Anda di halaman 1dari 27

JOURNAL READING

“THE RELATIONSHIP BETWEEN DRY EYE DISEASE AND DIGITAL


SCREEN USE”

Oleh:

Panji Wage Kosasih (016.06.0050)

Prasetya Angga Firmansyah (017.06.0009)

Muhammad Nagib Hadian (017.06.0037)

Pembimbing:

dr. Dewa Gede Benny Raharja Prabawa, M.Biomed, Sp. M

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI SMF MATA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya laporan Journal Reading yang berjudul “The Relationship
Between Dry Eye Disease and Digital Screen Use” dapat penulis selesaikan dengan
sabagaimana mestinya.

Di dalam laporan ini penulis memaparkan hasil penelitian pustaka yang telah
penulis laksanakan yakni berkaitan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi serta
metode pembelajaran berbasis pada masalah yang merupakan salah satu metode dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan serta bantuan hingga terselesaikannya laporan ini, penulis
mohon maaf jika dalam laporan ini terdapat banyak kekurangan dalam menggali semua
aspek yang menyangkut segala hal yang berhubungan dengan materi journal reading
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun
sehingga dapat membantu untuk dapat lebih baik lagi kedepannya.

Bangli, 11 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB 1 ........................................................................................................................... 1
ISI JURNAL ................................................................................................................. 1
1.1 Judul ................................................................................................................... 1
1.2 Abstrak ............................................................................................................... 1
1.3 Pendahuluan ....................................................................................................... 2
1.4 Metodologi ......................................................................................................... 3
1.5 Hubungan Antara Penggunaan Layar Digital Dan Penyakit Mata Kering ........ 4
1.6 Hubungan Penggunaan Layar Digital Dan Pengukuran Mata ........................... 7
1.7 Pengaruh Penggunaan Layar Digital pada Dinamika Blinking.......................... 9
1.8 Pencegahan, Diagnosis, dan Penatalaksanaan .................................................. 13
BAB 2 ......................................................................................................................... 19
KAJIAN JURNAL ...................................................................................................... 19
BAB 3 ......................................................................................................................... 21
KRITISI JURNAL ...................................................................................................... 21
BAB 4 ......................................................................................................................... 23
PENUTUP ................................................................................................................... 23
4.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 23

iii
BAB 1

ISI JURNAL
1.1 Judul
Hubungan antara penyakit mata kering dan penggunaan layar digital

1.2 Abstrak
Penyakit mata kering ditandai dengan ketidakstabilan lapisan air mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan permukaan mata. Pasien dengan penyakit mata
kering dapat mengalami nyeri/ketidaknyamanan okular dan gangguan penglihatan
yang dapat berdampak negatif pada kualitas hidup. Peningkatan penggunaan layar
digital untuk bekerja, komunikasi, dan hiburan, terutama selama masa pandemi,
dapat menyebabkan mata kering. Studi cross-sectional yang luas telah
menunjukkan bahwa durasi penggunaan layar digital dikaitkan dengan peningkatan
risiko gejala parah dan diagnosis klinis penyakit mata kering pada orang dewasa.
Durasi penggunaan smartphone juga ditemukan lebih besar pada anak usia sekolah
dengan penyakit mata kering dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki
penyakit mata kering. Hipotesis yang diterima secara umum untuk hubungan antara
penggunaan layar digital dan penyakit mata kering adalah bahwa penggunaan layar
digital mengubah dinamika kedipan, yang menyebabkan kekeringan pada mata.
Ulasan ini menjelaskan bukti bahwa penggunaan layar digital dikaitkan dengan
penyakit mata kering, bahwa penggunaan perangkat digital mengubah dinamika
berkedip, dan bahwa mata kering memengaruhi kesehatan mental dan produktivitas
kerja pada pengguna layar digital. Strategi pencegahan dan manajemen yang
bermanfaat untuk penyakit mata kering ada bagi mereka yang menggunakan layar
digital.

1
1.3 Pendahuluan
Penyakit mata kering (DED) adalah penyakit pada permukaan mata, ditandai
dengan ketidakstabilan lapisan air mata dan peradangan, yang berpotensi merusak
permukaan mata. Perkiraan prevalensi mata kering pada populasi berkisar antara
5% hingga 50%, yang kemungkinan sebagian disebabkan oleh berbagai definisi
DED. Gejala mata kering bervariasi dalam tingkat keparahan antara individu dan
dapat mencakup ketidaknyamanan okular, nyeri, kelelahan, dan gangguan visual,
seperti fluktuasi dan penglihatan kabur. Ketidaknyamanan dan rasa sakit dari mata
kering diperkirakan berdampak negatif pada kualitas hidup dan dapat
mempengaruhi kesehatan mental. Gangguan visual dan ketidaknyamanan dapat
mengganggu aktivitas seperti membaca dan mengemudi. Selain itu, mata kering
dapat mempengaruhi produktivitas kerja, yang memiliki konsekuensi bagi
kesuksesan pribadi dan ekonomi.
Mengingat potensi dampak negatif dari mata kering, penting untuk memahami
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangannya. Etiologi mata kering
bisa sulit ditentukan karena mata kering dapat dikaitkan dengan sejumlah faktor
yang berbeda. Faktor risiko umum yang diterima untuk DED termasuk faktor
intrinsik seperti bertambahnya usia, jenis kelamin perempuan, penyakit mata, dan
penyakit sistemik dan autoimun tertentu yang mendasarinya. Faktor risiko
ekstrinsik untuk DED mungkin termasuk pemakaian lensa kontak, kondisi
lingkungan (misalnya, kelembaban rendah atau aliran udara pada mata), obat
topikal atau sistemik, kurangnya praktik higienis untuk kelopak mata dan bulu
mata, tren kecantikan mata, dan bahan dan aplikasi produk kosmetik mata. .
Salah satu faktor risiko ekstrinsik yang semakin umum untuk mata kering
adalah penggunaan layar digital (misalnya, penggunaan komputer, laptop, tablet,
dan smartphone), yang dianggap berkontribusi terhadap perkembangannya dengan
memengaruhi dinamika kedipan. Menurut sebuah metaanalisis, perkiraan
prevalensi DED pada pekerja yang menggunakan layar digital berkisar antara 9,5%
hingga 87,5%. Penggunaan layar digital sangat relevan di era sekarang karena
2
penggunaan umum komputer pribadi dan smartphone. Sebagai contoh, penelitian
terbaru terhadap anak-anak berusia 9 hingga 10 tahun (N=11.875) menemukan
bahwa anak-anak menggunakan layar (untuk TV, video, bermain video game,
SMS, chatting, dan media sosial) untuk rata-rata 3,8 jam per hari dan hampir semua
anak dilaporkan menggunakan layar setiap hari. Pandemi COVID-19
meningkatkan tingkat penggunaan layar digital oleh individu karena kebutuhan
untuk tinggal di rumah dan dorongan untuk bekerja, belajar, dan bersosialisasi dari
jarak jauh. Bagi banyak individu, sekolah dan pertemuan tatap muka ditutup atau
dibatalkan dan diganti dengan pembelajaran dan acara virtual. Dalam survei besar
di Prancis selama penahanan pandemi, 64% responden (N=11.391) melaporkan
peningkatan penggunaan layar. Demikian pula, lebih dari 60% responden survei di
Kanada (N=4524) melaporkan peningkatan penggunaan Internet selama pandemi,
dan 24% pria dan 16% wanita melaporkan peningkatan penggunaan video game.
Dalam survei terhadap anak berusia 4 hingga 17 tahun di Jerman (N=1717), total
waktu layar rekreasi (menonton TV, penggunaan Internet, dan bermain game)
dilaporkan meningkat sebesar 61,2 menit per hari. Peningkatan penggunaan layar
ini dapat menyebabkan peningkatan gejala mata kering. Dalam ulasan ini, kami
fokus pada hubungan antara mata kering dan penggunaan layar digital, menjelaskan
faktor-faktor yang dapat menjelaskan hubungan tersebut, dan mendiskusikan
strategi pencegahan dan pengelolaan yang bermanfaat untuk mata kering pada
mereka yang menggunakan layar digital.

