%. Komponen-komponen tertentu dari tembakau dan asap rokok
tembakau diketahui dapat merusak dinding pembuluh darah dan dapat
menyebabkan pembentukan aterosklerosis, sehingga meningkatkan risiko
infark miokard.
42

5. Patofiologi
Infark miokard akut terjadi ketika iskemia yang berlangsung cukup lama,
yaitu lebih dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang
ireversibel. Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya
aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit
aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding
arteri. Plak yang rawan pecah biasanya kecil dan non obstruktif, dengan inti
yang kaya lipid dan di tutupi oleh tutup fibrosa tipis. Plak ini berisi makrofag
yang berlimpah dan limfosit T yang diduga melepaskan matriks
metalloproteases, sitokin, kolagen dan protase yang dapat melemahkan tutup
fibrosa, yang mengakibatkan penipisan tutup fibrosa karena tegangan geser
yang diberikan oleh aliran darah.
Selain sebagai pasukan hemodinanik pada segmen arteri, protease juga
dapat menyebabkan gangguan endotel dan fissuring atau pecahnya tutup
fibromuskular. Hilangnya stabilitas struktural sebuah plak sering terjadi di
persimpangan tutup fibromuskular dan dinding pembuluh, atau dikenal sebagai
daerah tepi. Gangguan permukaan endotel dapat menyebabkan pembentukan
trombus melalui aktivasi platelet-dimediasi kaskade koagulasi. Jika trombus
cukup besar untuk menutup jalan aliran darah koroner, infark miokard dapat
terjadi.
43

Endothelium yang sering rusak terjadi di sekitar area penyakit arteri koroner.
Defisit yang dihasilkan dari faktor antitrombotik seperti thrombomodulin 20
dan prostasiklin meningkatkan pembentukan trombus. Selain itu, ada produksi
dan pelepasan beberapa faktor turunan platelet yaitu tromboksan A2
(vasokonstriktor lokal yang kuat) yang dapat menyebabkan vasokonstriksi
meningkat tanpa adanya faktor relaksasi dari endotel. Hal ini dapat mendukung
pengembangan vasospasme lokal yang memperburuk oklusi coroner.
Iskemia menyebabkan hilangnya kontraktilitas dengan cepat di dalam
miokardium yang terkena, keadaan ini disebut hypokinesis. Nekrosis mulai
berkembang di subendokardium sekitar 15-30 menit setelah oklusi koroner.
Seiring durasi oklusi meningkat 3-6 jam berikutnya, daerah kematian sel
miokard juga membesar dan memanjang dari endokardium ke miokardium dan
akhirnya ke epikardium. Daerah kematian sel miokard kemudian menyebar ke
seluruh dinding ventrikel (Booloki, 2010). Di beberapa daerah (umumnya di
tepi infark) miokardium mengalami kekakuan (kerusakan reversibel) tapi
akhirnya akan pulih jika aliran darah dipulihkan dan menyebabkan
kontraktilitas meningkat di sisa miokardium, yang disebut hyperkinesis.
Kerusakan sel dapat mengalami kemajuan dan semakin ireversibel selama
sekitar 12 jam.
Infark miokardium mulai mengalami nekrosis koagulasi ke seluruh
jaringan miokard yang disebut dengan transmural antara 4 dan 12 jam setelah
kematian sel dimulai, prosesnya ditandai dengan adanya pembengkakan sel,
kerusakan organel dan denaturasi protein. Setelah sekitar 18 jam, neutrofil
(limfosit fagosit) masuk ke dalam infark. Jumlah mereka mencapai puncak
setelah sekitar 5 hari, dan kemudian menurun. Setelah 3-4 hari, jaringan
granulasi tampak di daerah tepi infark yang terdiri dari makrofag, fibroblas,
yang menyusun jaringan parut, dan kapiler baru. Ketika jaringan granulasi
bermigrasi menuju pusat infark selama beberapa minggu, jaringan nekrotik
ditelan dan dicerna oleh makrofag. Jaringan granulasi kemudian semakin
matang, dengan peningkatan jaringan parut dan hilangnya kapiler. Setelah 2-3
bulan, regio meninggalkan area non-kontraksi dari dinding ventrikel yang
menipis, mengeras dan berwarna abuabu pucat.
44

6. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari serangan jantung tiap orang tidak sama. Banyak
serangan jantung berjalan lambat sebagai nyeri ringan atau perasaan tidak
nyaman. Bahkan beberapa orang tanpa gejala sedikitpun (dinamakan silent heart
attack). Akan tetapi pada umumnya serangan IMA ini ditandai oleh beberapa
hal berikut :
a. Nyeri dada, mayoritas pasien IMA (90%) datang dengan keluhan nyeri
dada. IMA memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri,
bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri
yang terasa hanya sedikit. Rasa nyeri ini dapat digambarkan penderita
sebagai perasaan tertekan benda berat, seperti diremas-remas, terbakar atau
ditusuk-tusuk. Rasa nyeri dapat hebat sekali sehingga penderita gelisah,
takut, berkeringat dingin dan lemas.
b. Sesak nafas, sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa
menimbulkan hiper ventilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak
nafas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna
c. Gejala gastrointestinal, peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan
muntah, biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma
pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
d. Palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat
emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstrimitas.
e. Wajah pucat abu dengan berkeringat , kulit dingin meskipun tanda-tanda
klinis dari syok tidak dijumpai
f. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau
inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi
demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai
102F atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun dan kembali
normal pada akhir dari minggu pertama.
45

7. Diagnosa
Diagnosis IMA ditegakkan jika dua dari tiga kriteria berikut ini
terpenuhi (kriteria WHO) berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas
berlangsung lebih dari 20 menit dan gambaran EKG adanya elavasi ST >2 mm,
minimal pada 24 sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2
sandapan ekstremitas. Peningkatan pertanda biomarker diikuti meningkatnya
isoenzim jantung Troponin atau CK-MB dua kali lipat dari batas normal atas
atau lebih
a. Anamnesis
Nyeri dada merupakan gejala yang membuat pasien membutuhkan
penanganan medis. Sakit parah dan menyebar ke restrosternal sampai ke
lengan, leher atau rahang. Dimana gejalanya dapat hilang, timbul atau
persisten. Nyeri tidak dapat berkurang dengan pemberian nitrat sublingual
1. Gambaran EKG
Pemeriksaan EKG 12 lead harus dikerjakan dalam 10 menit
setelah pertama masuk ke rumah sakit. Karakteristik EKG pada IMA
dapat berupa ST depresi atau perubahan gelombang T dimana pasien
mengalami oklusi total pada arteri koroner, menunjukkan adanya
suatu ST elevasi sehingga diagnosis STEMI dapat langsung
ditegakkan Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total maka
tidak terjadi elevasi segmen ST sehingga dapat di diagnosis unstable
angina atau Non STEMI.
2. Peningkatan pertanda biomarker Biomarker jantung telah
konvensional digunakan untuk diagnosis infark miokard akut, serta
dapat digunakan untuk membedakan pasien NSTEMI dan angina
tidak stabil untuk menemukan individu yang berisiko tinggi. Elevasi
CPK, CPK-MB dan Troponin I dan T terjadi pada semua pasien
dengan nekrosis miokard yang terlihat di infark miokard. Estimasi
serial CK-MB dilakukan sebelumnya untuk estimasi ukuran infark
sebelum dilakukan echocardiography. Biomarker berguna pada pasien
dengan perubahan EKG samar-samar meskipun relevansi klinis pada
infark miokard akut telah berkurang.
46

b. Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Laboratorium


1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak
bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstrimitas pucat disertai keringat
dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI. Serangan infark
miokard biasanya akut, dengan rasa sakit 25 seperti angina, tetapi
tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan
yang luar biasa pada dada. Kebalikan dengan angina yang biasa, IMA
terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat, sering pada jam-jam
awal dipagi hari. Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam,
mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah
subternal, menyebar ke kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau
abdomen sebelah atas (sehingga mirip dengan kolik cholelithiasis,
cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut). Pada
NSTEMI, nyeri dada dengan lokasi khas substernal. Nyeri di lengan,
epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang
lebih besar pada pasien berusia lebih dari 65 tahun.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah
myoglobin, creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin
(cTn) T atau cTn.
a. Myoglobin
Sangat sensitif untuk nekrosis jantung. Ini adalah biomarker
pertama yang meningkat dengan nekrosis miokard tapi sejak
spesifisitasnya berkurang, sekarang jarang digunakan dalam
praktek klinis.
b. Creatinine Kinase Isoenzyme
Tiga isoenzim CK ada (MM, BB, dan MB). Otak dan ginjal
mengandung dominan isoenzim BB, otot rangka terutama
mengandung MM, tetapi juga berisi beberapa MB (1% hingga
3%), dan otot jantung mengandung kedua isoenzim MM dan MB
isoenzim.
47