1.4 Metodologi
Pencarian database MEDLINE/PubMed dilakukan untuk meninjau literatur
tentang topik DED yang berkaitan dengan penggunaan layar digital. Kami
menyertakan artikel dari semua tahun. Istilah pencarian utama yang digunakan
adalah "mata kering", "tampilan visual", "berkedip", "layar digital", dan
"penggunaan layar" dalam berbagai kombinasi. Artikel ditinjau dan dimasukkan
untuk tinjauan naratif jika informasinya berkaitan dengan membahas hubungan

3
antara mata kering dan penggunaan layar digital, hubungan antara mata kering dan
dinamika berkedip, dampak mata kering pada kualitas hidup pengguna layar
digital, atau strategi pencegahan mata kering pada pengguna layar digital. Referensi
dalam artikel juga ditinjau untuk dimasukkan.

1.5 Hubungan Antara Penggunaan Layar Digital Dan Penyakit Mata Kering
Beberapa studi cross-sectional besar telah menunjukkan hubungan antara
penggunaan layar digital dan mata kering (Tabel 1). Dalam sebuah penelitian besar
terhadap pekerja kantoran (N=3549), gejala mata kering yang parah lebih umum di
antara mereka yang menggunakan layar digital selama >4 jam per hari (rasio odds
[OR]=1,83). Namun, tidak ada hubungan signifikan yang ditemukan antara durasi
kerja layar dan diagnosis klinis DED dalam penelitian ini. Khususnya, posisi layar
relatif terhadap mata individu dan penggunaan filter silau pada layar tidak
ditemukan mempengaruhi risiko gejala mata kering yang parah atau DED yang
didiagnosis secara klinis. Demikian pula, sebuah penelitian besar yang
menggunakan data crowdsourcing (N=4454) menemukan hubungan antara >8 jam
penggunaan layar per hari dan mata kering yang bergejala (skor total Ocular Surface
Disease Index [OSDI] 13) dibandingkan dengan <4 jam per hari. Bukti juga
mendukung hubungan antara durasi penggunaan layar digital dan DED yang
didiagnosis. Studi OSAKA (N=561) menunjukkan bahwa pekerja kantoran yang
menggunakan layar digital selama >8 jam per hari memiliki risiko DED pasti atau
kemungkinan lebih tinggi (OR=1,94). Lebih lanjut, studi JPHC-NEXT (N=102.582)
menemukan bahwa penggunaan layar digital yang lebih besar dikaitkan dengan
risiko DED yang didiagnosis secara klinis lebih tinggi (OR=1,18 untuk setiap
kenaikan 1 jam/hari) dan gejala mata kering yang parah (OR=1,11 untuk pria dan
OR=1,12 untuk wanita untuk setiap kenaikan 1 jam/hari). Ketika faktor risiko DED
kekurangan air dan DED evaporatif diperiksa di antara sekelompok 1125 individu,
paparan layar digital yang lebih besar ditemukan sebagai prediktor DED evaporatif.
Meskipun hubungan antara penggunaan layar dan diagnosis DED telah ditemukan,

4
hubungan ini tidak ditemukan ketika hanya individu yang memiliki gejala mata
kering yang diperiksa (skor total OSDI >13; n=2395).30 Secara keseluruhan,
temuan ini membentuk hubungan antara DED dan penggunaan layar digital.

Hubungan antara penggunaan layar digital dan DED juga ditemukan pada anak
usia sekolah, khususnya penggunaan smartphone. Di antara kelompok 288 anak di
Korea (rentang usia = 10-12 tahun), prevalensi penggunaan smartphone lebih tinggi
di antara anak-anak dengan DED (71,4%) dibandingkan anak-anak tanpa DED
(50%). Selanjutnya, durasi harian penggunaan smartphone (OR=1,86) dan total
durasi harian penggunaan layar digital (OR=1,82) dikaitkan dengan peningkatan
risiko DED. Sebaliknya, durasi harian penggunaan komputer atau televisi tidak
ditemukan terkait dengan DED. Temuan ini dikonfirmasi dalam penelitian yang
lebih besar pada anak-anak di Korea (N=916; rentang usia=7-12). Dalam penelitian
ini, prevalensi penggunaan smartphone lebih tinggi pada anak dengan DED (96,7%)
dibandingkan pada anak tanpa DED (55,4%). Selain itu, durasi harian rata-rata
penggunaan smartphone dan komputer lebih tinggi pada kelompok DED (masing-
masing 3,18 jam dan 1,10 jam) dibandingkan dengan kelompok non-DED (masing-
masing 0,62 jam dan 0,76 jam). Dalam analisis multivariat, durasi penggunaan
smartphone (tetapi bukan durasi penggunaan komputer atau televisi) merupakan
prediksi DED. Ketika anak-anak dengan DED berhenti menggunakan smartphone
selama empat minggu, semua anak menunjukkan peningkatan DED yang diukur
dengan erosi epitel pungtata superfisial, waktu putus air mata, dan skor OSDI, yang
menunjukkan bahwa modifikasi gaya hidup dapat membantu meningkatkan DED
pada beberapa pengguna layar digital muda.

5
Tabel 1. Studi Menyelidiki Hubungan Antara Penggunaan Layar Digital dan Gejala
Mata Kering atau Penyakit Mata Kering

Referensi Sampel Temuan

Pasien rawat jalan baru di pusat


133 (6%) orang menggunakan layar digital. Prevalensi DED lebih
mata
Hikichi dkk, 1995 tinggi di antara
(N=2127; rentang usia=10-92
mereka yang menggunakan layar digital (30/133; 23%)
tahun)

Gejala mata kering yang parah lebih umum di antara mereka


Uchino dkk, 2008 Pekerja kantoran (N=3549) yang menggunakan
layar digital selama >4 jam per hari (OR=1,83).

Mereka yang menggunakan layar digital selama >8 jam per hari
Uchino dkk, 2013 Pekerja kantoran (N=561) memiliki risiko DED pasti atau
kemungkinan lebih tinggi (OR=1,94).

Prevalensi penggunaan smartphone lebih tinggi di antara anak-


anak dengan DED (71,4% vs
Anak-anak (N=288; rentang
50%). Durasi harian penggunaan smartphone (OR=1,86) dan
Bulan dkk, 2014 usia=10–12
total durasi harian
tahun)
penggunaan layar digital (OR=1,82) dikaitkan dengan
peningkatan risiko DED

Durasi penggunaan layar digital lebih lama pada mereka dengan


Kawashima dkk,
Pekerja kantoran (N=369) DED (6,5 jam vs 6,0
2015
jam).

Prevalensi penggunaan smartphone lebih tinggi pada kelompok


DED dibandingkan kelompok
non-DED (96,7% vs 55,4%). Durasi harian penggunaan
Anak-anak (N=916; rentang
Bulan dkk, 2016 smartphone dan komputer lebih tinggi
usia=7-12)
pada kelompok DED (3,18 jam dan 1,10 jam) dibandingkan
dengan kelompok non-DED (0,62
jam dan 0,76 jam)

Penggunaan layar digital yang lebih besar dikaitkan dengan


risiko DED yang didiagnosis secara klinis
lebih tinggi (OR=1,18 untuk pria dan OR=1,18 untuk wanita
Hanyuda dkk 2020 Dewasa (N=102.582) untuk setiap kenaikan 1 jam/hari) dan
gejala mata kering yang parah (OR=1,11 untuk pria dan OR=1,12
untuk wanita untuk setiap kenaikan 1
jam/hari)

Paparan layar lebih dari 8 jam per hari dikaitkan dengan gejala
mata kering
Inomata dkk 2020 Dewasa (N=4454)
(skor total OSDI 13; OR=1,55) dibandingkan dengan kurang dari
4 jam.

Waktu layar digital yang lebih besar per hari merupakan faktor
Wang dkk 2021 Individu 16 tahun (N=322)
risiko DED (OR=1,14).

Waktu layar digital per hari merupakan faktor risiko untuk DED
Wolffsohn dkk Dewasa dan anak-anak
(OR=1,09) dan untuk
2021 (N=1125)
DED evaporatif (OR=1,08)

6
1.6 Hubungan Penggunaan Layar Digital Dan Pengukuran Mata

Beberapa penelitian telah menilai hubungan antara penggunaan layar digital


dan metrik permukaan mata, termasuk waktu pecahnya air mata, volume air mata
(misalnya, tinggi meniskus air mata dan skor Schirmer), dan status lapisan lipid
film air mata.
Sebuah studi kecil oleh Cardona et al menemukan beberapa perubahan dalam
film air mata setelah 20 menit bermain video game di layar komputer pada 25 orang
dewasa muda yang sehat. Tinggi meniskus air mata menurun, waktu pecahnya air
mata menurun, area pemecahan air mata meningkat, dan pola interferensi lapisan
lipid berubah setelah bermain video game. Sebuah studi kemudian meneliti
perubahan film air mata selama hari kerja (yaitu, pada jam 8 pagi dan jam 5 sore)
dalam kelompok yang bekerja sekitar 8 jam per hari pada komputer (n=30) dan
kelompok yang bekerja <1 jam per hari di layar tampilan (n=30).Tidak ada
perubahan signifikan yang diamati dalam skor Schirmer (dengan anestesi topikal)
selama hari kerja untuk kedua kelompok, tetapi waktu pemisahan air mata menurun
dari 9,15 detik di pagi hari menjadi 6,80 detik di malam hari pada pekerja layar
digital. Pada kelompok yang bekerja <1 jam per hari di layar digital, waktu
pemutusan air mata sekitar 15 detik di pagi dan sore hari. Ketika perangkat digital
yang berbeda telah dibandingkan, membaca di komputer menghasilkan tinggi
meniskus air mata yang lebih rendah, osmolaritas yang lebih tinggi, dan kemerahan
konjungtiva yang lebih besar dibandingkan dengan membaca di smartphone,
mungkin karena membaca di smartphone dikaitkan dengan sudut pandang yang
lebih rendah dan tingkat penglihatan yang lebih rendah. permukaan mata yang
terbuka. Hasil studi ini menunjukkan penggunaan layar digital dikaitkan dengan
penurunan kualitas film air mata yang akut
Ada juga beberapa bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan layar digital
selama bertahun-tahun dikaitkan dengan komponen air yang berkurang dari film
air mata. Dalam sebuah penelitian terhadap 1025 pekerja kantoran, penggunaan