Estimasi CPK-MB digunakan untuk diagnosis nekrosis miokard


pada sindrom koroner akut. Isoenzim CK Mb juga dapat
ditemukan dalam jumlah kecil di usus kecil, lidah dan diafragma.
Olahraga berat, terutama pada pelari jarak jauh terlatih atau atlet
profesional, dapat menyebabkan peningkatan baik CK dan CK-
MB total.
c. Creatine Kinase
Serum CK melebihi batas normal dalam 4 sampai 8 jam
setelah timbulnya STEMI dan menurun ke normal dalam waktu 2
sampai 3 hari. Meskipun tingkat puncak CK terjadi pada rata-rata
di sekitar 24 jam, kadar puncak terjadi sebelumnya pada pasien
yang memiliki reperfusi sebagai akibat dari administrasi 26
fibrinolitik terapi atau rekanalisasi mekanik, serta pada pasien
dengan awal fibrinolisis spontan.
d. Troponins
Troponin jantung khusus I dan T akurat membedakan
skeletal dari kerusakan otot jantung. Troponin sekarang dianggap
sebagai biomarker pilihan untuk mendiagnosis infark miokard.
Tiap-tiap komponen troponin memainkan fungsi yang khusus
yaitu troponin I menghambat aktivitas ATPase aktomiosin dan
troponin T mengatur ikatan troponin pada tropomiosin
Troponin I sangat spesifik terhadap jaringan miokard, tidak
terdeteksi dalam darah orang sehat dan menunjukkan
peningkatan yang tinggi di atas batas atas pada pasien dengan
IMA. Troponin T yang terdapat di intraselular berikatan dengan
miofibril di miosit jantung, sehingga Troponin T yang berada di
cytosolic pool sebesar 6-8% saja, fungsi dari cytosolic pool
adalah sumber keluarnya troponin apabila terjadi cedera pada
pembuluh darah.
48

8. Penatalaksaan
a. Anti Iskemia Beta blocker.
 Betablocker
Betabloker merupakan obat pilihan pertama dalam tatalaksana
hipertensi terutama yang menyebabkan timbulnya gejala angina. Obat
ini akan bekerja mengurangi iskemia dan angina, karena efek utamanya
sebagai inotropik dan kronotropik negative. Dengan menurunnya
frekuensi denyut jantung maka waktu pengisian diastolik untuk perfusi
koroner akan memanjang. Betablocker juga menghambat pelepasan
renin di ginjal yang akan menghambat terjadinya gagal jantung.
Betablocker cardioselective (β1) lebih banyak direkomendasikan
karena tidak memiliki aktifitas simpatomimetik intrinsic
Beta blocker harus dimulai dalam 24 jam pertama pada pasien
dengan tidak adanya kontraindikasi. Obat harus diberikan secara
intravena, diikuti oleh pemberian oral, pada pasien berisiko tinggi, serta
pada pasien dengan nyeri yang sedang berlangsung, atau secara oral
untuk pasien berisiko sedang dan rendah.
Beberapa rejimen dapat digunakan. Misalnya, metoprolol intravena
dapat diberikan secara bertahap 5-mg melalui intravena lambat (5 mg
setiap 1 sampai 2 menit) dan diulang setiap 5 menit untuk total dosis
awal 15 mg. Pada pasien yang mentoleransi dosis intravena total 15
mg, terapi oral harus dimulai 15 menit setelah dosis intravena terakhir
di 25 sampai 50 mg setiap 6 jam selama 48 jam. Setelah itu, pasien
harus menerima dosis pemeliharaan 100 mg dua kali sehari.
Pemantauan selama terapi beta blocker intravena harus mencakup
pemeriksaan denyut jantung, tekanan darah dan monitoring EKG terus
menerus, serta auskultasi untuk rales dan bronkospasme.
49