7
layar digital >8 jam setiap hari dikaitkan dengan penurunan skor Schirmer I
(≤5mm) dibandingkan dengan penggunaan layer digital harian <2 jam (OR=4.27).
Selanjutnya, bekerja pada layar digital selama 8-12 tahun (OR=2.49) atau >12
tahun (OR=3.61) dikaitkan dengan penurunan skor Schirmer I (≤5 mm)
dibandingkan dengan <4 tahun, menunjukkan efek kumulatif tahun penggunaan
layar digital. Namun, tidak ada hubungan yang ditemukan antara penggunaan layar
digital dan waktu putus film air mata atau status lipid film air mata. Sebuah studi
yang lebih kecil dari 69 pemakai lensa kontak dan 102 pemakai lensa non-kontak
juga menemukan bukti bahwa penggunaan layer digital mempengaruhi komponen
air dari film air mata. Rata-rata tinggi meniskus robekan lebih rendah pada mereka
yang menggunakan layar digital selama 4 jam per hari; namun, tidak ada hubungan
signifikan yang ditemukan antara penggunaan layer digital dan skor Schirmer I.
Selain itu, waktu pemecahan film air mata dan pewarnaan permukaan mata tidak
menunjukkan hubungan dengan penggunaan layar digital. Sebaliknya, studi
OSAKA menemukan Sebagian besar pekerja kantor memiliki waktu putus air mata
yang singkat dan skor Schirmer normal, tetapi hubungan spesifik antara
penggunaan layar digital dan ukuran klinis mata kering tidak diperiksa. Analisis
terpisah dari studi OSAKA (N=96) menunjukkan konsentrasi musin air mata
mungkin lebih rendah pada mereka yang menggunakan layar digital harian yang
tinggi.
Konsentrasi musin 5AC rata-rata lebih rendah pada mereka yang menggunakan
layer digital >7 jam per hari dibandingkan dengan <5 jam per hari, memberikan
alasan potensial yang mendasari mengapa durasi penggunaan layar digital yang
lama menghasilkan waktu putus air mata yang lebih cepat. Studi ini mendukung
hubungan antara penggunaan layar digital dan perubahan spesifik dalam komposisi
film air mata.
Ketika individu yang sudah didiagnosis dengan DED diperiksa, penggunaan
layar digital yang lebih besar dikaitkan dengan beberapa metrik permukaan okular.
Wu et al menemukan bahwa individu dengan mata kering yang telah bekerja di
8
layar digital untuk waktu yang lama (rata-rata 8,3 jam setiap hari selama rata-rata
7,9 tahun; 106 mata dari 53 pasien) memiliki waktu putus air mata yang lebih
pendek, pewarnaan fluorescein kornea yang lebih tinggi, dan skor OSDI lebih besar
daripada individu dengan mata kering yang telah bekerja di layar digital untuk
waktu yang lebih singkat (rata-rata 3,2 jam setiap hari selama 5,3 tahun; 80 mata
dari 40 pasien). Skor Schirmer I berada dalam kisaran normal untuk kedua
kelompok. Pekerja layar yang lama juga ditemukan memiliki skor kelainan margin
kelopak mata yang lebih tinggi, meiboscore yang lebih tinggi (yaitu, kehilangan
kelenjar meibom yang lebih besar), dan ekspresi meibum yang lebih buruk daripada
pekerja layer yang singkat. Temuan ini menunjukkan bahwa individu dengan mata
kering dan penggunaan layar digital dalam jangka waktu lama dapat mengalami
keparahan mata kering yang lebih besar sebagaimana dibuktikan dengan
berkurangnya waktu pecahnya air mata, pewarnaan permukaan mata, dan tanda-
tanda disfungsi kelenjar meibom.

1.7 Pengaruh Penggunaan Layar Digital pada Dinamika Blinking


Hipotesis yang paling umum untuk menjelaskan hubungan antara penggunaan
layar digital dan mata kering adalah penggunaan layer digital mempengaruhi
dinamika berkedip dengan mengurangi tingkat berkedip dan kelengkapan
berkedip, yang menyebabkan peningkatan kekeringan permukaan mata. Air mata
berair menguap dari lapisan air mata selama interval antara setiap kedipan, dan
kedipan penuh diperlukan untuk mengisi lapisan air mata dengan mendistribusikan
air mata (dari kelenjar lakrimal) dan lipid (dari kelenjar meibom) di atas
permukaan mata. Dengan demikian, kedipan yang berkurang dan tidak lengkap
menghasilkan kekeringan permukaan mata karena memungkinkan hilangnya
penguapan yang lebih besar, yang seiring waktu dapat berpotensi memulai siklus
DED. Menariknya, individu yang memiliki mata kering biasanya berkedip lebih
sering daripada individu tanpa mata kering, yang mungkin merupakan upaya untuk
mengkompensasi ketidakstabilan lapisan air mata.

9
Hipotesis bahwa layar digital menyebabkan mata kering dengan
mempengaruhi kedipan didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan
bahwa dinamika kedipan berubah ketika peserta menggunakan layar digital.
Tingkat berkedip selama tugas membaca pada perangkat digital telah ditemukan
menurun dibandingkan dengan kondisi istirahat. Sebuah studi awal oleh Tsubota
dan Nakamori melaporkan rata-rata tingkat kedipan pada 104 pekerja kantoran
adalah 22 kedipan per menit untuk kondisi santai, 10 kedipan per menit saat
membaca buku di meja, dan 7 per menit saat melihat teks di layar video. Demikian
pula, tingkat berkedip telah ditemukan menurun dibandingkan dengan kondisi
istirahat ketika peserta telah melakukan tugas-tugas aktif di komputer seperti
bermain komputer atau video game. Acosta dkk menemukan bahwa tingkat
kedipan berkurang menjadi sekitar 42% dari kontrol Ketika peserta memainkan
permainan komputer (yaitu, Solitaire) dibandingkan dengan kondisi istirahat.
Tingkat kedipan kemudian kembali ke tingkat istirahat ketika peserta berhenti
bermain game komputer. Tingkat kedipan juga ditemukan menurun selama tugas
komputer aktif (mengatur kata dalam urutan abjad) dibandingkan dengan tingkat
kedipan yang ditemukan saat peserta terlibat dalam percakapan santai. Khususnya,
tingkat kedipan cenderung lebih tinggi selama percakapan daripada saat istirahat,
membuat kondisi percakapan kurang dari kondisi perbandingan yang ideal. Selain
penurunan tingkat kedipan, persentase kedipan tidak lengkap meningkat dengan
tugas layer digital aktif. Cardona dkk menemukan persentase kedipan tidak
lengkap meningkat dibandingkan dengan baseline selama bermain video game.
Secara khusus, 80% kedipan tidak lengkap dalam kondisi awal, sedangkan 92%
dan 88% kedipan tidak lengkap selama bermain video game. Data ini juga
menunjukkan hipotesis bahwa penggunaan layar digital dapat menyebabkan mata
kering melalui efeknya pada dinamika berkedip.

Menariknya, saat membaca di layar digital ternyata menurunkan tingkat


kedipan, membaca materi hard-copy juga menurunkan tingkat kedipan. Memang,

10
beberapa penelitian telah menemukan tingkat kedipan selama membaca hard copy
mirip atau bahkan lebih rendah dari tingkat kedipan saat membaca dari layar
digital. Abusharha menemukan tingkat kedipan menurun dari rata-rata 19,74 per
menit pada awal menjadi 14,93 per menit saat membaca di tablet elektronik dan
11,35 per menit saat membaca teks yang sama dari buku pada jarak yang sama
dengan tablet. Dalam penelitian lain, tingkat kedipan sebanding antara layar digital
dan kondisi membaca hard-copy. Hal ini konsisten dengan temuan bahwa gejala
mata seperti penglihatan kabur, gejala terbakar, dan air mata meningkat setelah
membaca dari perangkat e-book atau buku cetak; namun, gejala terbakar secara
signifikan lebih tinggi setelah membaca e-book. Khususnya, persentase kedipan
yang tidak lengkap ditemukan lebih tinggi di layar digital dibandingkan dengan
kondisi membaca hard-copy. Sebagai contoh, Chu et al menemukan persentase
kedipan tidak lengkap adalah 7,02% dalam kondisi membaca computer
dibandingkan dengan 4,33% dalam kondisi membaca hard copy. Hasil ini
menekankan bahwa membaca di layar digital dapat meningkatkan efek buruk
dengan mengurangi tingkat kedipan dan kelengkapan kedipan.

Temuan menunjukkan bahwa efek negatif dari penggunaan layar digital pada
dinamika berkedip tergantung pada tuntutan kognitif tugas. Tingkat kedipan
berkurang ketika peserta terlibat dalam tugas komputer aktif dibandingkan dengan
tugas pasif. Skotte dkk menemukan frekuensi kedipan rata-rata adalah 5,0 per
menit saat menghubungkan urutan titik-titik kecil dengan mouse komputer dan
16,0 per menit saat menonton video secara pasif.

Demikian pula, tingkat kedipan menurun ketika peserta terlibat dalam


permainan komputer dengan tingkat penyajian informasi visual yang tinggi
(permainan penembak 3D dengan kecepatan tinggi) dibandingkan dengan tingkat
penyajian informasi visual yang rendah (permainan strategi 2D dengan kecepatan
rendah). Hasil ini menunjukkan individu yang aktif menggunakan layar digital
mungkin berisiko mengalami kedipan yang tidak memadai, yang berpotensi

11
menyebabkan lebih banyak gejala mata kering. Perlu dicatat bahwa penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi keterbatasan dalam pemahaman saat ini
tentang tingkat kedipan dan cara terbaik untuk menilai mereka.

Dampak Penyakit Mata Kering


Hubungan antara penggunaan layar dan mata kering sangat signifikan karena
mata kering dapat berdampak negatif pada kualitas hidup, mungkin karena nyeri
okular dan gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan oleh ketidak stabilan
lapisan air mata. Dalam sebuah penelitian besar (N=3275), hubungan antara mata
kering dan kualitas hidup ditunjukkan untuk kualitas hidup yang berhubungan
dengan kesehatan dan kualitas hidup yang berhubungan dengan penglihatan.
Perbedaan terbesar dalam kualitas hidup yang berhubungan dengan penglihatan
antara mereka dengan dan tanpa gejala mata kering terjadi pada subskala nyeri
okular; namun, beberapa subskala menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
kelompok, termasuk aktivitas penglihatan jarak jauh, aktivitas penglihatan dekat,
dan keterbatasan peran terkait penglihatan, menunjukkan bahwa gejala mata
kering dapat mengganggu fungsi sehari-hari.
Selanjutnya, gejala depresi 64% lebih mungkin dilaporkan pada mereka yang
memiliki gejala mata kering dibandingkan mereka yang tidak memiliki gejala mata
kering. penting, ada hubungan antara mata kering dan kesehatan mental di antara
individu dengan penggunaan layar digital yang tinggi. Tounaka dkk menemukan
bahwa untuk 163 karyawan universitas yang menggunakan layar digital untuk
bekerja, kualitas hidup yang diukur dengan 36-Item Short Form Health Survey
(SF-36) secara signifikan lebih rendah untuk pria dengan mata kering
dibandingkan pria tanpa mata kering. Perbedaan ini didorong oleh komponen
mental SF-36. Selain mempengaruhi kualitas hidup, mata kering memberikan
kontribusi beban ekonomi yang cukup besar.
Biaya medis langsung untuk akun DED sekitar $3.84 miliar (dolar AS 2008)
membebani sistem perawatan kesehatan Amerika Serikat. Biaya tidak langsung