b. Nitrat.
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel
kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat
adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang
mengalami aterosklerosis. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami
nyeri dada 34 berlanjut sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan
penggunaan nitrat intravena jika tidak ada kontraindikasi.
c. Calcium channel blockers (CCBs).
Pada pasien dengan NSTEMI, dengan iskemia berkelanjutan atau sering
berulang, dan kontraindikasi untuk beta blocker, kalsium nondihydropyridine
channel blocker (CCB) (misalnya, verapamil atau diltiazem) harus diberikan
sebagai terapi awal dengan tidak adanya disfungsi LV klinis yang signifikan,
peningkatan risiko syok kardiogenik, interval PR lebih besar dari 0,24 detik.
Antagonis nondihydropyridine kalsium oral dianjurkan pada pasien dengan
NSTEMI yang memiliki iskemia berulang dengan tidak adanya
kontraindikasi, setelah penggunaan yang tepat dari beta blocker dan nitrat.
CCBs direkomendasikan untuk gejala iskemik ketika beta blocker tidak
berhasil, kontraindikasi, atau menyebabkan efek samping yang tidak dapat
diterima.
d. Antiplatelet
Banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat mengurangi
kematian jantung dan dapat mengurangi infark fatal maupun non fatal dari
51% sampai 72% pada pasien dengan angina tak stabil. Oleh karena itu
aspirin dianjurkan diberikan dengan dosis awal 150-300 mg dan dosis
pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya untuk jangka panjang. Prasugrel
merupakan derivat tienopiridine yang juga merupakan prodrug. Dosis
prasugrel yaitu 60 mg loading dose dan 10 mg dosis pemeliharaan harian. 35
Prasugrel memiliki efek lebih kuat dan poten dibanding klopidogrel.
50

Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian


iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis
loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan
tanpa memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini juga dilakukan
pada pasien yang sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel
kemudian dihentikan) (PERKI, 2015). Clopidogrel direkomendasikan untuk
pasien yang tidak bisa menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel
adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg setiap hari. Pemberian dosis loading
clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg diikuti dosis tambahan 300
mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien yang dijadwalkan menerima
strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan ticagrelor
e. Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa.
GP IIb / IIIa reseptor melimpah di permukaan platelet. Ketika trombosit
diaktifkan, reseptor ini mengalami perubahan konfigurasi yang meningkatkan
afinitas untuk mengikat fibrinogen dan ligan lainnya. Karena inhibitor GP IIb
/ IIIa menduduki resptor tadi, maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat
dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Mekanisme ini independen
stimulus dari agregasi platelet dan merupakan jalur akhir dan wajib bagi
agregasi platelet.
Pada saat ini ada 3 macam obat golongan ini yang telah disetujui untuk
pemakaian dalm klinik yaitu: absiksimab, eptifibatid, tirofiban. Tirofiban dan
eptifibatid harus diberikan bersama aspirin dan heparin pada pasien dengan
iskemia terus menerus atau pasien dengan resiko tinggi dan pada pasien yang
direncanakan penggunaan PCI. Absiksimab disetujui untuk pasien dengan
angina tak stabil dan NSTEMI yang direncakanan untuk tindakan invasif dini
dimana PCI direncanakan dalam 12 jam.
f. Antikogulan.
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat
mungkin. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan
risiko perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen
tersebut. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan
berbanding risiko yang paling baik.
51

Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg setiap hari secara subkutan. Bila
antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks, penambahan bolus
UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU untuk mereka yang
mendapatkan penghambat reseptor GP IIb/IIIa) perlu diberikan saat IKP.
Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau heparin
berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang
direkomendasikan) diindaksikan apabila fondaparinuks atau enoksaparin
tidak tersedia. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian
antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari rumah
sakit.
g. Kombinasi Antiplatelet dan Antikoagulan.
Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel meningkatkan
risiko perdarahan, oleh karena itu harus dipantau ketat. Kombinasi aspirin,
clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat indikasi dapat diberikan
bersama-sama dalam waktu sesingkat mungkin dan dipilih target INR
terendah yang masih efektif. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan
clopidogrel, terutama pada penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan,
target INR 2- 2,5 lebih terpilih.
h. Statin.
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase
(statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk
mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
kontraindikasi. Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien
keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol
LDL
3.3 Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)
1. Definisi
Acute decompensated heart failure (ADHF) adalah gagal jantung
dekompensata akut yang terjadi karena adanya perburukan dari gagal
jantung kronis yang sebelumnya telah stabil.
52