12
terkait dengan penurunan produktivitas kerja merupakan beban yang lebih besar
bagi masyarakat, yaitu $55.4 miliar (dolar AS 2008). Studi telah meneliti
hubungan antara DED dan produktivitas kerja pada pengguna layar digital. Dalam
sebuah penelitian besar terhadap pekerja kantoran (N=553), keterbatasan kerja
lebih besar untuk individu dengan diagnosis pasti DED dibandingkan mereka yang
tidak didiagnosis DED. Perkiraan hilangnya produktivitas sebesar 3.1 hari kerja
per tahun untuk individu dengan DED pasti. Analisis subskala menunjukkan
keterbatasan dalam manajemen waktu dan keterbatasan dalam fungsi mental dan
interpersonal lebih besar pada mereka dengan DED pasti. Temuan serupa
ditunjukkan dalam survei pekerja kantoran dengan tingkat membaca atau kerja
komputer yang tinggi. Hampir 70% responden (N=505) menunjukkan gejala mata
kering menghambat beberapa aktivitas kerja, dan lebih dari 5% menunjukkan
gejala mata kering menghambat sebagian besar aktivitas kerja. Selain itu. gejala
seperti perih, terbakar, gatal, iritasi, fotofobia, pandangan kabur, dan sakit mata
dilaporkan lebih sering terjadi di tempat kerja daripada di rumah. Oleh karena itu,
diagnosis dini dan penanganan mata kering penting dilakukan untuk mencegah dan
mengurangi kemungkinan dampak negatif DED terhadap kualitas hidup dan
produktivitas kerja.

1.8 Pencegahan, Diagnosis, dan Penatalaksanaan Mata Kering Pencegahan Mata


Kering yang Diinduksi Layar Digital

Strategi untuk mencegah atau mengurangi mata kering pada pengguna layar digital
mungkin melibatkan modifikasi perilaku seperti latihan berkedip atau
mengistirahatkan mata secara berkala serta modifikasi lingkungan. Ada beberapa
bukti yang mendukung bahwa mengedipkan mata atau mengistirahatkan mata
mungkin efektif dalam mengurangi gejala mata kering. Kim et al menyelidiki efek
latihan berkedip pada 41 peserta dengan gejala mata kering. Latihan berkedip
terdiri dari menutup mata secara normal selama 2 detik, menutup mata secara

13
normal lagi selama 2 detik, dan kemudian meremas kelopak mata dengan erat
selama 2 detik. Setelah 28 hari latihan berkedip, tinggi meniskus robekan dan
ketebalan lapisan lipid tidak menunjukkan perubahan; namun, gejala mata kering
(OSDI dan Kuesioner Mata Kering - 5 Item [DEQ-5] skor) menurun, penilaian
kualitas lapisan lipid meningkat, dan waktu pemecahan sobek meningkat.
Selanjutnya, tingkat kedipan (yang biasanya meningkat pada pasien dengan DED)
menurun seperti halnya persentase kedipan yang tidak lengkap, bahkan dalam 5
menit setelah melakukan 20 siklus latihan di klinik, menunjukkan manfaat dari
latihan berkedip. Strategi berbeda untuk mencegah mata kering dari layar digital,
yang disebut "kerja buta," juga telah dievaluasi. Pekerjaan buta melibatkan
menutup mata ketika penglihatan tidak diperlukan. Sebuah penelitian terhadap 10
pekerja kantoran dengan mata normal menemukan bahwa individu menerapkan
"kerja buta" rata - rata 7,4 kali selama periode 20 menit dengan durasi rata-rata 8.6
detik per peristiwa ketika didorong untuk melakukannya. Dibandingkan dengan
pekerjaan normal, skor skala analog visual untuk mata kering, kelelahan mata, dan
penglihatan kabur berkurang dalam kondisi kerja buta.Sementara penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk memverifikasi strategi ini sebagai cara untuk mencegah
DED, mereka menyajikan cara potensial untuk melawan efek negatif dari
penggunaan layar digital pada mata. Kemungkinan strategi ketiga untuk mencegah
mata kering adalah aturan 20-20-20 yang direkomendasikan untuk membantu
mencegah gejala ketegangan mata digital. Disebutkan bahwa untuk setiap 20 menit
penggunaan layar, pasien harus istirahat 20 detik dan melihat sesuatu yang
berjarak 20 kaki. Efektivitas aturan 20-20-20 untuk pasien dengan mata kering
belum diselidiki; namun, strategi ini berpotensi membantu mencegah mata kering
dengan memberikan waktu untuk kedipan alami, yang mengisi kembali lapisan air
mata. Modifikasi lingkungan juga dapat dipertimbangkan untuk mencegah atau
mengurangi mata kering pada pengguna layar digital. Sebuah studi crossover acak
dari 44 pengguna komputer menemukan bahwa 1 jam penggunaan komputer
dengan pelembab desktop dikaitkan dengan peningkatan waktu pemecahan air
14
mata dan kenyamanan subjektif dibandingkan dengan 1 jam penggunaan komputer
tanpa pelembab udara. Tidak ada perbedaan signifikan yang diamati pada tingkat
lapisan lipid atau tinggi meniskus robekan untuk kedua kondisi tersebut. Hasil ini
menunjukkan bahwa penggunaan pelembab udara desktop dapat meredakan gejala
mata kering dan membantu mencegah DED pada pengguna layar digital dengan
mengurangi penguapan air mata. Namun, manfaat pencegahan pelembap untuk
DED memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Efek headset realitas virtual pada
permukaan mata juga telah diselidiki. Sebuah penelitian terhadap 20 orang
menemukan bahwa 40 menit pemakaian headset virtual reality dikaitkan dengan
peningkatan kadar lipid film air mata dan waktu pemecahan air mata dibandingkan
dengan penggunaan komputer konvensional. Headset realitas virtual juga
menghasilkan dalam peningkatan suhu lokal dan penurunan kelembaban,
menunjukkan bahwa peningkatan suhu mungkin telah berkontribusi pada
peningkatan kadar lipid dan waktu pemecahan air mata. Demikian pula, dalam
sebuah penelitian terhadap 12 orang, peningkatan ketebalan lapisan lipid
ditemukan dengan headset realitas virtual dibandingkan dengan penggunaan
komputer konvensional. Perbaikan lapisan lipid relevan untuk pencegahan mata
kering, karena dapat meningkatkan stabilitas lapisan air mata dan mengurangi
penguapan air mata. Hasil studi ini menunjukkan ada potensi modifikasi perilaku
dan lingkungan yang dapat membantu pencegahan DED. Yang penting, pasien
cenderung hanya menerapkan strategi tersebut jika mereka memahami hubungan
antara mata kering dan penggunaan layar digital dan menyadari strategi tersebut.
Oleh karena itu, penting bagi dokter untuk mendidik pasien tentang potensi efek
negatif dari penggunaan layar digital pada permukaan mata dan kemungkinan
strategi pencegahan, terutama dengan pasien yang berisiko dan yang telah
melaporkan gejala mata kering.DED

15
Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Mata Kering
Untuk pasien dengan gejala mata kering yang dilaporkan dan tanda klinis yang
diamati, diagnosis DED yang akurat penting untuk memandu manajemen DED
yang efektif. Setiap individu berisiko DED dapat diskrining untuk DED dengan
survei DEQ-5, OSDI, atau Standard Patient Evaluation of Eye Dryness (SPEED),
yang dapat menunjukkan apakah individu tersebut mungkin menderita DED.
Selanjutnya, tes klinis untuk DED dapat dilakukan, yang meliputi waktu pecahnya
air mata, pewarnaan permukaan mata, ketinggian meniskus robekan, dan evaluasi
langsung kelopak mata, bulu mata, dan sekresi kelenjar meibom. Tes
laboratorium/pencitraan untuk mata kering meliputi osmolaritas lapisan air mata,
adanya penanda inflamasi, analisis lapisan lipid, dan visualisasi kelenjar meibom.
Adalah penting bahwa kondisi lain yang menyerupai DED dikesampingkan dan
kemungkinan komorbiditas diselidiki sehingga perawatan yang paling tepat dapat
ditentukan.
Dokter mungkin menghadapi pasien yang memiliki tanda DED tanpa gejala
atau gejala tanpa tanda. Dalam kasus ini, dokter dapat mendidik pasien tentang
kebiasaan layar digital yang sehat untuk mencegah perkembangan kondisi. Jika
diagnosis DED dibuat, evaluasi keparahan dan sejauh mana DED bermanifestasi
sebagai mata kering evaporatif atau mata kering kekurangan air penting untuk
memandu keputusan pengobatan lebih lanjut.
Pengobatan DED bertujuan untuk mengembalikan homeostasis ke lapisan air
mata dan memberikan pilihan untuk mencegah kembalinya DED. Berbagai
perawatan tersedia untuk DED termasuk perawatan untuk mengatasi insufisiensi
film air mata, disfungsi kelenjar meibom, dan peradangan. Pilihan yang tergantung
pada karakteristik, kontribusi faktor, dan tingkat keparahan DED. Sejumlah
pedoman klinis untuk pengelolaan DED telah dikembangkan. Ini termasuk Tear
Film and Ocular Surface Society Dry Eye Workshop II (TFOS DEWS II)
manajemen bertahap dan rekomendasi pengobatan untuk DED, algoritma penyakit
permukaan okular praoperasi American Society of Cataract and Refractive
16
Surgery (ASCRS), dan pilihan pengobatan yang direkomendasikan dari kelompok
Kornea, Penyakit Eksternal, dan Masyarakat Refraktif (CEDARS).
Untuk DED yang mungkin terkait dengan penggunaan layar digital,
kombinasi terapi mata dan modifikasi gaya hidup mungkin terbukti bermanfaat.
Bagian penting dari edukasi pasien termasuk diskusi tentang penggunaan
suplemen air mata bebas pengawet dan praktik kebiasaan digital yang lebih sehat
dan metode pemasangan layar. Latihan berkedip penuh yang disengaja, sering
istirahat, dan secara umum mengurangi penggunaan perangkat digital adalah
beberapa kebiasaan sehat yang berpotensi membantu. Selain itu, strategi yang
dapat membantu dalam pengelolaan sindrom penglihatan komputer-kategori yang
lebih luas dari masalah mata dan penglihatan yang terkait dengan penggunaan
layar digital-seperti memperbesar ukuran font, mengurangi silau, meningkatkan
kontras, dan menggunakan pandangan ke bawah mungkin juga bermanfaat untuk
mereka yang memiliki gejala mata kering. Karena ketegangan mata akibat layar
digital dapat memperburuk gejala secara keseluruhan, diagnosis dan pengelolaan
kesalahan refraksi dan/atau disfungsi teropong dapat membantu meringankan
gejala yang terkait dengan penggunaan layar digital. Namun, mengingat bahwa
mungkin sulit bagi beberapa pasien untuk mengurangi penggunaan layar digital
yang tinggi untuk bekerja dan berkomunikasi di era modern, mungkin ada
kebutuhan untuk tindak lanjut rutin dan strategi manajemen proaktif yang
mencakup terapi mata selain kebiasaan digital. Karena pengetahuan yang terbatas
tentang kemanjuran strategi pengobatan yang berbeda pada individu dengan DED
dan penggunaan layar digital yang tinggi, penelitian di masa depan dapat
menjelaskan strategi manajemen jangka panjang terbaik untuk pasien ini.

17
Kesimpulan
Penggunaan layar digital adalah bagian dari kehidupan sehari-hari dan merupakan
faktor risiko DED. Penjelasan yang mungkin untuk hubungan antara penggunaan
layar digital dan DED adalah berkurangnya kedipan tingkat dan peningkatan
persentase kedipan tidak lengkap selama penggunaan layar digital dapat
menyebabkan kekeringan permukaan mata, yang dapat memfasilitasi
perkembangan DED ketika individu secara aktif terlibat pada layar digital untuk
jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, pencegahan DED mungkin melibatkan
mengedipkan mata secara sengaja dan memberikan waktu mata untuk berkedip
secara alami, serta modifikasi lingkungan yang bertujuan untuk mengurangi
penguapan air mata. Profesional perawatan mata harus menanyakan tentang
kebiasaan digital pasien dan gejala mata kering selama pemeriksaan mata tahunan.
Ini akan membantu mengidentifikasi mereka yang berisiko DED dan mereka yang
akan mendapat manfaat dari skrining DED atau evaluasi tanda-tanda klinis DED.
Penting bagi profesional perawatan mata untuk meningkatkan kesadaran pasien
tentang hubungan antara DED dan penggunaan layar digital dan kemungkinan
strategi pencegahan. Untuk pasien yang menunjukkan gejala, diagnosis DED yang
akurat oleh profesional perawatan mata penting untuk menentukan perawatan yang
tepat. Untuk pasien dengan DED, pendidikan tentang modifikasi gaya hidup dan
terapi okular yang komprehensif harus dipertimbangkan. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk menginformasikan strategi manajemen yang optimal untuk DED
pada individu dengan penggunaan layar digital yang tinggi.