2. Klasifikasi
Klasifikasi ADHF didasarkan pada kongesti dan hipoperfusi
perifer, yang terbagi menjadi 4, yaitu:
a. Profil A: warm, dry
b. Profil B: warm (akral hangat, hemodinamik stabil), wet (Rhonki,
edema ekstremitas, tanda-tanda bendungan cairan)
c. Profil C: cold (syok kardiogenik), wet (Rhonki, edema ekstremitas,
tanda-tanda bendungan cairan)
d. Profil L: cold (syok kardiogenik),dry

Tabel 11. Klasifikasi ADHF

Kongesti
No Yes
No Warm, dry Warm & Wet
Hipoperfusi Yes Cold & Dry Cold & Wet

3. Etiologi
Penyebab terjadinya perburukan gagal jantung kronis yaitu
dipengaruhi oleh beberapa faktor pencetus, di antaranya sindrom
koroner akut, takiaritmia (fibrilasi atrium, takikardi ventrikel), tekanan
darah tinggi, infeksi (pneumonia, endokarditis infeksi, sepsis), tidak
minum obat (jantung), bradiaritmia, alkohol, NSAIDs, kortikosteroid,
zat kardiotoksik, eksaserbasi penyakit paru obstruksi kronis, emboli
paru, komplikasi bedah, kardiomiopati, gangguan tiroid, atau
komplikasi mekanik akut akibat sindrom koroner akut.

4. Manifestasi klinis
ADHF ditandai dengan perburukan gejala gagal jantung kronis
yaitu sesak nafas yang makin memberat, edema tungkai, ortopnea, ronki
basah halus.
53

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebtu, dapat disimpulkan bahwa Ny. NMS


usia 52 tahun datang ke IGD RSU Bangli tanggal 09 September 2021 dengan
keluhan sesak. Diagnosis awal menunjukkan Syok kardiogenik dan AF RVR.
Selain itu, pasien juga mengalami penyakit katub jantung. Dari diagnosis
tersebut, pasien mendapatkan terapi penanganan untuk Syok kardiogenik,
Atrial Fibrilasi dan beberapa terapi suportif lainnya. Pasien di rawat hingga
taggal 18 september dan di lanjutkan dengan perawatan poliklinis setelah
keadaannya cukup stabil.
54
55

DAFTAR PUSTAKA

ESC Guideline, 2015. Infective Endocarditis (Guideline of Prevention, Diagnosis,


and Treatment). European Society of Cardiology.
Malik, A., Brito, D., Chhabra, L., 2021. Congestive Heart Failure. StatPearls
Publishing LLC. Diakses dari Congestive Heart Failure - StatPearls - NCBI
Bookshelf (nih.gov)
PERKI, 2020. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi Kedua. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Sari, P.D., Yonata, A., Haryadi, Swadharma, B., 2016. Penatalaksanaan Gagal
Jantung NYHA II disertai Pleurapneumonia pada Laki-Laki Usia 38 Tahun.
J Medula Unila, 6(1), pp. 114-119.
Shah, S.N. & Sharma, S., 2021. Mitral Stenosis. StatPearls Publishing LLC.
Diakses dari Mitral Stenosis - StatPearls - NCBI Bookshelf (nih.gov)
Smer, A., et al., 2020. Echocardiographic evaluation of Mitral Valve Regurgitation.
Mini-invasive Surg, 4(52).
Willim, H.A., 2020. Endocarditis Infektif: Diagnosis, Tatalaksana, dan
Pencegahan. CDK-287, 47(6), pp. 407-412.
Yovie K., 2017. Hipertensi Pulmoner. Buku Ajar Kardiovaskular FKUI 2nd Edition.
Jakarta: Sagung Seto.
56
57
58
59
74

Anda mungkin juga menyukai