18
BAB 2
KAJIAN JURNAL

2.1 Identitas Jurnal


Penulis : Zaina Al-Mohtaseb, Scott Schachter, Bridgitte Shen Lee,
Jaclyn Garlich, William Trattler.
Judul : The Relationship Between Dry Eye Disease and Digital
Screen Use
Nama Jurnal : Department of Ophthalmology, Cullen Eye Institute, Baylor
College of Medicine, 6565 Fannin Street, Houston, TX,
77030, USA
Tahun Jurnal : 2021
Metode : Artikel review
Doi : https://doi.org/10.2147/OPTH.S321591
Nomer Jurnal : 15
Penerbit : Clinical Ophthalmology
Volume : 2
Situs : https://www.dovepress.com/ on 07-Mar-2022

2.2 Analisis PICO pada Jurnal


2.2.1 Population or problem
Jurnal ini merupakan jurnal artikel review yang memaparkan problem berupa
faktor risiko penggunaan layar digital di era pandemik covid-19 dengan kejadian dry
eyes.
2.2.2 Intervention
Tidak ada intervensi yang dilakukan pada jurnal ini.

19
2.2.3 Comparation
Tidak ada perbandingan intervensi yang dilakukan dalam jurnal ini. Jurnal ini
hanya merangkum beberapa literatur yang tersedia terkait hubungan antara penggunaan
layar digital dengan kejadian mata kering.
2.2.4 Outcome
Hasil yang diharapkan dalam jurnal ini ialah tenaga medis dapat mengetahui
hubungan antara penggunaan layar digital dengan kejadian mata kering sehingga dapat
memberikan pemahaman terhadap orang - orang yang memiliki risiko.

20
BAB 3
KRITISI JURNAL

3.1 Critical Apprisial


Dalam melakukan critical apprisial terdapat tiga parameter yang menjadi ukuran
yaitu validitas, important dan aplikabilitas. Adapun tingkat validitas sisi important dan
aplikabilitas dalam jurnal ini sebagai berikut (Arikunto, 1999; Aschengrau, 2008):
3.1.1 Validitas
Validitas adalah suatu ukuran (bukti) yang menunjukkan tingkat kesahihan
(keakuratan) suatu tes. Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa
yang hendak diukur. Tes memiliki validitas yang tinggi jika hasilnya sesuai dengan
kriteria, dalam arti memiliki kesejajaran antara tes dan kriteria (Arikunto, 1999;
Aschengrau, 2008).
Artikel ini merupakan descriptive article review sehingga memiliki validitas yang
lemah. Berbeda dengan tinjauan sistematis dan meta-analisis, artikel ini tidak memiliki
metode pemilihan jurnal yang sistematis, tidak memiliki metode critical appraisal dari
setiap jurnal yang digunakan guna mengetahui kualitas jurnal yang digunakan sebagai
referensi, tidak memiliki kriteria inklusi dan eksklusi, tidak membahas secara detail
setiap jurnal/penelitian yang digunakan (terkait sampel, usia, kriteria inklusi/eksklusi
dsb).

3.1.2 Importance
Importance merupakan bagian untuk menentukan seberapa akurat hasil
penelitian. Artikel ini tidak memiliki meta-analisis guna mengetahui seberapa
homogen hasil dari setiap penelitian yang digunakan sebagai rujukan dalam artikel ini.
Selain itu, meta-analisis berguna untuk menentukan interval kepercayaan yang
digunakan sebagai acuan menentukan akurasi hasil penelitian. Oleh karena itu, tingkat
importance artikel ini tergolong lemah.

21
3.1.3 Applikabilitas
Applicabilitas adalah bagaimana kharakteristik hasil penelitiaan yang digunakan
untuk diterapkan pada kondisi yang sesungguhnya. Penilaian aplikabilitas dalam jurnal
dilakukan untuk menentukan kemungkinan penerapan hasil pada pasien di skenario
serta menentukan potensi keuntungan dan kerugian pasien (Dragalin et all, 2001;
Duarsa, 2020)
Sebuah article review (bukan tinjauan sistematis dan meta-analisis) tidak cukup
kuat digunakan sebagai dasar (evidence based) praktik klinis pada pasien.

3.2 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal


3.2.1 Kelebihan jurnal
Adapun beberapa kelebihan jurnal ini antara lain :
a. Jurnal yang baru yang memiliki potensi besar untuk dilakukan penetian
lanjutan
b. Bahasa yang digunakan cukup sederhana dan mudah untuk dipahami
3.2.2 Kekurangan Jurnal
Adapun beberapa kekurangan dalam jurnal ini adalah.
a. Tidak melakukan meta analisis.
b. Tergolong lemah untuk dijadikan sebagai dasar (evidence based)

22
BAB 4
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jurnal ini merupakan article review mengenai hubungan penggunaan layar
digital dengan kejadian mata kering yang mana sangat tergolong lemah jika hendak
digunakan sebagai dasar (evidence based). Sehingga perlu adanya pengembangan pada
artikel ini dengan melakukan meta analisis untuk memberikan kesimpulan yang lebih
bisa dipertanggung jawabkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S., 1999. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Rineka Cipta:
Jakarta.
Aschengrau, A., Seage, G.R. 2008. Essential of Epidemiology of Public Health. Jones
and Bartlett Publishers, Inc: United States.
Duarsa, Arta B S. 2020. Uji Dianostik. PPT Bahan Ajar untuk Mahasiswa Kedokteran
Angkatan 2017. Mataram: Fakultas Kedokteran. Universitas Islam Al Azhar.
Dragalin, V., Fedorov, V., Jones, B. and Rockhold. F. 2001. Estimation of the
Combined Response to Treatment Inmulticentre Trials. Journal of
Biopharmaceutical Statistics. 11(4), 275–295

24

Anda mungkin juga menyukai